Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENGANTAR ILMU PERTANIAN

“SEJARAH PERTANIAN DI INDONESIA”

Disusun Oleh

Rey Fasha Syihab Ulwan (H0223136)

Program Studi S-1 Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, Saya
sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Sejarah Pertanian di
Indonesia" dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan tentang sejarah pertanian terutama di Indonesia sebagai negara agraris baik bagi
pembaca dan juga penulis.

Saya selaku penulis makalah ini mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. Suntoro Wongso Atmojo, MS. selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Serta
saya ucapkan terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Saya selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 08 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

SAMPUL DAN JUDUL JURNAL……………………………………………………………1

KATA
PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................................,,,2

1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................


2

1.2. Rumusan
Masalah ...............................................................................................................3

1.3. Tujuan
Penulisan .................................................................................................................3

1.4 Manfaat
Penulisan………………………………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4

2.1. Perkembangan Awal Pertanian di Indonesia..................................................................... 4

2.2. Pertanian Pada Masa Kolonialisme....................................................................................8

2.3. Pertanian Pada Masa Revolusi Hijau…………….............................................................


11

2.4. Pertanian Pada Masa Setelah Kemerdekaan Indonesia………………………………….12

ii
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..16

Kesimpulan..............................................................................................................................16

Saran.........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradaban seluruh umat manusia di Bumi ini tidak pernah lepas dengan suatu
peristiwa masa lampau atau Sejarah (Historical Events) yang terhubung oleh dimensi
ruang dan waktu. Demikian pula sama halnya dengan Sejarah pertanian yang merupakan
awal mula terjadi kehidupan yang berkelanjutan dalam konteks bertahan hidup dan masuk
ke dalam nilai kultural suatu bangsa. Pertanian muncul ketika munculnya masalah
kekurangan pangan untuk menjaga ketersediaan pangan sehingga masyarakat prasejarah
dan modern kini bisa bertahan hidup, baik untuk dirinya sendiri dan juga orang lain
ataupun keluarganya. Pertanian mendorong munculnya peradaban dengan memaksa suatu
kelompok agar menetap di suatu Kawasan yang subur ataupun hanya mengandalkan
kesuburan tanah itu sendiri.
Pertanian yang merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia kini telah membawa
umat manusia menuju revolusi-revolusi di berbagai bidang seperti bidang Industri dan
Society (masyarakat). Pilar dari revolusi-revolusi masa sekarang adalah revolusi pertanian
sebagai revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Terjadi perubahan dalam
sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian
akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada
aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.
Indonesia sendiri merupakan negara agraris, yaitu negara dimana sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sejarah pertanian di Indonesia sendiri
merupakan suatu warisan yang ditinggalkan manusia terdahulu sebagai peninggalan
bersejarah yang bernilai historis, budaya, dan beragama. Di era modern ini, sudah banyak
penerapan teknologi dan inovasi maju yang memudahkan para petani di Indonesia untuk
menggarap sawah, kebun, dan ladangnya. Hal ini untuk menjaga ketahanan pangan
nasional terlebih lagi dari segi mutu untuk menanggapi Indonesia Emas 2045 dan
mewujudkan pertanian terpadu dan berkelanjutan serta berbasis lingkungan. Dengan
tujuan utama untuk mencapai pertanian yang maju, mandiri, dan modern untuk
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja proses perkembangan pertanian pada zaman Prasejarah di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh budaya dan teknologi asing pada pertanian Indonesia?
3. Apa peran agama dalam sistem pertanian di Indonesia?
4. Apa dampak masa kolonialisme bangsa Eropa dan Jepang dalam pertanian di
Indonesia?
5. Apa yang dimaksud dengan revolusi hijau pada sistem pertanian di Indonesia?
6. Bagaimana perkembangan pertanian pada masa kemerdekaan bangsa Indonesia?
7. Apa saja tantangan dan perubahan masa kini dalam pertanian di Indonesia
terutama sebagai Garis Pertahanan Terakhir perekonomian negara?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui proses perkembangan pertanian pada zaman Prasejarah di Indonesia
2. Mengetahui jenis-jenis kebudayaan dan teknologi asing yang masuk ke Indonesia
3. Mengetahui peran keagamaan dalam sistem pertanian di Indonesia
4. Mengetahui dampak masa kolonialisme dalam perkembangan pertanian di
Indonesia
5. Mengetahui pengertian dan maksud dari revolusi hijau
6. Mengetahui proses perkembangan pertanian pada masa kemerdekaan bangsa
Indonesia
7. Mengetahui dan menanggulangi tantangan dan perubahan masa kini dalam
pertanian di Indonesia terutama sebagai Garis Pertahanan Terakhir perekonomian
negara.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah untuk membantu para
pembaca dalam memahami Sejarah pertanian di Indonesia secara komprehensif dan
dampaknya kedepannya dengan tujuan utama kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Awal Pertanian di Indonesia

