Anda di halaman 1dari 8

Analisis Konsep Integrasi Mercosur Fase Pertama– Adit

Kerangka Analisis

Menurut Pedro Casas (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Rethingking Integration In Latin
Amerika: The “Pink Tide” and the Post Neoliberal Regionalism menyatakan bahwa Mercosur
merupakan salah satu bentuk blok perdagangan yang sukses. Pedro membandingkan antara
Mercosur, CAN, UNASUR dan ALBA-TCP untuk mengetahui kebijakan-kebijakan didalamnya
dalam menyikapi perdagangan regional. Pedro berpendapat bahwa Mercosur merupakan bentuk
blok perdagangan yang sangat rapuh dari sisi organisasinya.1 Kelemahan tersebut menyebabkan
Mercosur sempat mati suri dari perdagangan dunia pada rentang tahun 1999 hingga tahun 2001.

Pedro menambahkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh ketergantungan negara-negara anggota
(Paraguay dan Uruguay) terhadap kekuatan Brazil dan Argentina. Sedangkan pada sisi lainnya,
kondisi Brazil yang tidak stabil akibat adanya krisis global pada tahun 1998 menjadi salah satu
sebab utama dari kegagalan Mercosur tersebut. Pedro berpendapat bahwa Mercosur Menjamin
pendirian pasar dan institusi neoliberal akan menjadi tujuan akhir gerakan, dan akan memastikan
penyisipan yang tepat dari Cone Selatan di konteks ekonomi global yang neoliberal.

Pada artikel lain yang membahas tentang Mercosur karya Andres Malamud pada tahun 2010
banyak membahas tentang regionalism Amerika Latin yang dibandingkan dengan regionalism Uni
Eropa. Malamud banyak menemukan fakta tentang penyebab kegagalan Mercosur pada tahun
1999 yang apabila dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa sangat kontras berbeda.2 Pada
Uni Eropa, negara yang menjadi anggota berjumlah cukup banyak dengan sebaran sumbangsih
ekonomi yang cukup merata. Sedangkan pada Mercosur, dominasi Brazil dan Argentina
merupakan ketergantungan yang buruk bagi negara anggota.

Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk mempelajari tentang konsep


regionalism Amerika Latin dalam bentuk Mercosur yang sempat menjadi salah satu kekuatan yang
disegani Internasional namun juga sempat mati suri. Perkembangan Mercosur yang fluktuatif

1
Casas, Pedro. 2014. Rethingking Integration in Latin America: The Pink Tide” and the Post-Neoliberal Regionalism.
FLACSO-ISA
2
Malamud, Andres. 2010. Latin American Regionalism and EU Studies. European Integration Vol. 32
membuat penulis ingin memperdalam pemahaman konsep regionalism dan proses-proses yang
menyebabkan kegagalan dari sebuah konsep integrase multilateral. Untuk mendapatkan jawaban
dari permasalahan tersebut, penulis melakukan studi deskripsi mendalam tentang perkembangan
Mercosur dan penyebab turunnya kontribusi Mercosur terhadap perekonomian dunia.

Analisis

Perdagangan dunia menjadi salah satu kunci keberhasilan berkembangnya suatu negara. Kembali
pada berakhirnya perang dingin antara Amerika dengan Rusia pada akhir abad ke 20 menjadikan
latar belakang banyaknya pertumbuhan asosiasi antar negara. Terbentuknya asosiasi tersebut
didasari oleh ketidakpastian kondisi dan menjaga keamanan diantara negara-negara anggota.
Mayoritas masyarakat dunia masih dalam kondisi yang belum stabil akibat adanya konflik yang
terjadi diseluruh penjuru dunia.

