FARMAKOTERAPI TERAPAN 2
GINJAL
OLEH :
1. Martina Syilvianti, S.Farm
2. Dwi Puji, S.Farm
3. Cindy Monica, S.Farm
4. Agus Harya Pratama, S.Farm
APOTEKER KELAS A
GINJAL
PENGERTIAN
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yg terletak dirongga
retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat strukturstruktur pembuluh darah,sistem limpatik, sistem saraf dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah. Pada
manusia, ginjal berukur-an sebesar kepalan tangan, yaitu berukuran panjang 10
sampa 12 cm, lebar 5 6 cm, dan tebal 3 4 cm dengan berat sekitar 140 gram. Pada
potongan melintang ginjal, terlihat bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian
tersebut dari luar kedalam adalah korteks, medula, dan pelvis. Pada bagian korteks
dan medula ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron. Nefron merupakan satuan struktur
dan fungsional paling kecil dari ginjal. Nefron ini berfungsi sebagai alat penyaring.
Fungsi Ginjal
1. Menyaring/Membersihkan
Darah Bagian ginjal yang menjalankan fungsi ini adalah nefron.
Tanpa ginjal, maka seseorang akan mati sebab tubuh nya diracuni oleh
kotoran yang dihasil kan tubuhnya sendiri.
2. Mengatur Volume Darah
Darah dapat mengatur jumlah cairan yang terlarut dalam darah
sehingga volume dipertahankan untuk selalu seimbang di dalam tubuh. Tanpa
kontrol dari ginjal ini, maka kemungkinan terburuk dalam tubuh akan terjadi,
yaitu tubuh menjadi kering karena kekurangan cairan tubuh atau tubuh
tenggelam karena kebanjiran akibat cairan dalam tubuh menumpuk tak
terbuang.
3. Mendaur Ulang Air, Mineral, Glukosa, dan Gizi
Ginjal akan mempertahankan zat-zat penting yang ikut masuk ke
dalam nefron bersama cairan darah, lalu mengembalikannya ke peredaran
darah. Tapi ginjal tidak menyerap kembali zat-zat ini jika jumlahnya berlebih
dalam darah.
4. Mengatur Keseimbangan Kandungan Kimia Darah
Salah satu contoh fungsi pengatur ini adalah mengatur kadar garam
dalam darah. Garam cenderung mengikat air sehingga jika kadar dalam gula
darah berlebih mengakibatkan penumpukan cairan yang berlebihan dalam
darah dan rongga sela antarsel tubuh. Jika demikian, maka anggota tubuh
seperti wajah, tangan, dan kaki akan membengkak. Akibat lain yaitu
memperberat tugas jantung dalam memompa darah karena adanya cairan
dalam darah tersebut.
5. Menjaga Darah agar Tidak Terlalu Asam Ginjal berperan dalam menjaga pH
darah agar tidak terlalu asam.
6. Penghasil Hormon
Hormon yang dihasilkan adalah hormon eritroprotein yang berfungsi
untuk merangsang peningkatan laju pembentukan sel darah merah oleh
sumsum tulang.
Efek Gangguan Ginjal
1. Absorpsi
Secara umum bioavailabilitas pada kebanyakan obat tidak terpengaruh oleh
kerusakan ginjal. Namun demikian, ada penelitian lain yang menyebutkan
adanya penurunan kecepatan absorbsi d-xylosa (0.555/jam) pada pasien dengan
gagal ginjal kronis dan 1.03/jam pada pasien normal. Jumlah d-xylosa yang
diabsorpsi juga lebih sedikit (48.6% Vs. 69.4%).
Penelitian lain lagi juga menyebutkan terjadinya pengurangan bioavailabilitas
furosemid dan pindolol pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
2. Distribusi
Kerusakan ginjal terkadang ditandai dengan ditemukannya protein di dalam urin
(ureimia). Kerusakkan ginjal mempengaruhi ikatan obat pada protein plasma,
dengan cara:
Terdesaknya obat dari sisi ikatan karena adanya senyawa lain yang
protein plasma.
Pada beberapa kasus, ikatan obat pada protein jaringan juga akan
terpengaruh.
3. Metabolisme
Pada umumnya obat yang diekskresikan melalui ginjal adalah dalam bentuk
metabolit. Implementasinya adalah kerusakan ginjal akan berpengaruh pada
jumlah metabolit, yang mungkin akan memberikan efek farmakologi tertentu,
sedang pengaruhnya tergantung dari jalur metabolisme.
