Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Sejarah Indonesia
Guru Pengampu : Airlangga Rahmadan Nurbianto Putra, S.Pd.

Disusun Oleh XI IPS 5 Kelompok 4

Cahya Putri Pramudhita (04)


Excellino Rafa M. (08)
Flavia Nindya Putri (10)
Kayla Imerda Sofin (17)
Mukhlish Veda (21)
Syakirana Azizah N. (33)

SMA NEGERI 8 SURAKARTA


Tahun Ajaran 2022/2023
0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
Sejarah Indonesia. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Airlangga Rahmadan Nurbianto Putra, S.Pd. selaku guru pembimbing yang
telah memberikan saran dan ide untuk menunjang pembuatan makalah
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis rinci satu per satu yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat beberapa
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Surakarta, 29 September 2022

Anggota Kelompok

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2
BAB 1 ................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................ 3
B. Tujuan ..................................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah………………………………………………………..4
BAB II ............................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
A. Pengertian Tanam Paksa ......................................................................... 4
B. Kebijakan Pintu Terbuka dan Politik Etis ................................................ 4
C. Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula ............................... 5
D. Masa Pemerintahan Republik Bataaf....................................................... 6
BAB III ............................................................................................................ 14
PENUTUP ....................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah peradaban Indonesia tidak akan pernah luput akan kekayaan alam yang
melimpah ruah.Berkat ungulnya akan sumber daya alam yang melimpah tersebut. Sampai
seantero dunia mencium akan kesuburan dan kemakmuran Indonesia.Indonesia sebagai
negeri yang kaya akan sumber daya alam yang sangat melimpah. Dengan demikian
menjadi sebab banyaknya bangsa dari eropa yang berbondong-bondong untuk datang ke
Indonesia. Yang tujuan awalnya untuk berdagang dan menyalurkan jiwa penjelajah serta
upaya menyebarkan agama yang dianutnya.

Diantara sebab datangnya bangsa eropa ke negeri Indonesia adalah mencari kekayaan
juga termasuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah,menyebarkan agama, serta
mencari kemuliaan bangsa.Pada abad 13 rempah-rempah merupakan komoditas unggulan
yang menjadi barang dagang yang menguntungkan. Hal tersebut mendorong bangsa eropa
yang sedang berusaha mencari harta kekayaan serta mencari kajayaan dan kemuliaan bagi
bangsanya..Pada mulanya tujuan bangsa eropa ke Indonesia hanya untuk membeli dari
para petani Indonesia. Namun lama-kelamaan bangsa eropa mulai mengklaim daerha-
daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah kekuasaanya. Ini merupakan gambaran akan
ketidak sesuai dengan asas perikemanusia yang sangat bertentangan dengan ideologi
bangsa Indonesia.Di dalam makalah sederhana ini kami sebagai pemakalah memaparkan
secara singkat tentang Kolonialisme serta Imperialisme yang terjadi di Indonesia yang kita
cintai ini.

B. Tujuan
1. Agar pembaca mudah memahami mengenai kebijakan tanam paksa
2. Agar pembaca mudah memahami mengenai kebijakan pintu terbuka dan politik
etis
3. Agar pembaca mengetahui Undang undang agrarian dan UU Gula
4. Agar pembaca mengetahui Masa pemerintah republic baataf

C. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Kebijakan tanam paksa


2. Jelaskan Kebijakan pintu terbuka dan politik etis
3. Jelaskan Undang Undang agrarian dan UU Gula
4. Bagaimana Pemerintahan republic bataaf
3

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan Tanam Paksa

Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, tepatnya tahun 1830, diterapkan sebuah
kebijakan yang disebut sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa mewajibkan rakyat
menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh
pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Sistem tanam paksa ini disebut
juga dengan cultuurstelsel. Nama tokoh yang menerapkan sistem tanam paksa adalah
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch. Tujuan utama Van den Bosch
menerapkan kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kondisi perekonomian Belanda yang
dilanda krisis ekonomi. Selama sistem tanam paksa diberlakukan, ada beberapa ketentuan
yang harus diikuti.
Sejarah dan Latar Belakang Tanam Paksa

