Anda di halaman 1dari 45

TUGAS IPS

PERUBAHAN DAN KONDISI MASYARAKAT


INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
OLEH

AUREL ANCHI SAFITRI

KELAS VIII

SMP N 7 PADANG
PERUBAHAN DAN KONDISI MASYARAKAT INDONESIA
PADA MASA PENJAJAHAN

1. Aspek Geografis
2. Aspek Politik
3. Aspek Ekonomi
VOC( Monopoli perdagangan )
• VOC memang dibentuk dengan tujuan untuk menghindari persaingan diantara perusahaan dagang Belanda dan
memperkuat diri agar dapat bersaing dengan perusahaan dagang dari hegara lain, seperti Portugis dan Inggris.
Oleh pemerintah Kerajaan Belanda, VOC diberi hak-hak istimewa yang dikenal dengan nama hak Oktroi,
seperti:
• 1. Hak mencetak uang.
• 2. Hak memiliki angkatan perang.
• 3. Hak memerintah daerah yang diduduki.
• 4. Hak melakukan perjanjian dengan raja-raja.
• 5. Hak memonopoli perdagangan rempah-rempah.
• 6. Hak mendirikan benteng.
• Berikut ini kebijakan-kebijakan VOC yang diterapkan di Indonesia.
1. Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
2. Melaksanakan politik devide et impera (memecah dan menguasai) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-
kerajaan di Indonesia.
3. Untuk memperkuat kedudukannya, perlu mengangkat seorang Gubernur Jenderal.
4. Melaksanakan sepenuhnya hak Oktroi yang diberikan pemerintah Belanda.
5. Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah ke Jayakarta (Batavia).
6. Melaksanakan pelayaran Hongi (Hongi tochten).
7. Adanya hak ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
8. Adanya verplichte leverantie (penyerahan wajib) dan Prianger stelsel (sistem Priangan).
• Berikut ini pengaruh kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia.
1. Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan oleh VOC.
2. Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa baru di bawah kendali VOC.
3. Hak oktroi (istimewa) VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin, dan menderita.
4. Rakyat Indonesia mengenal ekonomi uang, mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian, dan prajurit
bersenjata modern (senjata api, meriam).
5. Pelayaran Hongi, dapat dikatakan sebagai suatu perampasan, perampokan, perbudakan, dan pembunuhan.
6. Hak ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau sumber penghasilan yang bisa
berlebih.
• Kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda yang dikendalikan oleh Prancis sangat kentara pada masa Gubernur
Jenderal Daendels (1808 – 1811). Kebijakan yang diambil Daendels sangat berkaitan dengan tugas utamanya
yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
• Dalam upaya mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan hal-hal berikut.
1. Membangun ketentaraan, pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya serta
rumah sakit tentara.
2. Membuat jalan pos dari Anyer sampai Panarukan dengan panjang sekitar 1.000 km.
3. Membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon untuk kepentingan perang.
4. Memberlakukan kerja rodi atau kerja paksa untuk membangun pangkalan tentara.
• Berikut ini kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Daendels terhadap kehidupan rakyat.
1. Semua pegawai pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan kegiatan perdagangan.
2. Melarang penyewaan desa, kecuali untuk memproduksi gula, garam, dan sarang burung.
3. Melaksanakan contingenten yaitu pajak dengan penyerahan hasil bumi.
4. Menetapkan verplichte leverantie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah dengan harga yang
telah ditetapkan.
5. Menerapkan sistem kerja paksa (rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih orangorang pribumi.
6. Membangun jalan pos dari Anyer sampai Panarukan sebagai dasar pertimbangan pertahanan.
7. Membangun pelabuhan-pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil.
8. Melakukan penjualan tanah rakyat kepada pihak swasta (asing).
9. Mewajibkan Prianger stelsel, yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.
• Pengaruh kebijakan pemerintah kerajaan yang diterapkan oleh Daendels
sangat berbekas dibanding penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens
yang lemah. Langkah-langkah kebijakan Daendels yang memeras dan
menindas rakyat menimbulkan:
1. kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun
rakyat,
2. munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
3. pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat,
4. kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan, serta
5. pencopotan Daendels.
• Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otoriter. Pada tahun 1811
Daendels ia ditarik kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Ternyata
Janssens tidak secakap dan sekuat Daendels dalam melaksanakan tugasnya. Ketika Inggris menyerang Pulau
Jawa, ia menyerah dan harus menandatangani perjanjian di Tuntang pada tanggal 17 September 1811. Perjanjian
tersebut dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang, yang berisi sebagai berikut.
• a. Seluruh militer Belanda yang berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi
tawanan militer Inggris.
• b. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
• c. Pulau Jawa dan Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan Inggris (EIC).
SISTEM SEWA TANAH
• Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk
stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.
1. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
4. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
• Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan dipegang oleh Komisaris Jenderal.
Komisaris ini terdiri dari Komisaris Jenderal Ellout, dan Buyskes yang konservatif, serta Komisaris Jenderal van
der Capellen yang beraliran liberal. Untuk selanjutnya pemerintahanan di Indonesia dipegang oleh golongan liberal
di bawah pimpinan Komisaris Jenderal van der Capellen (1817 - 1830).
• Selama memerintah, van der Capellen berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk membayar hutanghutang Belanda yang cukup besar selama perang. Kebijakan yang diambil
adalah dengan meneruskan kebijakan Raffles yaitu menyewakan tanah-tanah terutama kepada bangsawan Eropa.
Oleh kalangan konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda, kebijakan ekonomi liberal
dianggap gagal.
• Kegagalan van der Capellen menyebabkan jatuhnya kaum liberal, sehingga menyebabkan pemerintahan didominasi
kaum konservatif. Gubernur Jenderal Van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di
Indonesia.

1. Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)


2. Politik Pintu Terbuka
3. Politik ETIS
Tanam Paksa
• Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Kebijakan ini
diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro
(1825-1830) dan Perang Belgia (1830-1831).
• Ketentuan-ketentuan kebijakan tanam paksa
1. Penduduk wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor.
2. Tanah yang ditanami tanaman wajib bebas dari pajak tanah.
3. Waktu yang digunakan untuk pengerjaan tanaman wajib tidak melebihi waktu untuk menanam padi.
4. Apabila harga tanaman wajib setelah dijual melebihi besarnya pajak tanah, kelebihannya dikembalikan kepada
penduduk.
5. Kegagalan panen tanaman wajib bukan kesalahan penduduk, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah
Belanda.
6. Penduduk dalam pekerjaannya dipimpin penguasa pribumi, sedangkan pegawai Eropa menjadi pengawas,
pemungut, dan pengangkut.
7. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus melakukan kerja wajib selama seperlima tahun (66 hari) dan
mendapatkan upah.
• Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat.
Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.
2. Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.
3. Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
4. Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.
• Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya E.F.E. Douwes Dekker
(Multatuli) dengan menerbitkan buku yang berjudul "Max Havelar", Baron van Hoevel dan Fransen van de
Putte yang menerbitkan artikel "Suiker Contracten" (Perjanjian Gula)

• Pada tahun 1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik
tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah
maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah
penduduk dapat disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun.
• Pada tahun yang sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan mengangkut
tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara
bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik
gula baru. Melalui UU Gula, perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di
bidang perkebunan.
Politik Pintu Terbuka
• UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan
swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para
pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak
jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke
Eropa.
• Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia.
Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan di Indonesia berfungsi
sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat penanaman
modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.
Politik Pintu Terbuka
• Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul.
1. Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2. Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara.
UU Agraria
• Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti berikut.
1. Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2. Rakyat menderita dan miskin.
3. Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4. Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil
pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5. Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan
pabrik-pabrik.
Politik Etis
• Van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal
dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat
Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan
van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer
• Berikut ini Isi Trilogi van Deventer.
1. Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk
membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
2. Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan
kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
3. Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya
(khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
Penyimpangan PolitikEtis
1. Irigasi, Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2. Edukasi, Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga
administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada
anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di
sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada
anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3. Migrasi, Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-
perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah
perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan
kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak
melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa
pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada
mandor/pengawasnya.
Perlawanan sebelum abad ke 18
1. Dipati Unus 1518 - 1521

Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat


Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh,
Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu
untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun
1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap
Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut dipimpin
oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena
faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang
yang kurang seimbang serta strategi perang kurang
jitu, penyerangan tidak berhasil.
2. Panglima Fatahillah (1527 – 1570)
• Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan
terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut
berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
• Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda
Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang
berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat
oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang
memerintah di Banten dan Jayakarta.
3. Sultan Baabullah (1570 – 1583)
• Peristiwa pembunuhan Sultan Hairun oleh Portugis
dengan cara menipu untuk perjanjian damai, menimbulkan
kemarahan besar bagi rakyat Maluku Dan terutama Sultan
Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan
Baabullah bertekad menggempur Portugis. Pasukan
Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk
mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun
lamanya Portugis mampu bertahan di dalam benteng yang
akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan
bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.
4. Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
• Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali
dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat
Syah dengan bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan
lainnya namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan.
• Penyerangan terhadap Portugis dilakukan Kembali pada
masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629,
Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah
kapal yang memuat 19.000 prajurit.
• Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian
• berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
5. Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 1645)

• Tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan


penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan
Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati
Ukur. Kemudian tahun 1629, Mataram kembali
menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-
Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta.
• Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia,
Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti
penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.
6. Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683)

• Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-
kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu
penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan Memanfaatkan
konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten.
• Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji (1682 – 1687)
sebagai raja di Banten. Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC,
• Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari tahtanya. Untuk
mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta bantuan pada VOC.
• Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan di
mana Sultan
• Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan karena persenjataan Sultan Haji yang
dibantu VOC lebih lengkap. Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan
Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap,
perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa.
7. Sultan Hasanuddin (1654 – 1669
• Pada bulan Desember 1666, armada VOC dengan kekuatan 21
kapal yang dilengkapi meriam, mengangkut 600 tentara yang
dipimpin Cornelis Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut.
Arung Palaka dan orang-orang suku Bugis rival suku Makassar
membantu VOC menyerang melalui daratan. Akhirnya VOC dengan
sekutu-sekutu Bugisnya keluar sebagai pemenang. Sulta
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada
tanggal 18 November 1667. Sultan Hasanuddin tetap gigih, masih
mengobarkan pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran
terjadi pada bulan April 1668 sampai Juni 1669, namun mengalami
kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya, namun semangat juangnya
menentang VOC masih dilanjutkan oleh orang-orang Makassar.
Perlawanan Terhadap Hindia Belanda
• Perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Abad XIX merupakan puncak
perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah menentang
Pemerintah Hindia belanda. Kegigihan perlawanan rakyat
Indonesia menyebabkan Belanda mengalami krisis keuangan
untuk membiayai perang. Perlawanan diberbagai daerah
tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua
perlawanan dipadamkan dan kerajaan – kerajaan di Indonesia
semakin mengalami keruntuhan.
Perlawanan Terhadap Pemerintah Hindia Belanda.

• Perang Saparua di Ambon.


• Perang Paderi di Sumatra Barat (1821 - 1838).
• Perang Diponegoro (1825 - 1830).
• Perang Aceh.
• Perlawanan Sisingamangaraja, Sumatra Utara.
• Perang Banjar.
• Perang Jagaraga di Bali.
1. Perang Saparua di Ambon.

