Anda di halaman 1dari 6

HAK ASASI MANUSIA

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting keberadaannya
dalam setiap sendi- sendi kehidupan umat manusia dan merupakan masalah yang universal
selama manusia masih ada. HAM yaitu hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersama sejak lahir dan hadir dalam hidup masyarakat tanpa
membedakan ras, agama, golongan, dan jenis kelamin karena bersifat asasi dan universal
(Budiardjo, 1982: 120). Hak Asasi Manusia (HAM) juga diatur dalam UndangUndang
Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1, yang
menyebutkan bahwa;
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah
hak- hak yang bersifat asasi dan universal pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang dimiliki
manusia sejak lahir dan hadir dalam hidup masyarakat yang wajib dihormati, dilindungi,
dan dijunjung tinggi oleh siapapun.

Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia dimulai sejak adanya penjajahan di


Indonesia. Pasa masa penjajahan tersebut, terjadi banyak pelanggaran HAM seperti
pembantaian, penculikan, kerja paksa, dan lain- lain. Selain itu adanya diskriminasi dalam
bidang kehidupan sangat bertentangan dengan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat sama (Wilujeng, 2013).

Namun sampai saat ini perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia belum
banyak berubah dari masa penjajahan. Hal ini dapat diamati dari seringnya terjadi
penangkapan, penculikan, penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, pembakaran tempat
ibadah, dan pelanggaran HAM lain. Selain itu makin marak terjadi penyalahgunaan
kekuasaan dalam penegakkan hukum yang dapat merugikan masyarakat Indonesia
(Ediwarman, 2000: 21)
Tonggak-tonggak sejarah perjuangan HAM adalah sebagai berikut : 1. Kebangkitan
Nasional (20 Mei 1908) 2. Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) 3. Proklamasi
Kemerdekaan (17 Agustus 1945); penetapan Undang-undang Dasar 1945 yang
didalamnya terkandung pengakuan HAM. 4. UUD RIS dan UUDS 1950 secara
implisit mencantumkan konsep HAM. 5. Sidang Umum MPRS tahun 1966
menetapkan Ketetapan MPRS Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan
Panitia Ad Hock untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam HAM dan Hak
serta Kewajiban Warga Negara. Namun setelah adanya G30S/PKI masalah ini
tertunda. 6. Tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993
dibentuk Komisi Hak Asasi Manusia. 7. Perumusan HAM mencapai kemajuan
dengan dimasukkan masalah ini dalam GBHN Tahun 1998. 8. Sidang Istimewa
MPR 1998 telah berhasil merumuskan Piagam HAM secara ekplisit lewat
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan dan Sikap Bangsa
Indonesia Terhadap HAM dan dijabarkan dalam Undang-undang RI Nomor 39
Tahun 2000 sebagai Hukum Positif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia (Wilujeng,
2013).
A. HAM Secara Konseptual
Konsep tentang HAM bangsa Indonesia dapat diruntut sejak Proklamasi
Kemerdekaan:
1. Proklamasi, sebagai pernyataan kemerdekaan dan kebebasan bagi bangsa
Indonesia yang merupakan unsur dasar HAM.
2. Pembukaan UUD 1945
Pada alenia pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Jika
ada bangsa yang tidak merdeka hal ini bertentangan dengan kodrat manusia. Lebih
jauh lagi dijelaskan dalam alinea ke empat, dimana terdapat Pancasila sebagai
hakikat moral negara serta sila kemanusiaan yang adil dan beradab yang
mengandung ajaran tentang kemanusiaan dan keadilan dimana ajaran tersebut
merupakan unsur-unsur HAM.
3. Pancasila
Konsep HAM dalam Pancasila bertumpu pada ajaran sila kedua yaitu kemanusiaan
yang adil dan beradab dalam kesatuan dengan sila-sila yang lain. Konsep HAM
dalam Pancasila tidak hanya bedasarkan pada kebebasan individu namun juga
dibatasi kebebasan individu lain yaitu mempertahankan kewajiban sosial dalam
masyarakat. Kebebasan dalam Pancasila adalah kebebasan dalam keseimbangan
antara hak dan kewajiban antara manusia sebagai individu dan sosial, sebagai
makhluk mandiri dan makhluk Tuhan, serta keseimbangan jiwa dan raga.
B. HAM Kerangka Hukum Nasional
1) UUD 1945 Konsep HAM dalam Pancasila dijabarkan dalam UUD 1945.
Pengumuman HAM tersebar dalam beberapa pasal yang menyangkut HAM
pada masa damai dan HAM pada masa sengketa bersenjata. Bahkan terdapat
HAM yang belum tercantum dalam Universal Declaration of Human Right
yaitu hak menentukan nasib sendiri, hak mengunakan sumber daya alam, dan
hak perutusan. Beberapa HAM yang terdapat dalam UUD 1945:
a. Hak atas kedudukan yang sama atas hukum dan pemerintahan (pasal 2 ayat
1).
b. Hak mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
c. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28).
d. Hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28).
e. Hak atas kebebasan mameluk agama (pasal 29 ayat 2).
f. Hak untuk mendapatkan pengajaran (pasal 31). Selain itu masaih ada hak
lain: a. Hak yang berlaku dalam sengketa yang bersenjata (pasal 11 ayat
12,30). b. Hak pembelaan diri (pasal 30). c. Hak perutusan (pasal 13). 2)
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang HAM Sikap dan
pandangan bangsa Indonesia tentang HAM secara tegas termuat dalam
ketetapan ini. Untuk pertama kali secara eksplisit dirumuskan dalam bentuk
piagam HAM. Piagam ini terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh yang
berisi X Bab dan 44 pasal. Dalam pembukaan bahwa bangsa Indonesia pada
hakekatnya mengakui, menyadarim menjamin dan menghargai HAM.
Dalam pelaksanaan ini terpadu dalam kewajiban asasi manusia sebagai
pribadi, anggota keluarga masyarakat, bangsa dan negara serta anggota