4. Eliminasi
Clearens total (CLE) dan dosis obat mempengaruhi konsentrasi steady-state
(Css) dalam darah. Penurunan nilai Clearens total (CLE) akan meningkatkan
konsentrasi steady-state (Css) dalam darah. Penyesuaian dosis dapat
dilakukan dengan cara :
(1). Memperkecil dosis
(2). Memperpanjang jarak interval.
5. Ekskresi
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Klirens Kreatinin dapat digunakan
sebagai perkiraan jumlah nefron yang berfungsi.
Umumnya penurunan dalam klirens obat melalui ginjal menunjukkan
berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi. Penurunan 50% LFG
mencerminkan penurunan 50% klirens ginjal.
Patofisiologi
a. Gagal ginjal akut
Penurunan fungsi ginjal secara mendadak dengan atau tanpa oliguria dan berakibat
azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah
KLASIFIKASI
Bila tidak segera diobati, akan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Post renal
Renal
Penyebab
a. GAGAL GINJAL AKUT
Berkurangnya aliran darah ke ginjal akibat trauma atau operasi, pendarahan
berat, dehidrasi akut, luka bakar, infeksi.
b. GAGAL GINJAL KRONIS
Akibat dari:
Diabetes, Hipertensi, Glomerolunefritis, Ginjal polikistik, Terjadinya
penyumbatan diginjal, Kelainan auto imun, Kanker, Kelainan pada ginjal itu
sendiri.
2. Albuminuria
Penyebab : Albuminuria adalah penyakit yang ditunjukkan oleh adanya molekul
albumin dan protein lain dalam urine. Penyebabnya karena adanya kerusakan pada
alat filtrasi sehingga urin mengandung protein.
Pencegahan :
a) Untuk mengurangi resiko terjadinya albuminuria mungkin bisa dimulai dengan
membiasakan diri minum 8 gelas sehari, walaupun sebetulnya tidak merasa haus.
b) Selain itu pencegahannya juga dapat dilakukan dengan tidak mengonsumsi hanya
salah satu zat gizi saja secara berlebihan (misalnya hanya protein atau kalsium saja).
Artinya makanan yang kita makan juga haru seimbang, baik dari segi jumlah
maupun kadar gizinya.
3. Nefrites (Radang Ginjal)
Penyebab : Nefrites merupakan kerusakan pada ginjal akibat glomerulus terinfeksi
bekteri strepcoccus. Glomerulus rusak mengakibatkan urea dan asam urat masuk lagi
ke dalam darah. Akibatnya penderita akan mangalami uremania. Indikasi penyakit
ini yakni adanya penimbuhan air pada kaki atau edema yang terjadi karena proses
penyerapan air terganggu.
Pengobatan :Penderita nefritis bisa disembuhkan dengan cangkokan ginjal atau cuci
darah secara rutin. Cuci darah biasanya dilakukan sampai penderita mendapatkan
donor ginjal yang memiliki kesesuaian jaringan dengan organ penderita.
Nefrosis adalah suatu jenis nefritis yang ditandai dengan penurunan kondisi
pembuluh-pembuluh pada ginjal. Nefrosis murni sangat jarang dijumpai. Yang lebih
sering
ditemui
adalah
yang
berhubungan
dengan
glomerulonefritis
atau
penyakitpenyakit lain yang menyerang ginjal. Akan tetapi, istilah nefrosis masih
digunakan bagi gejala yang ditunjukkan oleh timbulnya udema. Jumlah albumin
yang berlebihan pada air seni, kolesterol yang berlebihan pada darah dan
pengeluaran air seni yang relatif normal.
Nefrosklerosis atau pengerasan pembuluh arteri yang menuju ke ginjal, adalah suatu
kelainan yang ditunjukkan dengan adanya albumin dalam air seni. Zat-zat tertentu
serta terkadang dijumpai sel darah merah atau putih dalam darah (hematuria),
terkadang disertai penyakit hipertensi. Pada intinya adalah terjadinya pengerasan
dari pembuluh arteri kecil pada ginjal, disertai terjadinya pengerutan pada glomeruli
dan perubahan patologis pada jaringan yang koyak atau luka.
4.Diabetes Melitus (Glukosuria)
Penyebab : Diabetes Melitus (kencing manis) merupakan gangguan yang
disebabkan oleh adanya kandungan gula dalam urine. Kurangnya hormon insulin
dari pankreas menjadikan kadar gula dalam darah sangat tinggi. Nefron tidak mampu
menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan glukosa dibuang bersama
urine.
