Anda di halaman 1dari 8

1) Pemerintahan Inggris di Indonesia

Ketika Inggris menyerbu pulau Jawa, Deandles sudah dipanggil ke Belanda, penggantinya Gubernur
Jendral Jansses, tetapi tidak mampu bertahan dan menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Perancis
itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang tahun 18 September 1811 yang ditandatangani oleh S.
Auchmuty dari pihak Inggris dan Jansses dari pihak Belanda. Isi dari perjanjian tersebut sebagai
berikut :

a) Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris.


b) Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c) Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya.
d) Semua utang pemerintah Belanda yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab Inggris

Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Tuan Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di
India, mengangkat Thomas Stamford Rafless sebagai Wakil Gubernur di Jawa (Bengkulu, Maluku,
Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan. Dalam pelaksanaannya Rafless berkuasa penuh di Indonesia.

Pemerintahan Rafless mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal
berikut:

a. Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Deandless yang sewenang-wenang
dan kejam.
b. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Rafless beberapa kali melakukan misi rahasia
seperti, Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji memberikan hak yang lebih besar pada
kerajaan tersebut.
c. Rafless memiliki pribadi yang liberalis yang membuatnya memiliki kepribadian yang simpatik.

a. Kebijakan pemerintahan Thomas S. Rafless


Di Indonesia Rafless didampingi oleh suatu Badan Penasihat yang terdiri dari Gillespie,
Cranssen, dan Muntinghe pada tahun 1811-1816 sebagai berikut:

1) Bidang Birokrasi Pemerintahan


a) Pulau jawa dibagi menjadi 16 keresidenan yang terdiri atas beberapa distrik.
b) Mengubah sistem pemerintahan menjadi bercorak barat.
c) Bupati atau penguasa peribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi
turun-temurun.

2) Bidang Ekonomi dan Keuangan


a) Petani diberikan kewajiban untuk menanam ekspor, sedangkan pemerintah
berkewajiban untuk menyuruh petani menanam tanaman ekspor paling
menguntungkan.
b) Penghapusan pajak hasil bumi dan sistem penyerahan wajib karena dianggap terlalu
berat untuk rakyat.
c) Menetapkan sistem sewa tanah.
d) Pemungutan pajak secara per orangan, namun karena tidak cukup akhirnya dipungut
per desa.

3) Bidang Hukum
Apabila deandles berorientasi pada warna kulit (ras), Rafless lebih berorientasi pada besar
kecilnya kesalahan.

4) Bidang Sosial
a) Penghapusan kerja rodi.
b) Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya
sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan.
c) Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan
harimau.

5) Bidang Ilmu Pengetahuan


a) Ditulisnya buku berjudul History of Lava.
b) Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk
mengadakan penelitian tahun 1820.
c) Mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
d) Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi.
e) Dirintisnya kebun raya Bogor.

b. Berakhirnya kekuasaan Thomas S. Raffles


Berakhirnya pemerintahan Raffles ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun
1814 yang isinya sebagai berikut:
1) Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
2) Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris.
3) Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan
kepada Belanda.

1. Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1924)


a. Pemerintahan Komisaris Jenderal
Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan kolektif yang terdiri dari tiga orang, yaitu Flour,
Buyskess, dan van der Capellen bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) ke alam
baru (Belanda). Pada tahun 1819, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur
jenderal yaitu van der Capellen (1816-1824). Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris
jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Sistem residen tetap dipertahankan.
2) Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan.
3) Kedudukan bupati sebagai penguasa feudal tetap dipertahanakan.
4) Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan
untuk pelaksanaan pemungutan pajak hasil bumi.
5) Dalam bidang ekonomi diberikan kesempatan kepada pengusaha asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus
berlangsung. Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi tenyata kurang memberikan
keuntungan bagi negeri induk. Alhasil kondiis di negeri Belanda dan di Indonesia semakin
memburuk, oleh karena itu usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam
paksa) diterima dengan baik kerena dianggap dapat memberikan keuntungan besar bagi negri
induk.

b. Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870


Istilah cultuur stelsel sebenarnya sistem tanaman. Pengertian sebenarnya adalah kewajiban
rakyat Jawa untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Oleh karena itu,
penduduk harus menyerahkan sebagian hasil tanahnya kepada pemerintah Belanda.