A. Pertanian Prasejarah

Masa prasejarah adalah masa manusia belum mengenal tulisan. Berdasarkan hasil penelitian,
masa prasejarah di Indonesia terbagi ke dalam empat masa, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.

Pertanian atau agrikultur sudah dilakukan dari awal manusia hidup di muka bumi.
Penelitian arkeolog telah membuktikan adanya kegiatan agrikultur yang dilakukan pada masa
lampau. Definisi dari agrikultur adalah sebagai ilmu pengetahuan hayati yang membahas
segenap rangkaian kegiatan manusia dalam mengolah, menghasilkan, dan memasarkan
tanaman maupun ternak untuk keperluan pangan dan sandang (Soedewo, 2012).

Sejarah manusia dalam masa berburu dan mengumpulkan makanan dimulai dari
zaman prasejarah dan terbagi dalam beberapa tahapan. Masa neolitik (batu muda) merupakan
masa dimana seorang atau sekelompok manusia sudah melakukan berbagai macam hal terkait
bercocok tanam dan dikaitkan dengan budaya Austronesia (Wiradnyana, 2012). Selanjutnya
adalah masa mesolitik (batu pertengahan) dimana pertanian itu sudah terjadi, tapi hanya
sekadar berburu dan meramu(mengumpulkan) makanan.

Salah satu bukti kegiatan pertanian sudah dilakukan oleh masyarakat prasejarah
adalah penemuan polen kacang-kacangan, polong-polongan, dan kangkung-kangkungan pada
masa itu. Bukti aktual ada pada salah satu situs bersejarah yang terdapat di Mendale, Aceh
Tengah, yaitu ditemukannya fragment/shard cangkang buah kemiri.

4
Budaya Austronesia yang menyebar ke wilayah Indonesia pada 4.000-3.500 Sebelum
Masehi (SM). Ini diindikasikan dari temuan budaya Austronesia di Situs Loyang Ujung
Karang, Aceh Tengah, dan di Situs Minanga Sipakko, Sulawesi Barat (Wiradnyana, 2012).

Pada awal masa berburu dan meramu makanan, ketergantungan mereka (manusia
purba) kepada kondisi alam sangat tinggi. Ada dua hal penting yang digunakan dalam masa
ini, yaitu alat-alat/perkakas (tools) dan api. Perkakas yang digunakan terbuat dari batu, kayu,
tulang, tanduk, dan kerang. Sementara api hanya untuk memenuhi kebutuhan ala kadarnya,
seperti memanaskan makanan, mencegah dan melawan serangan binatang buas, dan sebagai
sumber penerangan saat kegiatan di malam hari (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984).

Alat-alat batu yang ditemukan di Indonesia sendiri yaitu ada 4 jenis, antara lain
seperti kapak berimbas, kapak genggam, kapak penetak, dan proto kapak genggam.
Kegunaan alat-alat batu tersebut berdasarkan hasil penelitian ialah alat batu tersebut dipakai
untuk menebas, membantai, menebang pohon, dan menetak ranting dengan cara digenggam
langsung. Selain itu, batu bulat juga termasuk salah satu alat yang dipakai dalam berburu
hewan buruan dengan ukuran seperti bola tenis yang kegunaannya untuk dilemparkan ke
target buruan. Dan ada juga alat untuk menguliti hewan hasil buruan yang terbuat dari batu
berupa serpihan tajam yang disebut serpih bilah (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984).

Manusia zaman prasejarah hidup dengan cara nomaden (berpindah-pindah).


Diperkirakan pada masa itu manusia prasejarah saat itu sudah mengenal padi liar yang
tumbuh di hutan. Setiap area yang sudah habis persediaan bahan makanannya,
mereka(manusia prasejarah) akan pindah ke tempat lain untuk diambil kekayaan alamnya
dengan tujuan utama sebagai bahan pangan.

Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, manusia prasejarah belum melakukan
budi daya. Tetapi, seiring berjalannya waktu dengan perkembangan peradaban dan
masyarakat, mulai ada kegiatan pertanian budi daya pertanian dan peternakan dan masa ini
disebut masa bercocok tanam. Dengan pola pikir masyarakat yang sudah berkembang untuk
tidak bergantung pada alam dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dirinya, kelompoknya,
maupun keluarganya.

5
Pada masa ini, manusia prasejarah mulai menebang hutan dan membakar pohon untuk
dikembangkan menjadi ladang dan mulailah manusia purba tersebut memanfaatkan hutan
dengan baik. Dan pada masa ini juga, manusia prasejarah memutuskan untuk hidup dengan
cara menetap sehingga bermula peradaban manusia dimulai dari perkampungan kecil.
Lingkungan yang mereka pilih berdasarkan pada topografi, iklim, dan potensi pertanian.

Komoditas pertanian yang di budi dayakan pada masa ini antara lain seperti keladi, sukun,
uwi, pohon rumbia (sagu), pisang, durian, manggis, rambutan, duku, salak, kelapa, labu air,
jawawut, dan padi gogo. Untuk yang berupa biji-bijian, kemungkinan mereka tidak
menanamnya dalam lubang tanam, melainkan menebarkannya langsung di atas tanah karena
belum mengenal cara menanam biji atau benih. Mereka hanya menanam batang yang telah
dipotong (Poesponegoro dan Notosusanto 1984). Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan
protein, mereka berburu hewan di hutan seperti ayam, babi hutan, sapi, kijang, dan ikan.

Pengenalan otentik terjadi pada masa ini, yaitu telah mengenal padi tapi belum
menjadi pangan utama. Masyarakat masih memilih umbi-umbian sebagai bahan pokok
pangan utama mereka dikarenakan tanaman ini dapat dengan mudah tumbuh di lahan kurang
subur maupun subur. Tidak hanya itu, tanaman ini juga tahan (invulnerable) terhadap
penyakit dan masa panennya cepat serta pengolahan yang relatif mudah dengan hanyak
dibakar atau direbus (Restiyadi, 2012).

Dengan perubahan pola hidup dari nomaden menjadi menetap, maka


alat-alat/perkakas yang ditemukan pun beda dari masa sebelumnya. Sebagai contoh, mereka
menggunakan beliung persegi berdiameter besar sebagai cangkul (alat penggali tanah),
beliung persegi dengan diameter kecil untuk memahat, beliung sebagai alat untuk upacara
sakral sebagai bukti religius masyarakat terdahulu, kapak lonjong untuk berburu dan
memotong hewan buruan, dan beberapa alat memotong yang terbuat dari batu obsidian
(kecubung) sehingga dinamakan dengan alat-alat obsidian.

Perkakas spesifik yang membedakan antara masa berburu dan mengumpulkan


makanan tingkat sederhana dan lanjut adalah penemuan gerabah. Kita bisa menyimpulkan
pada masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut, masyarakat dengan pola hidup
menetap sudah mulai membuat perkakas seperti tempat makanan, minuman, dan upacara
dengan bahan dasar tanah lempung.
6
Masyarakat pada masa ini juga sudah mengenal sistem irigasi dengan tujuan
menanam keladi yang merupakan makanan pokok pada masa itu. Metode yang mereka pakai
adalah dengan membuat undag-undagan (daerah dataran tinggi) yang dilengkapi dengan
saluran air (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984).

Sistem perdagangan dengan cara bertukar atau barter juga sudah dikenal oleh
masyarakat pada zaman ini. Barang-barang yang ditukar biasanya memuat bahan pangan,
perkakas, gerabah, dan perhiasan. Kepercayaan juga sudah naik satu tahap yaitu pemahatan
batu berbentuk bulat-bulat seperti papan congklak yang dinamakan batu dakon.

(Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fkebudayaan.kemdikbud.go.id%2Fbpcbjatim
%2Fbatudakon
%2F&psig=AOvVaw1G66TDF3u4t4TkSTwZ2yuY&ust=1694238379977000&source=images&cd=vfe&opi=8
9978449&ved=0CBAQjRxqFwoTCOiI8fenmoEDFQAAAAAdAAAAABAE)

Berlanjut pada masa perundagian, dimana pada masa ini manusia sudah mulai
mengenal logam dan membuat alat-alat/perkakas dari logam. Benda-benda peninggalan
bersejarah pada masa ini antara lain seperti nekara, bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang.
Menurut peneliti dari Balai Arkeologi Bandung, Jawa Barat, (Lutfi Yondri, 2019), di daerah
Karawang, Jawa Barat, terdapat situs megalitikum, yakni Situs Kebon Jambe yang
diperkirakan berasal dari 5.000 SM. Diperkirakan Situs Kebon Jambe merupakan situs sawah
purba. Kegiatan pertanian di kawasan tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

B. Kajian Etnoarkeologi

Etnoarkeologi merupakan salah satu branch (cabang) dari ilmu arkeologi yang
mempelajari ilmu budaya dan teknologi primitif sebagai suatu cara pendekatan komprehensif
untuk menggambarkan budaya prasejarah.

7
Kegiatan pertanian sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai keagamaan seperti yang
penulis sebutkan sebelumnya. Sebagai bukti nyata, masyarakat Batak Toba yang menganut
paham animisme, yaitu kepercayaan terhadap nenek-nenek moyang dan dinamisme yang
merupakan kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap sakral. Masyarakat setempat
pada saat itu percaya denga nada roh pelindung atau entitas yang tidak nyata sebagai objek
spiritualitas mereka dalam mengemban suatu kepercayaan.

Kepercayaan ini dipercaya dapat menghasilkan serta memberi hasil panen yang
melimpah, yang diimplementasikan dalam bentuk upacara sakral, yaitu upacara matumona.
Biasanya, upacara ini dilakukan saat padi mulai berwarna kekuningan untuk mencegah
kegagalan panen akibat sesuatu yang tidak dikehendaki (Hidayati, 2012).

Ketika masyarakat Batak Toba mengalami musim kemarau berkepanjangan, mereka


mulai melakukan suatu kegiatan sakral, yang disebut dengan margombur. Kegiatan ini
dipimpin oleh seorang Datu yang mengajak masyarakat untuk mendatangi sumber-sumber air
dengan iringan musik gondang serta membawa sesaji untuk dipersembahkan kepada dewi
penguasa air untuk menyudahi kemarau yang berkepanjangan ini. Masyarakat setempat
biasanya akan mandi dan menyembur-nyemburkan air sebagai salah satu bentuk
penghormatan tertinggi terhadap dewi air yang dipercaya menghuni kawasan tersebut
(Hidayati, 2012).

2.2 Pertanian Pada Masa Kolonialisme

A. Kedatangan Pertama Bangsa Eropa

Bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Portugis pada tahun 1512
dengan tujuan utama yaitu berdagang. Armada pertama yang sampai di Indonesia di pimpin
oleh Afonso de Albuquerque dan tiba di Maluku. Selain berdagang, bangsa eropa mempunyai
3 sub-tujuan lainnya yaitu “Gold, Glory, and Gospel” yang bermakna “Kekayaan, Kejayaan,
dan Keagamaan (Penginjilan)”.

B. Kedatangan Belanda dan Pembentukan VOC

Pada tahun 1596, kedatangan Belanda pertama kali sama dengan Portugis membawa
niat baik hanya untuk berdagang yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan berlabuh di
8
Pelabuhan Banten. Namun, karena sikap Belanda yang sombong dan memiliki egoisme yang
tinggi mereka diusir dari Banten.

Berlanjut pada tahun 1598, dengan jalur pelayaran yang sudah diketahui, Belanda
berhasil tiba di Banten namun ekspedisi kali ini dipimpin oleh Jacob Van Neck dan dibantu
oleh Van Waerwijck dan Van Heemskerck. Tujuan ekspedisi ini adalah memperbaiki
hubungan dengan masyarakat Banten karena kesalahan ekspedisi sebelumnya yang dipimpin
oleh Cornelis de Houtman.

Pada tahun 1619, Belanda membentuk asosiasi perdagangan yang bertujuan


memonopoli perdagangan di Indonesia, nama asosiasi ini adalah VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie). Belanda memberikan hak pada VOC untuk mengadakan perdamaian,
menyatakan peperangan, dan membuat kontrak-kontrak dagang dengan Kerajaan-Kerajaan di
Indonesia, terutama di Batavia dan dijadikan pusat kolonialisasi oleh Belanda. Asosiasi ini
bertahan hingga akhir abad 18 dan terpaksa dibubarkan pada tahun 1799 sebagai hasil dari
kemunduran yang signifikan dikarenakan perilaku buruk apparat-aparat VOC dalam
mengelola VOC seperti melakukan tindak aksi korupsi.

