Anda di halaman 1dari 26

HUKUM AGRARIA

Dosen Pengampu:
Muh. Fakhruddin Zuhri,
S.H.I.,M.H
Kelompok 1:

Puji Rahmawati

1802036016

Nur Rahmawati Putri Niswati Salafia


1802036080 1802036042

Wahyuning Rum
1802036048
Sejarah Perkembangan Politik Hukum
Agraria di Indonesia
Hukum Agraria Sejak
01 Hukum Agraria
Sebelum Kemerdekaan
03 Tahun 1960 Hingga Era
Reformasi

Hukum Agraria Setelah Hukum Agraria Era


02 Kemerdekaan Hingga 04 Reformasi
Tahun 1960
01
Hukum Agraria Sebelum
kemerdekaan
“Hukum agraria pada masa sebelum kemerdekaan atau
pada masa kolonial telah ada sejak berdiri dan
berkuasanya VOC (Vernigde Oost Indische
Compagnie) hingga masa penjajahan Jepang. Pada
masa VOC terdapat sejumlah kebijakan di bidang
pertanian yang justru menindas rakyat.”
Kebijakan yang dimaksud
adalah:

Roerendiensten Verplichte leveranten


Contingenten
Dengan ketentuan bahwa Kebijakan mengenai kerja Suatu ketentuan yang diputuskan oleh
pajak hasil atas tanah kompeni dengan para raja tentang
rodi yang dibebankan
pertanian harus kewajiban meyerahkan seluruh hasil
kepada rakyat panen dengan pembayaran yang
diserahkan kepada
Indonesia yang tidak harganya juga sudah ditetapkan
penguasa kolonial
mempunyai tanah secara sepihak.
(kompeni).
pertanian.
Setelah kekuasaan VOC berakhir , pemerintahan Hindia Belanda melalui
Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)

Mengeluarkan kebijakana
menjual tanah-tanah rakyat
Indonesia kepada orang-
orang Cina, Arab maupun
bangsa Belanda sendiri
sehingga muncullah istilah
tanah partikelir.
Pemerintahan kemudian beralih ke Gubernur
Thomas Stanford Raffles pada tahun 1811

Pada masa Rafles semua tanah yang berada di


bawah kekuasaan pemerintah dinyatakan
sebagai eigendom government. Dengan dasar ini
setiap tanah dikenakan pajak tanah atau lebih
dikenal dengan kebijakan Landrent.
Pada tahun 1830, pemerintahan Hindia Belanda
dipimpin oleh Gubernur Jenderal Johanes van den
Bosch.
Bosch menetapkan kebijakan agraria yang
dikenal dengan sistem Tanam Paksa atau
Cultuur Stelsel. Dalam sistem tanam paksa ini
petani dipaksa untuk menanam suatu jenis
tanaman tertentu yang secara langsung
maupun tidak lengsung dibutuhkan oleh pasar
internasional pada waktu itu.
Kebijakan hukum di bidang agraria di zaman Hindia
Belanda yang masih dirasakan sampai sekarang
pengaruhnya adalah diberlakukannya Agrarische
Wet(AW).
Agrarische Wet stb 1870 No. 55 berisi:
Gubernur Jenderal menjaga
agar pemberian hak erfacht Tanah-tanah yang
tidak melanggar hak-hak bangsa
Pemberian hak erfachtax75 dibuka bangsa
Tahun Indo Indonesia tidak
dikuasai Gubernur
Jenderal, kecuali
untuk kepentingan
umum dan tanaman
Tanah-tanah yang diperintahkan
bangsa Indonesia penguasa menurut
dengan hak pakai peraturan dengan
turun temurun ganti rugi
dapat diberikan Penyewaan tanah oleh
hak eigendom bangsa Indonesia
dodasarkan pada ordonantie
Pada Masa Penjajahan Jepang
Kebijaksanaan pemanfaatan tanah dan penguasaan tanah
tidak tertib akibat kekacauaan di bidang pemerintahan.
Selain itu, tujuan utama dari kebijakan di bidang agraria
adalah untuk menunjang kepentingan Jepang. Pada masa
itu juga mulai terjadi akupasi liar pada tanah-tanah
perkebunan atau penebangan liar dan usaha
pengembalian kembali perkebunan milik Belanda serta
terjadi kerusakan fisik tanah karena politik bumi hangus
dan penggunaan tanah melampaui batas kemampuannya.
02
Hukum Agraria Setelah
Kemerdekaan Hingga Tahun
1960
Sejak pengakuan kedaulatan oleh Belanda atas Indonesia
pemerintah mulai menata kembali pendudukan tanah oleh
rakyat sebagai berikut : Pemakaian tanah-tanah
perkebunan yang berlokasi di
Mendata kembali berapa luas daerah pegunungan tersebut
tanah dan jumlah penduduk dikuatirkan akan menimbulkan
yang mengusahakan tanah- bahaya erosi dan penyerapan
tanah perkebutan untuk air.
usaha pertanian.
Karena alasan ini dibuatlah UU No: 8 Tahun 1945
Pendudukan tanah perkebunan yang Pemakaian tanah-tanah
hampir dialami oleh semua oleh rakyat di beberapa
perkebunan lambat laun akan daerah menimbulkan
menghambat usaha pembangunan ketegangan dan
kembali suatu cabang produksi yang kekeruhan yang
penting bagi negara serta membahayakan
memperlambat pesatnya kemajuan keamanan dan ketertiban
produksi hasil-hasil perkebunan umum.
yang sangat diperlukan.
Isi UU No. 08 Tahun 1954