Pencegahan :
1.
2.
3.
4.
5.
5. Diabetes Insipidus
Penyebab : Diabetes Insipidus, merupakan gangguan ginjal yang menyebabkan
penderita mengeluarkan banyak urine. Penyakit ini dapat terjadi karena penderita
kekurangan hormon antidiuretika (ADH) yang disekresikan kelenjar hipofisis.
Apabila hormon ADH seseorang berkurang, jumlah urine yang dihasilkan dapat naik
hingga 20 30 kali lipat.
Batu Ginjal
Penyebab : Batu ginjal terbentuk dari adanya pengendapan garam kalsium di
dalam rongga ginjal, saluran ginjal, atau kandung kemih. Bentuk batu binjal seperti
kristal yang tidak dapat larut. Kandungan zat yang ada di dalamnya adalah kalsium
oksalat, asam urat, dan kristal kalsium fosfat. Penyebab adanya endapan garam ini
karena penderita terlalu banyak mengkonsumsi garam mineral, sedangkan air di
konsumsi hanya sedikit. Selain itu, dipengaruhi perilaku buruk penderita yang sering
menahan buang air kecil. Batu ginjal tersebut lebih lanjut dapat menimbulkan
hidronefrosis. Hidronefrosis adalah membesarnya salah satu ginjal karena urine tidak
dapat mengalir keluar. Hal itu akibat penyempitan aliran ginjal atau tersumbat oleh
batu ginjal.
Pencegahan :
1. Perbanyaklah minum air putih agar air seni lancar. Ketika berada di ruangan
ber-AC, Perbanyak minum air putih walaupaun tidak haus, Minumlah air
putih minimal 8 gelas sehari.
2. Hindari minum atau memasak menggunakan air yang kandungan kapurnya
tinggi. Kapur di dalam tubuh bisa membentuk batu.
3. Jika menderita penyakit gout dan hiperparatiroid segera atasi. Kedua
penyakit itu meningkatkan resiko terbentuknya batu ginjal.
4. Lakukan olahraga rutin dengan tujuan agar metabolisme di dalam tubuh
berjalan dengan baik. Idealnya, lakukan olahraga dua hari sekali. Pilihlah
9.Poliuria
Poliuria, merupakan gangguan yang terjadi karena kemampuan rendah nefron
melakukan reabsorpsi. Akibat gangguan ini, urine yang dikeluarkan oleh tubuh amat
banyak dan encer.
OBAT-GINJAL
KELOMPOK OBAT YG SERING MENYEBABKAN NEFROTOKSIK
KELOMPOK OBAT
CONTOH
OBAT KEMOTERAPI
Cisplatin ,carboplatin
OBAT HIPERTENSI
NSAIDs
Indometasin, aspirin
Kloroquin, kinik
OBAT IMUNOSUPRESAN
Siklosporin, takrolimus
ANTI MIKROBA
Urinalisis
Pengukuran Keton
Heme
GFR
normal 120 - 125 mL/menit
Manula (60 80 tahun)= 89 68 mL/menit
Urea Clearence
normal 60 100 mL/menit
Kreatinin Clearence
normal 91 130 mL/menit
Serum Kreatinin
Nilai normal 0,96 mg/dL untuk perempuan dan 1,16 mg/dL untuk
laki-laki.
Zat atau substansi endogen yang biasa digunakan untuk mengukur GFR yaitu
inulin dan kreatinin.
3. Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk obatobat yang eliminasi utamanya melalui ekkresi ginjal.
Pedoman Umum Berkaitan Dengan Pemilihan Obat Pada Penderita Dengan
Penyakit Ginjal
Penggunaan obat bagi penderita yang mengalami penurunan fungsi
ginjal dapat menimbulkan permasalahan karena alasan berikut:
Beberapa obat menjadi tidak efektif jika fungsi ginjal menurun (asam
nalidiksat)
Pilih obat dengan efek nefrotoksik minimal dan hindari obat yang
berpotensi nefrotoksik
Pantau dan lakukan hal yang diperlukan sesuai dengan kadar obat
dalam plasma
Keterangan:
SCr : Serum kreatinin (mg/dL)
Ht: Tinggi Badan (cm)
CrCl <15 ml/min, maka dilakukan penurunan dosis obat lumayan besar.