C. Cultuurstelsel

Ketidakpuasan yang dialami Belanda membuat mereka ingin mengatur lebih lanjut
tentang tanaman perkebunan dan pertanian di Indonesia. Sebagai konklusi Pemerintahan
Belanda, mereka membuat sebuah kebijakan yang sangat memberatkan para petani di
Indonesia yang disebut dengan Cultuurstelsel. Cultuurstelsel merupakan sistem tanam paksa
berupa kebijakan-kebijakan yang hanya memuat keuntungan besar bagi Pemerintahan Hindia
Belanda, antara lain:

1.) Kewajiban membayar pajak dan pajak tenaga sukarela


2.) Bekerja dan Bertani secara konvensional tanpa bayaran (Kerja Rodi)
3.) Penanaman produk ekspor seluas 20% dari lahan dan dibebaskan dari pajak
4.) Penduduk pribumi diwajibkan bekerja di sektor pertanian pemerintah Hindia Belanda
sebagai kompensasi atas 80% lahan yang tidak ditanami produk ekspor
5.) Para elit lokal harus terlibat sebagai delegasi Pemerintahan Hindia Belanda untuk
berkomunikasi dengan masyarakat sebagai penerapan kebijakan-kebijakan diatas

9
Pada tahun 1860, muncul Gerakan kaum Liberal/Humanis yang dimulai dari
penyebaran artikel “een ereschuld” dan hasil tulisan karya Douwes Dekker dengan nama
samaran Multatuli. Max Havelaar, yang merupakan salah satu karya terbesar dari Douwes
Dekker yang artinya “Aku yang Menderita”. Kaum Humanis mempertanyakan dan menuntut
serta mengusulkan agar masyarakat Hindia terutama di Indonesia diberi kesejahteraan karena
Belanda sepatutnya berhutang budi pada penduduk pribumi. Usulan ini kemudian disebut
dengan Etisch Politiek (Politik Etis). Sehingga, pada tahun 1870, secara resmi pemerintah
Hindia Belanda membubarkan Cultuurstelsel dan lahirnya perkebunan swasta pada tahun ini
juga. Pada masa perkebunan swasta ini, berbasis penanaman kopi, tebu, nila, dan tembakau.

D. Kedatangan Jepang dan Masa Penndudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942-1945 dan berdampak besar pada
pertanian di Indonesia. Tingginya jumlah perkebunan yang terlantar karena ditinggalkan oleh
pemiliknya disebabkan oleh pemerintahan Jepang yang hanya fokus dalam pertanian yang
bermanfaat langsung bagi politik dan perang Jepang. Sebagai contoh, banyaknya lahan
perkebunan diubah menjadi perkebunan pohon jarak, termasuk lahan pertanian di Indonesia
dan ini berakibat langsung pada persentase luas lahan pertanian di Indonesia.

Sisi positif yang bisa diambil dari pemerintahan Jepang berupa ilmu baru dalam
pertanian. Seperti pengenalan bibit baru, inovasi teknik, perluasan areal tanam, serta
pendidikan dan propaganda. Penanaman dan pengenalan komoditas baru merupakan hal yang
sangat bermanfaat, maka dari itu Jepang memperkenalkan tanaman-tanaman baru seperti
kapas, yute, rosela, rami, dan jarak.

Namun, sisi negatif dari pendudukan Jepang jauh lebih banyak daripada sisi postif.
Terjadinya eksploitasi berbentuk “wajib serah padi”, yaitu sebuah kebijakan dimana petani
dipaksa menyerahkan sebagian besar jumlah padi yang mereka hasilkan kepada pemerintahan
Jepang, dimana Kemiliteran Jepang membutuhkannya sebagai pemenuhan tuntutan suplai
perang, baik kepada tantara Jepang itu sendiri dan juga tentara sekutu Jepang.

10
2.3 Pertanian Pada Masa Revolusi Hijau

A. Definisi Revolusi Hijau Dan Segala Pencapaiannya Serta Dampaknya

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan
perubahan fundamental dalam penggunaan teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada
tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia (Delta Buana
Galuh Pratama, 2022). Istilah ini pertama kali digunakan oleh William S. Gaud yang
merupakan salah satu staff yang bekerja di United States Agency for International
Devalopment (USAID).