Cultuurstelsel atau tanam paksa merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1830 oleh Gubernur Jendral Johannes van den Bosch yang
memerintah pada saat itu. Kebijakan tanam paksa yang ditetapkan tersebut mewajibkan
setiap desa untuk menyisihkan Sebagian tanahnya yaitu sebanyak 20 persen untuk ditanami
komoditi ekspor terutama kopi, tebu dan nila.

Kemudian tanaman ekspor yang telah dikumpulkan harus dijual kepada pemerintah
kolonial Belanda dengan harga rendah. Sedangkan untuk rakyat yang tidak memiliki lahan
tanah, diwajibkan untuk bekerja tanpa dibayar selama 75 hari dalam setahun di kebun milik
pemerintah kolonial Belanda.

Pemasukan tersebut kemudian digunakan untuk kas belanda yang mengalami defisit
beberapa tahun kebelakang karena beberapa hal seperti adanya korupsi para pejabatnya,
penyimpangan kewenangan hingga kerugian akibat perang Jawa.

Kebijakan tanam paksa pun telah berhasil memberikan keuntungan yang sangat besar untuk
pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu dan mengembalikan kondisi keuangan
pemerintah kolonial Belanda kembali stabil.

Tujuan Tanam Paksa

Secara garis besar terdapat 4 poin tujuan tanam paksa yang ditetapkan oleh Van den Bosch
pada rakyat Indonesia:

1. Mengisi kembali kas negara Belanda yang kosong karena pengeluaran negara yang
sangat banyak saat Perang Jawa.

2. Membantu menyediakan dana untuk membayar utang negara yang sangat besar akibat
peperangan.

4
3. Memberi suntikan dana untuk membiayai peperangan yang dilakukan di Eropa dan di
Indonesia.

4. Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya untuk pendapatan Pemerintah Kolonial


Belanda.

Penyimpangan Tanam Paksa

Walaupun berhasil meraup keuntungan dalam jumlah besar, namun dalam prakteknya,
terjadi banyak penyelewengan dalam pelaksanaan Sistem Tanam Paksa hingga akhirnya
menyebabkan gagalnya kebijakan tanam paksa dan makin menyengsarakan rakyat,
penyimpangan yang terjadi diantaranya yaitu:

1. Tanah yang harus diserahkan rakyat melebihi ketentuan yang ditetapkan yaitu lebih
dari 20 persen.

2. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap terkena pajak yang akhirnya merugikan
rakyat.

3. Rakyat yang tidak punya tanah garapan harus bekerja di pabrik atau perkebunan milik
kolonial selama lebih dari 75 hari tanpa digaji.

4. Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak tidak dikembalikan kembali ke petani.

5. Kerugian akibat gagal panen ditanggung oleh petani mengakibatkan kerugian petani
makin bertambah.

Penyimpangan ini terjadi salah satunya disebabkan karena adanya sistem Cultuur
Procenten yang membuat banyak pejabat lokal yang tergiur janji dari pemerintahan
kolonial untuk bisa mendapat keuntungan yang lebih banyak.

Cultuur procenten atau dikenal juga dengan persenan tanaman merupakan sistem
pemberian hadiah dari pemerintah kolonial Belanda kepada kepala pelaksana tanam paksa
yang biasanya merupakan pemimpin dan kepala desa di daerah. Dimana mereka akan
mendapat hadiah jika dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan.