Pada beberapa obat, telah didapatkan standar penurunan dosis dari hasil
penelitian berdasarkan fungsi ginjal pasien.
Pilihan dipilih berdasarkan rute administrasi obat dan dosis obat yang
tersedia.
Pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun dan penderita gagal ginjal
stadium akhir memiliki peningkatan risiko terhadap efek obat yang tidak diinginkan
karena obat yang diterima pasien akan memiliki masalah dalam proses eksresis obat.
Pendekatan pada literatur menyatakan konsep perubahan disposisi obat pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dideskripsikan dalam pendekatan
butuhnya penyesuaian dosis individual untuk mengoptimalkan terapi dengan efek
toksisitas yang sangat minimal yang diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan
ginjal (Matzke, 2002).
Regimen dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dirancang
berdasarkan perubahan farmakokinetik yang terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal
yang menurun. Secara umum, obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
memiliki perpanjangan waktu paruh eliminasi obat dan perubahan pada volume
distribusi obat. Beberapa pendekatan klinik melakukan penghitungan bersihan obat
berdasarkan monitoring fungsi ginjal. Dua pendekatan umum farmakokinetik untuk
penyesuaian dosis didasarkan pada bersihan obat dan waktu paruh eliminasi obat.
Penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
harus dibuat berdasarkan perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat
pada tiap individu pasien. Metabolit aktif obat mungkin terbentuk dan harus
memperhatikan efek farmakologi yang muncul ketika dilakukan penyesuaian dosis.
Metode berikut digunakan untuk menafsirkan regimen dosis pertama dan dosis
pemeliharaan (Shargel, et al, 2005).
1. Metode Nomogram
Nomogram ini dibuat berdasarkan konsentrasi kreatinin serum, data pasien
(tinggi, berat, umur dan jenis kelamin), dan farmakokinetik obat. Setiap nomogram
memiliki kelemahan asumsi dan database obat.
Kebanyakan metode untuk penyesuaian dosis pada penyakit ginjal
diasumsikan bahwa pada eliminasi nonrenal obat tidak berpengaruh terhadap
penurunan fungsi ginjal dan jumlah konstanta kecepatan eksresi ginjal pada pasien
uremia adalah sebanding dengan konstanta produk dan bersihan kreatinin.
Dimana
adalah suatu
Nomogram hubungan antara bersihan kreatinin dengan konstanta laju eliminasi obat
(Shargel et al, 2005).
Metode nomogram menetapkan dan memperkirakan rasio konstanta laju
eliminasi pada pasien uremia (k u) terhadap konstanta laju eliminasi normal (k N)
berdasarkan bersihan kreatinin. Pada metode ini, ditetapkan sederetan obat yang
dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh
melalui urin (fe). Berdasarkan Berdasarkan rasio k u/k
N,
dengan persamaan.
Group
Drug
k N (hr 1)
k nr (hr 1)
k nr/k N%
Minocycline
Rifampicin
Lidocaine
Digitoxin
Doxycycline
Chlortetracycline
Clindamycin
Chloramphenicol
Propranolol
Erythromycin
Trimethoprim
Isoniazid (fast)
0.04
0.25
0.39
0.114
0.037
0.12
0.16
0.26
0.22
0.39
0.054
0.53
0.04
0.25
0.36
0.10
0.031
0.095
0.12
0.19
0.16
0.28
0.031
0.30
100.0
100.0
92.3
87.7
83.8
79.2
75.0
73.1
72.8
71.8
57.4
56.6
B
C
Isoniazid (slow)
0.23
0.13
56.5
Dicloxacillin
1.20
0.60
50.0
Sulfadiazine
0.069
0.032
46.4
Sulfamethoxazole
0.084
0.037
44.0
F
Nafcillin
1.26
0.54
42.8
Chlorpropamide
0.020
0.008
40.0
Lincomycin
0.15
0.06
40.0
G
Colistimethate
0.154
0.054
35.1
Oxacillin
1.73
0.58
33.6
Digoxin
0.021
0.007
33.3
H
Tetracycline
0.120
0.033
27.5
Cloxacillin
1.21
0.31
25.6
Oxytetracycline
0.075
0.014
18.7
I
Amoxicillin
0.70
0.10
14.3
Methicillin
1.40
0.19
13.6
J
Ticarcillin
0.58
0.066
11.4
Penicillin G
1.24
0.13
10.5
Ampicillin
0.53
0.05
9.4
Carbenicillin
0.55
0.05
9.1
K
Cefazolin
0.32
0.02
6.2
Cephaloridine
0.51
0.03
5.9
Cephalothin
1.20
0.06
5.0
Gentamicin
0.30
0.015
5.0
L
Flucytosine
0.18
0.007
3.9
Kanamycin
0.28
0.01
3.6
Vancomycin
0.12
0.004
3.3
Tobramycin
0.32
0.010
3.1
Cephalexin
1.54
0.032
2.1
k N untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, k nr untuk pasien dengan gangguan
E
fungsi ginjal k nr/k N% = persen eliminasi romal pada gangguan fungsi ginjal.