masyarakat bangsabangsa di dunia. 1. Undang-undang RI Nomor 29 Tahun
2000 Tentang HAM. Undang-undang ini disahkan pada tanggal 23
September 2000, terdiri dari XI Bab dan 106 pasal yang berisi tentang hak
manusia sebagai ciptaan Tuhan, manusia sebagai makhluk sosial, manusia
sebagai warga negara. 2. Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1998 Tentang
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan dan Pelaksanaan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat manusia. 3. Keputusan Presiden RI Nomor 181 tahun 1889 tentang
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. 4. Keputusan
Presiden RI Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM.
5. Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian
Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam semua perumusan dan
penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program ataupun pelaksanaan
kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintah.
g. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan HAM Pengaturan hukum
mengenai hakhak asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum didalam
pembukaan dan batang tubuh UUD 45 yang terdapat dalam Pasal 27 (1 dan
2), Pasal 29 (2), Pasal 30 dan Pasal 31 (1), kemudian secara khusus telah
dikeluarkan Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Salah satu dasar pemikiran pembentukan undang-undang HAM itu
adalah : 1. Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat
manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena
tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan Jurnal Kriminologi
Indonesia Vol. 1 No. I September 2000 : 20 - 28 23 martabatnya, sehingga
dapat mendorong manusia menjadi srigala bagi manusia lainnya (Homo
Homoni Lupus). 2. Karena manusia merupakan makhluk sosial, maka HAM
yang satu dibatasi oleh yang lain, sehingga kebebasan atau HAM bukanlah
tanpa batas. 3. HAM tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam
keadaan apapun. 4. Setiap HAM mengandung kewajiban untuk
menghormati HAM orang lain, sehingga di dalam HAM terdapat kewajiban
dasar. 5. HAM harus benar-benar dihormati, dilindungi dan ditegakkan, dan
untuk itu pemerintah, aparatur negara dan pejabat publik lainnya
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya
penghormatan, perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia. Undang-
undang hak asasi manusia ini merupakan payung dari seluruh peraturan
perundang-undangan, oleh karena itu pelanggaran HAM baik langsung
maupun tidak langsung dikenakan sanksi pidana, perdata dan administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Di
dalam pasal 5 UU No.39/1999 dinyatakan : 1. Setiap orang diakui sebagai
manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan dan
perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusian di depan
hukum. 2. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang
adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak. 3. Setiap orang
termasuk kelompok masyarakat yang renta berhak memperoleh perlakuan
dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Perlindungan
HAM tersebut pada hakikatnya merupakan tanggung jawab pemerintah,
dalam pasal 8 UU. No.39/1999 yang menyatakan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi
tanggung jawab pemerintah. Dengan supremasi hukum pada era reformasi
saat ini perlu dipertanyakan sudah sejauh mana tanggung jawab pemerintah
mengenai HAM tersebut dilaksanakan dalam melindungi hak asasi manusia,
karena selama ini yang dilihat hanya tanggung jawab bersifat abstrak, yaitu
setiap pelanggaran HAM dapat dituntut, tetapi bagaimana nasib si korban
(victim) akibat pelanggaran HAM itu secara konkrit belum terlihat.
Kemudian berdasarkan ketentuan pasal 17 UU No.39/1999 dinyatakan
setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara
pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan
bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk
memperoleh putusan yang adil dan benar. Dalam Declaration of Human
Right artikel 6 dinyatakan : ³Everyone has the right to recognition
everywhere as a person before the law (Human Rights, 1993, hal. 3). Atau
setiap orang mempunyai hak pengakuan dimanapun sebagai orang didepan
hukum. Kemudian didalam artikel 7 dinyatakan bahwa : ³All are equal
before the law and are entitled without any discrimination to equal
protection of the law. All are entitled to equal protection against any
discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to
such discrimination¥
Ibid., 1993, hal. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 1 No. I September
2000 : 20 - 28 24 3). Artinya semua adalah sama didepan hukum dan berhak
tanpa diskriminasi terhadap perlindungan yang sama dari hukum. Semua
orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap diskriminasi
dalam pelanggaran dari deklarasi ini dan terhadap setiap dorongan terhadap
diskriminasi yang demikian. Di dalam proses peradilan jika dilihat dari
aspek hukum pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP tujuan
peradilan untuk menegakkan hukum secara adil (due process of law), guna
melindungi hak asasi tersangka atau terdakwa merupakan bagian hakhak
warga negara, oleh karena itu perlindungan HAM dalam penegakkan
hukum di pengadilan harus benar-benar adil dan jujur.

Mariam Budiharjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia


Sri Rahayu Wilujeng, Vol. 18 No. 2 Edisi Juli-Desember 2013,“Hak Asasi
Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”, Jurnal Humanika, , Fakultas
Ilmu Budaya UNDIP: Semarang,

Anda mungkin juga menyukai