Anda di halaman 1dari 12

PERJALANAN KEBIJAKAN PERTANAHAN INDONESIA

Agraria adalah akibat dan kapitalisme adalah sebab, istilah ini tepat menggambarkan perjalanan panjang sejarah agraria di Indonesia. Politik agraria yanglahir dari rezim VOC,Orde lama, Orde Baru hingga pemerintahan Indonesia sekarang yang mencerminkan sikap dan cara mereka dalam menghadapi pertumbuhan kapitalisme. Inilah Perjalanan Kebuijakan Pertanahan Indonesia. Abad 17-18 (LAHIRNYA VOC)
-

Pada tahun 1720 diberlakukan kebijakan Preanger Stelsel di tanah Lahirnya UUPA Agraria Tahun 1870 maka tanam paksa kopi

Pasundan. VOC mewajibkan menanam kopi dan harga sudah ditentukan. dihentikan karena adanya perlawana para petani.

Tahun 1800 (Berlakunya DOMEIN VERKLARING)

Gubernur Jendral Deandles (1800-1811) pembangunan jalan pantura Gubernur Raffle (1811-1815) memberlakukan Teori Domein

Verklaring yaitu tanah yang tidak bias dibuktikan secara tertulis dikuasai oleh negara. Pembayaran pajak bervariatif berdasarkan komunal. Inilah awal mula adanya pajak tanah dalam arti modern akan tetapi ini pula awal kesalahpahaman konsep Hak Menguasai Negara menjadi Hak Memiliki Negara. Van Der Cappelen (1816-1826)meletakkan kebijakan penjaminan kepada petani untuk menikmati hasil tanah secara bebas, aslkan rakyat membayar pajak. tanah Sejak UUPA Agraria Tahun 1870 lahir banyak konflik contohnya pemberontakan petani di perkebunan Ciamis (1905) dan kasus Gempolsewu di Kendal (1920-an) kemudia pemberontakan petani Sumatra Timur. Seluruh konflik itu bersumber dari hak erpacht Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet atau Undang-Undang Agraria 1870, UU ini memberikan perusahaan perkebunan ratusan hektar

(sekarang HGU) yang melahirkan perkebunan besar dan penggusuran petani kecil. Tahun 1870 (Hukum Agraria Kolonial) Politik Pertanahan pada tahun 1870 merupakan politik pertanahan kolonial yang dituangkan dalam Agrarische Wet (AW).
-

Agrarische Wet (AW) adalah suatu undnag-undang (dalam bahasa Belanda disebut wet) yang dibuat dinegeri Belanda pada tahun 1870.

- Agrarische Wet (AW) lahir atas desakan penguasa swasta. Agrarische Wet

(AW) dituangkan dalam Stadblad 1870 no 55, menyempurnakan RR (regering reglements) tahun 1854.
- Agrarische Wet (AW) mengukuhkan control perusahaan swasta terhadap

penggunaan tanah dilingkungan masyarakat peribumi.


- Agrarische Wet (AW) berakibat para sultan di pantai timur Sumatra

mengobral tanah dalam jumlah ratusan ribu hektare kepada perusahaan perkebunan besar di Sumatra Timur. - UU Agraria 1870 tidak membatasi modal asing untuk melakukan operasinya baik di Jawa maupun luar Jawa, tetapi melindungi hak orangorang Indonesia atas tanah jauh dari harapan. Ditambah pula sikap raja Jawa dan sultan di Jawa dan di luar Jawa yang tergiur memberikan konsesi secara luas kepada pemodal asing. Tujuan Agrarische Wet (AW) adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para penguasa swasta agar dapat berkembang di Hindia-Belanda. Tahun 1942-1945 (Datangnya Jepang dan Munculnya KMB) Pada masa pendudukan Jepang, rakyat diwajibkan menanam tanaman pangan untuk pertahanan perang tentara Jepang.
-

Berpuluh-puluh onderneming dengan berpuluh-puluh ribu hektar

tanah disulap jadi tanah pertanian seperti jagung, singkong, huma, kapas dan jarak. Situasi agraria untuk kepentingan perang Jepang berlangsung hingga agustus 1945. Munculnya kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 23

