Anda di halaman 1dari 48

HUKUM ACARA PTUN

Jo h ny Koy n j a , S H . , M H
REFERENSI

Pengantar Hukum Administrasi Indonesia


Karangan Philipus M. Hadjon dkk.
Penerbit Gajah Mada University Press, Yogayakarta, 1993

Usaha Memahami UU Tentang Peradilan Tata Usaha Negara


( Buku I dan II) Karangan Indoharto
Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara;


Karangan Riawan W. Tjandra.
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2005.

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


Karangan R. Wiyono.
Penerbit Sinar Grafika, Jakartaa, 2008.
Hukum Acara Peradillan Tata Usaha Negara
Karangan Zairin Harahap
Penerbit P.T. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2001

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia


Karangan R. Soegijanto Tjakranegara
Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2002

Karakteristik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


Karangan Suparto Wijoyo
UNAIR Press, Yogyakarta, 2005

Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di


Indonesia, Karangan S.F. Marbun
Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2003
Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi
Karangan Ridwan
Penerbit FH UII Press

Hukum Administrasi Negara


Karangan Ridwan, H.R.
Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2006

Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara


Karangan Darwan
Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1995

Hukum Acara Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan


Administrasi
Karangan Sjachran Basah
Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1992
TINJAUAN HISTORIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Keberadaan PTUN di Indonesia telah


dikehendaki semenjak jaman Hindia Belanda hal
ini terbukti adanya ketentuan Pasal 134 ayat 1 IS
dan Pasal 2 RO :
a. Peradilan terhadap perselisihan-perselisihan
hanya dilakukan oleh badan yg diserahi
kekuasaan kehakiman.
b. Peradilan oleh badan-badan lain selain badan
yg diserahi kekuasaan kehakiman hanya
mungkin jika hal ini diatur oleh UU.
c. Persoalan yg menurut sifatnya atau
berdasarkan ketentuan UU termasuk
dalam wewenang pertimbangan
kekuasaan administrasi tetap diadili oleh
kekuasaan itu.

d. Perselisihan wewenang antara


kekuasaan pengadilan dan kekuasaan
administrasi diputuskan oleh Gubernur
Jenderal
Setelah kemerdekaan, masalah PTUN diatur
dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN
disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember
1986.

Undangundang ini juga disebut Undang-Undang


Peradilan Administrasi Negara.

Ketentuan Pasal 134 IS dan Pasal 2 RO tetap


diakomodir oleh UU No.5/1986, hal ini dapat
dilihat dari ketentuan Pasal 48 UU No.5/1986
tentang PTUN
Pasal 48
Ayat (1) “Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka
sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan
melalui upaya administratif yang tersedia.”

Ayat (2) “Pengadilan baru berwenang memeriksa,


memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.”
NEGARA HUKUM dan PTUN

Konsep Negara Hukum Rechtsstaat mulai


berkembang akhir abad 19 dan awal abad
20.

Di Eropa Barat Kontinental, Immanuel Kant


dan Friedrich Julius Stahl menyebut dengan
istilah Rechtstaat yg bertumpu pada sistem
hukum Kontinental Romawi – Jerman yg
disebut Civil Law System.
Unsur-unsur Rechtsstaat menurut Friedrich
Julius Stahl adalah :
a. Pengakuan & perlindungan terhadap Hak-hak
Asasi Manusia (HAM).
b. Negara didasarkan pada Pemisahan atau
pembagian kekuasaan.
c. Pemerintahan berdasarkan Undang-undang
(wetmatig bestuur)
d. Adanya Peradilan Administrasi Negara yang
menangani kasus perbuatan melanggar hukum
oleh Pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad)
Gagasan negara hukum rechtsstaat dari Stahl ini
dinamakan negara hukum formil, karena lebih
menekankan pada suatu pemerintahan yg
berdasarkan Undang-undang.

Dalam perkembangannya, pemerintahan yg


berdasarkan Undang-undang dianggap
“lamban”, shg diganti dgn pemerintahan
berdasarkan HUKUM (rechtmatig bestuur).

Kmudian Negara Hukum Formil berubah


menjadi Negara Hukum Materiil dengan ciri
rechtmatig bestuur.
Dalam perkembangannya, dari
Negara Hukum Materiil dengan ciri
rechtmatig bestuur , lahirlah
konsep-konsep yang merupakan
variant dari negara hukum
rechtsstaat, yaitu Welvaarstaat
sebagai negara kemakmuran
Di negara-negara Anglo Saxon (AS dan Inggris),
konsep negara hukum digunakan istilah Rule of
Law yg dipopulerkan oleh Albert Venn
Dicey (Inggris).

