Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM AGRARIA

Disusun Oleh:

YASMINE SYALLILA ADINDA

(30301900347)

Dosen Pengampu : Dr. H. Umar Ma'ruf, SH., Sp.N., M.Hum

Mata Kuliah : Hukum Agraria

Kelas : Unggulan

Semester : Semester 4

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. AGRARISCHE WET

Agrarische Wet merupakan undang-undang (dalam bahasa Belanda


disebut wet‟) yang dibuat oleh kerajaan Belanda pada tahun 1870. Undang-
diberlakukan pada tahun 1870 oleh Engelbertus de Waal (menteri jajahan)
sbg reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Jawa. Latar
belakangan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet)
diantaranya karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat.
Politikus liberal yang kala itu berkuasa di Belanda tak setuju dengan Tanam
Paksa di Jawa dan berhasrat menolong warga Jawa sambil sekaligus
keuntungan ekonomi dari tanah yang dijajah dengan mengizinkan berdirinya
sebanyak perusahaan swasta.

Undang-undang ini merupakan landasan hukum bagi aturan-aturan yang


akan dikeluarkan oleh pemerintah kolonial dalam kaitan pembagian atas
penguasaan tanah-tanah baik oleh pemerintah, masyarakat pribumi maupun
nonpribumi.

“Hukum Agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dibatasi pada


perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan
hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya dibidang
pertanahan”

Berlakunya kebijakan ini, selain sebagai dasar hukum atas kepemilikan


tanah, juga merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap kepemilikan
tanah terutama masyarakat pribumi. Masyarakat pribumi dilindungi haknya
atas kepemilikan tanah dan dibebaskan dalam penggunaannya. Orang-orang
Eropa tidak bisa dengan leluasa menguasai tanah masyarakat pribumi dengan
alasan apapun. Larangan tersebut berlaku juga bagi pejabat pemerintah
kolonial kecuali dalam hal-hal tertentu, seperti untuk pembangunan sarana
atau perluasan kota dan desa.

Undang-Undang Agraria 1870 merupakan awal dari liberalisasi ekonomi


yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Kebijakan ini merupakan bentuk
perubahan asas ekonomi dari monopoli menjadi ekonomi liberal. Maksud dari
ekonomi liberal sebagaimana yang diungkapkan oleh Deliarnov (2007: 32)
bahwa:

“...menghendaki agar pemerintah sedapat mungkin tidak terlalu


banyak campur tangan mengatur perekonomian. Biarkan sajalah
perekonomian berjalan dengan wajar tanpa campur tangan
pemerintah. Nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands)
yang akan membawa perekonomian tersebut kearah keseimbangan”.
Kekuasaan pemerintah kolonial terhadap perekonomian sedikit demi
sedikit dikurangi dengan pembatasan kekuasaan atas tanah dan berlakunya
sewa dan jual beli tanah. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah kolonial
secara bertahap menyerahkan perekonomian kepada pihak swasta.

Tujuan dikeluarkannya UU Agraria 1870

1. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal
asing.
2. Memberi peluang untuk pemodal asing untuk menyewa tanah dari
warga Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika
Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain.
3. Membuka kesempatan kerja untuk warga untuk menjadi buruh
perkebunan.

Dampak dikeluarkannya UU Agraria diantaranya. Perkebunan diperluas,


patut di Jawa maupun di luar pulau Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh
perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.

B. Agrarische Besluit
Ketentuan-ketentuan Agrarische Wet pelaksanaannya diatur lebih lanjut
didalam peraturan dan keputusan. Salah satu keputusan yang paling penting
adalah apa yang dimuat dalam Koninklijk Besluit yang kemudian dikenal
dengan nama, Agrarische Besluit, S. 1870-118.