1) Latar Belakang Sistem Tanam Paksa


a) Belanda terlibat peperangan pada masa kejayaan Napoleon sehingga menghasbiskan biaya
yang besar.
b) Terjadinya perang kemerdekaan Belgia pada tahun1830.
c) Terjadinya perang Diponegoro.
d) Kas Belanda kosong dan utang yang cukup berat.
e) Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
f) Gagal mempraktikan gagasan liberal 1816-1830.

2) Aturan-Aturan Tanam Paksa


a) Persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman ekspor.
b) Tanah yang disediakan tidak boleh melebihi seperlima yang dimiliki
c) Pekerjaan yang diperlukan untuk menanamm tidak boleh melebihi menanam padi.
d) Tanah yang disediakan bebas dari pajak tanah.
e) Hasil tanaman diserahkan kepada Pemrintah Hindia Belanda.
f) Kegagalan panen bukan kesalahan petani dan bukan tanggung jawab pemerintah.
g) Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik selama 65
hari dalam setahun.
h) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepadad pimimpin pribumi.
Ketentuan tersebut banyak mengalami penyimpangan sebagai berikut:
a) Perjanjian harus dilakukan sukarela, tetapi dalam pelaksanaannya masih dilakukan dengan
cara paksaan.
b) Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor sering kali jauh melebihi tanaman padi.
c) Pajak tanah masih dikenakan pada tanah untuk proyek tanam paksa.
d) Kelebihan hasil panen sering tidak dikembalikan kepada petani.
e) Kegagalan menjadi tanggung jawab petani.

3) Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia


a) Dampak Positif
(1) Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam baru.
(2) Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.

b) Dampak Negatif
(1) Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental berkepanjangan.
(2) Beban pajak yang berat.
(3) Pertanian, khususnya padi banyak mengalami kegagalan panen.
(4) Kelaparan, dan kematian terjadi dibanyak tempat.
(5) Jumlah penduduk Indonesia menurun.

c) Sistem Politik Ekonomi Liberal (1870)


Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno, yaitu kekayaannya
dikeruk. Sejak saat itu diterapkan politik pintu terbuka terhadap modal swasta asing.
Pelaksanaan politik pintu terbuka diwujudkan melalui penerapan sistem politik ekonomi liberal.
1) Latar Belakang Sistem Politik Ekonomi Liberal
a) Pelaksanaan sistem tanam paksa memberikan penderitaan untuk pribumi, tetapi
keuntungan kepada Belanda.
b) Berkembangnya paham liberalisme sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai untuk
diteruskan.
c) Kemenangan Partai Liberal dalam Perlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia.
2) Pelaksanaan Peraturan Sistem Politik Ekonomi Liberal
a) Suiker wet (Undang-undang Gula) yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah
monopoli pemerintah yang secara berangsur akan ditetapkan kepada pihak swasta.
b) Agrarische wet (Undang-undang Agraria) 1870 sebagai berikut:
(1) Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.
(2) Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bebas dan tanah tidak bebas.
(3) Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.
(4) Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.
3) Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
a) Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri Eropa
b) Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
c) Menjadi tempat pemasaran barang produksi Eropa.
d) Menjadi tempat penanaman modal asing.
4) Akibat Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
a) Bagi Belanda
(1) Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada Belanda.
(2) Hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke Belanda.
(3) Belanda menjadi pusat perdagangan dari tanah jajahan.
b) Bagi Rakyat Indonesia
(1) Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
(2) Krisis perkebunan tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula.
(3) Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras.
(4) Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang impor dari
Eropa.
(5) Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta
api.
(6) Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi.

c) Politik Etis
Menanggapi situasi pada awal abad ke-20, Ratu Belanda menyatakan dalam pidato, Belanda
memiliki kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan
otonomi dari penduduk Hindia. Oleh karena itu Belanda melakukan politik etis kepada
Indonesia, yang dimulai dengan memberikan bantuan sebesar 40 juta gulden.

1) Latar Belakang Politik Etis


a) Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menggugah hati nurani sebagai orang Belanda.
b) Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem Liberal.
c) Upaya Belanda memperkokoh dengan cara penekanan dan penindasan terhadap
rakyat.
d) Rakyat kehilangan hak miliknya yang utama, yaitu rumah.
e) Adanya kritik dari kaum intlektual Belanda, seperti:
(1) Van Kol, sebagai juru bicara golongan sosialis.
(2) Van Deventer, tahun 1899 menuliskan tentang jutaan gulden yang diperoleh dari
bangsa Indonesia sebagai utang yang terhormat.
(3) De Waal, memperhitungkan sejak VOC-1884, rakyat Indonesia berhak
mendapatkan 528 juta gulden dari Belanda.
(4) Baron van Hoevell, seorang pendeta berapi-api meminta perbaikan nasib bangsa
Indonesia.