Pada tahun 1990-an, dengan pendekatan dan penerapan teknologi revolusi hijau
berhasil mengatasi kekurangan pangan di Asia dengan jumlah hasil tanaman yang lebih tinggi
daripada jumlah kenaikan pertumbuhan penduduk. Di negara-negara ASEAN (Association of
South-East Asian Nations), kenaikan indeks produksi padi meningkat secara signifikan
khsusunya di Indonesia, Vietnam, dan Myanmar.

Secara umum, walaupun revolusi hijau terdengar ramah lingkungan, faktanya revolusi
hijau bergantung kepada teknologi tingkat lanjut (advanced technology) untuk meningkatkan
produktivitas pertanian dengan cara mengubah metode pertanian konvensional menjadi
pertanian semi-modern dan modern. Mengambil data dari beberapa riset, memang
berdasarkan fakta revolusi hijau membantu stok pangan secara global dalam mengatasi krisis
pangan dan kelaparan (starving). Namun, ada harga yang harus dibayar berupa dampak
negatif ke ekosistem dan lingkungan dalam wide-range area seperti degradasi ekosistem,
punahnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim.

B. Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia

Dalam 30 tahun terakhir, Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi hampir


sebesar tiga kali lipat atau sekitar 289 persen. Laju kenaikan produksi padi yang spektakuler
pada periode 1968-1984 terutama disebabkan oleh pengembangan VUB (Varietas Unggul
Baru). Kemudian, terjadi perlambatan laju produksi disebabkan oleh VUB yang
dikembangkan setelah tahun 1986. Dimana varietas ini lebih difokuskan kepada ketahanan
11
terhadap hama dan penyakit, cekaman biofisik, perbaikan kualitas beras, dan umur genjah
(varietas padi dengan rentang umur 105-124 hari setelah disebar/ ditanam).

Dalam metode intensifikasi pertanian, penggunakan pupuk kimia dan pestisida secara
kontinyu pada takaran tinggi menyebabkan deteriosasi kesuburan tanah, akibatnya
penambahan input yang pada awalnya digunakan untuk mempercepat laju produksi tidak
akan berefek lagi dalam memacu kenaikan produktivitas padi, fenomena ini disebut sebagai
lahan sakit dan kelelahan atau fatigue (Penelitan Mega Project).

Pengandalan lahan pertanian dengan sistem irigasi daripada lahan suboptimal (sawah
tadah hujan, lahan rawa pasang surut, dan lahan kering) merupakan kesalahan pertama para
petani dan pemerintah karena pada saat itu para petani terlalu fokus pada lahan utama.
Kesalahan kedua yaitu penggunaan produk-produk agrokimia dengan intensitas tinggi dan
sangat gencar dilakukan oleh para petani yang menyebabkan kerendahan fleksibilitas Sistem
Usahan Tani (SUT) padi. Kesalahan ketiga, dimana lingkungan sekitar dan sumber daya lokal
kurang mendapatkan perhatian. Kesalahan keempat, distribusi dan pemasaran yang buruk
serta harga pasar yang turun mengakibatkan kurangnya kesejahteraan bagi para petani.

Bila kita menelaah lebih lanjut tentang berbagai strategi dan tujuan pada revolusi
hijau, terdapat kepentingan ekonomi dan politik yang terkandung di dalamnya. Sebagai
contoh, masuknya pendanaan asing (investasi asing) ke Indonesia dan usaha politik
pemerintahanan Indonesia guna menciptakan stabilitas politik nasional dan internasional.
Dampak positif dari segi politik adalah negara lain memandang Indonesia sebagai “lumbung
pangan” mereka sehingga mereka rela membayar lebih untuk menjaga stabilitas pangan di
negara masing-masing.

2.4 Pertanian Pada Masa Setelah Kemerdekaan Indonesia

A. Berbagai Rancangan Rencana dan Realisasi serta Dampak yang Ditimbulkan

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta


pada tahun 1945 membawa kebencian rakyat Indonesia yang mendalam pada mereka (warga
Indonesia) yang bekerja instansi-instansi Belanda. Belanda yang pada awalnya tidak
mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia dan masih melancarkan agresi militer yang

12
diketahui sebagai Agresi Militer Belanda I dan II akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia
pada 27 Desember 1949 serta Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia. Pada saat inilah,
pemerintah Indonesia mulai melakukan restorasi, khususnya di sektor pertanian antara lain
sebagai berikut.