Hal tersebut mendorong adanya sebuah pergerakan untuk menyatukan negara-negara dalam
sebuah wadah asosiasi termasuk negara-negara di Amerika Latin. Amerika Latin merupakan
sebutan dari negara-negara yang terletak di ujung selatan benua Amerika memiliki kesamaan pada
sisi geografisnya. Beberapa diantara negara besar di Amerika Latin menyepakati adanya blok
perdagangan diantara anggota-anggotanya. Beberapa negara tersebut antara lain adalah Brazil,
Argentina, Paraguay dan Uruguay.

Negara-negara tersebut berkumpul dan membentuk asosiasi blok perdagangan yang bernama
Mercado Comun del Sur (Bahasa spanyol) yang disingkat menjadi Mercosur. Arti dari kata
Mercosur yang merupakan sebuah akronim tersebut merupakan Common Market of the South
dalam Bahasa Inggris. Blok perdagangan ini merupakan salah satu bentuk kerjasama yang cukup
disegani oleh dunia internasional. Mercosur yang merupakan blok perdagangan terbesar di ujung
selatan Bumi (benua Amerika) diprakarsai oleh Brazil dan Argentina.

Kedua negara tersebut menyepakati perjanjian kerjasama bilateral melalui deklarasi FOZ de
Iguazu pada tahun 1985 yang dilanjutkan dengan perjanjian Buenos Aires pada tahun 1990. Kedua
perjanjian tersebut menjadi dasar diawalinya kesepakatan bersama dalam berbagai bidang
khususnya pada perdagangan antara Brazil dan Argentina yang selanjutnya melibatkan Paraguay
dan Uruguay sebagai anggotanya. Mercosur terbukti menjadi salah satu blok perdangan dunia yang
cukup disegani dengan keberhasilannya meningkatkan FDI atau Foreign Direct Investment
diantara negara-negara Amerika Latin sebesar 25% apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum
terbentuknya Mercosur.

Selain dari indicator FDI tersebut, Mercosur dianggap memiliki kemampuan lebih di mata
perdagangan dunia melalui kontribusinya terhadap sektor ekspor logam dan sumber daya nabati.
Melalui Mercosur, negara-negara di Amerika Latin mampu mengadakan perjanjian perdagangan
dengan negara-negara di Eropa maupun benua-benua lainnya. Dua indicator tersebut menjadi
sebuah kekuatan dari Mercosur yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dari dunia
internasional.

Dalam mendalami konsep integrasi negara pada Mercosur, terdapat beberapa teori regional yang
membahas integrasi kawasan secara komprehensif. Beberapa teori tersebut antara lain teori
intergovernmentalism, neo-functionalism dan post-functionalism. Pada teori integrase tersebut
terdapat beberapa perbedaan diantaranya tentang actor yang terlibat, preferensi pemerintah,
permintaan, suplai, dan feedback serta hasil integrasi. Dalam memandang proses integrasi,
intergovernmentalism menekankan pada negara sebagai aktor utama dan rasional dalam proses
negosiasi integrasi sehingga keberhasilan integrasi akan sangat bergantung pada arah politik
negara anggota. Perspektif postfunctionalism memandang bahwa aktor yang terlibat kedalam
negosiasi integrasi regional adalah multi-level governance. Multi-level governance adalah aktor
yang tediri dari berbagai otoritas publik seperti dalam negeri NGO dan social movements yang
mempengaruhi pembuatan proses di level pemerintah terutama dalam proses integrasi regional.3

Pada sisi preferensi pemerintahan, Intergovernmentalism menilai bahwa preferensi negara dalam
membuat kebijakan akan didasarkan pada kepentingan nasional sedangkan berdasarkan perspektif
postfunctionalism, preferensi pemerintah dalam membuat arah kebijakan terkait integrasi regional
berdasarkan pada dua dimensi kepentingan mendasar yaitu nasional dan democratic self-
determination. Kedua dimensi tersebut memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain. Efisiensi
dari integrasi sering menuntut adanya perluasan politik sementara self-determination lebih baik
hanya dilayani dalam ruang lingkup yang kecil.