2) Pelaksanaan Politik Etis


Perubahan yang dicapai dengan politik etis:
a) Desentralisasi pemerintahan 1903 tentang pembentukan dewan-dewan local sebagai
lembaga hukum.
b) Pembangunan irigasi untuk menunjang kebutuhan pertanian pada tahun 1914.
c) Emigrasi (transmigrasi) terutama bagi penduduk di Pulau Jawa.
d) Edukasi, dengan didirikannya bermacam sekolah bagi semua golongan masyarakat.
e) Perbaikan kesehatan dan penanggulangan penyakit.

3) Kegagalan Politik Etis


a) Sejak politik ekonomi liberal hanya Belanda yang mendapatkan keuntungan.
b) Hanya sebagian kecil kaum pribumi yang mempreoleh keuntungan dan kedudukan.
c) Pegawai negeri dari golongan pribumi digunakan untuk mendominasi oleh Belanda.

D. Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Eropa


1. Perlawanan Ternate terhadap Portugis
Pada tahun 1933, rakyat Ternate membakar benteng milik Portugis dibawah pimpinan Dajalo.
Portugis segera mengirim bala bantuan dari Malaka dibawah pimpinan Antonio Galvalo pada
tahun 1936, yang dimenangkan oleh Antonio. Portugis dapat memonopoli rempah-rempah di
Maluku beberapa saat. Hal ini diperkuat oleh perjanjian antara Lopez de Mesquita dengan
Raja Ternate, Sultan Hairun, yang tidak lama setelah itu dibunuh oleh orang suruhan Lopez,
gubernur Portugis. Kejadian ini menyulut kemarahan Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun.
Pada tahun 1577 rakyat Ternate dapat mengusir Portugis dari wilayahnya.
2. Perlawanan Aceh terhadap Portugis
Semenjak Portugis menduduki Malaka tahun 1511, kegiatan para pedagang Muslim beralih ke
Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528) mampu membebaskan Aceh dari
upaya penjajahan Portugis. Pada masa kesultanan Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568),
Aceh justru berani menantang Portugis yang telah bersatu bersama Johor. Yang kemudian
dimenangkan pada tahun 1954. Kemudian diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-
1636), selalu mengalami kegagalan karena kurang dalam persenjataan.

3. Perlawanan Makassar terhadap VOC


VOC sangat membenci Sultan Alauddin dan semua penggantinya yaitu Sultan Muhammad
Said (1639-1653), dan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang memberi kesempatan kepada
Inggris, Denmark, Portugis, dan Gujarat untuk berdagang di Makassar. Perang antara VOC
dan Makassar tidak terhindarkan dari tahun 1654-1655. Karena persenjataan yang dimiliki
Makassar tidak dapat dikalahkan, maka Portugis terpaksa mengadakan perdamaian dengan
Makassar.
VOC menyadari kegigihan Makassar dan sengaja mengadu domba Sultan Hassanudin dengan
Arung Palaka, Raja Bone. 21 Desember 1666 perang kembali pecah, VOC bersekutu dengan
Arung Palaka. Akhirnya Sultan Hassanudin terpaksa menerima tawaran VOC untuk berdamai di
Desa Bungaya pada 18 November 1667.

4. Perlawanan Banten terhadap VOC


Dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683), kesultanan Banten menjalankan
politik pemerintahan anti-VOC. Armada laut Banten diperkuat di Karawang dengan tujuan
mencegat keluarnya angkatan laut VOC ke Batavia. Setelah persiapan matang, pada tahun 1656
Batavia diserang dari arah barat dan timur.
VOC lalu menghembuskan angina perpecahan di kalangan istana Banten. Upaya VOC berhasil
merenggangkan Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya pangeran Abdul Kahar atau Sultan
Haji. VOC menebarkan isu bahwa Sultan Ageng Tirtayasa akan mengangkan adik dari Sultan
Haji menjadi Sultan Banten yang membuat Sultan Haji bergabung dengan VOC.
Pertempuran pun terjadi pada tahun 1683, persekutuan VOC-Sultan Haji tidak bisa menundukan
kesultanan Banten. Sehingga Sultan Haji menjalankan tipu muslihat dengan cara berunding, yang
kemudian Sultan Ageng Tirtaya ditangkap dan dipenjarakan di Batavia tahun 1692.