• Ketika Belanda kembali berkuasa di Indonesia tahin 1817,


rakyat Ambon mengadakan perlawanan, dibawah pimpinan
Thomas Matulesi (Pattimura).
• Pattimura memimpin perlawanan di Saparua dan berhasil
merebut benteng Belanda serta membunuh Residen van den
Berg. Dalam perlawanan tersebut, turut serta pula seorang
pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu yang
merupakan putri tunggal dari Paulus Tiahahu, teman dari
Kapten Pattimura. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan
setelah bantuan Belanda dari Batavia datang. Pattimura
bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung
2. Perang Paderi di Sumatra Barat (1821 - 1838)
• Ide pembaharuan Kaum Paderi berbenturan dengan kelompok adat
atau kaum penghulu. Belanda memanfaatkan perselisihan tersebut
dengan mendukung kaum adat yang posisinya sudah terjepit.
• Perlawanan kaum Paderi dengan sasaran utama Belanda meletus
tahun 1821. Kaum Padri dipimpin Tuanku Imam Bonjol (M Syahab),
Tuanku nan cerdik, Tuanku Tambusai dan Tuanku nan Alahan.
Perlawanan kaum padre berhasil membuat Belanda terpojok.
Sementara itu Belanda menghadapi perlawanan Pangeran
Diponegoro (1825 - 1830). Belanda sadar apabila pertempuran
dilanjutkan, Belanda akan kalah. Belanda pun mengajak kaum padre
berdamai, yang diwujudkan di Bonjol tanggal 15 November 1825.
Selanjutnya Belanda berkonsentrasi ke Perang Diponegoro.
3. Perang Diponegoro
• Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda.
Perlawanan Pangeran Diponegoro tidak lepas dari kegelisahan dan penderitaan
rakyat akibat penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Campur
tangan pemerintah Hindia Belanda dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi
sumber penderitaan rakyat, yang ikut juga melatarbelakangi Perang Diponegoro.
• Salah satu bukti campur tangan politik Belanda adalah dalam urusan politik
Kerajaan Yogyakarta terjadi ketika pada tahun 1822 Hamengku BUwono IV
wafat. Didalam keratin muncul perselisihan tentang penggantinya. Saat itu, putra
mahkota baru berumur 3 (tiga) tahun. Keadaan ini menjadi kesempatan bagi
Belanda untuk campur tangan dalam urusan kerajaan.
• Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai –
nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada
Belanda.
• Berbagai kegelisahan dan penderitaan yang lama berlangsung dipicu oleh berbagai peristiwa yang
membuat rakyat marah. Sebagai contoh, saat membangun jalan baru pada Bulan Mei 1825, Belanda dan
Patih danurejo memasang patok – patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut
Diponegoro patih danurejo IV mencabuti patok – patok tersebut. belanda segera mengutus serdadu untuk
menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan. Pada 20 Juli 1825, Tegalrejo yang
menjadi basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.
• Diponegoro meninggalkan kota dan menyusun strategi perlawanan di luar kota Yogyakarta. perang Jawa
dikumandangkan (1825 - 1830) untuk mengusir Belanda. Perlawanan tersebut menular sampai Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
• Belanda berusaha membujuk para pejuang dengan memulangkan Hamengku Buwono II dari
pengasingannya di Ambon. Namun langkah ini gagal memadamkan perlawanan. Selanjutnya, Belanda
menerapkan siasat benteng Stelsel. Dengan system ini, belanda mampu memecah belah jumlah pasukan
musuh. Belanda berhasil menangkap Kyiai Maja dan Pangeran Mangkubumi. Belanda kemudian juga
berhasil meyakinkan panglima Sentot Prawiryodirjo untuk membuat perjanjian perdamaian.
• Pada Bulan Maret 1830, Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang,
Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro
ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makassar hingga wafat tahun 1855. Setelah
berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak ada lagi perlawanan yang besar di Jawa.
4. Perang Aceh
• Traktat London tahun 1871 menyebut Belanda menyerahkan Sri Lanka kepada Inggris dan
Belanda mendapat hak atas Aceh. Berdasrkan traktat tersebut, Belanda mempunyai alasan
menyerang istana Aceh. Saat itu Aceh masih merupakan negara merdeka. Belanda juga
membakar Masjid Baiturrahman yang menjadi benteng pertahanan Aceh 5 April 1873.
• Semangat jihad (Perang membela Agama Islam) menggerakkan perlawanan rakyat Aceh.
Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan Mesjid Baiturrahman, Banda Aceh. Kohler
meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat Konsentrasi
Stelsel dengan system bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda
semakin terdesak, korban semakin besar dan keuangan terus terkuras.
• Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh.
Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgronje yang memakai nama
samara Abdul Gafar. Sebagai seorang ahli bahasa, sejarah dan sosial Islam, ia dimintai
masukan atau rekomendasi tentang cara – cara mengalahkan rakyat Aceh. Setelah lama
belajar di Arab, Snouck Hurgronje memberikan saran – saran kepada Belanda mengenai cara
mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan,
sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah. Jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
• Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang
(Bangsawan) dan kaum ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang
bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran
Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila
kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898, kedudukan Aceh semakin terdesak.
• Banyak tokohnya yang gugur. Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada
1899. Sultan Aceh Mohammad Daudsyah ditawan pada tahun 1903 dan diasingkan
hingga meninggal di Batavia. Panglima Polem Muhammad Daud juga menyerah pada
tahun 1903. Cut Nyak Dien, tokoh pemimpin perempuan ditangkap tahun 1906,
kemudian diasingkan ke Sumedang.
• Pahlawan perempuan Cut Meutia gugur pada tahun 1910. Perlawanan Aceh pun terus
menyusut. Hingga tahun 1917, Belanda masih melakukan pengejaran terhadap sisa –
sisa perlawanan Aceh. Belanda mengumumkan berakhirnya Perang Aceh pada tahun
1904. Namun demikian, Perlawanan seporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga
tahun 1930 an.
5. Perlawanan Sisingamangaraja, Sumatra Utara.

• Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara


dilakukan oleh Sisingamangaraja XII. perlawanan ini,
yang dinamakan juga Perang Batak, berlangsung selama
29 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu, yang
menjadi pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
• Untuk menghadapi Perang batak, Belanda menarik
pasukan dari Aceh. pasukan Sisingamangaraja dapat
dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil
mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di
Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan
Anggi ikut gugur, sehingga Tapanuli dapat dikuasai
6. Perang Jagaraga di Bali
• Penyebab Perang Jagaraga Di Bali
• Berikut ini terdapat 2 penyebab perang jagaraga di bali, yaitu
sebagai berikut
• 1. Sebab Umum
• Belanda hendak memaksakan kehendaknya untuk
menghapuskan hak-hak kekuasan kerajaan-kerajaan di Bali atas
daerahnya.
• Raja-raja Bali dipaksa mengakui kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda dan mengizinkan pengibaran bendera Belanda di
wilayah kerajaannya.
• Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak
berprikemanusiaan akan dihapus oleh Belanda
• 2. Sebab Khusus
• Faktor yang menyebabkan perang Bali antara tahun 1846-1849. Masalah
utamanya adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak
ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang
terdampar diperairan wilayah kerajaan tersebut. Antara Belanda dan
kerajaan Buleleng dengan rajanya yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang
Asem beserta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun
1843 isisnya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya
terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat berjalan
dengan semestinya.
Kronologi Perang Jagaraga Di Bali

• 1. Perang Jagaraga
• Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah Belanda mengirim utusan ke
Buleleng.
• 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap raja Buleleng.
• 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit. Ekspedisi ini diangkut oleh
suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-
meriam dan persenjataan lainnya.
• 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-serbuan di bawah
perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran
sengit di desa Bungkulan dan sekitarrnya.
• 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan bermaksud memukul
langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa
Sangsit dan langsung menuju ke kapal.
• 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak berada di tangan laskar Jagaraga
berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya lakar dengan rakyat.
Perang Jagaraga II

• 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit.
• 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar 10.000
orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal Michiels.
Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan
korban yang besar di pihak lascar Jagaraga.
• 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada di
bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak Jagaraga.
• 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari
pelabuhan padangbai.
• 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh
pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar
kelungkung berhasil menembak jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten
memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan
kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir Belanda
dari wilayah kerajaan kelungkung.
Tokoh Perang Jagaraga
• 1. Raja Buleleng
• 2. Raja Karangasem
• 3. Patih I Gusti Ketut Jelantik
Dampak Perang Jagaraga

• 1. Bidang Politik
• Dikuasainya seluruh pulau Bali oleh Belanda.
• Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaannya bahkan raja dapat dikatakan menjadi
bawahan Belanda.
• 2. Bidang Ekonomi
• Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang sangat
strategis yang banyak dikunjungi bangsa asing.
• 3. Bidang Sosial
• Banyaknya tatanan sosial yang dirubah oleh Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute
pada upacara Ngaben.
7. Perang Banjar
• Latar Belakang Perang Banjar
• Perang banjar adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang terjadi
di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah.

• Perang Banjar berlangsung antara tahun 1859-1905 (menurut sumber Belanda 1859-1863.
Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah dimulai sejak Belanda memperoleh hak
monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan
kerajaan, kekalutan makin bertambah.

• Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra makota, mengangkat dirinya
menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808) dan membunuh semua putra
almarhum Sultan Muhammad.
1. Sebab Umum Perang Banjar

• Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan


perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Selatan.
• Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kesultanan.
• Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah
ini ditemukan pertambangan batubara. (Karena ditemukan Batubara di kota
Martapura Belanda telah merencanakan untuk memindah ibukota kesultanan
ke kota Negara bekas ibukota pada zaman Hindu).
2. Sebab Khusus Perang Banjar

• Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh
Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak
berhak menjadi sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan,
Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.
• Faktor ekonomi. Belanda melakukan monopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil
tambang yaitu emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun
pedagang di daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai
Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu
diketemukan tambang batu bara di Pangaronan dan Kalangan.
• Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang menimbulkan berbagai
ketidak senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat
adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah
yang lebih berhak atas tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.
• Tokoh Pihak Kesultanan Banjar
• Pangeran Hidayatullah
• Pangeran Antasari
• Aling
• Tumenggung Antaludin (Pemimpin benteng Gunung Madang)
• Tumenggung Surapati

Anda mungkin juga menyukai