Unsur-unsur Rule of Law menurut Dicey


adalah:
a. Supremasi aturan-aturan hukum
b. Kedudukan yang sama dihadapan
hukum (equality before the law)
c. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi
Manusia
Unsur-unsur yang terdapat dalam Rechtstaats
dan Rule of Law mempunyai persamaan dan
perbedaan.

PERSAMAAN pokok antara Rechtstaats dan Rule


of Law adalah keinginan untuk memberikan
jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.

Sedangkan PERBEDAAN antara Rechtstaats dan


Rule of Law yaitu pada konsep Rule of Law tidak
ditemukan adanya unsur Peradilan Administrasi
TUJUAN PEMBENTUKAN PERADILAN ADMINISTRASI

Tujuan pembentukan Peradilan Administrasi


dalam suatu negara, selalu terkait dengan
falsafah negara yang dianutnya.

Dalam masyarakat yang individualistis yang


dibangun atas dasar falsafah liberalistis dan
demokratis, tujuan pembentukan Peradilan
Administrasi negara adalah untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap kepentingan
yang bersifat individualistis.
bagi Negara RI yg merupakan negara hukum
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, KECUALI
dijamin dan dijunjung tinggi hak perseorangan dalam
masyarakat, juga dijunjung tinggi harkat dan martabat
masyarakat pada umumnya.

Sehingga tujuan pembentukan Peradilan Administrasi


Negara adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak
masyarakat, sehingga tercapai keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau
kepentingan umum.
LATAR BELAKANG URGENSI PERADILAN ADMINISTRASI:
TUJUAN DIDIRIKANNYA PTUN
• Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat
yang bersumber dari hak-hak individu; dan memberikan
perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang
didasarkan kepada kepentingan bersama dari
individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
(Keterangan pemerintah pada Sidang Paripurna DPR RI.
mengenai RUU PTUN tanggal 29 April 1986).
• Menurut Sjahran Basah (1985;154), tujuan Peradilan
Administrasi adalah untuk memberikan pengayoman hukum
dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun bagi
administrasi negara dalam arti terjaganya
keseimbangan kepentingan masyarakat dan
kepentingan individu.
PENYELESAIAN SENGKETA DI PTUN PADA
MULANYA BERAWAL DARI ADANYA
TINDAKAN PEMERINTAH / PEJABAT TUN

TANPA ADA TINDAKAN PEMERINTAH, MAKA


TIDAK AKAN PERNAH ADA SENGKETA TUN

TINDAKAN PEMERINTAH APAKAH YANG


MENJADI PANGKAL SENGKETA TUN ?
FUNGSI PTUN
• Sarana untuk menyelesaikan
konflik yang timbul antara
Pemerintah (Badan/Pejabat TUN)
dengan rakyat (orang perorang
/badan hukum perdata), selain
upaya administratif yang tersedia.
Upaya administratif setelah berlakunya UU No. 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
bersifat wajib dan berlaku terhadap semua
sengketa TUN.

Artinya, penyelesaian setiap sengketa TUN harus


terlebih dahulu diupayakan melalu lembaga upaya
administratif yang terdiri upaya keberatan dan
banding administratif.

Setelah seluruh upaya administratif itu ditempuh


(exhausted) namun tidak juga terdapat
penyelesaian, barulah gugatan ke pengadilan TUN
dapat dilakukan
Pengertian Hukum Acara TUN
Peristilahan lain:
- Hk Acara Peradilan Tata Usaha
Pemerintahan,
- Hk Acara Peradilan Administrasi Negara,
- Hk Acara Peradilan Administrasi,
- Hk Acara Pengadilan dlm Lingkungan
Peradilan Adm (HAPLA)
Pengertian Hukum Acara TUN :

yaitu hukum yg mengatur ttg tata


cara bersengketa di PTUN serta
mengatur hak dan kewajiban
pihak2 yg terkait dalam proses
penyelesaian sengketa tsb
(hk formal)
Pengaturan Hk Formal
Secara teoritis, pengaturan hk formal digolongkan
menjadi 2 bagian:
a. Ketentuan prosedur berperkara (hk formal) DIATUR
BERSAMA-SAMA dengan susunan, kompetensi dari
badan yang melakukan peradilan (hk material) dlm
bentuk Undang-Undang atau peraturan lainnya
b. Ketentuan prosedur diatur tersendiri

