1) Tanah yang harus diserahkan rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5.
3) Rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih
dari 66 hari atau 1/5 tahun.
Karena adanya berbagai penyimpangan tersebut, rakyat mengalami dampak tanam paksa
yang sangat menyengsarakan kehidupan mereka. Dampak dari tanam paksa di Indonesia
akibat eksploitasi luar biasa pada sumber alam adalah sebagai berikut:
1. Sawah dan ladang milik rakyat tidak terurus dengan baik sehingga tidak
menghasilkan panen yang layak, karena rakyat wajib kerja rodi berkepanjangan sehingga
penghasilan sehari – hari sangat menurun.
2. Beban hidup rakyat semakin berat dan sulit karena harus menyerahkan sebagian dari
tanah milik serta hasil panen, termasuk membayar pajak, kerja paksa dan turut menanggung
resiko kegagalan panen.
3. Rakyat mengalami tekanan secara fisik dan mental yang berkepanjangan karena
berbagai kebijakan pemerintah Belanda yang membebani kehidupannya.
4. Karena kerap mengalami kegagalan panen dan tidak bisa mencari nafkah, kemiskinan
merajalela dan timbul dimana – mana sehingga rakyat semakin sengsara.
5. Muncul masalah wabah penyakit dan kelaparan dimana – mana sehingga angka
kematian meningkat tajam. Misalnya di Cirebon pada tahun 1843 sebagai dampak dari tanam
paksa berupa pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, di Demak pada 1848,
Grobogan tahun 1849 hingga 1850 karena kegagalan panen. Semua itu menyebabkan jumlah
penduduk Indonesia menurun.
Dampak Positif Tanam Paksa
1. Dampak dari tanam paksa yang bermanfaat adalah bahwa dengan kebijakan tersebut
rakyat menjadi mengenal berbagai teknik menanam jenis- jenis tanaman baru.
2. Rakyat mulai mengenal jenis tanaman yang berpotensi ekspor dan bisa
diperdagangkan.
1. Kas kerajaan yang semula kosong bahkan minus menjadi penuh dan mendapatkan
keuntungan berlipat – lipat.
2. Pendapatan dari tanam paksa melebihi anggaran belanja kerajaan.
3. Hutang – hutang yang besar segera terlunasi.
4. Perdagangan dan kegiatan ekonomi Belanda berkembang pesat sehingga Amsterdam
sukses menjadi kota pusat perdagangan dunia.
Aturan landrent (dalam bahasa Belanda; landrete) adalah kebijakan ekonomi liberal
berdasarkan asas liberal yang berupa sewa tanah yang diprakarsai oleh Raffles. Raffles
berpendirian bahwa semua tanah adalah milik raja yang berdaulat yakni Inggris. Pada tahun
1813, Raffles mengambil alih tanah milik kesultanan Banten dan kesultanan Cirebon.
Sebagai gantinya Sultan diberi uang sebesar 10000 ringgit atau sekitar 30 juta rupiah.
Dalam aturan landrent system, rakyat yang menyewa tanah dan membayar pajak
tanah bebas menanam tanaman apapun ditanah yang disewa. Untuk lebih lengkapnya, berikut
ketentuan-ketentuan dalam landrent system :
1. Petaniharus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik dari tanah tersebut,
2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah,
3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan menggunakan uang tunai, dan
4. Bagi yang tidak punya tanah dikenakan pajak per kepala (per orang)
Dalam pelaksanaannya, landrent system di Indonesia mengalami kegagalan
karena faktor-faktor berikut :
1. Rakyat pribumi terutama dipedesaan tidak biasa menggunakan uang, karena saat
masa Belanda rakyat membayar dengan hasil bumi (contingenten),
2. Feodalisme masih sangat kental dalam masyarakat,
3. Masa kekuasaan Raffles yang terbilang singkat, yakni hanya sekitar 4 tahun (1811-
1814),
4. Sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda,
5. Sulit menentukan kondisi tanah atau pun tingkat kesuburan tanah, dan
6. Terbatasnya Jumlah Pegawai.
C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl
Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini Squad.