a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik
Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949.
Setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun
melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai
dengan sekarang.
b.
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang
Yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu
diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk
legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang
akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi
posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan
dalam bentuk negara
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010TENTANG
LARANGAN MEROKOK
d.
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
2)
3)
DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
4)
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti
dengan undang-undang yang baru; diganti dengan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
e.
f.
g.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 ini mempunyai dampak hukum terhadap
Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dimana
sesuai dengan asas bahwa ketika ada suatu peraturan perundang-undangan yang sama, maka yang
4
Berdasarkan azas lex superiori derogate lex inferiori yang maknanya hukum yang unggul
mengabaikan atau mengesampingkan hukum yang lebih rendah. Maka kami merasa harus
memberikan penjelasan mengenai tata urutan perundang-undangan di Indonesia.
Berikut urutan perundang-undangan di Indonesia dari yang tertinggi sampai yang terendah.
1.
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik
Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara.
2.
Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia (TAP MPR-RI) merupakan putusan
MPR sebagai pengembang kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Undang-Undang (UU)
Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden untuk melakukan
Undang-undang dasar 1945 dan TAP MPR-RI.
4.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh presiden dalam hal ihwal kepentingan
yang memaksa dengan ketentuan perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan kemudian DPR
dapat menerima atau menolak dengan tidak mengadakan perubahan dan jika ditolak DPR maka Perpu
tersebut harus dicabut.
5.
Peraturan Presiden
Ada beberapa tugasnya yaitu menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah (sesuai pasal 4 ayat 1UUD 1945), kemudian
menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan pemerintah yang tegas-tegas
menyebutnya maupun tidak tegas menyebutnya.
7.
Peraturan Daerah
Menurut Abdul latief : Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRDP bersama dengan Kepala
Daerah (Gubernur). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten bersama
Bupati/Walikota dan Peraturan Desa/setingkat dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya
bersama Kepala Desa atau nama lainnya.
Dalam Peraturan Daerah ada tiga tingkat yakni Tingkat I ( provinsi), Tingkat II
(kbupaten/kota) dan Tingkat III (desa). Dengan demikian peraturan daerah yang dikeluarkan oleh desa
tidak boleh bertentangan dengan peraturan Presiden, begitu pula dengan peraturan pemerintah tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang. Maksudnya ketentuan yang tingkatnya lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi sesuai dengan urutan diatas.
Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah berlandaskan
pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan, Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah merupakan bagian
integral dari konsep peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah.
Bagir Manan berpendapat bahwa, peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan
sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur
pemerintahan daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah.
Selanjutnya menurut Suko Wiyono seperti dikutip oleh Mahendra Putra Kurnia, Peraturan Daerah
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta
merupakan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada
7
B.
Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan yang mana teknologi memasuki abad 21,
hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar. Hal ini adanya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945, perubahan (amandemen) dimaksud samapai empat kali yang dimulai
pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal kemudian amandemen kedua pada tanggal 18
Agustus 2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001
sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3
pasal Aturan peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal. Apabila dilihat dari jumlah pasal pada UndangUndang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya
melebihi 37 pasal yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang diamandemen
ulang seperti pasal 6 ayat 4 dan pasal 23c. Perubahan suatu peraturan perundang-undangan adalah
kegiatan yang meliputi menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau
menghapus ketentuan yang sudah ada baik yang berbentuk Bab, bagian, paragraph, pasal, ayat,
maupun perkataan, angka, kata dan lainnya. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lainnya.
8
Kedua
(18-08-2000)
Ketiga
(10-11-2001)
Keempat
(10-08-2002)
Psl. 5 ayat 1
Psl. 7
Psl. 18
Psl. 18 A
Psl. 2 ayat 1
Psl. 6 A ayat 4
Psl. 9
Psl. 13 ayat 2
Psl. 18 B
Psl. 19
Psl. 14
Psl. 17 ayat 2
Psl. 20 ayat 5
Psl. 22 A
Psl. 17 ayat 3
Psl. 20
Psl. 21
Psl. 22 B
Bab IX A Psl. 25 E
Bab X Psl. 26 ayat 2
dan 3
Psl. 27 ayat 3
Bab X A Psl. 28 A,
28 B, 28 C, 28 D, 28
F, 28 G
Bab XII Psl. 30
Bab XV psl. 36 A
Bab XV psl.36 B dan
C
Psl. 8 ayat 3
Psl. 23 B
Psl. 23 D
Psl. 24 ayat 3
Psl. 32 ayat 1 dan 2
Psl. 33 ayat 4 dan 5
Psl. 34 ayat 1,2,3 dan
4
Psl. 37 ayat 1,2,3,4
dan 5
Aturan Peralihan psl.
