I. Laporan perkuliahan
Hak asasi menusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
D. Perbedaan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat dengan Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran HAM di Indonesia diatur dalam Undang-undang atau UU Nomor 26
Tahun 2000. HAM dibedakan menjadi 2 yaitu: pelanggaran HAM ringan dan pelanggaran
HAM berat.
Pelanggaran HAM ringan meliputi penganiayaan, pencemaran nama baik,
menghalangi kebebasan berekspesi seseorang. Contoh kasus pelanggaran ham ringan adalah
kelalaian puskesmas memberikan vitamin kedaluwarsa kepada ibu hamil di Jakarta pada 23
Agustus 2021. Macam-macam bentuk pelanggaran HAM ringan adalah:
1. Melakukan penganiayaan.
2. Melakukan hal yang dapat mencemarkan nama baik seseorang.
3. Menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasinya dengan berbagai
cara.
4. Melakukan aksi kekerasan dengan pemukulan.
5. Mengambil barang atau hak milik orang lain.
6. Menghalangi seseorang menjalankan ibadah.
7. Melakukan pencemaran lingkungan.
8. Melakukan perundungan, baik secara langsung maupun melalui media
sosial.
9. Tindakan pemaksaan orang tua terhadap anaknya.
Pelanggaran HAM berat pelanggaran yang mengakibatkan timbulnya perbuatan
pidana terhadap raga, jiwa, martabat, peradaban, dan sumber daya kehidupan manusia.
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM berat terbagi menjadi dua yaitu
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan Hak Asasi Manusia
(disingkat Pengadilan HAM) adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Fungsi penyuluhan
1. Penyebarluasan wawasan mengenai HAM
2. Peningkatan kesadaran HAM melalui Pendidikan formal serta
nonformal.
Fungsi pemantauan
1. Pengamatan dan penyusunan hasil laporan pengamatan
2. Penyelidikan dan pemeriksaan peristiwa yang timbul atau perbuatan
pelanggaran HAM
3. Pemanggilan terhadap pihak pengadu dan korban atas persetujuan
pengadilan
4. Pemeriksaan tempat, rumah, bangunan, tempat tinggal pihak tertentu
atas persetujuan pengadilan.
2. Material yurisdiksi
Kejahatan kejahatan yang menjadi ruang lingkup yurisdiksi ini adalah : kejahatan
kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan genosida, kejahatan agregrasi.
3. Temporal yurisdiksi
ICC hanya dapat memiliki yursiduksi yang diatur dalam statute hanya jika statuta
diratifikasi atau berlaku.
4. Personal yurisdiksi
ICC hanya memiliki yurisdiksi orang dimana pelaku kejahatan harus bertanggung
jawab secara individu.
II. Analisis mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat di Pengadilan HAM
Nasional dan Pengadilan HAM Internasional
a. Sebelum berlakunya uu no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia
b. Setelah berlakunya uu no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia
Diundangkannya UU 26/2000 yang mendasari pembentukan pengadilan
HAM yang khususnya menangani pelanggaran HAM yang dikategorikan dalam
“pelanggaran HAM yang berat” (gross violations of human rights). Apabila terjadi
kasus pelanggaran HAM Berat, maka dalam hal penyelidikan kewenangannya berada
pada KOMNAS HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Sedangkan Kejaksaan
Agung sebagai Penyidik yang masing-masing secara independen tanpa saling
mempengaruhi.
Negara dan pemerintah dalam rangka menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
maka terhadap pelanggaran HAM dikenakan sanksi sesuai hukum yang berlaku
sedangkan bagi pelanggaran HAM yang berat dirumuskan dalam UU RI No. 26
Tahun 2000. Yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat ialah,
Pertama: kejahatan Genosida, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf A
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara :
a. Membunuh anggota kelompok;
b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
pemusnahan secara fisik seluruh atau sebagiannya;
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok;
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain;
Kedua: Kejahatan kemanusiaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
B adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil berupa: Pembunuhan, Pemusnahan, Perbudakan, Pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa, Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan (asas-asas)
pokok hukum internasional, Penyiksaan, Perkosaan (perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara), Penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan ,agama, etnis, budaya, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
Penghilangan orang secara paksa dan Kejahatan apartheid.
Proses penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu diselesaikan melalui
Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang bersifat adhoc
yang terdapat dalam pasal 43 yang menyebutkan bahwa;
a) Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang
ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM adhoc;
b) Pengadilan HAM adhoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul
dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan
keputusan presiden;
c) Pengadilan HAM adhoc sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berada di lingkungan
peradilan umum;