Penghitungan penyesuaian dosis menggunakan nomogram ini dilakukan
dengan membaca nilai persentase
diketahui nilai
dengan nilai
tabel berdasarkan nama obat. Selanjutnya penyesuaian dosis dapat dihitung dengan
persamaan;
Apabila interval dosis () tetap konstan, dosis pada pasien uremia selalu lebih
kecil dibandingkan dosis normal. Sebagai pengganti pengurangan dosis pada pasien
uremia, biasanya dosis tetap konstan dan interval dosis () diperpanjang berdasarkan
persamaan :
Dimana u adalah interval dosis pada dosis pasien uremia dan N adalah interval dosis
untuk dosisi pada pasien dengan fungsi ginjal normal (Shargel, et al , 2005).
2. Metode fraksi eksresi obat dalam bentuk tidak berubah.
Pada kebanyakan obat, fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk tidak
berubah ( )telah ada dalam literatur. Tabel IV menunjukkan daftar obat dengan nilai
dan waktu paruh eliminasi. Metode
dosis pada pasien uremia secara umum telah digunakan pada banyak obat yang telah
diketahui nilai
nya.
Obat
fe
Acebutolol
Asetaminofen
Acetohexamide
Allopurinol
Alprenolol
Amantadine
Amikacin
Amiloride
0.44 0.11
0.03 0.01
0.4
0.1
0.005
0.85
0.98
0.5
2.7 0.4
2.0 0.4
1.3
28
3.1 1.2
10
2.3 0.4
82
Amoxicillin
Amphetamine
Amphotericin B
Ampicillin
Atenolol
Azlocillin
Bacampicillin
Baclofen
Bleomycin
Bretylium
Bumetanide
Carbenicillin
Cefalothin
Cefamandole
Cefazolin
Cefoperazone
Cefotaxime
Cefoxitin
Cefuroxime
Ceftriaxone
Chloramphenicol
Chlorphentermine
Chlorpropamide
Chlorthalidone
Cimetidine
Clindamycin
Clofibrate
Clonidine
Colistin
Cytarabine
Cyclophosphamide
Dapsone
Dicloxacillin
Digitoxin
Digoxin
Disopyramide
Doxycycline
Erythromycin
Ethambutol
Ethosuximide
Flucytosine
Flunitrazepam
Furosemide
Gentamicin
Griseofulvin
Hydralazine
0.52 0.15
0.40.45
0.03
0.90 0.08
0.85
0.6
0.88
0.75
0.55
0.8 0.1
0.33
0.82 0.09
0.52
0.96 0.03
0.80 0.13
0.20.3
0.50.6
0.88 0.08
0.92
0.65
0.05
0.2
0.2
0.65 0.09
0.77 0.06
0.09-0.14
0.110.32
0.62 0.11
0.9
0.1
0.3
0.1
0.60 0.07
0.33 0.15
0.72 0.09
0.55 0.06
0.40 0.04
0.15
0.79 0.03
0.19
0.630.84
0.01
0.74 0.07
0.98
0
0.120.14
1.0 0.1
12
360
1.3 0.2
6.3 1.8
1.0
0.9
34
1.58.9
417
3.5
1.1 0.2
0.6 0.3
0.77
1.8 0.4
2.0
11.5
0.7 0.13
1.1
0.9 0.18
2.7 0.8
120
36
44 10
2.1 1.1
2.7 0.4
13 3
8.5 2.0
3
2
5
20
0.7 0.07
166 65
42 19
7.8 1.6
20 4
1.13.5
3.1 0.4
33 6
5.3 0.7
15 5
0.85 0.17
23
15
2.22.6
Hydrochlorothiazide
Indomethacin
Isoniazid
Rapid acetylators
Slow acetylators
Isosorbide dinitrate
Kanamycin
Lidocaine
Lincomycin
Lithium
Lorazepam
Meperidine
Methadone
Methicillin
Methotrexate
Methyldopa
Metronidazole
Mexiletine
Mezlocillin
Minocycline
Minoxidil
Moxalactam
Nadolol
Nafcillin
Nalidixic acid
Netilmicin