I, II, dan III
Aturan Tambahan
Pasal I dan II
Psl. 23 A
Psl. 23 B
Bab VII A psl. 23 B
ayat 1,2, dan 3
Psl.23 F ayat 1 dan
2
Psl.23 G ayat 1 dan 2
Psl. 24 ayat 1 dan 2
Psl. 24 A ayat 1,2,3,4
dan 5
Psl.24B ayat 1,2,3
dan 4
Psl. 24 B ayat
1,2,3,4,5 dan 6
Orde Baru
TAP/MPR/NO.
III/MPR/2000
UUD 1945
TAP MPR RI
Undang-undang
Reformasi
UU No. 10 tahun 2004
Peraturan pemerintah
pengganti undang-undang
(perpu)
Peraturan Pemerintah
Peraturan presiden/PP
(bersifat eksternal)
UUD 1945
UU/Perpu
Peraturan pemerintah
perDa (provinsi,kota,desa)
Keputusan Presiden
Peraturah Daerah
Hal yang perlu di garis bawahi disini dalam peraturan perundang-undangan
adalah pertama, pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara. Jika komparasikan
susunan hierarki peraturan perundang-undangan di antara ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan
ketetapan MPR No. III/MPR/2000 meletakkan posisi Perpu setingkat di bawah kedudukan UU,
sebaliknya pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan UU No. 10 tahun 2004 kedudukan Perpu
sederajat dengan UU. Kedua, pada TAP MPR No. III/MPR/2000 dan UU No. 10 tahun 2004
mengenal bentuk Peraturan Daerah (PerDa), sedangkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dengan
bentuk Peraturan Daerah tidak kenal. Dan ketiga, pada TAP MPRS No. MPR/MPRS sebagai salah
satu sumber hukum, sedangkan pada UU No. 10 tahun 20004 ketetapan MPR/MPRS tidak lagi
letakkan sebagai salah satu sumber hukum Perundang-undangan. Dan yang kelima, dalam TAP MPRS
No. XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No. III/MPR/2000 kebijakan presiden yang dibuatnya di sebut
dengan Keputusan Presiden, sedangkan dalam UU No. 10 tahun 2004 kebijakan presiden yang
dibuatnya di sebut dengan Peraturan Presiden. Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia dikenal
adanya macam-macam hukum, baik hukum yang tertulis yang merupakan peraturan peninggalan
zaman Hindia Belanda, maupun hukum tidak tertulis yang merupakan hukum adat yang beraneka
ragam. Pembentukan hukum kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
10
Pembentukan hukum nasional saat ini terasa sangat mendesak, oleh karena dalam
perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia dari masa penjajahan Hindia Belanda sampai
berlakunya perubahan Undang-undang dasar 1945 dalam era Reformasi telah berlaku berbagai jenis
peraturan perundang-undangan. Pada saat Indonesia di proklamasikan, secara vertikal di Indonesia
dikenal adaya tiga lapis hukum yang berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi masyarakat
golongan Eropa, hukum bagi golongan Bumiputera, dan hukum bagi masyarakat golongan Timur
Asing, selain itu secara horisontal diakui adanya 19 lingkung laku aneka hukum adat, yang beberapa
diantaranya dan sisanya menerima hukum Islam sebagai hukumnya sendiri baik melalui teori
receptio atau receptio in camplexu. Hukum yang berlaku tersebut dapat juga dibedakan hukum
tidak tertulis, hukum tercatat dan hukum tertulis. Hukum tidak tertulis merupakan sinonim dari hukum
kebiasaan, yang di Indonesia dikenal dengan hukum adat, dan hukum tidak tertulis merupakan bentuk
hukum yang tertua.
Hukum tertulis yang berlaku umum dan mengikat orang banyak serta yang mepunyai lingkup
laku wilayah manusia, wilayah ruang, dan wilayah waktuyang lebih luas, tidak tentu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari pada hukum tidak tertulis. Hukum tertulis selain merupakan wahana
bagi hukum baru yang dibentuk setelah Indonesia merdeka dalam rangka memenuhi kebutuhan
kkehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, juga untuk
menjembatani antar lingkup laku aneka adat dan hukum tidak tertulis lainnya, atau untuk mengatasi
kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis dalam hal pihak-pihak menghendakinya.
Dalam perkembangannya pembentukan hukum tertulis tidak dapat selalu diandalkan
terbentuknya dengan cara kodifikasi, yang memerlukan waktu yang lama, maka untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, pembentukan hukum nasional tidak dapat dilakukan dengan cara lain kecuali
dengan cara membentuk hukum yang tertulis dan dengan cara modifikasi, yang pembentukannya
relatif lebih cepat. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pengembangan ilmu dibidang perundangundangan terasa semakin diperlukan, sebagai wacana untuk membentuk hukum nasional, oleh karena
hukum nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Selain
itu pembentukan hukum tertulis itu dirasakan sangat perlu bagi perkembangan masyarakat dan negara
saat ini.
11
Terimakasih...
12