KETENTUAN TANAM PAKSA

1. Menyisihkan tanah sebesar 20 persen Sistem tanam paksa mewajibkan setiap desa di
Indonesia menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor,
khususnya kopi, teh, dan tarum (nila).
2. Tanaman cultuurstelsel bebas pajak Tanah yang digunakan untuk cultuurstelsel
dibebaskan dari pajak, karena hasil tanamannya telah dianggap sebagai bagian dari
bayaran pajak itu sendiri.
3. Pemerintah bertanggung jawab penuh atas gagal panen Jika tanaman yang ditanam di
tanah cultuurstelsel mengalami gagal panen akibat bencana alam, maka kerugiannya
akan ditanggung secara penuh oleh pemerintah Belanda. Sebaliknya, jika hasil produksi
tanaman lebih dari ketentuan yang dibuat, maka sisanya akan dikembalikan kepada
rakyat.

5
4. Sistem tanam paksa selesai dalam waktu tiga bulan. Setiap pekerja diberi waktu untuk
menyelesaikan cultuurstelsel dalam waktu tiga bulan dan tidak boleh lebih. Sebab, jika
melebihi waktu tanam padi maka risiko kegagalannya akan lebih besar dan akan
memberi kerugian bagi Belanda.
5. Tahun berapakah tanam paksa dihapuskan? Selama kebijakan sistem tanam paksa
diterapkan, banyak kualitas dan hasil tanaman pangan menjadi kurang bagus. Selain
itu, muncul juga masalah kelaparan yang dirasakan oleh rakyat pribumi, yang tidak
sempat merawat sawah dan ladang karena harus mengurusi tanaman perkebunan milik
Belanda. Banyaknya masalah dan penderitaan yang disebabkan oleh sistem tanam
paksa pun memberikan kesengsaraan, khususnya bagi rakyat pribumi. Oleh sebab itu,
mulai muncul berbagai kritik keras atas sistem tanam paksa. Akhirnya, sistem tanam
paksa resmi dihapus pada 1870 berdasarkan ketetapan dalam UU Agraria.

DAMPAK NEGATIF

1. Memakan waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam penggarapan budidaya tanaman ekspor sering
mengganggu kegiatan tanam padi. Akibatnya rakyat lebih fokus pada komoditi yang
dipaksa untuk ditanam alih-alih untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
2. Membutuhkan air banyak
Penggarapan tanaman ekspor seperti tebu membutuhkan air yang banyak sehingga
memberatkan petani.
3. Penggunaan tanah berkualitas
Budidaya tebu dan nila (indigo) menggunakan sebagian besar tanah sawah petani yang
baik dan bernilai paling tinggi. Dalam praktiknya, sistem tanam paksa juga
menyimpang. Bagian tanah yang diminta untuk ditanami tanaman ekspor melebihi dari
seperlima bagian sepertui yang ditentutakan. Misalnya sampai sepertiga atau setengah
bagian, bahkan sering seluruh tanah menjadi tanaman ekspor.
4. Kebutuhan hewan ternak Pelaksanaan sistem tanam paksa ini melipatgandakan
kebutuhan akan hewan ternak petani. Tidak hanya untuk pekerjaan ladang tetapi juga
sebagai alat angkut hasil tanaman ekspor menuju pabrik atau pelabuhan.
5. Timbul kelaparan
Kegiatan tanam paksa menyebabkan kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana,
sehingga angka kematian meningkat tajam. Bahaya kelaparan menimbulkan korban
jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon, Demak, dan Grobogan. Hal ini
mengakibatkan menurunnya jumlah penduduk di daerah

DAMPAK POSITIF

1. Rakyat Indonesia mengenal berbagai teknik menanam jenis-jenis tanaman baru. 2.


Meningkatnya jumlah uang yang beredar di pedesaan, sehingga memberikan
rangsangan bagi tumbuhnya perdagangan.
3. Munculnya tenaga kerja yang ahli dalam kegiatan non pertanian yang terkait dengan
perkebunan dan pepabrikan di pedesaan.

6
4. Penyempurnaan fasilitas yang digunakan dlm proses tanam paksa, seperti jalan,
jembatan, penyempurnaan fasilitas pelabuhan dan pabrik serta gudang utk hasil.
budi daya.

B. KEBIJAKAN PINTU TERBUKA DAN POLITIK ETIS

Politik Pintu Terbuka adalah sebuah sistem di mana pemerintah memberikan


kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada periode ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi),
tanah rakyat dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Oleh karena itu, terdapat
kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.

Tujuan
Belanda menerapkan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan
rakyat jajahan. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan
beberapa undang-undang sebagai berikut. Undang-Undang Perbendaharaan
(Comptabiliteits Wet). Undang-undang yang dikeluarkan pada 1864 ini mengatur setiap
anggaran belanja Hindia Belanda yang harus disahkan oleh parlemen dan melarang
mengambil keuntungan dari tanah jajahan. Undang-Undang Gula (Suikers Wet). Undang-
undang yang disahkan pada 1870 ini mengatur perpindahan monopoli tanaman tebu dari
pemerintah ke tangan swasta. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet). Undang-undang
ini dikeluarkan pada 1870 dan mengatur tentang dasar-dasar politik tanah.

Faktor pendorong
Dijalankannya Politik Pintu Terbuka Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah Banyaknya modal yang tersedia karena
keuntungan sistem tanam paksa Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-
usaha pertanian, pertambangan, dan transportasi Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka Politik
Pintu Terbuka berlangsung antara tahun 1870, sejak peresmian Undang-Undang Agraria,
hingga 1900. Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Politik Pintu Terbuka, para
pengusaha swasta Barat mulai berdatangan ke Hindia Belanda. Mereka menanamkan
modal dengan membuka perkebunan seperti perkebunan teh, kopi, tebu, kina, kelapa sawit,
dan karet. Untuk mendukung perkembangan perkebunan, pemerintah Belanda
membangun sarana dan prasarana fisik berupa waduk, bendungan, saluran irigasi, jalan
raya, jembatan, rel kereta api, dan pabrik. Namun, untuk membangun fasilitas tersebut,
pemerintah Belanda menyerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa melalui kerja paksa
(rodi). Perkembangan perkebunan yang pesat juga terjadi di luar Jawa, misalnya
perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. Untuk memenuhi permintaan tenaga kerja,
pemerintah mendatangkan kuli dari Jawa dan mengaturnya secara kontrak. Apabila para
pekerja tersebut melanggar kontrak, mereka akan diberi sangsi yang disebut Poenale
Sanctie.

Latar Belakang
Politik Etis Pemikiran baru tentang Politik Etis berasal dari kaum sosialis-liberalis yang
prihatin terhadap kondisi sosial ekonomi kaum pribumi (inlander). Pada 1863 sistem
tanam paksa dihapus dan Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal sehingga modal-

7
modal swasta masuk nusantara. Politik ekonomi ini secara tidak langsung membuka ruang
bagi swasta untuk bersatu di usaha-usaha ekonomi di Hindia Belanda. Perkebunan swasta
semakin meluas bahkan mencapai wilayah Sumatera Timur. Tetapi sistem ekonomi ini
tidak mengubah nasib rakyat, sebab mengejar keuntungan tanpa memperhatikan
kesejahteraan masyarakat pribumi. Kondisi buruk kaum pribumi terjadi akibat eksploitasi
ekonomi oleh pemerintah dan swasta Belanda khususnya sejak 1870. Kebijakan-kebijakan
pemerintah kolonial pada masa itu umumnya tidak memberikan perlindungan maksimal
terhadap penduduk setempat. Sehingga menimbulkan kritik dari kaum sosialis di Belanda.
Tetapi menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat pribumi, yaitu tekanan terhadap
rakyat semakin kuat, pembelaan hak rakyat terhadap kapitalisme modern semakin lemah
dan kemerosotan kesejahteraan hidup.

Dampak positif
Politik Pintu Terbuka Sistem Tanam Paksa yang memberatkan rakyat dihapuskan Rakyat
Indonesia mulai mengenal arti pentingnya uang dan mengenal barang-barang ekspor-
impor Dibangunnya fasilitas perhubungan (jalan raya, rel kereta api, jembatan) dan
irigasi (waduk, bendungan).

Dampak negatif
Politik Pintu Terbuka Rakyat semakin menderita karena ditekan oleh pemerintah dan
swasta Adanya eksploitasi rakyat pribumi dan lahan produktif secara besar-besaran
Kehidupan penduduk merosot tajam karena dipaksa untuk menyewakan tanahnya
kepada pihak swasta dengan biaya sewa yang sangat murah

C. UNDANG-UNDANG AGRARIA DAN UNDANG-UNDANG GULA


Isi Undang-Undang Agraria :
1. Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah.
2. Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dalam
undang-undang.
3. Tanah-tanah diberikan dengan hak penguasaan selama waktu tidak lebih dari 75 tahun
sesuai ketentuan.
4. Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat.

Undang-Undang Gula (Suiker Wet) :


1. Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2. Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih
oleh swasta.

8
Tujuan UU Agraria
Melindungi hak pemilik tanah (pribumi) dari pihak swasta Undang-Undang Agraria 1870
bertujuan untuk melindungi hak pemilik tanah (pribumi) agar tidak kehilangan hak atas
tanahnya. Seperti tertuang dalam ketentuan undang-undang ini, pihak swasta memang
diberi kebebasan untuk mengelola tanah milik pemerintah, tetapi mereka tidak diizinkan
untuk memiliki tanah atas dasar hak milik mutlak, kecuali tanah untuk pabrik. Memberi
peluang kepada pihak swasta untuk menyewa tanah penduduk pribumi Berdasarkan
Undang-Undang Agraria 1870, penduduk pribumi dapat menyewakan tanahnya kepada
para pengusaha swasta. Akan tetapi, pengusaha swasta tidak dapat menyewa tanah yang
digunakan untuk menanam padi atau mencukupi kebutuhan sehari-hari. Membuka
kesempatan kerja bagi penduduk pribumi Undang-Undang Agraria 1870 membuka
kesempatan kerja bagi penduduk pribumi untuk menjadi buruh perkebunan, baik sebagai
buruh harian maupun buruh musiman.

Tujuan Undang-Undang Gula


untuk memberikan kesempatan luas bagi pengusaha perkebunan gula. UU Gula
memberikan kepastian hukum bahwa hanya pribumi yang berhak memiliki tanah di
jajahan Belanda.

Dampak UU Agraria
1. Semakin banyak pihak asing yang masuk ke Hindia Belanda dan mengeksploitasi
tanah jajahan.
2. Salah satu manfaat positif Undang-undang Agraria 1870 bagi pribumi yakni membuka
kesempatan bagi penduduk asli Indonesia untuk berhubungan dengan dunia modern.
3. Masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) mulai mengenal uang karena berubahnya
sistem pengupahan.
4. Masyarakat juga mengenal hasil bumi yang bisa diekspor dan barang luar negeri yang
diimpor, seperti tekstil.
5. Industrialisasi perkebunan semakin berkembang dan Hindia Belanda menjadi negeri
pengekspor hasil perkebunan

D. Masa Pemerintahan Repubik Bataaf

Pada periode sekitar tahun 1795 terjadi berbagai konflik di Eropa, dan pada saat itu
pula terjadi perubahan di negara Belanda. Muncul kelompok yang menamakan kaum
patriot. Kaum ini mendapat pengaruh dari Perancis yaitu liberte (kemerdekaan), egalite
(persamaan) dan fraternite (persaudaraan). Paham tersebut kemudian dikenal dengan
Paham Revolusi Perancis yang menyuarakan adanya negara keatuan di tubuh pemerintahan

9
Belanda. Pada tahun 1795 terjadi penyerbuan Perancis atas Belanda. Belanda takluk dan
Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda melarikan diri ke Inggris. Belanda
dikuasai Perancis.

Selanjutnya di Belanda dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806)


yang dipimpin oleh Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte. Di sisi lain, Raja Willem
V ditempatkan di salah satu kota di Inggris dan mengeluarkan perintah agar Belanda
menyerahkan wilayahnya ke Inggris, bukan kepada Perancis melalui surat – surat kew.
Pihak Inggris kemudian bergerak cepat dengan mengambil alih wilayah – wilayah jajahan
Belanda di Hindia Belanda salah satunya Padang pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan
Banda pada tahun 1796. Inggris juga memperkuat armada laut untu memblokade Batavia.
Pemerintahan Belanda yang ada di Indonesia seakan di dikendalikan oleh Perancis dan
semua kebijakan tidak lepas dari campur tangan Perancis. Untuk mempertahankan wilayah
kepulauan Nusantara, Louis Napoleon memberikan mandat kepada Herman Willem
Daendels yang merupakan salah satu tokoh revolusioner untuk mempertahankan tanah
Jawa dari serangan Inggris.

Masa Pemerintahan Republik Bataaf dipimpin oleh:

PEMERINTAHAN HERMAN WILLEM DAENDELS (1808 – 1811)

Daendels memimpin sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda pada periode 1808 hingga
1811. Daendels ditugaskan untuk mempertahankan wilayah Nusantara dari serangan
Inggris. Daendels dituntut memperkuat pertahanan dan memperbaiki administrasi
pemerintahan serta meningkatkan ekonomi khususnya di tanah Jawa. Daendels merupakan
seorang tokoh dari kaum patriot yang dipengaruhi ajaran Revolusi Perancis. Berikut ini
adalah kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan Daendels selama memerintah.

PEMERINTAHAN JAN WILLEM JANSSENS (1811)

Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke
negara Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan
Willem Janssens yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan
(Afrika Selatan) pada tahun 1802 – 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung
Harapan karena Tanjung Harapan jatuh ke tangan Inggris.

Pada tahun 1810, Janssens ditunjuk menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan
resmi menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha
memperbaiki keadaan di Hindia Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda pada
saat itu telah menguasai beberapa wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto
memerintahkan Thomas Stamford Raffles (pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai
pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan dan pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun
dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena dalam perkembangannya ia terusir dari
tanah jajahannya.

10
Pada tanggal 4 Agustus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia.
Kemudian pada 26 Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan
Raffles. Janssens kemudian lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara
serta prajurit Yogyakarta dan Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga
berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang.
Janssens kemudian menyerah kepada Inggris dan ditandai dengan adanya perjanjian
Kapitulasi Tuntang

Kebijakan-Kebijakan

kebijakan-kebijakan tersebut antara lain :

- Membangun berbagai benteng baru.

- Membangun berbagai pangakalan angkatan laut.

- Meningkatkan jumlah tentara.

- Membangun jalan dari Anyer hingga Panarukan.

- Membangun dengan menggunakan sistem rodi.

11
BAB lll

KESIMPULAN

sistem tanam paksa telah memberatkan rakyat indonesia pada masa itu, terutama para
petani. namun ada dampak positif yang dapat diambil yaitu para petani indonesia dapat
mengenal jenis-jenis tanaman yang dapat di ekspor dan laku di pasaran, juga mengetahui
teknik penanaman yang efektif terhadap jenis tanaman tersebut.

Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Munculah kelompok yangmenamakan


dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte
(kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan
paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot menghendaki
perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan
Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai
Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang dinamakan
Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf adalah Louis Napoleon
saudara dari Napoleon Bonaparte. Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh
pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan
perintahyang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar parapenguasa
di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis.
Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan mengambil alih
beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai Ambon
dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade
terhadap Batavia.

12

Anda mungkin juga menyukai