Mengikuti penggolongan tsb maka UU No.51 Th 2009


ttg Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
mengikuti kelompok yg pertama, karena UU PTUN
memuat hk materii dan formil dlm satu UU.
Asas Hukum Acara TUN
• Asas merupakan jantung peraturan hk.
• Alasan: asas merupakan landasan yg paling luas
dari peraturan hk, asas juga merupakan alasan
(ratio legis) dari peraturan hk yang menjadikan
hk bukan hanya kumpulan peraturan tp lebih
mengandung nilai dan tuntutan2 etis.
• Jadi, asas hk adl pikiran2 dasar yg tdp didlm dan
si blkg sist hk yg masing2 dirumuskan dlm perat
per-uu-an atau putusan hkm
Asas2 Hukum Acara TUN
1. Asas PRADUGA RECHTMATIG (vermoeden
van rechtmatigheid, praesumptio iustae causa).
Asas ini mengandung makna bahwa setiap
tindakan Pemerintah / Penguasa selalu harus
dianggap sah (rechtmatig) sampai ada
pembatalannya.
Dengan asas ini, maka gugatan tidak menunda
pelaksanan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat (psl 67 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986)
Asas Asas PRADUGA RECHTMATIG (Het
Vermoeden van Rechtmatigeheid atau
Presumtio justea Causa) adalah asas yang
menyatakan bahwa demi kepastian hukum,
setiap keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan harus dianggap benar menurut
hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih
dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya
sampai dinyatakan oleh Hakim Administrasi
sebagai keputusan yang bersifat melawan
hukum
2. Asas gugatan pd dasarny tdk
dpt menunda pelaksanaan KTUN
yang dipersengketakan, kecuali ada
kepentingan yg medesak dr
penggugat (Ps 67 (1) dan (4) huruf
a)
3. Asas PEMBUKTIAN BEBAS.
Dalam acara PTUN, Hakim yang menetapkan beban
pembuktian.

Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 1865


KUHPerdata yaitu siapa yang mendalilkan mempunyai
kewajiban membuktikan.

Asas ini dianut dalam Pasal 107 UU No. 5 tahun 1986,


yang berbunyi: Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, dan untuk sahnya
pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
alat bukti berdasarkan keyakinan hakim
Asas2 Hukum Acara TUN
3. Asas audi et elteram partem yang artinya
"Mendengarkan dua belah pihak" atau mendengarkan
juga pendapat atau argumentasi pihak yang lainnya
sebelum hakim menjatuhkan putusan. Seorang Hakim
wajib untuk mendengarkan pembelaan dari pihak
yang disangka atau didakwa melakukan suatu tindakan
yang melanggar hukum guna menemukan kebenaran
materiel dalam suatu perkara yang diadilinya
4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dlm
pemeriksaan di peradilan judex factie maupun MA
Judex facti adalah putusan pengadilan tingkat
pertama dan banding . Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang
memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex
facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan
menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut.

Judex Juris adalah putusan tingkat kasasi yang hanya


memeriksa penerapan hukumnya. Mahkamah Agung
adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan
hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta
dari perkaranya.
“peradilan kita sesungguhnya ada 2 tingkat, bukan
3 tingkatan”
5. Asas penyelenggaraan
kekuasaankehakiman yg bebas dan
merdeka dari segala macam campur
tangan kekuasaan yang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung
bermaksud untuk mempengaruhi
keobjektifan putusan pengadilan

6. Asas peradilan dilakukan dengan


sederhana, cepat dan biaya ringan.
Sederhana dalam hk acara, cepat dlm
waktu dan murah dlm biaya
Asas2 Hukum Acara TUN

7. Asas KEAKTIFAN HAKIM (dominis litis)


Keaktifan hakim dimaksudkan untuk
mengimbangi kedudukan para pihak,
karena tergugat adalah pejabat tata usaha
Negara, sedangkan penggugat adalah
orang atau badan hukum perdata.
Penerapan asas ini antara lain terdapat
dalam Pasal 58 (kewenangan hakim
memanggil penggugat dan tergugat asli),
Pasal 63 ayat 1 ( pemeriksaan persiapan
untuk melengkapi gugatan),
ayat 2 (memberi nasihat kepada penggugat
& meminta penjelasan dari Pejabat TUN /
Tergugat),

Pasal 80 (hakim memberi petunjuk kepada


para pihak), dan

Pasal 85 (memerintahkan pemeriksaan


terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat
TUN).
8. Asas HAKIM AKTIF (ada rapat
permusyawaran u menentukan ggtn dpt
diterima/tdk yg disertai pertimbangan2,
pemeriksaan persiapan utk memeriksa
kejelasan ggtn, hkm dpt memerthkan
tergugat memberikan info2 yg dibthkan
penggugat.
Ketentuan Hakim aktif ini berkaitan
dengan asas PEMBUKTIAN BEBAS guna
menemukan kebenaran materiil terhadap
sengketa yang diperiksanya
Bahkan, jika dianggap perlu untuk mengatasi
kesulitan penggugat memperoleh informasi atau
data yang diperlukan, maka hakim dapat
memerintahkan badan atau pejabat TUN sebagai
pihak tergugat itu untuk memberikan informasi
atau data yang diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN)

8. Asas SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM


Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua
putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum
Asas2 Hukum Acara TUN
9. Asas peradilan berjenjang
Jenjang peradilan dimulai dari
tingkat yang terbawah yaitu
Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN), kemudian Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN),
dan puncaknya adalah Mahkamah
Agung (MA).
Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam
putusan pengadilan yang lebih rendah dapat
dikoreksi oleh pengadilan yang lebih tinggi.