Desember 1942, isi perjanjian yang sangat merugikan rakyat indonesia sebagai berikut: 1. Belanda menggunakan istilah penyerahan kedaulatan bukan penyerahan 2. Kedaulatan tidak diserahkan kepad RI Proklamsi 17 Agustus 1945 namun kepada RIS 3. Irian Barat disanderas dengan janji dalam waktu setahun akan dilakukan jajag pendadpat (plebisit) 4. Belanda menuntut tentara RIS adalah KNIL semaentara RI adalah TNI 5. Perkebunan-perkebunan besar yang diduduki rakyat diserahkan kepada pemilik semula 6. Sebagian hutang Belanda yang dibeli untuk memerangi Indonesia pada waktu lalu menjdi utang Indonesia 7. Negara RIS berada dalam kesatuan Unie Indonesia Belanda yang dipimpin oleh Ratu Wilhelmina Pada Tahun 1956 perjanjian KMB dibatalkan secara sepihak oleh Indonesia menyusul tindakan nasionalisasi. Tahun 1945-1948 (Proklamasi kemerdekaan) UU Agrari 1870 dihentikan praktiknya pada Tahun 1945 pascaproklamasi kemerdekaan sebab tidak bisa dipergunakan untuk bangsa yang membebaskan dari penjajahan. Pada tahun 1947 masyarakat Ngandagan atas inisiatif Kepala Desa Soemotirto melakukan pembagian tanah dengan memperkuat system tenurial tradisional Pada Tahun1948 di Yogyakarta atas Penetapan Presiden No.16 tahun 1948 dibentuk panitia Agraria Yogya, tugasnya menyusun UU agraria baru pengganti agraria 1870 Tahun 1951-1959 (Nasionalisasi Perkebunan) a.

Pada tahun 1951 dibentuk Panitia Jakarta yang menghasilkan tiga Dianggap perlu adanya penetapan luas maksimum dan minimum

usulan :

b. c. a. b. -

Dapat memiliki tanah untuk usaha tani kecil WNI Pengakuan hak rakyat atas kuasa undang-undang Pembentukan hukum agraria penting : Asas domein (memiliki oleh negara) dihapuskan diganti dengan Hak Menguasai Oleh Negara Tanah pertanian dikerjakan dan diusahakan oleh pemiliknya. Pada Tahun 1956 perjanjian KMB dibatalkan secara sepihak oleh

Indonesia menyusul tindakan nasionalisasiperkebunan-perkebunan milik Belanda. Tahun1960 (Lahirnya UUPA atau Gerakan LANDREFORM) 1. 2. 3. Asas domein verklaring (memiliki oleh negara) diganti dengan asas Tanah pertanian dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya UUPA tidak hanya seabgai pengganti UU 1870 tetapi perombakan menguasai oleh negara. Sesuai dengan ketentuan pasal 38 ayat 3 UUDS 1950 Pada 24 April 1958 pemerinyah menyampaikan Rancangan UndangUndang Pokok Agraria (RUUPA) kepada DPR

total dari warisan system colonial Belanda. UU ini pun ditujukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, ada tiga prinsip UUPA
- Mengubah system agraria colonial ke system agraria nasional sesuai

dengan kepentingan negara dan rakyat Indonesia khususnya petani Indonesia;


- Untuk mengakhiri system dualism dan meletakkan dasar-dasar untuk

mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hokum pertanaha terutama didasarkan pada Hukum Adat
- Memberikan kepastian hokum mengenai hak atas tanah untuk rakyat

seluruhnya.
- UUPA dikenal sebagai gerakan Landreform, Presiden Soekarno

menegaskan bahwa landreform tidak dapat dipiahkan dari revolusi Indonesia. Landreform akan menghapuskan status tuan tanah, dan melalui Tahun 1962 (Deklarasi Bogor) landreform rakyat Indonesia akan meningkat produksi makanan.

Perombakan struktur penguasaan tanah atau landreform yang

redistribusi tanah yang berlangsung mulai dari tahun 1962 sampai 1965 diharapkan mampu mengalokasikan tanh selua 966.150 Ha, akan tetapi pelaksanaan redistribusi tanah tidak berjalan mulus , konflik berdarah tidak dapat dihindarkan.
-

Menyikapi hal tersebut presiden Soekarno pada tanggal 12 Desember

Tahun 1965-1968 (Pengingkaran UUPA Oleh Orde Baru)

1964 memanggil semua organisasi politik. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan Deklarasi Bogor -