Neostigmine
Nitrazepam
Nitrofuraniton
Nomifensine
Oxacillin
Oxprenolol
Pancuronium
Pentazocine
Phenobarbital
Pindolol
Pivampicillin
Polymyxin B
Prazosin
Primidone
Procainamide
Propranolol
Quinidine
Rifampin
Salicylic acid
Sisomicin
0.95
0.15 0.08
2.5 0.2
2.611.2
0.07 0.02
0.29 0.05
0.05
0.9
0.02 0.01
0.6
0.95 0.15
0.01
0.040.22
0.2
0.88 0.17
0.94
0.63 0.10
0.25
0.1
0.75
0.1 0.02
0.1
0.820.96
0.73 0.04
0.27 0.05
0.2
0.98
0.67
0.01
0.5
0.150.22
0.75
0.05
0.5
0.2
0.2 0.05
0.41
0.9
0.88
0.01
0.42 0.15
0.67 0.08
0.005
0.18 0.05
0.16 0.04
0.2
0.98
1.1 0.2
3.0 0.8
0.5
2.1 0.2
1.8 0.4
5
22 8
14 5
3.2 0.8
22
0.85 0.23
8.4
1.8 0.2
8.2
12
0.8
18 4
4
2.53.0
16 2
0.91.0
1.0
2.2
1.3 0.8
29 7
0.3
3.0 1.0
0.5
1.5
3.0
2.5
86 7
3.4 0.2
0.9
4.5
2.9 0.8
8.0 4.8
2.9 0.6
3.9 0.4
6.2 1.8
2.1 0.3
3
2.8
Sotalol
Streptomycin
Sulfisoxazole
Sulfinpyrazone
Tetracycline
Thiamphenicol
Thiazinamium
Theophylline
Ticarcillin
Timolol
Tobramycin
Tocainide
Tolbutamide
Triamterene
Trimethoprim
Tubocurarine
Valproic acid
Vancomycin
0.6
0.96
0.53 0.09
0.45
0.48
0.9
0.41
0.08
0.86
0.2
0.98
0.20-0.70 (0.40 mean)
0
0.04 0.01
0.53 0.02
0.43 0.08
0.02 0.02
0.97
6.513
2.8
5.9 0.9
2.3
9.9 1.5
3
9 2.1
1.2
35
2.2 0.1
1.63
5.9 1.4
2.8 0.9
11 1.4
2 1.1
16 3
56
Dimana
adalah laju
Bila fe = k N r/k N = fraksi obat yang dieksresika dalam bentuk bebas melalui urin dan
1 fe = k u nr/k N = fraksi obat yang dieksresikan bukan melalui ginjal. Disubtitusikan
kedalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan Giusti Hayton. Dimana G
adalah faktor Giusti Hayton yang dapat dihitung dari fe dan rasio pada pasien
uremia terhadap bersihan normal.
atau
dimana, Du adalah dosis pada pasien uremia dan DN adalah dosis untuk fungsi ginjal
normal. Peneyesuaian dosis juga dapat dilakukan dengan mengubah interval
pemberian obat dengan persamaan :
dengan u adalah interval untuk psien uremia dan N adalah interval pada fungsi
ginjal normal (Shargel, et al , 2005)
A. Contoh Kasus
Pasien (R) berumur 75 tahun dengan berat badan 50 kg, dan tinggi sekitar
165 cm, mengalami gagal ginjal kronik dengan komplikasi diabetes mellitus dan
pielonefritis kronis, dirawat di RSAM Bukittinggi pada pertengahan oktober 2011
selama 15 hari. Obat yang menjadi permasalahan di sini adalah penggunaan
ceftriaxone 2x1g / hari yang diberikan oleh dokter jaga (dokter umum). Karena
Data literatur:
Penjelasan Kasus:
Pasien di atas memiliki berat badan yang hampir ideal, sehingga penghitungan
creatinin klirens menggunakan rumus Cocroft anda Gault.
(140-umur) BW
CrClest (pasien) =
72 x SCr
(140-75) 50
72 x 12,9
3,49 mL/menit
CrClest (normal) =
=
(140-umur) BW
72 x SCr
(140-75) 50
72 x 1,5
30,09 mL/menit