Anda di halaman 1dari 2

A.

PILAR – PILAR PENYANGGA DALAM ILMU PENGETAHUAN


Kekuatan   bangunan   ilmu   terletak   pada   sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan.
Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite / saling
mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi
dan aksiologi.
1. Pilar ontologi (ontology)

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.


Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan
antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai
pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula
segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali
segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa
dianggap ada berdiri sendiri).

Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
a. Aspek  kuantitas  :  Apakah  yang  ada  itu  tunggal,  dual atau plural (monisme,
dualisme, pluralisme)
b. Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang


paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas
pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan
bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”.
Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan
pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.

PengalamanPengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi,


dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan
multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan
kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misalnya masalah krisis moneter, tidak dapat hanya
ditangani oleh ilmu ekonomi saja.Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lainyang
tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, makaperlu bantuan ilmu lain seperti politik,
sosiologi.

2. Pilar epistemologi (epistemology)

Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani klasik epistēmē yang berarti "pengetahuan"
dan akhiran -logi, yang berarti "wacana" (berasal dari kata yunani logos yang berarti
"wacana"). J. F. Ferrier menciptakan epistemologi dalam model 'ontologi', untuk
menetapkan bahwa epistemologi merupakan cabang filsafat yang bertujuan untuk
menemukan makna dari pengetahuan, dan menyebutnya 'awal yang sesungguhnya' dari
filsafat. Kata ini setara dengan konsep Wissenschaftslehre, yang digunakan oleh filsuf
jerman Johann Fichte dan Bernard Bolzano untuk proyek-proyek yang berbeda sebelum
digunakan kembali oleh Husserl. Para filsuf Prancis kemudian memberi istilah
épistémologie makna yang sempit sebagai 'teori pengetahuan [théorie de la
connaissance].' di antaranya, Émile Meyerson yang membuka karyanya Identitas dan
Realitas, yang ditulis pada tahun 1908, dengan catatan bahwa kata 'kemenjadian' setara
dengan 'filsafat ilmu pengetahuan'. Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari
pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan.

Banyak perdebatan dalam epistemologi berpusat pada empat bidang:


1) analisis filsafat terkait hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini berkaitan
dengan konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan jusepistemologi
2) berbagai masalah skeptisisme,
3) sumber-sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan justifikasi atas keyakinan, dan
4) kriteria bagi pengetahuan dan justifikasi. Epistemologi membahas pertanyaan-
pertanyaan seperti "Apa yang membuat kebenaran yang terjustifikasi dapat
dijustifikasi?",Apa artinya apabila mengatakan bahwa seseorang mengetahui
sesuatu? dan pertanyaan yang mendasar, Bagaimana kita tahu bahwa kita tahu?

Istilah 'Epistemologi' pertama kali digunakan oleh filsuf Skotlandia James Frederick
Ferrier pada tahun 1854.[a] Namun, menurut Brett Warren, Raja James VI dari
Skotlandia sebelumnya telah mempergunakan konsep filosofis ini dan menggunakannya
sebagai personifikasi, dengan istilah Epistemon, pada tahun 1591.[8]Selalu menyangkut
problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh
kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur,
danstrategi.

PengalamanPengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita:


a. sarana  legitimasi  bagi  ilmu / menentukan  keabsahan disiplin ilmu tertentu;
b. memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu;
c. mengembangkan ketrampilan proses;
d. mengembangkan daya kreatif dan inovatif.
3.   Pilar aksiologi (axiology)
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin di capai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat
yang terdapat dalam suatu pengetahuanSelalu berkaitan dengan problematika pertimbangan
nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan,
penerapan  atau  pengembangan  ilmu.  Pengalaman aksiologis dapat
memberikan  dasar  dan  arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan
seorang  profesional  dan  ilmuwan.
Berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religiuss) dalam setiap
penemuan, penerapan, atau pengembangan ilmu.

Anda mungkin juga menyukai