5. Perlawanan Pattimura (1817)


Pada 9 Mei 1817, rakyat Maluku di Sapura mengangkat Thomas Matulessy sebagai pimpinan
gerakan perlawanan rakyat dengan gelar Pattimura. 15 Mei 1817, perlawanan terhadap
pemerintah Hindia-Belanda dimulai. Dimulai dengan merampas perahu di Pelabuhan Porto,
kemudian menyerang benteng Duurstede. Gubernur van Middlekoop mengirim pasukan dibawah
pimpinan Mayor Beetjes. Pasukan Beetjes pun memutar arah ke teluk di sebelah kiri benteng.
Dalam pertempuran ini Mayor Beetjes tewas.
Belanda membalas kekalahannya pada 2 Agustus 1817, namun gagal. Belanda menjanjikan
hadiah 1.000 gulden kepada siapa saja yang mengetahui keberadaan Pattimura. Raja Boi
mengetahui keberadaan Pattimura, kemudian Belanda mengirim pasukan secara besar-besaran
untuk menangkap Pattimura di Bukit Boi. 16 Desember 1817, Pattimura dijatuhi hukum gantung
di Benteng Nieuw Victoria kota Ambon.
6. Perang Paderi (1812-1837)
Residen Belanda, Du Puy mengadakan perjanjian dengan kaum adat pada 10 Februari 1821,
untuk bersatu menghancurkan kaum Paderi. Bahkan Belanda terseret dalam jebakan kaum
Paderi. Hal ini disebabkan saat itu Belanda disibukkan dalam perang Diponegoro di Jawa.
Pimpinan militer barat tertinggi melancarkan serangan pada kaum Paderi. Kaum adat
kemudian bergabung pada kaum Paderi untuk menghadapi pasukan Belanda.
Gubernur Jenderal van den Bosch mengirim bantuan ke Padang pada pertengahan tahun 1832.
Pasukan Sentot Alibasyah Prawirodirjo dan pasukannya membelot ke kaum Paderi. Pembelotan
itu diketahui oleh Belanda, ia kemudian ditangkap dan diasingkan ke daerah Cianjur.
Pasukannya dibubarkan dan dipulangkan ke daerah masing-masing.
Tahun1835, pasukan Belanda memukul kaum Paderi di Simawang. Tetapi semakin lama
kekuatan kaum Paderi melemah, yang akhirnya pada 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol
dan pasukannya menyerah. Imam Bonjol kemudian dibuang ke Cianjur.
7. Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang diponerogo muncul karena sebab berikut ini.
a) Kalangan istana tidak menyukai sikap Belanda yang ikut campur masalah pemerintahan.
b) Para ulama tidak menyenangi perilaku bangsa Belanda yang berupaya meluaskan peredaran
minuman keras.
c) Rakyat membenci Belanda karena membebani berbagai macam pajak.
Di medan pertempuran, pangeran Diponegoro memperoleh banyak kemenangan. Jenderal de
Kock mengirim surat untuk berdamai. Diponegoro bersedia asalkan Jenderal de Kock
menentukan waktu dan tempatnya. Oleh karena tidak ada jawaban, 2.000 tentara Belanda tewas.
Melihat nasib buruk pasukannya, tahun1827 de Kock menerapkan siasat benteng stelsel yang
bertujuan,
a) Mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro
b) Menekan pangeran Diponegoro agar menghentikan perlawanan
Belanda lalu melancarkan siasat berunding. Pada tahun 1828, Kyai Mojo memenuhi
perundingan, kemudian ia ditangkap dan diasingkan ke Minahasa (Sulawesi Utara).
Demi mempercepat berakhirnya perang. 28 Maret 1830 dilangsungkan perundingan di rumah
Residen Kedu yang tidak menghasilkan kesepakatan. Seusai perundingan pemerintah Hindia-
Belanda ditangkap dan diasingkan ke Manado dan kemudia berpindah ke Makassar. Di kota ini
pangeran Diponerogo wafat.
8. Perang Aceh (1873-1904)
22 Maret 1871, Belanda mengutus F.N Nieuwenhusyen menemui Sultan Aceh, Muhammad
Daud Syah. Ia diminta mengakui kedaulatan Hindia-Belanda, namun Sultan Aceh menolak. 26
Maret 1873, Belanda mengumumkan perang terhadap Aceh. Dipimpin Mayjen Kohler dengan
3.000 personel tiba di Aceh. Jenderal van Swieten memimpin perang, namun Sultan dan keluarga
berhasil menyelamatkan diri ke Leungbata. Masa kepemimpinan Jenderal Pel, laskar Aceh
menyerang blockade Belanda. Jenderal Pel tewas di Tonga pada 24 1876.
Pada tahun 1899, Kolonel van Heutz memimpin penyerangan dengan siasat kekerasan. Pasukan
ini menyerang perkampungan Aceh secara membabi buta. Perjuangan rakyat Aceh semakin
meningkat dengan datangnya utusan Aceh, Habib Abdurrachman dari Turki. Belanda kewalahan
dan mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk menyelidiki kehidupan rakyat Aceh, dengan
menyamar sebagai ulama bernama Abdul Gafar, yang menyarankan kepada Belanda untuk
menggunakan kekerasan pada rakyat Aceh melalui bukunya yang berjudul De Atjehers. Pada
waktu itu belum ada kerja sama antar daerah, walaupun demikian perjuangan ini mengubah taktik
mereka melawan penjajah. Perjuangan ini mudah dipatahkan karena Belanda sudah memiliki
senjata modern. Setelah itu Belanda menggunakan siasat devide at impera (pecah belah, kemudian
kuasai) untuk menaklukan rakyat Indonesia pada waktu itu.
E. Dampak Penjajahan Bangsa Eropa bagi Bangsa Indonesia
1. Bidang Politik
a. Belanda sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan politik kerajaan karena
investasinya.
b. Semakin merosotnya dan bergantungnya kekuasaan raja kepada kekuasaan asing.
c. Penerapan sistem tidak langsung indirect rule.
d. Bupati menjadi alat kekuasaan pemerintah kolonial.
e. Munculnya berbagai macam perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia-
Belanda.
2. Bidang Sosial
a. Terjadinya perubahan pelapisan sosisal dalam masyarakat pada masa colonial sebagai
berikut
1) Golongan Eropa yang terdiri dari golongan orang Belanda dan orang Eropa lainnya.
2) Golongan timur asing yang terdiri dari orang Cina dan Timur Jauh.
3) Golongan pribumi.
b. Terjadinya mobilitas sosial dengan adanya gelombang transmigrasi terutama di
perkebunan yang dibuka Belanda di Jawa.
c. Munculnya elit terdidik karena tuntutan memenuhi pegawai pemerintah sehingga
menyebabkan didirikannya sekolah-sekolah di berbagai kota.
d. Timbul golongan buruh dan majikan karena berdirinya pabril-pabrik dan perusahaan
sehingga pekerjaan masyarakat Indonesia lebih dinamis.