Adanya gerakan G30 SPKI, Lahirnya rezim Orde Baru lahirnya Pada masa rezim Orde Baru UUPA secara praktik dijalankan, tetapi

revolusi hijau dan terbit Undang-Undang Penanaman Modal (UUPMA)No.1 Tahun 1967 maka UUPA diingkari. Pada masa orde baru UUPA dan landreform secara sistematia disingkirkan, kemudian dikeluarkan unadang-unadang pertambangan dan Kehutanan. Padahal Revolusi Hijau tanpa Reformasi Agraria tidak ada artinya. Revolusi Hijau benih padi unggulan diimpor, tenaga kerja wanita tidak berlaku karean teknologi agraria yang masuk diperuntukkan untuk kaum pria saja. Konflik Agraria (1968-2010) Orde Baru manipulasi terhadap pasal 33 UUD 1945 yang termuat dalam UUPA Hak Menguasai oleh Negara bukan hak memiliki tetapi hanya wewenang untuk mengatur dan mengurus;
-

Kewenangan untuk mengatur pada masa ordde baru bukan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat melainkan untuk sebesar-besar memfasilitasi kapitalis asing.

HGU dulunya hak erpact pada masa Soekarno akan dihapuskan tetapi masa Soeharto Konversi lahan pertanian ke non pertanian makin tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan konflik dan sengketa agraria sampai sekarang. Contohnya tahun 2010 kasus Tanjung Priok yang

Tahun 1970-an (Revolusi Agraria)


-

mempunyai warna panggung dan etnis bahkan sampai telah menjelma sampai ekspresi separatisme. Orde baru menganggap bahwa landreform dan UUPA tidak cocok

karena bertentangan dengan stabilitas pembangunan dan investasi asing yang membutuhkan tanah berlimpah. HPH dan perkebunan dipentingkan daripada pertania, bulog menjadi importer beras. Tahun 1973-1974 mulai banyak sengketa karena penduduk desa tidak Jalan pintas rezim orde baru adalah pinjaman dari luar negeri. Pada tahun 1980-an bank Dunia menginkan pembangunan waduk punya pekerjaan dan tanah akibat revousi agraria.

Kedung Ombo yang mampu mengairi sawah dan menjadi tenaga pembangkit listrik. Pembangunan waduk itu menggusur ribuan penduduk, puluhan desa dan waduk menajdi prestise waktu orde baru. Tahun 1990 (Berdirinya Badan Pertanahan Nasional) Sejak 1968 dan tegak berdirinya orde baru masalah tanah dan agraria dipersempit dan didudukkan dalam birokrsi departemen Dalam Negeri yakni Dirjen Agraria. Pada tahun 1990 menjadi Badan Pertanahan Nasional (BPN). Disini BPN berupaya mendistribusikan tanah kembali terutama yang dimiliki oleh negara. Sertipikasi tanah menjadi tugas istimewa bagi BPN agar pemilik Tahun 1999 tanah dapat berhubungan dengan pasar. a. Peristiwa : Mendagri selaku Kepala BPN, di daerah Tingkat II, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, dimana pada Pasal 11, kewenangan pertanahan dilimpahkan ke daerah. b. Nama Lembaga : BPN dipimpin oleh Mendagri dibantu oleh Wakil Kepala BPN Nasib waduk Kedung Ombo waktu rezim orde baru tumbang tidal algi terurus dan lambat laun mongering.

c. Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keppres Tahun 2000 Nomor 26 Tahun 1988
A. Keluar Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 tanggal 6 mei 2001

tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. - Nama Lembaga : BPN dipimpin oleh Mendagri dibantu oleh Wakil Kepala BPN - Tugas Lembaga : Mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan perundangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksaan yang ditetapkan oleh Presiden (masih tetap diatur dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1988) - Fungsi Lembaga : Bidang Pertanahan: 1. Penetapan persyaratan pemberian hak atas tanah; 2. Penetapan persyaratan landreform; 3. Penetapan standar administrasi pertanahan; 4. Penetapan pedoman biaya pelayanan pertanahan; 5. Penetapan Kerangka Dasar Kadastral Nasional dan pelaksanaan pengukuran Kerangka Dasar Kadastral Nasional orde I dan II - Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999
B. Keluar Keppres Nomor 95 Tahun 2000

- Nama Lembaga : Pada tingkat Pusat, tidak ada perubahan mendasar pada level eselon II, III, dan IV, kecuali penambahan Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Untuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota masih mengikuti Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 - Tugas Lembaga : 1. Pengaturan,peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah 2. Pengaturan hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah; 3. Pengaturan hubungan hukum antara orang-oang dan perbuatanperbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah. - Fungsi Lembaga : 1. Perumusan dan penetapan kebijakan umum, hokum serta kebijakan penanganan masalah pertanahan, yang meliputi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, hak-hak atas tanah dan pendaftaran tanah; 2. Koordinasi perumusan kebijakan dan perencanaan program di bidang pertanahan; 3. Perumusan dan penetapan kebijakan serta koordinasi inventarisasi data, pengukuran dan pemetaan tanah, penilaian tanah, serta pengembangan sistem informasi pertanahan; 4. Perumusan dan penetapan kebijakan tata laksana serta pelayanan pertanahan, yang meliputi tata guna tanah, penguasaan pemilikan tanah, hak-hak atas tanah dan pendaftaran tanah; 5. Perumusan dan penetapan kebijakan pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; 6. Perumusan dan penetapan kebijakan pengembangan sumber daya pertanahan, yang meliputi pendidikan dan pelatihan tenaga-tenaga pertanahan dan mitra kerja penyediaan sarana dan prasarana kerja teknis pertanahan. - Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000 sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988`

C. Terbit Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15

Tahun 2000 tanggal 2 November 2000 Nama Lembaga : BADAN PERTANAHAN NASIONAL Uraian tugas masing-masing unit kerja sesuai dengan Keppres Nomor 95 Tahun 2000; Dasar Hukum : Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 tahun 200 tentang Pelaksanaan Tugas-Tugas Badan Pertanahan Nasional Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000;
D. Keluar Keputusan Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun

2000 tentang Pedoman Kerja Perangkat Daerah tanggal 17 November 2000 Nama Lembaga : Badan Pertanahan Nasional Fungsi Lembaga perangkat kerja di daerah menjadi dinas; Dasar Hukum : Peraturan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000;
E. Keluar Perbaikan Keputusan Presiden Nomor 173 Tahun 2000

Tanggal 15 Desember 2000 Badan Pertanahan Nasional tetap dipimpin oleh Mendgri dan Otonomi Daerah Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 173 Tahun 200 tentang beberapa pasal Keputusan presiden Nomor 166 tahun 2000 yaitu Pasal 76,88,90 dan 91, Kepala Badan Pertanahan Nasional tetap meneri dalam Negeri Dan Otonomi Daerah.
F. Keluar Keputusan Presiden Nomor 178 tahun 2000 Tanggal 15

Desember 2000 isinya terpenting susunan Unit Eselon I di lingkungan Badan Pertanahan Nasional diatur Keputusan Presiden tersendiri selambatlambatnya 6 bulan;

Tahun 2006

Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan organisasi dan Tugas Lembaga Non Departemen;

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional
-

Menjelaskan tentang kedudukan,tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional

Tahun 2008
a. Diterbitkannya Pertauran Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2008 Tentang

Penyerdehanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Tertentu;
b. Penggantian Lambang Badan Pertanahan Nasional, dasar hukum

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.59 Tahun 2008 tanggal 24 Setember 2008. Tahun 2010
a. Menurut JOYO WINOTO Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan. Kenapa rakyat desa telah bekerja keras tetapi tetap miskin ? jawabannya karena rakyat tidak mempunyai akses kepada penguasaan dan pemilikan tanah. BPN RI akan berkonsentrasi untuk menjalankan dan mengembangkan mandate pelaksanaan reforma agraria dengan prinsip tanah untuk keadilan dan kemakmuran.
b. Pada tahun 2010 bangsa Indonesia memasuki tahun ke-50 dari

dilahirkannya UUPA, tetapi kenyataannya agraria Indonesia tidak menunjukkan keperbihakkannya pada rakyat di pedesaan umunya kaum petani di Indonesia. Bahkan lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967 1967 semakin menjauhkan tanah dari tangan rakyat bahkan penguaaan oleh negara yang justru jatuh ke tangan pemilik capital (domestic/asing). Tahun 2011 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kaus Pertanahan,


-

Bahwa pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan salah satu fungsi BadanPertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangkamenanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahanguna mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat;

Tahun 2012 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
- Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu melaksanakan pembangunan;
- Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan

umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil;bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan;
- Semakin tahun semakin bertambah permasalahan, kemiskinan serta

sengketa dan konlik pertanahan meningkat. Maria W.Sumardjono memberikan kritikan tentang adanya tumpang tindih peraturan agraria. Tidak jarang surat edaran di berbagai kementrian menyalahi yurisdiksi di atasnya berupa Peraturan Pemerintah atau bahkan Undang-Undang Kondisi yag disebut dengan the jungle of regulations.

Anda mungkin juga menyukai