1.) Perkembangan Pertanian Orde Lama


Pada orde ini, sangat sedikit terjadinya perencanaan pembangunan disebabkan
oleh ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menjadi unsur penting dalam
Pembangunan negara. Perencanaan Pembangunan mengalami penundaan dan
perubahan dari masa ke masa sesuai dengan kondisi social politik saat itu.
2.) Rencana Kasimo (1948-1950)
Rencana ini dirancang oleh Menteri urusan bahan makanan saat itu yang
bernama J. Kasimo sehingga nama rencana ini juga diberi nama beliau sebagai bentuk
penghargaan dan dengan nama lain yaitu Rencana Produksi Tiga Tahun RI. Rencana
Kasimo berfokus pada perekonomian negara periode 1948, 1949, dan 1950 dengan
perhatian tertuju pada sektor pertanian, peternakan, perhutanan, dan juga
perindustrian.
Swasembada pangan dilakukan melalui proses intensifikasi dan ekstensifikasi.
Proses intensifikasi dilakukan dengan menggunakan Varietas Unggul Baru,
sedangkan ekstensifikasi dilakukan di daerah-daerah yang masih banyak lahan
terbuka dan belum digunakan (lahan tidur).
3.) Rencana Kesejahteraan Istimewa (1950-1959)
Setelah pengakuan dan penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada tahun 1949,
Rencana Kasimo digabungkan dan disempurnakan dengan Rencana Wicaksono
menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI). RKI terdiri atas dua tahap, yaitu
tahap pertama tahun 1950-1955 dan tahap kedua tahun 1955-1959.
Pencapaian yang berhasil dicapai oleh RKI ialah pembangunan 375 BPMD di
tahun 1956 dan terhenti pada tahun itu juga karena Biro Perancang Negara membuat
rancangan dengan nama Rencana Pembangunan Lima Tahun (1956-1961) atau
dikenal juga dengan sebutan Plan Juanda. Namun, dalam pelaksanaanya, Plan Juanda
juga tidak dapat terealisasikan karena beberapa alasan seperti depresi ekonomi yang
menyebabkan ekspor dan pendapat negara menurun, pembebasan Irian Barat, dan
nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia.
13
Sektor pertanian terjadi intensifikasi padi seluas 1000 ha yang disebut sebagai
Padi Sentra. Para petani memperoleh bantuan kredit dalam bentuk natura berupa
benih dan pupuk. Pada kenyataannya, program ini tidak bisa memberi hasil yang
diharapkan dan akhirnya digabung (merge) dengan Badan Perusahaan Produksi
Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah Kering atau BMPT.
4.) Plan Juanda (1956-1960)
Rencana ini memiliki proyek pertama yaitu Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, yaitu RPLT (Rencana Pembangunan Lima Tahun) namun terkendala
masalah yang umum terjadi, yaitu pendanaan proyek. Terjadinya perubahan-
perubahan besar dalam rencana ini yang diluar kendali pemerintah seperti Irian Barat,
membuat alokasi biaya yang seharusnya digunakan untuk proyek ini didistribusikan
ke masalah sengketa Irian Barat. Selain itu, adanya resesi di Amerika Serikat dan
Eropa Barat yang berakibat fatal pada penurunan cadangan devisa negara.
5.) Komando Operasi Gerakan Makmur (1959-1961)
Rancangan ini dibuat untuk melaksanakan intensifikasi padi pada masa itu
disebut sebagai Gerakan Swa Sembada Beras (SSB) dan pada tahun 1960, gerakan ini
diperluaskan lagi menjadi Gerakan Swa Sembada Bahan Makanan (SSBM). KOGM
sendiri bertindak sebagai badan penyuluhan pertanian untuk melaksanakan
intensifikasi dan gerakan ini gagal menuai hasil diakibatkan slogan yang dianut oleh
pemerintah dan komando pada saat itu adalah “dipaksa, terpaksa”. Dengan adanya
slogan ini, para petani menjadi takut untuk memulai inisiatif dan selalu menunggu
arahan dari pemerintah terlebih dahulu. Akibatnya, para petani menjadi tidak
berpartisipasi secara aktif dan cenderung pasif. Pada akhirnya, slogan itu diubah
menjadi “sukarela, autoaktivitas, demokratis, dan pengembangan diri dari petani
sendiri.”
6.) Pembangunan Pertanian Orde Baru
Keadaan ekonomi yang sangat buruk dengan angka inflasi mencapai 65%
membuat pemerintah Indonesia berinisiatif mengendalikan inflasi dan rehabilitasi
sarana ekonomi. Rancangan dibuat sedemikian rupa dengan nama Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) 1 sampai V.
- Pelita I (1969-1974), pemilihan prioritas diberikan kepada pembangunan
pertanian sebagai titik pusat pembangunan nasional. Pada tahap ini, prioritas