3. Bidang Ekonomi
a. Praktik monopoli perdagangan yang diterapkan oleh VOC mengakibatkan mundurnya
perdangangan di Nusantara dari kancah perdagangan internasional.
b. Monopoli dan penguasaan suatu daerah oleh penjajah menyebabkan terjadinya situasi yang
tidak sehat dalam perdagangan.
c. Dalam mengeksploitasi tanah jajahan VOC memanfaatkan para penguasa sistem
pemerintahan dalam penyerahan wajib hasil bumi dan pemungutan.
d. Perekonomian bergeser dari pertanian pangan menjadi industri perkebunan.
e. Penerapan sistem tanam paksa menyebabkan rakyat Indonesia mengenal jenis tanaman
baru.
f. Dikenalnya sistem ekonomi uang bagi masyarakat Indonesia.
g. Munculnya kota-kota baru disekitar perusahaan-perusahaan Belanda.
h. Munculnya pedagang-pedagang perantara dalam perdagangan Internasional yang dipegang
oleh orang timur asing.

4. Bidang Budaya
a. Runtuhnya kewibawaan tradisional penguasa pribumi akibat tindakan pemerintah Belanda
yang menghapus kedudukan mereka secara adat dan menjadikan mereka sebagai pegawai
pemerintah.
b. Melemahnya ikatan tradisi dalam kehidupan pribumi sebagai akibat penyederhanaan
upacara dan tata cara yang berlaku di istana kerajaan.
c. Merosotnya pengaruh dan peran politik penguasa pribumi menyebabkan mereka
mengalihkan perhatiannya kebidang seni budaya.

Anda mungkin juga menyukai