Terhadap putusan yang belum mempunyai hukum


tetap dapat diajukan upaya hukum banding
kepada PTTUN dan kasasi kepada MA.

Sedangkan terhadap putusan yang telah


mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan
upaya hukum permohonan Peninjauan Kembali
(PK) kepada MA.
10. Asas pengadilan sbg upaya terakhir untuk
mendapatkan keadilan (ultimum remedium).
Sengketa Tata Usaha Negara sedapat mungkin
terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat
bukan secara konfrontatif. Penyelesaian melalui
upaya administratif yang diatur dalam Pasal 48
UUPTUN lebih menunjukkan penyelesaian ke
arah itu. Apabila musyawarah tidak mencapai
mufakat, maka barulah penyelesaian melalui
PTUN dilakukan.
11. Asas Obyektifitas.
hakim atau panitera, apabila terikat
hub sedarah, semenda sampai derajat
ke3 atau hubungan suami istri,
meskipun telah bercerai dgn tergugat,
penggugat, penasihat hukum atau
antara hakim dengan panitera, atau
hakim dan panitera tsb mempunyai
kepentingan lgsg atau tdk lgsg dgn
sengketanya
11. Asas KESEIMBANGAN

Yaitu keseimbangan
perlindungan antara
kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat (Psl 49,
Pasal 55 dan Pasal 67 ayat (1)
UU No. 5 Tahun 1986);
12. Asas putusan pengadilan
mempunyai kekuatan mengikat
“erga omnes”.

Sengketa TUN adalah sengketa


hukum publik, dengan demikian
putusan pengadilan TUN berlaku
bagi siapa saja, tidak hanya bagi
para pihak yang bersengketa
Putusan bersifat Orga Omnes, karena
sengketa administrasi merupakan
sengketa yang terletak dalam lapangan
hukum publik, maka putusan Hakim
Administrasi akan menimbulkan
konsekuensi mengikat
umum dan mengikat sengketa yang
mengandung persamaan, yang mungkin
timbul pada masa yang akan datang.
Asas-Asas diatas berpengaruh terhadap
persamaan dan perbedaan antara Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara dengan Hukum
Acara Perdata.
PERBEDAAN tersebut antara lain:
1. Pada Peradilan Tata Usaha Negara, hakim
berperan lebih aktif dalam proses persidangan
guna memperoleh suatu kebenaran materil dan
untuk itu undang-undang ini mengarah pada
pembuktian bebas.
2. Suatu gugatan Tata Usaha Negara pada
dasarnya tidak bersifat menunda pelaksanaan
Keputusan Tata Usaha Negara.
Sesuai dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat, maka
diberi kemudahan bagi warga masyarakat pencari
keadilan, antara lain:
1. Mereka yang tidak pandai membaca dan menulis
dibantu oleh Panitera Pengadilan untuk merumuskan
gugatannya.
2. Warga pencari keadilan dari golongan masyarakat yang
tidak mampu diberikan kesempatan untuk berperkara
secara cuma-cuma.
3. Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup
mendesak, atas permohonan penggugat, Ketua
Pengadilan dapat menentukan dilakukannya pemeriksaan
dengan acara cepat.
4. Penggugat dapat mengajukan gugatannya
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang
paling dekat dengan tempat kediamannya untuk
kemudian diteruskan ke Pengadilan yang
berwenang mengadilinya.
5. Dalam hal tertentu gugatan dimungkinkan
untuk diadili oleh Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman
penggugat.
6. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
dipanggil sebagai saksi diwajibkan untuk datang
sendiri.
Pada hakikatnya sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa tentang sah atau tidaknya suatu Keputusan
Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Berdasarkan hal ini dapat ditarik suatu KESIMPULAN
bahwa:
1. Yang dapat digugat dihadapan Peradilan Tata
Usaha Negara hanyalah Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
2. Sengketa yang dapat diadili oleh Peradilan Tata
Usaha Negara adalah sengketa mengenai sah atau
tidaknya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, bukan
sengketa mengenai kepentingan hak
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai