DISUSUN OLEH;
REVALDO (4012211113)
SATRIO BUDIHARJO (4012211119)
HUKUM DAN HAM
4. Hak bebas dari penahanan karena gagal dari memenuhi perjanjian (seperti: hak bebas dari pemidanaan yang
berlaku surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan agama).
Pelanggaran terhadap hak jenis ini akan mendapatkan kecaman sebagai pelanggaran serius HAM (Gross Violation
of Human Rights).
2. Derogable (tidak mutlak)
Derogable adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara. Termasuk dalam jenis hak
ini yakni:
2. Hak atas kebebasan berserikat termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh
3. Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan segala macam gagasan (lisan-tulisan).
Negara diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam memenuhi hak-hak tersebut. Akan tetapi pengurangan hanya dapat
dilakukan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak diskriminatif, yaitu demi menjaga keamanan nasional,
ketertiban umum, menghormati hak atau kebebasan orang lain..
STRUKTUR HUKUM
Struktur Hukum (Legal Structure)
Struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan
batasan secara keseluruhan. Struktur hukum disini meliputi lembaga negara penegak hukum seperti Pengadilan,
Kejaksaan, Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum yang secara khusus diatur oleh undang-undang seperti
KPK. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Unsur – unsur struktur hukum meliputi :
1. Jumlah dan jenis pengadilan
2. Yurisdiksinya
3. Jumlah hakim agung dan hakim lainnya.
Dalam tataran hukum normatif, dengan amandemen, UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan sebagai dasar
untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM.
Lembaga – lembaga yang berhubungan dengan penegakan HAM :
Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)
Sebuah lembaga mandiri dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia.
Peradilan HAM (Genosida, Kejahatan perang, Pelanggaran HAM, dll)
Sebagai perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya penghormatan dan perlindungan HAM melalui proses
pengadilan perkara HAM.
Lembaga – lembaga hukum yang berhubungan dengan HAM saat ini sangat banyak sekali, meliputi Komnas HAM,
Peradilan HAM, Kepolisian, dll. Dan ada juga lembaga yang di bentuk melalui UU maupun swasta. Tujuan dari setiap
lembaga yang ada yaitu untuk terciptanya dan terjaganya HAM di negara Indonesia agar tidak terjadi pelanggaran
HAM seperti jaman terdahulu.
Lembaga – lembaga tersebut berdiri sendiri dimana mereka sebagai pengawas dan pengaman apabila terjadi
pelanggaran HAM di masyarakat. Tetapi, lembaga – lembaga tersebut tidak bisa berjalan sendiri, mereka juga butuh
peran serta masyarakat guna terciptanya dan terjaganya HAM di dalam masyarakat. Dan juga kelakuan dari pejabat
negara dan pejabat lembaganya harus menjunjung tinggi HAM
CULTURE HUKUM
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman (2001:8) adalah sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana
pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari,
atau disalahgunakan
Kultur hukum sangat mempengaruhi bagaimana HAM di dalam kesehariannya, karena kultur hukum
yang baik akan menciptakan HAM yang di butuhkan masyarakat. Tetapi apabila kultur hukum yang
ada tidak berkesinambungan dengan HAM yang ada, maka akan terjadi kesewenangan terhadap
HAM. Sehingga cita – cita mewujudkan tegaknya HAM di negara ini hanyalan angan – angan
belaka.
PELANGGARAN HAM
Prof. Koentjoro Poerbopranoto (Ketua jong java 1927-1929)
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sifatnya mendasar atau juga asasi. Hak-hak
yang dipunyai pada tiap-tiap manusia tersebut dengan berdasarkan kodratnya, pada hakikatnya
tidak akan dapat dipisahkan sehingga akan bersifat suci.
Haar Tilar (Guru besar UNJ)
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak-hak yang sudah ada atau melekat pada tiap-tiap manusia dan
tanpa mempunyai hak-hak itu, tiap-tiap manusia itu tidak dapat hidup selayaknya manusia. Hak ini
didapatkan sejak lahir ke dunia.
UU No 39 Tahun 1999
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah seperangkat hak yang sudah ada pada diri manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mana hak ini ialah anugerah yang wajib untuk
dihargai dan juga untuk dilindungi oleh pada tiap orang untuk dapat melindungi harkat dan juga
martabat manusia.
KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
PEMBUNUHAN MUNIR
Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS), pabrik arloji di Siring, Porong, Jawa Timur. Buruh
PT CPS digaji Rp1.700 per bulan. Padahal berdasarkan KepMen 50/1992, diatur bahwa UMR Jawa
Timur ialah Rp2.250. Pemprov Surabaya meneruskan aturan itu dalam bentuk Surat Edaran Gubernur
KDH Tingkat I, Jawa Timur, 50/1992, isinya meminta agar para pengusaha menaikkan gaji buruh 20
persen.
Pada 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk pematang sawah di Desa
Jagong, Nganjuk. Jenazahnya divisum Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk pimpinan Dr. Jekti
Wibowo. Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka robek tak teratur sepanjang 3 cm dalam
tubuh Marsinah. Luka itu menjalar mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium minora) sampai ke
dalam rongga perut. Di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan
hancur. Selain itu, selaput dara Marsinah robek. Kandung kencing dan usus bagian bawahnya memar.
Rongga perutnya mengalami pendarahan kurang lebih satu liter. Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi
siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan.
Hingga kini Marsinah ada di mana-mana. Dia menyelinap di berbagai produk payung hukum bagi hak
buruh. Perjuangan buruh saat ini hanya catatan kaki bagi perjuangan Marsinah. Sisanya: kita yang
berhura-hura di bawah bayang-bayang romantisme keheroikan Marsinah. Diam-diam, hingga kini,
represi tetap menjadi alat bagi siapa saja yang berkuasa. Masalah buruh tak pernah jauh dari 12 tuntutan
yang dicanangkan Marsinah dan kawan-kawan.
G30S PKI
Peristiwa kelam ini terjadi pada 30 September sampai 1 Oktober 1965 di
Jakarta dan DI Yogyakarta.
Bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Ir. Soekarno dan
mengubah Indonesia menjadi negara komunis, DN Aidit yang saat itu
merupakan ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) memimpin Gerakan
30 September untuk mengincar para perwira tinggi TNI AD Indonesia.
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, gerakan ini membunuh 6 perwira
tinggi dan 1 perwira menengah TNI AD. Tiga di antaranya, yaitu Letjen
Anumerta MT Haryono, Jenderal Anumerta Ahmad Yani, dan Mayjen
Anumerta D.I Panjaitan dibunuh di kediaman mereka sebelum kemudian
dibuang ke sebuah sumur kecil di Lubang Buaya. Sementara yang
lainnya diculik dan dibunuh di Lubang Buaya.
Perlindungan HAM dalam kerangka Hukum Internasional
Seperti telah kita ketahui bersama hak asasi manusia (HAM), merupakan hak yang melekat pada setiap manusia. Manusia itu di
mana-mana harkat dan martabatnya sama. Baik manusia yang kulitnya putih atau hitam, di negara maju atau berkembang pada
dasarnya sama.
Di Amerika pada bulan Juli 1776 dideklarasikan Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan) oleh ketiga belas
negara Amerika yang menyatakan : bahwa semua orang diciptakan sama, dikarunia oleh Khaliknya dengan hak-hak tertentu
yang tidak dapat dialihkan, diantaranya adalah hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar kebahagiaan. Di Perancis pada tahun
1789 Majlis Konstituante mengeluarkan Declaration des droit de l’hommes et du citoyen (Pernyataan Hak – hak Manusia dan
Warga Negara). Disebutkan dalam pernyataan itu bahwa “manusia lahir bebas dengan hak-hak yang sama dan tetap bebas
dengan hak-hak yang sama, dan sesungguhnya tujuan dari segala persekutuan politik ialah memelihara hak-hak bawaan kodrat
manusia yang dapat dialihkan.