3
Shimmelfennig, F. 2018, Regional Integration Theory. Oxford University Press, 23
Sedangkan pada sisi permintaan, Intergovernmentalism menilai bahwa kepentingan nasional
negara yang terdiri dari keamanan dan ekonomi sangat mempengaruhi proses integrasi. Di dalam
postfunctionalism salah satu poin penting yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses
integrasi adalah demand yang terdiri dari self determination dan constraining dissensus. Self
determination diartikan sebagai kebutuhan mendasar yang dimiliki oleh setiap individu di dalam
sebuah organisasi regional dalam menentukan arah politiknya.

Pengaruh dari kepentingan setiap negara anggota di dalam Mercosur sehingga hal tersebut
berpengaruh pada tidak tecapainya self determination yang bersifat kolektif dikarenakan ada
perbedaan kepentingan. Sementara itu constraining dissensus dalam postfunctionalism diartikan
sebagai sebuah kondisi dimana tidak tercapainya konsesus antar negara anggota dikarenakan
berbagai faktor justru akan menjauhkan negara-negara anggota dari proses integrasi regional.

Pada sisi permintaan, Intergovernmentalism menilai bahwa untuk mewujudkan proses integrasi
negara anggota harus membuat peraturan yang bisa menghasilkan keuntungan bersama.
Berdasarkan perspektif postfunctionalism, selain self determination, politisasi politik domestik
negara anggota juga bisa mempengaruhi proses integrasi kawasan yang lebih lanjut. Politisasi ini
muncul akibat adanya kelompok kepentingan atau partai politik yang merasa tidak diuntungkan
atas proses integrasi kawasan tersebut sehingga kelompok tersebut akan melakukan berbagai usaha
penolakan terhadap proses integrasi yang secara tidak langsung mempengaruhi arah politik
pemerintah yang sedang berkuasa.

Berdasarkan perspektif intergovernmentalism, outcome dari proses integasi adalah adanya


hubungan erat antara negara dan kebijakan sehingga integrasi akan bisa diwujudkan. Menurut
postfunctionalism, outcomes yang dihasilkan oleh proses integrasi tersebut adalah self-defeating
atau self-limiting integration process. Pandangan postfunctionalism terhadap integrasi regional
tersebut dikarenakan semakin proses integrasi regional mengalami progress maka akan semakin
menekan dan membatasi collective self-determination sebuah komunitas nasional di sebuah negara
sehingga menimbulkan reaksi penolakan dan bahkan politisasi di level domestic. Hal tersebut akan
berpengaruh pada outcomes proses integrasi yang bersifat stagnan dan bahkan mengalami
kemunduran.

Perkembangan Mercosur sejak berdirinya pada tahun 1991 melalui The Treaty of Assuncion akan
dianalisis melalui teori integrasi regional dimana perkembangannya dibagi ke dalam dua fase yaitu
fase pertama (intergovermentalism) 1991-1999 dan fase kedua (postfunctionalism) 2000-2018.
Pada awal berdirinya terutama sampai pada tahun 1999, Mercosur merupakan blok perdagangan
yang berada di fase intergovernmentalism. Di dalam studi kasus Mercosur terutama pada fase
pertama, Intergovernmentalism tidak hanya berdampak pada keberhasilan regional, akan tetapi
juga menjadi faktor gagalnya proses integrasi kawasan terutama pada akhir tahun 90an. Dalam
sejarah pembentukan Mercosur sebagai blok perdagangan kawasan Amerika Latin, negara
merupakan aktor utama dalam proses negosiasi integrasi. Pada fase ini, negara anggota sepakat
untuk mengintegrasi kebijakan ekonomi domestik dan memperluas objektifitas politik. Brazil dan
Argentina adalah dua negara yang memiliki peran sangat besar dalam proses integrasi tersebut.

