HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu hak dasar yang dimiliki oleh seseorang
dan harus dilindungi secara hukum. Hak yang dimaksud disini seperti hak untuk hidup, hak di
mata hukum, hak mengeluarkan pendapat, dan sebagainya. Agar hak-hak tersebut tidak
dilanggar, pemerintah membuat beberapa instrumen yang dapat melindunginya.
Instrumen HAM di Indonesia berarti alat, sehingga instrumen HAM merupakan suatu
alat yang digunakan untuk melindungi hak asasi manusia. Alat ini berupa peraturan
perundang - undangan yang dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk partisipatif adanya
Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) oleh PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Instrumen HAM perlu dibuat karena banyak jenis-jenis pelanggaran HAM yang marak
terjadi. Oleh karena itu, negara-negara di dunia membuat peraturan tertulis untuk
melindunginya baik secara internasional maupun secara nasional. Dengan demikian, terdapat
2 (dua) jenis instrumen HAM yakni:
Instrumen HAM Nasional, instrumen ini berlaku secara nasional saja, artinya
instrumen tersebut dibuat oleh pemerintah di suatu negara dan hanya berlaku di
negara di bawah hukum dimana instrumen tersebut ditetapkan. Oleh karena itu,
instrumen HAM Nasional Indonesia hanya berlaku di negara Indonesia saja.
Instrumen HAM Internasional, karena bersifat internasional maka instrumen ini
melindungi hak asasi manusia masyarakat internasional. Instrumen ini dijadikan
sebagai acuan pembentukan instrumen HAM Nasional bagi negara-negara yang turut
serta mengesahkan instrumen tersebut.
Indonesia menjadi salah satu negara yang menjunjung tinggi HAM. Oleh karena itu,
pemerintah pusat membuat instrumen-instrumen yang dapat melindungi HAM penduduk
Indonesia. UUD (Undang-Undang Dasar) 1945 merupakan dasar hukum negara Indonesia.
Dalam peraturan tersebut diatur pula tentang perlindungan HAM seperti dalam Pasal 28
tentang berserikat dan berkumpul. Meskipun sudah diatur, namun karena belum ada perincian
dari pasal tersebut mengakibatkan masih adanya pelanggaran HAM bahkan oleh pemerintah
sendiri. Berakhirnya rezim Orde Baru yang ditandai dengan jatuhnya Soeharto dari kursi
presiden menjadi titik awal munculnya instrumen-instrumen HAM yang berlaku secara
universal untuk seluruh warga negara Indonesia.
Tidak hanya instrumen HAM saja yang bermunculan tetapi juga banyak didirikan
lembaga perlindungan HAM baik yang diprakarsai oleh pemerintah sendiri maupun pihak
swasta. Langkah awal pemberlakuan HAM secara universal di Indonesia ditandai dengan
pencabutan UU No. 11 Tahun 1965 tentang PNPS, perbaikan sistem pemilu, dan pelepasan
sejumlah tahanan politik di era reformasi. Setelah itu, pemerintah membuat berbagai
instrumen HAM seperti TAP MPR (Ketepapan Majelis Permusyawaratan Rakyat) No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM, dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, UU
(Undang-Undang) yang mengatur HAM dan peradilannya, serta berbagai ratifikasi hasil
konvensi internasional. Berikut ini akan diuraikan berbagai instrumen beserta dasar hukum
HAM, adapun diantaranya adalah:
2. Keppres No. 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Dalam Sidang MPR yang dilaksanakan pada tanggal 13 November 1998 telah ditetapkan
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM sebagai bentuk upaya penyelesaian
pelanggaran HAM di Indonesia. Ketetapan MPR ini muncul untuk menanggapi tuntutan
reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Isi dari ketetapan MPR tersebut ditujukan kepada
presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara, yakni:
Selain itu, dalam ketetapan ini juga diuraikan tentang sistematika naskah HAM yang meliputi
2 hal, yaitu:
Meskipun hak-hak yang dilindungi sudah diatur dalam UU ini, namun masih belum ada
kejelasan pemilahan secara tegas antara konsepsi HAM dan hukum pidana pada umumnya.
Hal ini berakibat pada kaburnya sistem pertanggungjawaban bagi terpidana pelanggaran
HAM .
5. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Undang-undang ini dibuat dalam rangka pembentukan pengadilan HAM, secara garis
besar UU No. 26 Tahun 2000 memuat tentang hal-hal sebagai berikut:
Dalam jurnal konstitusi disebutkan bahwa kategorisasi pelanggaran HAM berat ini
merupakan kategori kejahatan internasional. Proses peradilannya menjadi yurisdiksi
Mahkamah Pidana Internasional dan bukannya pengadilan HAM. Dengan demikian terdapat
tumpang tindih lingkup kewenangan apakah pelanggaran HAM berat dipidana secara
internasional atau secara nasional.
Undang-undang ini dibentuk sebagai reaksi maraknya pelanggaran HAM yang dilakukan
pada anak-anak oleh orang dewasa. Secara umum, UU ini memuat tentang perlindungan anak
terhadap :
Atas persetujuan bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan presiden maka pada
tahun 2003 ditetapkan UU tentang MK. Di dalam UU tersebut terkandung pasal-pasal yang
menyatakan tentang
UU No. 23 Tahun 2004 ini ditetapkan sebagai bentuk tanggapan atas permintaan aktifis-
aktifis perempuan tentang diskriminasi perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. UU
tersebut dibuat dengan tujuan seperti yang tercantum dalam Pasal 4 yang berbunyi:
Dengan adanya UU ini, perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak
hanya dilindungi oleh polisi saja tetapi masyarakat pun wajib melindunginya. Dengan
demikian, perlindungan HAM perempuan di Indonesia semakin terjamin.
Diskriminasi terhadap ras dan etnis merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, oleh
karena itu pemerintah menetapkan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi dan Etnis. Tujuan dari pembentukan ini tertuang dalam Pasal 3 yang berbunyi
“Penghapusan diskriminasi ras dan etnis bertujuan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan,
persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di
antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan”. Selain itu, UU ini juga
memuat tentang:
Kategorisasi tindakan diskriminatif
Pemberian perlindungan dan jaminan bagi kelompok, ras, maupun etnis yang ada di
Indonesia
Proses pengawasan terhadap terhadap segala upaya usaha penghapusan ras dan etnis
Hak, kewajiban, serta peran warga negara dalam mencegah diskriminasi (Baca juga :
Hak dan Kewajiban Warga Negara)
Dan ketentuan pidana terhadap upaya pendiskriminasian ras dan etnis.
Pemberlakuan UU ini menjamin perlindungan HAM terhadap seluruh warga negara agar
mendapatkan kesetaraan dan terhindar dari tindakan diskriminatif karena perbedaan ras dan
etnis.
Untuk 10 dan 11 merupakan contoh instrumen HAM nasional yang dibuat oleh
pemerintah sebagai bentuk pengesahan atau ratifikasi atas konvensi internasional tentang
HAM. Dengan adanya ratifikasi tersebut maka negara Indonesia tunduk terhadap hukum dan
peraturan yang telah disepakati di dalam konvensi tersebut.
10. UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau
Merendahkan Orang Lain
Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan ratifikasi terhadap konvensi
menentang penyiksaan yang diwujudkan dengan dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1998.
Terdapat 5 (lima) alasan mengapa negara Indonesia mengikuti konvensi ini seperti yang
tertuang pada romawi III dalam UU tersebut, yakni:
Isi konvensi sesuai amanat kostitusional yaitu Pancasila dan UUD 1945 untuk
melarang segala bentuk penyiksaan
Pancasila dan UUD 1945 sudah menjamin pelarangan penyiksaan namun masih perlu
disempurnakan
Penyempurnaan perundang-undangan nasional akan meningkatkan perlindungan
hukum terhadap tindakan tidak manusiawi atau merendahkan martabat
Sebagai upaya untuk memelihara perdamaian, ketertiban umum, dan kemakmuran,
serta melestarikan peradapan umat manusia
Sebagai wujud kesungguhan Indonesia dalam upaya pemajuan dan perlindungan
HAM khususnya tentang hak kebebasan dari penyiksaan.
UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak
ECOSOB (Ekonomi, Sosial, dan Budaya)
UU No. 11 Tahun 2005 ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai ratifikasi atas
International Covenant on Economic, Social and Cultural Right. Dalam konvensi ini
dihasilkan 31 pasal dan pengakuan terhadap hak asasi manusia dibidang ekonomi, sosial,
serta budaya dimuat dalam Pasal 6 sampai Pasal 15, yakni: