Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

DOMINASI PEMERINTAHAN BELANDA DI INDONESIA


Makalah ini disusun sebagai bukti hasil tugas kelompok

Guru pembimbing : DARMAYANTI S.pd


Disusun oleh

Kelompok : 4 (empat )
Ketua : ELDA SUNDARI

Anggota : 1. SRI MAHARANI


2. DZIKRI MAULANA
3. MUHAMMAD ARYO
4. EKO SETIAWAN

SMA NEGERI 1 RANTAU


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,atas rahmat dan karunia-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas sejarah yang berjudul “Dominasi Pemerintahan
Kolonial Belanda” Dengan baik .
Dalam kesempatan ini ,kami menyampaikan rasa bahagia dan ucapan terimakasih kepada
:
Orang tua yang telah membiayai dan memfasilitasi kami untuk mengerjakan dan
menyelesaikan tugas ini.
Ibu guru mata pelajaran Sejarah Indonesia yang telah memberi kami tugas ini.
Teman-teman kelompok kami yang telah memberikan ide/membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
penyusunan tugas yang akan datang.

Rantau, 06 Agustus 2018

Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN

 Kata pengantar

BAB II : PEMBAHASAN ATAU ISI

 A. Latar Belakang Dilaksanakan Tanam Paksa


 B. Ketentuan-ketentuan Dilaksanakan Tanam Paksa
 C. Sebab-sebab Dilaksanakan Usaha Swasta
 D. Isi Dan Makna Undang-undang Aggraria Tahun 1870
 E. Praktik Dan Penyelewengan Tanam Paksa
 F. Dampak Dilaksanakan Tanam Paksa Dan Usaha Swasta

Bab III : PENUTUP


 Kesimpulan
 Daftar Pustaka
BAB II

PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG DILAKSANAKAN TANAM PAKSA

Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat
besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan
Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri
Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.

latar belakang sistem tanam paksa adalah :

1. Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan


Napoleon sehingga menghabiskan dana yang besar.
2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
belanda pada tahun 1830.
3. Terjadinya perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat
jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar
20.000.000 gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Gagal mempraktikan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga mengeksploitasi
tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada Belanda

Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes


van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok
menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar
hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van
den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk
melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia secara
paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program sebagai
berikut :

 Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak
dan pelaksanaannya sulit.
 Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman
yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
 Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya
kepada pemerintah Belanda.

Maka untuk menutup hutang dilaksanakanlah Cultuur Stelsel atau politik tanam
paksa dengan aturan sebagai berikut :
1. Penduduk menyediakan sebagian tanah mereka untuk ditanami tanaman perdagangan
2. Tanah untuk tanaman perdagangan tidak boleh melebihi dari 1/5 tanah penduduk
3. Waktu untuk menanam perdagangan tidak boleh melebihi waktu tanam padi
4. Tanah untuk tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak
5. Hasil tanaman perdagangan diserahkan pemerintah bila melebihi ketentuan
dikembalikan.
6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan petani ditanggung pemerintah
7. Penduduk yang tidak punya tanah wajib bekerja di tanah pemerintah selama 66 hari
8. Penanaman tanaman perdagangan diawasi oleh penguasa lokal

Sistem tanam paksa telah menyebabkan penderitaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh adanya Cultuur Procenten yaitu imbalan atau hadiah bagi yang dapat
menyerahkan hasil melebihi dari ketentuan yang ditetapkan. Cultuur procenten telah
mendorong para pengawas lokal saling berlomba untuk meningkatkan hasil tanaman
perdagangan.Akibatnya terjadi banyak penyimpangan dari ketentuan pokok aturan tanam
paksa seperti :

1. Tanah untuk tanaman perdagangan melebihi dari 1/5 tanah penduduk


2. Waktu untuk menanam perdagangan melebihi waktu tanam padi
3. Tanah untuk tanaman perdagangan dikenakan pajak
4. Hasil tanam perdagangan diserahkan pemerintah bila lebih dari ketentuan tidak
dikembalikan
5. Kegagalan panen yang bukan menjadi tanggungan petani

Akibat tanam paksa adalah: Belanda menjadi makmur, Belanda dapat melunasi
hutang-hutangnya bahkan dapat membangun kota Amsterdam, sedangkan dampak
positifnya adalah Indonesia mengenal berbagai macam tanaman perdagangan selain
penderitaan,kesengsaraan dan kelaparan yang dialami oleh bangsa Indonesia . Reaksi
terhadap pelaksanaan tanam paksa: kemenangan kaum liberal dalam parlemen
menyebabkan STP (sistem tanam paksa) dihapus diganti sistem ekonomi liberal

Kekejaman STP diketahui dari : Edward Douwes Dekker lewat bukunya Max
Havelaar dengan nama samaran Multatuli, Frans van der Putte lewat buku berjudul
Zuicker Contracten (Kontrak-kontrak gula) yang berisi penyelewengan aturan tanam
paksadan Baron van Hoevel yang memprotes sistem tanam paksa melalui parlemen di
negeri Belanda.
B. KETENTUAN-KETENTUAN DAN PELAKSAAN TANAM PAKSA

Ketentuan Tanam Paksa

Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van den Bosch
tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di Jawa.
Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara
(Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara lain sebagai berikut.

1. Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.


2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak
boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak
boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran
pajak tanah.
5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan
kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir
melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi
tanggungan pemerintah.
7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di
bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa
melakukan pengawasan secara umum.
8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik
milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun.

Pelaksanaan Tanam Paksa

Tanam Paksa dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :

1. Sistem tanam paksa harus menggunakan organisasi desa


2. Pengerahan tenaga kerja melalui sambatan, gotong royong, gugur gunung
3. Peran kepala desa sangat sentral sebagai penggerak petani, penghubung dengan atasan
dan pejabat pemerintah

Tanam paksa yang dilaksanakan telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja
yang jatuh sakit. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam Paksa, sehingga nasib diri
sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan kemudian timbul bahaya kelaparan dan
kematian di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon (1843 - 1844), di Demak (tahun 1849)
dan Grobogan pada tahun 1850.

Walaupun banyak merugikan rakyat, namun Tanam Paksa juga memiliki beberapa
dampak positif bagi rakyat, diantaranya adalah dikenalkan tanaman jenis baru untuk
ekspor, dibangun saluran irigasi, dan dibangun jaringan rel kereta api. Sedangkan
dampak negatifnya adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan tanam paksa tidak sesuai dengan peraturan
2. Terjadi tindak korupsi dari pegawai dan pejabat dan rakyat sangat menderita
3. Para pekerja jatuh sakit dan terjadi bahaya kelaparan
4. Hindia Belanda mengeruk keuntungan 832 jt gulden 1831- 1877

C. SEBAB-SEBAB DILAKSANAKAN USAHA SWASTA

Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia,


khususnya Jawa, akhirnya menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti berikut ini :
1. Golongan Pengusaha

Golongan ini menghendaki kebebasan berusaha. Mereka menganggap bahwa tanam


paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal.

2. Baron Van Hoevel

Ia adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam


perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia akibat
tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa. Setelah
pulang ke Negeri Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia semakin gigih
berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan.

3. Eduard Douwes Dekker

Ia adalah seorang pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen Lebak
(Banten). Ia cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang menderita akibat tanam
paksa. Dengan nama samaran Multatuli yang berarti “aku telah banyak menderita”,
ditulisnya buku Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859)
yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa dalam kisah Saijah dan
Adinda.

Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsurangsur


menghapuskan sistem tanam paksa. Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865,
tembakau tahun 1866, kemudian menyusul tebu tahun 1884. Tanaman terakhir yang
dihapus adalah kopi pada tahun 1917 karena paling memberikan keuntungan.

D. ISI DAN MAKNA UNDANG-UNDANG AGGRARIA TAHUN 1870

Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 dikeluarkan oleh parlemen


Belanda (Staten Generaal). Tokoh yang berperan melahirkan Undang-undang ini
adalah de Waal, menteri jajahan dan perniagaan ketika itu.

Tujuan Undang-undang:
 melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa pemodal asing
 memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Indonesia.
 membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia, terutama menjadi buruh
perkebunan.

Isi Undang-undang Agraria tahun 1870:

 Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah milik pemerintah. tanah itu
dapat disewakan paling lama 75 tahun.
 Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang berada di
luar wilayah milik desa dan penghuninya, dan tanah milik adat
 Tanah milik penduduk antara lain semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang dimiliki
langsung oleh penduduk desa. Tanah semacam ini boleh disewa oleh pengusaha
swasta selama 5 tahun.
 Sisi Positif: meningkatkan kehidupan ekonomi
 Rakyat Indonesia diperkenalkan pada betapa pentingnya peran lalu lintas uang
(modal) dalam kehidupan ekonomi.
 Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkat jumlah produksi tanaman
ekspor jauh melebihi jumlah produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa. ketika
itu, Indonesia menjadi penghasil kina nomor satu di dunia.
 Rakyat Indonesia ikut merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yg dibangun
pemerintah kolonial untuk perkebunan.

Sisi Negatif: eksploitasi sumber daya dan tenaga rakyat:

 Pemberlakuan Undang-undang agraria tahun 1870 merupakan bentuk eksploitasi


sumber daya alam Indonesia dengan cara baru. Sama saja dengan sistem tanam
paksa, yg memeras keuntungan dari manfaat SDA Indonesia adalah pihak asing
 Kehidupan rakyat Indonesia dipersulit oleh membanjirnya barang-barang impor,
sehingga mematikan usah kecil penduduk pribumi karena kalah besaing.
E. PRAKTIK DAN PENYELEWENGAN TANAM PAKSA

Dalam perjanjian, tanah yang digunakan untuk ‘cultur stelsel’ adalah seperlima
sawah, namun dalam prakteknya dijumpai lebih dari seperlima tanah, yaitu sepertiga dan
bahkan setengah dari sawah milik pribumi. Tanah petani yang dipilih hanya tanah yang
subur, sedangkan rakyat hanya mendapat tanah yang tidak subur. Tanah yang digunakan
untuk penanaman tetap saja dikenakan pajak sehngga tidak sesuai dengan perjanjian.

Kelebihan hasil tidak dikembalikan kepada rakyat atau pemilik tanah, tetapi dipaksa
untuk dijual kepada pihak Belanda dengan harga yang sangat murah.
Waktu untuk bekerja untuk tanaman yang dikehendaki pemerintah Belanda, jauh
melebihi waktu yang telah ditentukan. Waktu yang ditentukan adalah 65 hari dalam
setahun, namun dalam pelaksanaannya adalah 200 sampai 225 hari dalam setahun.
Penduduk yang tidak memiliki tanah dipekerjakan di perkebunan Belanda, dengan waktu
3-6 bulan bahkan lebih.

Tanaman pemerintah harus didahulukan baru kemudian menanam tanaman mereka


sendiri. Kadang-kadang waktu untuk menanam, tanamannya sendiri itu tinggal sedikit
sehingga hasilnya kurang maksimal. Melihat aturan-aturannya, sistem tanam paksa tidak
terlalu memberatkan, namun pelaksanaannya sangat menekan dan memberatkan rakyat.
Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa pribumi
berdasarkan besar kecilnya setoran, ternyata cukup memberatkan beban rakyat. Untuk
mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha memperbesar
setoran, akibatnya timbulah penyelewengan-penyelewengan, antara lain sebagai berikut:

 Tanah yang disediakan melebihi 1/5, yakni 1/3 bahkan 1/2, malah ada seluruhnya,
karena seluruh desa dianggap subur untuk tanaman wajib.
 Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
 Tenaga kerja yang semestinya dibayar oleh pemerinah tidak dibayar.
 Waktu yang dibutuhkan tenyata melebihi waktu penanaman padi.
 Perkerjaan di perkebunan atau di pabrik, ternyata lebih berat daripada di sawah
 Kelebihan hasil yang seharusnya dikembalikan kepada petani, ternyata
tidak dikembalikan lagi.

F. DAMPAK DILAKSAAKAN TANAM PAKSA DAN USAHA SWASTA

a. Dampak Tanam Paksa

Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan
cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.

1) Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)

 Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang


berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
 Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila
gagal panen.
 Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang
berkepanjangan.
 Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
 Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka
kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat
mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian
ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi
penyakit busung lapar (hongorudim) di mana-mana.

2) Bagi Belanda.

Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia,
sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:

 Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.


 Hutang-hutang Belanda terlunasi.
 Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
 Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
 Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
 Perdagangan berkembang pesat.

b. Dampak Usaha Swasta

Awal mula dibentuknya usaha swasta itu untuk mengurangi penderitaan bagi para
rakyat pribumi. Namun dalam praktiknya tetap saja terjadi penyelewengan dan
ketidaksesuaian dengan tujuan awalnya. Sehingga bagi rakyat Bumiputera pelaksanaan
usha swasta ini tetap membawa penderitaan. Pertanian mereka semakin merosot.
Pelaksanaan kerja paksa masih terus berlangsung seperti pembangunan jalan raya,
jembatan, jalan kereta api, saluran irigasi, benteng, dan sebagainya

Di samping adanya kerja paksa, rakyat harus membayar pajak, sementara hasil
panen mereka menurun. Hasil kerajinan mereka juga mengalami kemunduran karena
munculnya alat – alat yang modern.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 Periode kemaharajaan kolonialisme dan imperialism dapat dipahami melalui dua fase
: fase keserakahan kongsi dagang dan fase dominasi pemerintahan colonial.
 Pemerintahan Komisaris Jenderal yang mengawali dominasi pemerintahan colonial
Belanda mengambil kebijakan kebijakan jalan tengah.
 Pelaksanaan tanam paksa di bawah VVan den Bosch telah membawa penderitaan
rakyat Indonesia yang berkepanjangan.
 System usaha swasta Belanda telah berhasil mengeruk keuntungan dari bumi
Indonesia, sementara rakyatnya masih menderita.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber

Buku Sejarah Indonesia

http://erakas.blogspot.com/2011/01/sistem-tanam-paksa-18301870.html

http://guru-sejarah-paroki-pati.blogspot.com/2013/03/latar-belakang-kedatangan-bangsa-
barat.html

http://hnr09.blogspot.com/2013/02/kapitalisme-dan-imperialisme.html

http://indahsekart20.blogspot.com/2012/10/undang-undang-agraria-tahun-1870.html

http://lilyistigfaiyah.blogspot.com/2012/12/latar-belakang-pelaksanaan-sistem-tanam.html

http://okayana.blogspot.com/2010/02/imprealisme-moderen.html#sthash.Wwx4rL5S.dpuf

http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2012/09/sistem-tanam-paksa-dan-dampaknya.html

http://pentagone911.blogspot.com/2013/05/imperialisme-modern-dan-mundurnya.html

http://wardku.blogspot.com/2013/03/pelaksanaan-tanam-paksa.html\

Anda mungkin juga menyukai