Anda di halaman 1dari 8

Nama :

Kelas :
Fortofolio 3
MASA KEKUASAAN KERAJAAN BELANDA (1816-1942)
Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga
orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal.
Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru
(Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919,
kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen
(1816-1824). Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Sistem residen tetap dipertahankan,
2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan,
3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,
4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya
dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,
5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing
untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus
berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan
sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan
memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan
kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan
memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil
bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum
konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.
Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap
berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di
lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada
satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada
pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak
mengancam kehidupan penduduk.
Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi
negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk.
Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa)
diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri
induk.
A. Kebijakan Tanam Paksa ( culturur stelsel ) 1830-1870
Pelaksanaan ‘cultuur stelsel’ dalam prakteknya memberatkan kehidupan rakyat pribumi,
karena tidak sesuai dengan ketentuan ‘staatblad’. Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti
sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa inggris adalah culture system atau cultivation
system. Pengertian daricultuur stelsel sebenarnya adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk
menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkancultuur
stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanaman
dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya dapat dikenakan hukuman fisik yang amat
berat. Jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam, yaitu tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis,
kapas, merica (lada), dan kopi.
Menurut van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hokum adat yang menyatakan bahwa
barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya. Karena raja-raja
di Indonesia sudah takluk kepada Belanda, pemerintah Belanda menganggap dirinya sebagai
pengganti raja-raja tersebut. Oleh karena itu, penduduk harus menyerahkan sebagian hasil
tanahnya kepada pemerintah Belanda.
1.) Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
•Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon
Bonaparte sehingga menghabiskan biaya yang amat besar.
•Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
Belanda pada tahun 1830.
•Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan
termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden.
•Kas Negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
•Pemasukkan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
•Gagal mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga mengeksploitasi tanah
jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada Belanda.
2.) Aturan-Aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam Staatsblad(lembaran Negara)
tahun 1834 No.22, beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Bunyi dari
ketentuan tersebut adalah sebagai berikut.
•Persetujuan-persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di Eropa.
•Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi
seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki.
•Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi pekerjaan untuk
menanam padi.
•Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
•Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya
ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu diberikan kepada
penduduk.
•Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah.
•Bagi yang tidak memiliki tanhan akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik
milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
•Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-
pegawai Eropaa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Ketentuan-ketentuan tersebut dalam praktiknya banyak menyimpang sehingga rakyat banyak
dirugikan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain berikut ini.
•Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan cara-cara yang sangat memaksa.
•Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Sering kali juga
semua tanah rakyat digunakan untuk tanam paksa.
•Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor sering kali jauh melebihi pengerjaan padi.
•Kelebihan hasil panen sering kali tidak dikembalikan kepada petani.
•Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
•Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
•Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah malah dijadikan tenaga paksaan.
3.) Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia
Pelaksanaan system tanam paksa memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif
maupun negatif.
I) Dampak Positif
• Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
• Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor.
II) Dampak Negatif
• kemiskinann serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
• Beban pajak yang berat.
• Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.
• Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) sebagai akibat
dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, serta di Demak (1848) dan di
Grobogan (1849-1850) sebagai akibat kegagalan panen.
• Jumlah penduduk Indonesia menurun dengan sangat drastis.
B. Kebijakan Pintu Terbuka
Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno (ancient
imperialism), yaitu dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan
imperialism modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkanopendeur politiek, yaitu
politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka
tersebut diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.Pada tahun 1870,
Politik Kolonial Konservatif secara resmi diganti menjadi Politik Pintu Terbuka Politik Pintu
Terbuka (Open Door Policy) atau Politik Kolonial Liberal diberlakukan sejak 1870..
Latar Belakang Sistem Politik Ekonomi Liberal
Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi hanya
memberikan keuntungan kepada pihak Belanda secara besar-besaran.
•Berkembangnya paham liberalism sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi untuk
diteruskan.
•Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda
menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar para pengusaha Belanda
sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
•Adanya traktar Sumatera (1871) yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan
system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.
Pada periode ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi), tanah
rakyat dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Oleh karena itu, terdapat kebebasan
dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
Maksud dari paham ini yaitu pihak swasta diberi kesempatan membuka usaha atau
menanamkan modalnya di Indonesia. Sebagai langkah awal perubahan itu, maka diterapkan
peraturan-peraturan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabliliteits Wet) tahun 1864 yang mewajibkan
anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh parlemen dan melarang mengambil
keuntungan dari tanah jajahan.
2. Undang-Undang Gula (Suikers Wet) tahun 1870 yang mengatur perpindahan perusahaan
ke tangan swasta.
3. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 yang menetapkan dasar-dasar
politik tanah. Menurut undang-undang yang dicetuskan Mr. De Waal, seorang menteri
jajahan dan perniagaan, pengusahan swasta diberi kesempatan menyewa tanah negara untuk
75 tahun atau tanah petani untuk 2 tahun atau 5 tahun.
Latar Belakang Politik Pintu Terbuka
Adapun latar belakang diterapkannya kebijakan pintu terbuka antara lain: Perubahan politik
di Belanda. Pada tahun 1850, Partai Liberal Belanda memenangkan pemilu. Berkembangnya
paham liberalisme di Belanda tidak terlepas dari Revolusi Prancis dan Revolusi. Awal dari
terbentuknya sistem politik ini adalah traktat Sumatera yang dilakukan pada tahun 1871,
dengan perjanjian tersebut pihak Belanda bisa memperluas kekuasaan sampai wilayah Aceh.
Hal ini tentu saja menguntungkan, mengingat bahwa Indonesia merupakan sumber rempah-
rempah dunia. Kolonialisme Inggris yang didorong oleh Gold, Glory, dan Gospel tentu saja
menginginkan rempah nusantara.
Saking hebatnya produksi rempah-rempah Indonesia, Belanda harus menggunakan pelayaran
hongi untuk mengontrol produksinya agar dapat tetap dimonopoli. Dengan adanya
kesepakatan dalam politik terbuka ini, pengusaha yang hendak menanamkan modal menjadi
lebih terjamin keamanan modal dan usahanya.
Ciri-Ciri dari Politik Pintu Terbuka
A. Indonesia Hanya Menjadi Pengawas
Indonesia, yang saat itu masih berstatus sebagai Hindia Belanda hanya menjadi pengawas
saja dalam kursi pemerintahan.Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pihak swasta dan
perusahaan asing mempunyai kuasa penuh terhadap berbagai aktivitas ekonomi yang terjadi.
Aktivitas tersebut tidak hanya jual beli, melainkan juga pengontrolan dan penjalanan aktivitas
ekonomi secara keseluruhan pada suatu negara. Pemerintah tidak boleh ikut melakukan
campur tangan pada proyek pembangunan yang hendak atau sedang dijalankan.
B. Rakyat yang Menderita
Ciri selanjutnya adalah rakyat yang semakin menderita karena politik jenis ini memberikan
dampak buruk pada rakyat.Awalnya politik ini memang dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan cara menumbuhkan ekonomi. Namun, lambat laut malah
memiliki tujuan yang berbeda, yaitu untuk memperkaya pebisnis.Rakyat yang memiliki tanah
dipaksa untuk menyewakan lahan yang dimiliki, terutama kepada pihak swasta.Biaya sewa
yang diberikan oleh pihak swasta kepada pemilik tanah atau rakyat juga rendah, sehingga
pemilik tanah tidak mendapat keuntungan yang .
C. Keuntungan Melimpah di Tangan Swasta
Pihak swasta yang sejak awal diuntungkan dengan adanya perjanjian ini tentunya
mendapatkan keuntungan yang besar.Apalagi mereka juga dapat mengendalikan
perekonomian di suatu wilayah dalam cakup yang luas. Dampaknya tentu kekayaan pihak
swasta terus meningkat dari hasil perkebunan rakyat dan eksploitasi sumber daya alam
Indonesia.Keuntungan tersebut semakin meningkat dengan makin intensnya produksi yang
dilakukan oleh rakyat pada saat itu.