Keberhasilan Mercosur pada fase pertama tidak hanya dari sektor ekonomi tetapi juga sektor
politik. Sejak tahun 1991, tensi sengketa perbatasan dan perlombaan senjata antarnegara anggota
mengalami penurunan, meningkatnya kerja sama dan pembuatan zona damai. Selain itu, Mercosur
juga mendukung demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang sah dan mendorong terciptanya
masyarakat yang menghormati hak asasi manusia dimana hal tersebut berpengaruh dalam proses
demokratisasi di Amerika Latin. Dalam hal ini, Mercosur berhasil mendorong transisi sistem
pemerintahan di Paraguay menjadi lebih demokrasi. Sesuai dengan teori integrasi regional yang
disampaikan Campos (2016) bahwa perkumpulan beberapa negara mampu menstimulasi
perkembangan demokrasi bagi negara anggota.4

Kuatnya peran negara sebagai aktor dalam negosiasi integrasi dan komitmen secara kolektif
menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam sejarah keberhasilan Mercosur di fase tersebut.
Fenomena di fase pertama membuktikan bahwa tren intergovernmentalism di Mercosur dalam
proses integrasi kawasan Amerika Latin sangat kuat. Dari keberhasilan di atas dapat dilihat bahwa
aktor utama negosiasi integrasi adalah negara. Dominasi negara menjadi sangat kuat ketika adanya
pembatasan partisipasi kelompok masyarakat dalam mekanisme pembuatan kebijakan. Selain itu,
preferensi negara dalam mengarahkan arah politiknya berbasis pada kepentingan nasional yang
kemudian dibawa ke level regional guna mencapai kepentingan bersama. Keberhasilan tersebut
juga menandai pernah terjadinya integrasi antara negara dan kebijakan domestik.

4
Campos, , G. L. (2016). From Success to Failure: Under What Conditions did Mercosur Integrate. Journal of
Economic Integration, 866
Namun, peran sentral negara di dalam Mercosur tersebut justru menandai awal dari kegagalan
Mercosur dalam melakukan integrasi kawasan pada fase pertama. Negara gagal dalam
mempertahankan komitmen integrasi dimana banyak dari kebijakan yang dijanjikan tidak
terimplementasi melainkan hanya sebuah pernyataan formalitas. Salah satu bukti dari gagalnya
negara dalam melanjutkan komitmen integrasi ialah pada saat krisis terjadi di kawasan Amerika
Latin, telah terjadi perubahan fokus negara anggota terhadap proses integrasi dimana negara
anggota lebih mengedepankan kepentingan nasional diatas kepentingan bersama dan bahkan hal
tersebut menciptakan sengketa perdagangan yang terjadi di dua negara besar di kawasan yaitu
Brazil dan Argentina.

Kegagalan di Mercosur sebenarnya telah mulai terlihat ketika tahun 1994 dimana krisis di Mexico
menjadi awal dari berakhirnya fixed-exchange rate dan awal dari devaluasi mata uang (Carranza,
2010). Akibatnya, Mercosur yang saat itu sedang mencoba memperluas kerja sama ekonomi
dengan Free Trade Area of the Americas (FTAA) dan Uni Eropa, harus beralih fokus ke level
regional. Tidak hanya krisis Mexico, krisis Asia 1997 dan Rusia 1998 secara tidak langsung juga
mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di negara-negara berkembang termasuk di
kawasan Amerika Latin.5

Kegagalan-kegagalan Mercosur menyulut adanya pendapat bahwa Mercosur hanyalah integrasi


yang bersifat ceremonial belaka. Yang dimaksud dengan ceremonial belaka adalah, dominasi
Brazil dan Argentina yang membuat inferioritas dari negara anggota menjadi penyebab runtuhnya
Mercosur. Terdapat dua sebab kegagalan Mercosur fase pertama yang dapat disimpulkan dari
keadaan tersebut. Antara lain:

1. Lemahnya institusi Mercosur untuk melakukan implementasi kebijakan yang ada di


masing-masing negara anggota. Hal tersebut dikarenakan aktor sentral yang memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan adalah negara yang dalam pengimplementasiannya
cenderung lebih mementingkan kepentingan nasional, sehingga melemahkan posisi
Mercosur sebagai institusi yang ada di kawasan.