Pada abad ke –20 misalnya Presiden AS Franklin D. Rosevelt pada permulaan Perang Dunia II waktu berhadapan dengan Nazi
Jerman yang menginjak – nginjak HAM sebagai dikemukakan di atas, mengajukan The Four Freedoms (Empat Kebebasan),
yaitu:
1. kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech);
2. 2. kebebasan beragama (freedom of relegion);
3. 3. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear);
Instrumen HAM internasional merupakan alat yang berupa standar – standar pembatasan pelaksanaan dan
mekanisme kontrol terhadap kesepakatan – kesepakatan antar negara tentang jaminan HAM yang berupa undang –
undang internasional HAM (International Bill of Rights). Undang – undang internasional HAM tersebut bentuknya
berupa kovenan (perjanjian) dan protokol . Kovenan , yaitu perjanjian yang mengikat bagi negara – negara yang
menandatanganinya. Istilah covenant (kovenan) digunakan bersamaan dengan treaty (kesepakatan) dan convention
(konvensi/perjanjian). Sedangkan protokol merupakan kesepakatan dari negara – negara penandatangannya yang
memiliki fungsi untuk lebih lanjut mencapai tujuan – tujuan suatu kovenan.
Dengan demikian instrumen HAM internasional dapat disimpulkan :
a. Wujud instrumen HAM internasional berupa Undang – undang Internasional HAM (Inter nasional Bill of
Rights) yang bentuknya berupa, kovenan, atau konvensi atau perjanjian (treaty) dan protokol.
b. b. Konvensi maupun protokol akan berlaku dan mengikat secara hukum terhadap negara – negara yang telah
menandatanganinya. Negara – negara lainnya (yang tidak ikut menandatangani dalam konvensi) dapat
meratifikasi pada waktu selanjutnya.
c. c. Ketika Majlis Umum PBB telah mengadopsi suatu kovenan atau protokol, maka terciptalah standar
internasional.
d. d. Konvensi maupun protokol akan berlaku dalam suatu negara yang bersifat nasional (secara domistik) jika
negara yang bersangkutan telah meratifiksinya.
Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan HAM
Penghormatan, perlindungan, pemenuhan HAM diatur sesuai dengan mandat Konstitusi Pasal 28I ayat (4) bahwa
“perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
Seturut dengan itu, ketentuan Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menentukan kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah dalam perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM. Selanjutnya obligasi negara tersebut
diteguhkan kembali dalam ketentuan pasal berikut:
Pasal 71 : Pemerintah wajib bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM
Pasal 72: Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah
implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara
dan bidang lain
Berkaitan dengan obligasi tersebut, pemerintah adalah setiap penyelenggara negara yaitu pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, seharusnya bekerja melayani masyarakat dengan berorientasi pada tataran tindakan dan tataran
hasil berbasis HAM. Pertanyaannya bagaimanakah mengukur implementasi kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah (baca SKPD/Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam rangka perlindungan,
penghormatan, dan pemenuhan HAM. Hal ini berguna untuk memeriksa sejauh mana pemenuhan HAM telah
direalisasikan melalui langkah-langkah efektif. Hasilnya dapat dijadikan acuan dalam menyusun kebijakan ke depan
guna mempercepat pemenuhan HAM.
Ketentuan umum tentang HAM
Ada pun landasan hukum HAM diatur dalam;
Pertama, Pancasila, yakni Sila Kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Kedua, UUD Republik Indonesia 1945 (Pasal 27-34, BAB XA, Pasal 28 A-J, Perubahan UUD Republik Indonesia 1945).
Ketiga, TAP MPR RI No: II/MPR/1993 tentang GBHN.
Keempat, TAP MPR RI No: XVII/MPR 1998 tentang HAM.
Kelima, UU Republik Indonesia No.5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan
atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
Keenam, UU RI No.39 Tahun 1999 tentang HAM,
Ketujuh, UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Delapan, Keputusan Presiden RI No.129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM yang telah diperbaharui dengan
Keppres RI No.61 Tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional HAM.
Sembilan. Keppres RI No.181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Sepuluh, Instruksi Presiden RI No.126 Tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi
dalam semua perumusan dan penyelenggaraan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan.
Sebelas, Deklarasi Universal HAM, tanggal 10 Desember 1945.
Duabelas, Deklarasi dan Program Aksi Wina Tahun 1993.
Adanya landasan hukum serta banyaknya UUD 1945 yang mengatur mengenai hak asasi manusia, maka negara tidak boleh
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
Peristilahan dan pengertian HAM