D. Industri Kerakyatan Mati
Ciri lain dari politik liberal ini yang terlihat adalah adanya kematian pada industri-industri
kecil yang dimiliki oleh masyarakat kecil.Kebanyakan penduduk lebih memilih bekerja di
pabrik atau perusahaan swasta kolonial, dibandingkan dengan mengolah usaha sendiri. Hal
ini terjadi karena pihak swasta menguasai arus ekonomi, sehingga sangat sulit untuk
membangun bisnis pada masa-masa ini sebagai seorang pribumi.Kekayaan yang dimiliki oleh
rakyat pun secara perlahan meredup dan mati, karena usaha-usaha mereka tidak berkembang.
PENERAPAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN PINTU TERBUKA
Kebijakan pintu terbuka adalah pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana
golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi Indonesia harus ditangani
oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja.
Faktor pendorong dijalankannya Politik Pintu Terbuka
- Jawa menyediakan tenaga buruh yang Murah
- Kekayaan alam Indonesia yang melimpah
- Banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa
- Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian,
pertambangan, dan transportasi
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka Politik Pintu Terbuka berlangsung antara tahun 1870,
sejak peresmian Undang-Undang Agraria, hingga 1900. Seiring dengan dimulainya
pelaksanaan Politik Pintu Terbuka, para pengusaha swasta Barat mulai berdatangan ke Hindia
Belanda. Mereka menanamkan modal dengan membuka perkebunan seperti perkebunan teh,
kopi, tebu, kina, kelapa sawit, dan karet.
Untuk mendukung perkembangan perkebunan, pemerintah Belanda membangun sarana dan
prasarana fisik berupa waduk, bendungan, saluran irigasi, jalan raya, jembatan, rel kereta api,
dan pabrik. Namun, untuk membangun fasilitas tersebut, pemerintah Belanda menyerahkan
tenaga kerja rakyat secara paksa melalui kerja paksa (rodi). Perkembangan perkebunan yang
pesat juga terjadi di luar Jawa, misalnya perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara.
Untuk memenuhi permintaan tenaga kerja, pemerintah mendatangkan kuli dari Jawa dan
mengaturnya secara kontrak. Apabila para pekerja tersebut melanggar kontrak, mereka akan
diberi sangsi yang disebut Poenale Sanctie.
Dampak kebijakan pintu terbuka
Politik Pintu Terbuka membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia.
Meski tujuan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat
jajahan, dalam pelaksaanaannya ditemukan banyak pelanggaran yang berakibat pada
kesengsaraan rakyat.
Dampak positif :
- Sistem Tanam Paksa dihapuskan
Penerapan Politik Pintu Terbuka tidak lepas dari peran golongan liberalis dan humanitaris
yang menentang Sistem Tanam Paksa. Dimulainya Politik Pintu Terbuka pun mengakhiri
Sistem Tanam Paksa yang memberatkan rakyat
- Tumbuhnya perkebunan dan pabrik
Politik Pintu Terbuka memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka menanamkan modal dengan membuka
perkebunan seperti perkebunan teh, kopi, tebu, kina, kelapa sawit, dan karet. Perkembangan
perkebunan yang pesat juga terjadi di luar Jawa, misalnya perkebunan tembakau di Deli,
Sumatera Utara. Banyaknya pabrik gula di Jawa merupakan salah satu dampak dari Politik
Pintu Terbuka.
- Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi
Untuk mendukung perkembangan perkebunan, pemerintah Belanda membangun fasilitas
perubungan dan irigasi. Fasilitas yang dibangun berupa jalan raya, rel kereta api, jembatan,
waduk, dan bendungan. Sarana dan berbagai fasilitas yang dibangun berguna untuk
meningkatkan produksi dan kelancaran arus distribusi perkebunan ke pelabuhan-pelabuhan.
- Rakyat Indonesia mengenal arti penting uang
Rakyat Indonesia yang menjadi buruh di perkebunan atau pabrik dibayar dengan uangPolitik
Pintu Terbuka membuat rakyat pribumi mulai mengenal arti pentingnya uang dan mengenal
barang-barang ekspor-impor.