5
Carranza, 2010. Mercosur, The Global Economic Crisis and The New Architecture of Regionalism in the Americas.
Flacso
2. Konflik antara Argentina dan Brazil di Mercosur. Hal tersebut menjadi salah satu faktor
utama kegagalan Mercosur dikarenakan kedua aktor negara tersebut merupakan negara
yang memiliki perekonomian yang kuat, sehingga hubungan yang dinamis di antara dua
negara tersebut berdampak langsung terhadap proses integrasi kawasan

Faktor lain yang mendukung lemahnya Mercosur di fase intergovernmentalism adalah tidak
adanya mekanisme tertinggi untuk menangani sebuah permasalahan di internal Mercosur.
Skenario intergovernmentalism yang dibangun negara anggota terbukti gagal di fase pertama
integrasi Mercosur karena preferensi negara anggota dalam menyelesaikan sengketa hanya
berlandaskan pada kepentingan nasional dan bukan pada integrasi kawasan itu sendiri, sehingga
hal itu membuat Mercosur sulit menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan sengketa yang
ada. Hal ini sesuai dengan pengaruh negatif dari dominasi negara dalam sebuah integrase yang
disampaikan Campos. Campos menjelaskan faktor dominasi yang berlebihan memicu adanya
kesenjangan peran antar negara yang tergabung dalam regionalisasi.

Kegagalan Mercosur di fase intergovernmentalism adalah bentuk gagalnya negara sebagai aktor
sentral dalam proses negosiasi integrasi kawasan. Negara anggota sepakat untuk tidak memberikan
ruang kepada pihak lain ke dalam proses integrasi yang sebenarnya peran selain negara justru akan
membantu proses integrasi itu sendiri karena akan meningkatkan hubungan interdependence
antarnegara dan membantu proses integrasi. Namun, kuatnya peran negara kemudian berdampak
pada lemahnya peran Mercosur sebagai institusi di kawasan Amerika Latin, atau dengan kata lain
negara membatasi gerak Mercosur untuk menjadi institusi yang kuat seperti Uni Eropa. Lemahnya
Dispute Settlement System (DSS) yang ada di Mercosur dalam memenuhi kewajibannya seperti
memberikan sanksi dan memberikan hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh negara
besar seperti Brazil dan Argentina juga menjadi salah satu kelemahan institusi Mercosur.

Setelah belajar dari kegagalan fase pertama, Mercosur fase kedua memiliki fokus utama pada
perbaikan hubungan diplomasi dan perdagangan dalam ruang regional saja. Memberikan porsi
lebih terhadap negara anggota dan merubah pandangan negara mayor (Brazil dan Argentina)
menjadi solusi terhadap kondisi Mercosur. Arah dari kebijakan Brazil dan Argentina yang
memperluas diplomasi ke regional lain membuat Mercosur semakin berimbang dalam penjabaran
organisasinya.
DAFTAR PUSTAKA – Chicago style

Carranza, M. E. (2010). Mercosur, The Global Economic Crisis and The New Architecture of
Regionalism in the Americas. Flacso, 2.

Campos, G. L. (2016). From Success to Failure: Under What Conditions did Mercosur Integrate.
Journal of Economic Integration, 866

Casas, Pedro. 2014. Rethingking Integration in Latin America: The Pink Tide” and the Post-
Neoliberal Regionalism. FLACSO-ISA. Buenos Aires. July 23-25, 2014

Malamud, Andres. 2010. Latin American Regionalism and EU Studies. European Integration Vol.
32, No. 6; 637-657.

Anda mungkin juga menyukai