Agrarische Besluit terdiri dari 3 Bab, Yaitu :


1. Pasal 1-7 Tentang Hak Atas Tanah
2. Pasal 8-8b Tentag Pelepasan Tanah
3. Pasal 19-20 Tentang Peraturan Campuran

Pada Pasal 1 AB tersebut dimuatkan satu pernyataan asas yang sangat


penting bagi perkembangan dan pelaksanaan hukum tanah administratif
Hindia Belanda. Asas tersebut dinilai sebagai kurang menghargai, bahkan
“memperkosa” hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber kepada hukum
adat.

C. Domein Verklaring

Pada pasal 1 Agrarische Besluit memuat pernyataan yang dikenal dengan


“Domein Verklaring” (Pernyataan Kepemilikan). Dinyatakan dalam pasal 1 AB
tersebut :

“Behoudens opvolging van de tw;eede en derde bepaling der voomelde


wet, blijft het beginsel genhandhaafd, da alle grond, waarop niet
anderen reghtvan eigendom wordt bewezen , domein van de staat is”
Yang dijika diterjemahkan sebagai berikut:

“Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal 2 dan 3


Agrarische wet, tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang
pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah
domein negara (milik negara)”

Asas domein (domein beginsel) atau pernyataan domein berdasarkan pasal 20


Agrarische Besluit hanya berlaku di Jawa dan Madura. Dengan Stb. 1875 No. 119a,
pernyataan domein itu berlaku juga untuk dearah luar Jawa dan Madura. Pernyataan
yang dimumat dalam Stb. 1870 No.118 dan Stb. 1875 No 119a itu bersifat umum
(Algemene Domein Verklaring) yang berisi :

“semua tanah yang kosong dalam daerah pemerintahan langsung adalah


domein negara, keculia yang diusahakan oleh para penduduk asli dengan
hak-hak yang bersumber pada hak pembukaan hutan. Mengenai tanah-tanah
negara tersebut kewenangan untuk memutuskan pemberiannya kepada pihk
lin hanya ada pada pemerintah, tanpa mengurangi hak yang sudah dipunyai
oleh penduduk untuk membukanya”

Maksud pernyataan domein khusus tersebut adalah untuk menegeskan agar tidak
ada keraguan bahwa satu-satunya penguasa yang berwenang untuk memberikan
tanah-tanah yag dimaksudkan itu kepada pihak lain adalah perintah. Pernyataan
domein khusus berlaku bagi daerah sumatra diatur dalam Stb. 1874 No. 94f,
manado dalam Stb. 1877 No. 55 dan untuk Kalimantan Selatan/Timur Stb. 1888 No.
58.

Dengan adanya pernyataan domein, maka tanah hindia belanda (Indonesia) dibagi
menjadi 2 jenis yaitu :

a) Vrijlands Domein atau tanah negara bebas


Yaitu tanah yang diatasnya tidak ada hak atas bumi putera.
b) Onvrijland Domein atau tanah negara yang tidak bebas
Yaitu tanah yang diatasnya ada hak penduduknya maupun desa.

Dalam praktiknya Domein Verklaring mempunya 2 fungsi yaitu:

1) Sebagai landasan hukum bagi pemerintah kolonial untuk dapat memberikan


tanah dengan Hak Efpacht.
2) Untuk keperluan pembuktian kepemilikan, yaaitu apabila negara berperkara
maka negara tidak perlu membuktikan hak eigendomnya ats tanah, tetepi
pihak lainlah yang wajib untuk membuktikan hak eigendomnya.

Pada masa berlakunya Domein Verklaring terdapat hak atas tanah yang diciptakan
oleh pemerintahan Hindia Belanda yang tidak termasuk kedalam KUHperdata. Hak
atas tanah itu adalah hak agrarische eigendom, yaitu hak yang berasal dari hak milik
adat yang atas permohonan pemiliknya melalui suatu prosedur tertentu ;diakui
keberadaannya oleh pengadilan. Hak ini diatur dalam Koninklijk Besluit Std. 1873
No. 38.

Serta pada masa berlakukanya domein verklaring, kesultanan yogyakarta juga


mendapatkan ketentuan semacam domein verklaring;, yang dimuat dalam rijksblad
Yogyakarta tahun 1918 No. 16

Anda mungkin juga menyukai