DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun :
ILMU HUKUM
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan politik hukum agraria ?
2. Bagaimana sejarah berlakunya politik hukum agraria di Indonesia ?
3. Apa landasan dasar politik hukum agraria ?
BAB II
PEMBAHASAN
Agrarische Wet lahir atas desakan pengusaha besar swasta, hal ini dikarenakan
pada sejak tahun 1830 tengah giat-giatnya dilaksanakan cultuur stelse (peraturan
tanam paksa) kemudia pengusaha swasta untuk memperoleh tanah perkebunan dalam
jumlah yang besar sangat terbatas. Sementara politik monopoli negara dalam
pengusahaan tanaman-tanaman ekspor, bagi pengusaha-pengusaha swasta yang belum
memiliki tanah sendiri yang luas dengan hak eigendom, dengan sebutan “tanah
patikelir” tidak ada kemungkinan untuk memperoleh tanah yang diperlukannya
dengan hak yang kuat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Satu-satunya yang
1
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 13
2
Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,2015),Hlm. 24-25
boleh dilakukan hanya diadakan dengan jangka waktu paling lama 20 tahun, kecuali
untuk tanaman kelapa yang jangka waktunya boleh sampai 40 tahun.3
Tujuan Agrarische Wet yang utama adalah utuk membuka kemungkinan dan
memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha agar dapat berkembang di Hindia
belanda. Jadi memberikan dasar bagi berkembangnya perusahan-perusahaan besar
swasta. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka ada beberapa kebijakan pemerintah,
yaitu:
b. Agrarische Besluit
Agrarische Besluit (koninklijke besluait) S 1870-118 hanya berlaku
untuk jawa dan madura. Hal pokok yang sangat penting dalam pelaksanaan
Hukum Adminstratif Hindia Belanda adalah persyaratan “domein verklaring”
yang merupakan asas yang tertuang dalam pasal 1 agrarische besluit yang
menyatakan: “bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan
3
Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2015),Hlm. 26
sebagai hak eigendom nya adalah domein (milik) negara”. Asas ini dinilai oleh
bangsa indonesia kurang menghargai, bukan memperkasai hak-hak rakyat atas
tanah yang bersumber pada hukum adat.4
Fungsi domein verklaring dalam praktik pelaksanaan perundang-
undangan pertanahan adalah:
Sebagai landasan hukum bagi pemerintah yang mewakili negara sebagai pemilik
tanah untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam
KUHPerdata, seperti hak erfpacht, hak opstal, dan lainnya.
Dibidang pembuktian pemilikan, setiap tanah harus ada pemiliknya,, dan setiap
pemilik tanah harus dapat membuktikan kepemilikan hak atas tanahnya, akalu
tidak maka tanah tersebut dalah tanah milik negara.
Hukum Tanah yang Dualistik : Akibat dari politik hukum pertahanan hindia
belanda, maka hukum pertanahan berstruktur ganda atau dualistik, yaitu disatu
pihak berlaku hukum tanah adat yang bersumber pada hukum adat dan dilain
pihak berlaku hukum tanah barat yang pokoknya ketentuannya terdapat dalam
buku II KUHPerdata, yang merupakan hukum tertulis.
Dengan demikian dibidang penguasaan dan pemilikan tanah terdapat
perbedaan hukum yang berlaku. Untuk golongan eropa dan yang dipersamakan
dengan itu dan golongan timur asing berlaku hukum tanah barat yang berdasarkan
ketentuan yang terdapat dalam buku II KUHPerdata. Sedangkan untuk golongan
Bumi putera (pribumi) berlaku hukum tanah adat yang bersumber pada hukum
adat. Sehingga terdapat adanya tanah-tanah yang dikuasai dan di haki dengan hak-
hak atas tanah berdasarkan hukum tanah barat (KUHPerdata).
4
Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2015),Hlm. 2
terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum agraria di Indonesia, terutama
hukum dibidang pertanahan.
UUPA merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena
didalamnya memuat program yang dikenal dengan panca program agraria reform
Indonesia, diantaranya :
Pembaruan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasional
dan pemberian jaminan kepastian hukum.
Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi colonial atas tanah
Mengakhiri penghisapan feudal secara berangsur-angsur.
Perombakan pemilikkan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang berhubungan dengan pengusahaan tanah mewujudkan
pemerataan kemakmjran dan keadilan , yang kemudian dikenal sebagai
program landreform.
Perencanaan persediaan dan peruntukkan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalmnya serta penggunaanya secara terencana, sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya. 5
Dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD ini menunjukan sifat imperatif,
karena mengandung perintah kepada negara agar bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya, yang diletakan dalam penguasaan negara itu
dipergunakan sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sehingga dengan berlakunya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maka
dengan sendirinya Domein Verklaring sebagaimana yang dimuat dalam
Agrarische Besluit Stb. 1970 Nomor 118, yang menyatakan bahwa negara
sebagaimana pemilik atas tanah diseluruh wilayah Indonesia sepanjang pihak
(orang) tidak dapat menunjukkan tanda bukti haknya, menjadi berlaku.
5
Soerapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, (Jakarta : Universitas Indonesia pers ), 1986
Perkataan “menguasai” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bukanlah berarti
dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada
Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada
tingkatan tertinggi:
B. Politik Agraria
Politik hukum agraria adalah kewenangan atau kekuasaan untuk mengatur
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan unsur-unsur agraria yang
meliputi bumi, air, dan ruang angkasa (dalam batas-batas tertentu) yang dituangkan
dalam kebijakan policy yang tertuang dalam kaidah-kadah hukum agraria.
Sedangkan politik hukum agraria yang ada di Indonesia apabila dilihat dari
aspek kesejarahan ternyata melalui perkembangan yang panjang jauh sebelum
berdirinya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Diantara masa
itu adalah masa penjajahan Belanda. Pada masa-masa tersebut, politik hukum agraria
cenderung tidak berpihak pada kepentingan masyarakat melainkan sangat
menguntungkan bagi kepentingan kaum penjajah. Hal ini karena ketentuan-ketentuan
tersebut bersifat diskriminatif dan menindas bangsa Indonesia, terlebih dengan adanya
politik tanam paksa.6
Dasar politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil
bumi/ bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian di jual dengan
harga yang setinggi-tingginya. Tujuannya ialah untuk mencari keuntungan sebesar-
besarnya bagi diri pribadi penguasa kolonial yang merangkap sebagai penguasa
kolonial yang merangkap sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh
pengusaha-pengusaha belanda dan eropa.7
6
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia Jilid 1, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004), Hlm.13
7
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 25
Sistem kolonial ditandai oleh empat ciri pokok yaitu :
1. Prinsip dominasi terwujud dalam kekuasaan golongan penjajah yang minoritas
terhadap penduduk bumi pribumi yang mayoritas. Dominasi ini di topang oleh
krunggulan militer kaum penjajah dalam menuasai dan memerintah penduduk
pribumi.
2. Ekspliotasi atau pemerasan sumber kekayaan tanah jajahan untuk kepentingan
negara penjajah. Penduduk pribumi diperas tenaga dan hasil produksinya untuk
diserahkan kepada pihak penjajah.
3. Diskriminasi atau perbedaan ras dan etnis. Golongan penjajah dianggap sebagai
bangsa yang superior, sedangkan penduduk pribumi dijajah dipandang sebagai
bangsa yang rendah dan hina.
4. Dispensasi atau ketergantungan masyarakat jajahan terhadap penjajah. Masyarakat
terjajah makin bergantung kepada penjajah dalam hal modal, teknologi,
pengetahuan, dan keterampilan karena mereka semakin lemah dan miskin.8
Politik agraria kolonial dimuat dalam Agrarische wet stb.1870 No. 55, yang
mengandung dua maksud yaitu memberikan kesempatan kepada perusahaan-
perusahaan pertanian swasta untuk berkembang di Hindia-Belanda (Indonesia),
disamping itu melindungi hak-hak rakyat Indonesia atas tanahnya.9
Ada dua tujuan politik agraria kolonial yang dijelmakan dalam Agrarische
Wet, yaitu :
8
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 25
9
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 26
Pemerintah hanya boleh mengambil tanah bumiputra apabila diperlukan
untuk kepentingan umum atau untuk tanaman-tanaman yang diharuskan dari
pihak atasan dengan memberi ganti rugi
Bumiputra diberi kesempatan mendapat hak atas tanah yang kuat, yaitu
eigendom bersyarat (agrarische eigendom)
Diadakan peraturan sewa menyewa antara bumiputra dengan bukan
bumiputra
12
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 28
13
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 29
Orang timur asing14
14
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 29
15
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 29
16
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 30
Setelah Negara Republik Indonesia merdeka dan berdaulat pada tanggal 17
Agustus 1945, maka politik hukum agraria sedikit demi sedikit dilakukan perubahan
dan perbaikan dari ketentuan Hukum Agraria Nasional. Pada masa Hukum Agraria
Nasional, politik hukum agraria ditentukan dengan masa sebelum diundang
undangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria; dan masa
diberlakukannya UUPA sampai sekarang.17
17
Muchsin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Presektif Sejarah, (Bandung: PT Reflika Aditama,2007), Hlm.38
18
Muchsin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Presektif Sejarah, (Bandung: PT Reflika Aditama,2007), Hlm.40
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum agraria di Indonesia dibagi menjadi 2 yaitu Hukum agraria Kolonial
yang berlaku Pra Kemerdekan bahkan berlaku sebelum diundangkannya UUPA dan
Hukum Agraria nasional yang berlaku setelah diundangkannya UUPA. Hukum
Agraria Nasional adalah sebagai salah satu bidang hukum yang merupakan alat untuk
mewujudkan tujuan cita-cita Negara Indonesia. Tujuan politik Hukum Agraria
Nasional berbeda dengan tujuan politik Hukum Agraria Kolonial. Jika tujuan politik
Hukum Agraria Kolonial jelas berorientasi pada kepentingan penguasa kolonial itu
sendiri, sedangkan politik hukum Agraria Nasional merupakan alat bagi
pembangunan masyarakat Indonesia yang sejahtera, bahagia, adil, dan makmur.
DAFTAR PUSTAKA
Chomzah, Ali Achmad . 2004 . Hukum Agraria Pertanahan Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Muchsin . 2007 . Hukum Agraria Indonesia Dalam Presektif Sejarah . Bandung: PT Reflika
Aditama