- Pesatnya perkembangan ekonomi kolonial
Dampak politik pintu terbuka bagi ekonomi kolonial sangat positif. Pasalnya, keterbukaan
terhadap modal asing memacu perkembangan ekonomi kolonial secara pesat. Politik Pintu
Terbuka melahirkan banyak perkebunan dan pertambangan besar yang dikelola dengan
teknologi serta sistem organisasi kerja yang lebih maju. Produk-produk yang dihasilkan lebih
ditujukan untuk kepentingan ekspor dan dikendalikan langsung oleh pengusaha yang
berkedudukan di Belanda.
- Dicetuskannya Politik Etis
Bagi bangsa Indonesia, sisi positif atau dampak dari adanya kebijakan pintu terbuka ialah
politik etis atau politik balas budi. Politik Pintu Terbuka meski membawa sejumlah dampak
positif, tetap tidak mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Hal itu karena Belanda
tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri jajahan, sehingga rakyat Indonesia
hanya bergantng pada upah yang sangat minim.
Dampak Negatif :
- Indonesia menjadi ajang eksploitasi modal asing
Politik Pintu Terbuka memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Politik Pintu
Terbuka, para pengusaha swasta Barat dari Belanda, Eropa, dan Amerika pun mulai
berdatangan ke Indonesia.
- Rakyat Indonesia tetap miskin dan menderita
Meski banyak dibuka perkebunan swasta, rakyat tidak menikmati kesejahteraan. Untuk
membangun fasilitas perhubungan dan irigasi, pemerintah Belanda menyerahkan tenaga kerja
rakyat secara paksa melalui kerja paksa (rodi).Selain itu, untuk memenuhi permintaan tenaga
kerja, pemerintah mendatangkan para pekerja pribumi dan mengaturnya secara kontrak.
Apabila para pekerja tersebut melanggar kontrak, mereka akan diberi sangsi. Dengan kata
lain, rakyat semakin menderita karena ditekan oleh pemerintah Belanda dan pihak swasta.
Tidak hanya tenaga mereka yang dieksploitasi, lahan produktif mereka pun demikian.
Eksploitasi manusia
Pelaksanaan politik pintu terbuka di Indonesia menimbulkan ekploitasi yaitu: Ekploitasi
manusia berupa pengerahan tenaga manusia yang penuh tipu daya, kesewenang-wenangan,
dan ketidakadilan yang dialami para pekerja di perkebunan-perkebuna. Eksploitasi manusia
yang dimaksud berupa pengerahan tenaga kerja yang didasari tipu daya dan paksaan serta
kesewenang-wenangan yang mereka alami di perkebunan-perkebunan itu.
Eksploitasi agraria
Eksploitasi agraria sebagai dampak dari kebijakan pintu terbuka menyasar sektor
pertambangan. Hal ini secara khusus dilatarbelakangi pesatnya permintaan akan bahan baku
industri Belanda sebagai dampak revolusi industri. Hasil tambang yang sangat mereka cari
adalah batu bara, minyak bumi, timah, dan bijih besi. Eksploitasi agraria yang dimaksud
bentuk penggunaan lahan-lahan untuk dijadikan perkebunan serta areal pertambangan.
REAKSI TERHADAP KEBIJAKAN PINTU TERBUKA
Kebijakan pintu terbuka merupakan kebijakan yang merugikan Indonesia. Walaupun banyak
memberikan dampak positif tapi banyak juga memberikan dampak Negatif sebab yang
menetapkan kebijakan ini adalah penjajah yang menjajah Indonesia jadi tidak mungkin untuk
mensejahterakan bangsa Indonesia melainkan untuk mensejahterakan para penjajah. Apalagi
para penjajah Belanda tetap tidak memberi kebebasan kepada para masyarakat Indonesia
pada waktu itu dan tetap memaksanya untuk terus bekerja tampa istirahat.
Selain itu masyarakat Indonesia juga tetap menjadi miskin dan menderita oleh karena itu
kebijakan ini sangat amat merugikan bangsa Indonesia karena dampaknya yang sangat tidak
manusiawi dan berujung penindasan yang mengbuat rakyat tidak hidup dengan tenang
bahkan sangat menderita.

Anda mungkin juga menyukai