Tahap pertama : Tahap kedua:


apabila perundingan sebagaimana dimaksud pada
terlebih dahulu diusahakan agar agenda angka 1 ( satu ) tidak berhasil, maka dalam rangka
segala sesuatu dapat dicarikan penyelesaian penggarapan tanah perkebunan tersebut
penyelesaiannya atas dasar kata sepakat akan mengambil kebijakan sendiri dengan
antar pemilik perkebunan dengan memperhatikan: Kepentingan rakyat dan kepentingan
rakyat/penggarap. penduduk, letak perkebunan yang bersangkutan, dan
Kedudukan perusahaan perkebunan didalam sususan
perekonomian negara.
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan
peraturan tentang larangan pendudukan
tanah tanpa ijin yang berhak yaitu UU
NO. 51 Prp. Tahun 1960
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lain sebagai
berikut :
UU No. 19 Tahun 1956 tentang :
penentuan perusahaan/Pertanian UU No. 29 Tahun 1956 tentang :
Milik Belanda yang Dikenakan Peraturan Pemerintah dan Tindakan-
Nasionalisasi Tindakan Mengenai Tanah Perkebunan

01 02 03 04 kebijakan
lain

UU No. 28 Tahun 1956 Tentang Ketentuan lain yang menyangkut


Pengawasan Pemindahan Hak Atas pemakaian tanah-tanah milik
Tanah Hak Atas Tanah Perkebunan warga negara Belanda yang
kembali ke negerinya
03
Hukum Agraria Sejak Tahun 1960
Hingga Era Reformasi
Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri
Pertanian Soenaryo, kerjasama Departemen Agraria, Panitia
Ad Hoc DPR, dan Universitas Gadjah Mada membuahkan
rancangan UU agraria. Melalui perdebatan politis dan
kompromi, RUU itu disetujui DPR-GR pada 24 September
1960 sebagai UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria atau dikenal dengan Undang-Undang
Pembaruan Agraria (UUPA).
UUPA antara lain mengatur pembatasan Dengan landasan UUPA, dimulailah
penguasaan tanah, kesempatan sama program reforma agraria. Pelaksanaan
bagi setiap warga negara untuk program ini ditandai dengan program
memperoleh hak atas tanah, pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan
pengakuan hukum adat, serta warga Pemerintah No 10 Tahun 1961, untuk
negara asing tak punya hak milik. mengetahui dan memberi kepastian hukum
Tanggal ditetapkannya UUPA, yakni tentang pemilikan dan penguasaan tanah.
24 September, kemudian dijadikan Kemudian penentuan tanah-tanah berlebih
Hari Tani –rezim Soeharto atau melebihi batas maksimum pemilikan
menggantinya sebagai Hari Ulang yang selanjutnya dibagikan kepada petani
Tahun UUPA, menganggapnya hanya tak bertanah. Termasuk juga pelaksanaan
sebagai peristiwa di masa lalu. UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian
Bagi Hasil (UUPBH).
Memasuki paruh 1990-an hingga reformasi, lanjutnya, kepemilikan tanah sebagai
imbas dari pembangunan dan investasi membabi buta, mengerucut ke dua pihak,
BPN dan Perhutani. “Artinya, masyarakat adat yang mendiami tanah hutan, tanah
terlantar yang dilindungi, akhirnya kian terpinggirkan. Sedang perusahaan
pemegang hak pemanfaatan tanah makin merajalela membangun, memproduksi,
dan menguasai tanah warga. Paradigma yang terus diimitasi ini membuat konflik
agararia kian berjamuran,”
ekskalasi konflik agraria terus meningkat sejak era SBY hingga Jokowi. “Dalam
sepuluh tahun ada sekitar 1.700 konflik agraria. Di era Jokowi, konflik agraria
pada 2016 mencapai 450 dan tahun lalu konflik meningkat jadi 689 di seluruh
daerah,
04
Hukum Agraria Sejak Era
Reformasi
Semangat pembaruan
agraria kembali muncul
pasca kejatuhan
Soeharto, yang
menandakan masuknya
era Reformasi. Diawali
dengan dikeluarkannya
Ketetapan MPR Nomor
9 Tahun 2001, yang
memerintahkan agar
dilakukannya
pembaruan agraria,
mengacu pada UUPA
1960.
Adapun aturan-aturan hukum yang menjadi dasar
hukum pembangunan dan pembaharuan hukum
Hukum agrarian di era reformasi ini masih agrarian yang berlaku pada masa ini adalah:
berdasarkan ketentuan UUD1945 pasal 33 ayat (3)
dan pasal 18B UUD 1945 hasil amandemen • UUD1945 hasil amandemen yang diatur
tentang eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Hukum
dalam pasal 18 B ayat (2) dan ketentuan
Adat.Selanjutnya adalah UUPA sebagai hukum
khusus yang mengatur agrarian, namun diupayakan pasal 33 ayat (3).
untuk dilakukan perubahan-perubahan dengan
lahirnya TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang • UUPA (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960)
Pembaharuan Hukum Tanah dan Pengelolaan dan peraturan pelaksanaannya yang disesuaikan
Sumber Daya Alam. dengan kondisi sekarang.

• Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang


Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam.
Pada era ini, kedudukan Badan
Pertanahan Nasional (BPN)
sebagai satu-satunya lembaga
yang diberikan kewenangan
mengelola bidang pertanahan,
baik secara nasional, regional
dan sektoral.

Namun, di era ini ego sektoral dalam pengurusan sumber


daya alam masih terasa. Dalam hal ini gaya Orde Baru masih
menjadi tren. Ditambah kondisi ekonomi yang masih
bergantung pada modal asing, membuat land reform sulit
diimplementasikan secara sempurna
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai