Anda di halaman 1dari 6

Hak Asasi Manusia Dalam Amandemen UUD 1945

Hak Asasi Manusia Dalam Amandemen UUD 1945

Indonesia memiliki konstitusi dasar yang disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945). Semenjak masa reformasi hingga sekarang Undang-Undang Dasar 1945 telah
mengalami amandemen atau perubahan sebanyak empat kali yaitu :
1. Perubahan Pertama, disahkan 19 Oktober 1999
2. Perubahan Kedua, disahkan 18 Agustus 2000
3. Perubahan Ketiga, disahkan 10 November 2001
4. PerubahanKeempat, disahkan 10 Agustus 2002

Bagaimanapun, amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
problem kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam UUD, namun tidak/belum
dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya, barangkali terdapat beberapa poin yang mustinya
tidak dimasukkan, tetapi dimasukkan dalam UUD. Salah satu poin penting yang terdapat
dalam amandemen UUD 1945 adalah mengenai hak asasi manusia yang merupakan hak dasar
yang melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang dimiliki menurut kodratnya
dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya yang bersifat luhur dan suci.

UUD 1945 bukanlah sekedar cita-cita atau dokumen bernegara, akan tetapi ia harus
diwujudnyatakan dalam berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Misalnya, kenyataan
masih seringnya pelanggaran HAM terjadi di negeri ini, antara lain; kasus pembunuhan
aktivis Munir, kasus penggusuran warga, jual-beli bayi, aborsi, dan seterusnya Di bidang
HAM masih banyak terjadi perlakuan diskriminasi antara si kaya dan si miskin, hukum
memihak kekuasaan, korupsi dan kolusi di pengadilan, dan lain-lain. Demikian pula masalah
kesenjangan sosial, busung lapar, pengangguran dan kemiskinan. Realitas kehidupan di atas
hendaknya menjadi bahan refleksi bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.

Pada posisi ini, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dinilai belum transformatif.
Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih terfokus pada aspek restriktif negara dan aspek
protektif individu dalam hak asasi manusia. Tiga hal yang belum disentuh amandemen UUD
1945 adalah bagaimana cara rakyat menarik kedaulatannya, penegasan mengenai supremasi
otoritas sipil atas militer, serta penegasan dan penjaminan otonomi khusus dalam konstitusi.

Meski demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat begitu banyak pasal-
pasal tentang pengakuan hak asasi manusia. Memang UUD 1945 sebelum amandemen, boleh
dikatakan sangat sedikit memuat ketentuan-ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan
kritik, baik para pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal-
pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita harapkan akan lebih
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Pemerintah dan DPR, juga
telah mensahkan berbagai instrument HAM internasional, di samping juga mensahkan
undang-undang tentang HAM.

Kecurigaan bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama ini dari Barat
diantisipasi oleh amandemen pada pasal Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya
pembatasan HAM. Karena itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah pasal
mengenai pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus
pasal mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga kewajiban asasi.
Dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia
di dalam Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7 pasal, yaitu Pasal 27, 28, 29, 30,
31, 31, dan 34. Sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM,
yaitu 35 pasal, yakni dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS
1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.

Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut
telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun
1970 dan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM.
UU Nomor 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun
1981 memuat 40 pasal. Lagi pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah
pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM. "Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan".

Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang
harus dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan
mengenai HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal
28I ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan
pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
Memang di dalam UUD 1945 ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HAM relatif
terbatas, tetapi hal ini tidak akan menghambat penegakan HAM, karena sudah diperlengkapi
dengan undang-undang lain, seperti UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Hukum Acara
Pidana (KUHAP), UU Hak Asasi Manusia, dan UU Pengadilan HAM. Sekalipun demikian,
telah diusulkan juga untuk membuka kesempatan memasukkan pasal-pasal HAM ke dalam
UUD 1945 melalui amandemen. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan dan tertuang
hingga amandemen ke 4 UUD 1945 yaitu:
• Pasal 29 Ayat 2 , tentang jaminan dari pemerintah kepada warga negara akan haknya
memeluk agama.
• Pasal 30 Ayat 1, tentang hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan
keamanan.
• Pasal 31 Ayat 1, tentang hak warga untuk mendapat pendidikan
• Pasal 34 Ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.” Berisi tentang hak warga negara Indonesia untuk mendapat jaminan sosial
dari negara.
Sebenarnya secara spesifik amandemen UUD 1945 tentang HAM telah tertuang dalam pasal
28 yang diajukan pada masa amandemen yang kedua 18 Agustus 2000 dengan menambahkan
satu bab khusus, yaitu Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia mulai Pasal 28 A sampai dengan
28 J. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur hak-hak sipil dan politik, hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan dalam Bab X A
UUD 1945 adalah :
• Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
• Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(Pasal 28 B Ayat 1)
• Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
• Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C Ayat 1)
• Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat 1)
• Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C
Ayat 2)
• Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan
yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
• Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
• Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D Ayat 3)
• Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
• Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat
1)
• Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk
kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
• Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
• Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)

• Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)


• Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal
28 G Ayat 1)
• Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G Ayat 1)
• Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
• Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat 1)
• Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat 1)
• Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan
keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
• Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
• Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapa pun
(Pasal 28 H Ayat 4)
• Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I Ayat
1)
• Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28 I Ayat 2)
• Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I Ayat 3)

Sehubungan dengan substansi peraturan perundang-undangan, maka ada dua hal yang harus
diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan. Pertama; pengaturan yang
membatasi HAM hanya dapat dilakukan dengan undang-undang dan terbatas yang
diperkenankan sesuai ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Karena itu, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden dan seterusnya pada tingkat bawah tidak dapat membatasi
HAM. Kedua; substansi peraturan perundang-undangan harus selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan HAM yang ada dalam UUD 1945.

Pelanggaran terhadap salah satu saja dari kedua aspek tersebut dapat menjadi alasan bagi
seseorang, badan hukum atau masyarakat hukum adat untuk menyampaikan permohonan
pengujian terhadap undang-undang tersebut kepada Mahkamah Konstitusi dan jika
bertentangan dengan UUD dapat saja undang-undang tersebut sebahagian atau seluruh
dinyatakan tidak berkekuatan mengikat. Jadi mekanisme kontrol terhadap kekuasaan negara
pembentuk undang-undang dilakukan oleh rakyat melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan
proses yang demikian menjadikan UUD kita menjadi UUD yang hidup, dinamis dan
memiliki nilai praktikal yang mengawal perjalanan bangsa yang demokratis dan menghormati
HAM. Namun, penegakan HAM tidak akan terwujud hanya dengan mencantumkannya dalam
konstitusi. Semua pihak berkewajiban mengimplementasikannya dalam seluruh aspek
kehidupan. Kita menyadari penegakan HAM tidak seperti membalik telapak tangan. Ia harus
diawali dari level paling rendah, yaitu diri sendiri.

Perubahan Konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945) yang terjadi sebanyak 4 (empat)


kali[1] semasa reformasi bergulir, meliputi lebih dari 300% telah menjadi dasar pijakan baru
di dalam bernegara. Tidak ketinggalan, isu yang sangat krusial seperti hak asasi manusia
(HAM), ditampung kedalam satu Bab khusus mengenai HAM[2]. Hak-hak dasar yang diakui
secara universal kini mendapatkan pengakuan yang kuat oleh negara, hak inipun menjadi hak
konstitusional (constitutional right)[3] yang dijamin oleh hukum tertinggi.
HAM di dalam UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu hak
sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; hak atas pembangunan dan hak khusus
lain; serta tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang
dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable
rights) yang meliputi hak untuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Pengaturan inipun berhasil diturunkan kedalam perundang-undangan dibawahnya,
instrumen HAM yang umum berhasil dikeluarkan oleh negara ini yaitu Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM[4], serta berbagai undang-undang lain yang
melengkapi[5]. Secara teoritis (law in books), pengaturan ini dapat dikatakan sudah sanggup
dan mencukupi bagi perlindungan terhadap HAM, namun tidak dapat dipungkiri didalam
pelaksanaannya (law in actions) pelbagai aturan yang mengikat ini tidak dapat dirasakan
sebagaimana mestinya.

