Anda di halaman 1dari 7

artikel sejarah

SISTEM TANAM PAKSA


Disusun oleh kelompok 2
Kelas XF E-6
SMAN 1 Kotamobagu
Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, dan Penyimpangan

Sistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di
bawah paksaan pemerintah Kolonial Belanda.

Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa.

Di Sumatera Barat, sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847. Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi
secara bebas dipaksa menyerahkan hasilnya kepada pemerintah kolonial.

Sistem yang serupa juga diterapkan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang. 
Latar belakang sistem tanam paksa

Sistem tanam paksa oleh pemerintah kolonial Belanda dilatarbelakangi oleh sejumlah peristiwa berikut:

• Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di
Eropa.

• Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.

• Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi perang Diponegoro. Perang Diponegoro
adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.

• Kas Negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup banyak Pemasukan uang dari penanaman kopi
tidak mencukupi Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal dalam mengeksploitasi tanah jajahan agar
memberikan keuntungan yang besar bagi Belanda.
Atran-aturan sistem tanam paksa

Beberapa aturan dibuat dalam melaksanakan sistem tanam paksa. Aturan sistem tanam paksa, yaitu:

• Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di pasar Eropa.
• Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian
yang dimiliki penduduk desa.
• Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman
padi.
• Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah
• Hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus
dibayar rakyat, kelebihan tersebut diberikan kepada penduduk.
• Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah.
• Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari
setiap tahun.
• Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa hanya bertindak
sebagai pengawas secara umum.
Penyimpangan sistem tanam paksa

Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia, ternyata banyak terjadi penyimpangannya. Brikut beberapa
penyimpangan yang dilalukan Kolonial Belanda, yaitu:

• Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi jika tanahnya subur.
• Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor sehingga  sawah dan ladang
milik sendiri menjadi terlantar.
• Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi seperlima tahun.
• Waktu pelaksanaan tanam paksa ternyata melebihi waktu tanam padi (3 bulan), sebab tanaman perkebunan
memerlukan perawatan yang terus menerus.
• Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat, ternyata tidak dikembalikan
kepada rakyat.
• Kegagalan panen wajib menjadi tanggungan petani (rakyat).

Penyimpangan-penyimpangan tersebut membawa akibat yang memberatkan rakyat, seperti banyak lahan terbengkalai
sehingga panen gagal, rakyat semakin menderita, timbulnya wabah penyakit, bahaya kelaparan melanda Cirebon dan
memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.

Kelaparan tersebut juga menyebabkan banyak rakyat yang meninggal sehingga jumlah penduduk menurun tajam.
Penghapusan sistem tanam paksa

Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Berkat adanya kecaman dari
berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap.

Salah satu tokoh Belanda yang menentang sistem tanam paksa adalah Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli.

Dia menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar. Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan
kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memperhatikan kehidupan bangsa Indonesia karena kejayaan negeri
Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.

Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai
berikut:

• Pendidikan (edukasi)
• Membangun saluran pengairan (irigasi)
• Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (transmigrasi)
Nama-nama anggota kelompok

• Rafi Arfandi Gonibala


• Rezky Adeansyah Siregar
• Raffi Aqsa Ramadhan Yusuf
• Laura Cheysa Isabel Tumewu
• Regita Mamonto
• Jessica Mokoginta
• Lutfansyah Parno
• Anatasya Pobela
• Nazwa Shihab Ibrahim
• Aila Zahra Mokodompit
• Nabila Umbola
• Rivaldi Pinontoan
• Cinta Ananda Manangin

Anda mungkin juga menyukai