Dalam rangka perlindungan dan penegakan HAM ini seharusnya juga


mempertimbangkan keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi. Merupakan
keharusan, bahwa beriring dengan munculnya hak, maka kewajiban akan timbul pula.
Sebagaimana yang ditetapkan oleh pasal 28J ayat (1) UUD 1945 “Setiap orang wajib
menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.”
Oleh karena itulah Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang. Pembatasan tersebut dapat dilakukan semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Karena tidak dapat dipungkiri, pelanggaran HAM cenderung dilihat sebagai


pertentangan vertikal antara negara dengan warga negara. Seolah-olah yang dapat melakukan
pelanggaran hanyalah subyek yang berkaitan dengan negara (state actor). Kemungkinan
pelanggaran HAM oleh aktor non negara (non-state actors) kurang mendapat perhatian
padalahal peluang terjadinya pelanggaran HAM lebih luas dan aktor pelakunya juga meliputi
aktor-aktor non negara, baik individu maupun korporasi. Karena itulah memang sudah
saatnya kewajiban dan tanggungjawab perlindungan dan pemajuan HAM juga ada pada
setiap individu dan korporasi. Hal ini juga telah dinyatakan dalam “Declaration on the Right
and Responsibility of Individuals, Groups, and Organs of Society to Promote and Protect
Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedom”[6] pada 1998.

Upaya pemajuan, perlindungan, dan penegakkan HAM tidak dapat dilakukan hanya
dengan mengedepankan aspek pemantauan dan penindakan semata. Karena tidak dapat
dipungkiri masyarakat tidak akan mampu berkata suatu hal itu salah ataupun benar bila tidak
mempunyai dasar pijakan yang kokoh. Sudah merupakan kepastian “ketidaktahuan”
merupakan pintu menuju penindasan, oleh karena itu kami merasa perlunya dicarikan solusi
nyata untuk menyudahi polemik yang berkepanjangan ini.

             Berbagai pelanggaran HAM yang terjadi ini harus disudahi, dan hal tersebut harus
dimulai dengan membangun kesadaran tentang apa yang benar dan salah ditengah
masyarakat. Upaya Pendidikan dan pemasyarakatan amat diperlukan untuk memperluas
tumbuhnya kesadaran HAM, yaitu kesadaran untuk menghargai manusia dan kemanusiaan
sebagai wujud karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mengakui prinsip kemanusiaan
yang beradab berdasarkan UUD 1945

[1] Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mulai dilakukan oleh MPR-RI mulai tahun
1999 hingga 2002, perubahan tersebut dilakukan sebanyak 4 tahan (amandemen).
[2] Ketentuan ini termaktub mulai dari pasal 28A hingga 28J, bila dibandingkan dengan
undang-undang dasar yang lama (sebelum perubahan) hanya terkandung secara
eksplisit dalam 7 Pasal saja yaitu Pasal 27 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28, Pasal 29
Ayat (2), Pasal 30 Ayat (1), Pasal 31 Ayat (1), Pasal 34. Bahkan seorang pakar semisal
Harun Alrasid, UUD 1945 itu sama sekali tidak memberikan jaminan apa pun mengenai
hak-hak asasi manusia, menyatakan bahwa pengaturan mengenai HAM ini hanya
terkandung pada muatan pasal 29 ayat (2) mengenai kebebasan beragama, sementara
hak-hak yang lainnya merupakan hak warga negara (the citizen’s rights), lebih lanjut
bisa dilihat pada
[3] Pengakuan HAM di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen telah
menjadikannya resmi sebagai hak konstitusioanal setiap orang. Perlu dibedakan HAM
(the human rights) dengan hak warga negara (the citizen’s rights), karena  HAM bersifat
mengikat secara internasional (tanpa memandang status kewarganegaraan dan
sebagainya), sementara hak warga negara hanya mengikat kepada orang yang berstatus
sebagai warga negara (Indonesia). Lebih lanjut dapat dilihat pada Jimly Asshiddiqie,
Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, halaman 616-617.
[4] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 ini lebih dahulu disahkan sebelum
pengaturan mengenai HAM di kukuhkan di UUD 1945, tepatnya pada tahun 2000
perihal HAM ini dicangkokkan kedalam bab khusus di UUD 1945, dan yang menjadi
rujukan isi amandemen(mengenai HAM) adalah undang-undang ini.
[5] Undang-undang lain semisal, UU Pengadilan HAM, UU Perlindungan Anak, UU
Ratifikasi berbagai Kovenan internasional semisal Ekosob, Sipol dan lain sebagainya.
[6] Diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1998 dengan resolusi
53/144.

Anda mungkin juga menyukai