14
diberikan kepada industri yang mendukung sektor pertanian sebagai objektif
tingkat pertama.
- Pelita II (1974-1979), pembangunan industri diarahkan pada resonansi sektor
industry dan sektor pertanian untuk mengolah hasil-hasil pertanian, terutama
untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan baku industri. Dengan demikian
sektor pertanian dan sektor industri akan berkembang pesat dan bersinergi.
- Pelita III (1979-1984), prioritas tetap pada pembangunan pertanian yang didukung
oleh industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi barang jadi yang
nilainya tinggi dan siap untuk dikonsumsi atau diekspor.
- Pelita IV (1984-1989), pembangunan pertanian terus digencarkan guna memenuhi
kebutuhan pangan (swasembada) dan bahan baku industri dalam negeri serta
meningkatkan ekspor hasil pertanian.
- Pelita V (1989-1994), prioritas pembangunan tetap diletakkan pada pembangunan
ekonomi khususnya produksi pangan, industri, dan jasa. Pembangunan pertanian
diarahkan untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan hasil
pertanian lainnya. Industri ditujukan pada pengolahan hasil pertanian yang
menghasilkan barang-barang ekspor dan menyerap banyak tenaga kerja. Industri
diarahkan untuk menghasilkan mesin-mesin pengolah hasil pertanian.
7.) Repelita VI (1994-1999)
Repelita VI merupakan tahap awal dari rancangan Rencana Jangka Panjang
tahap II (RJPT II). Pada tahap ini, merupakan tahap tinggal landas sehingga pertanian
dianggap sudah memiliki dasar yang kuat. Karena alasan itulah, prioritas
Pembangunan nasional dititikberatkan pada Pembangunan industry guna
menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pertanian,
Pada tahun 1997, sebuah sistem bernama Sistem Usaha Tani Berbasis Padi
dengan Berwawasan Agribisnis (SUTPA) dikembangkan. Secara nasional, sistem
usaha tani ini berupaya meragamkan ragam produk yang dihasilkan negara.
Sedangkan secara kewilayahan, berarti memperluas ragam produk yang dihasilkan di
lahan usaha tani yang berorientasi pada usaha agribisnis.Untuk meningkatkan
efisiensinya, SUTPA dibentuk dengan tiap kawasannya menjadi sektor tanaman,
peternakan, dan perikanan yang terpadu.
8.) Pembangunan Pertanian Era Reformasi

15
Terjadinya krisis ekonomi 1998 dan jatuhnya masa Orde Baru digantikan oleh
Orde Reformasi. Masa ini merupakan masa yang sangat memprihatinkan karena
Pembangunan nasional seolah kehilangan arah. Krisis ekonomi yang terjadi berhasil
diatasi berkat Last-Line Defense (Garis Pertahanan Terakhir) Indonesia yaitu sektor
pertanian.

BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Pertanian adalah salah satu sektor vital Indonesia sebagai negara agraris dan tidak
diragukan lagi bahwa tanpa sektor ini, Indonesia tidak akan bisa bertahan sampai ke masa
sekarang. Esensi pertanian yang kini melekat sebagai bukti perjuangan Indonesia kini
menjadi suatu nilai kebudayaan dan nilai historis yang berharga dan tidak akan pernah lekang
oleh masa. Rancangan pengembangan sedemikian rupa yang telah direncanakan dengan baik
oleh pemerintahan terdahulu masih menjadi titik tumpu dan acuan dalam pembangunan
nasional masa kini. Kini, warga Indonesia sudah sepatutnya bersyukur atas jerih payah petani
dan pemerintah masa lampau dan dengan bangga serta hormat, membangun pertanian di
Indonesia menjadi lebih baik kedepannya sehingga masalah-masalah yang ada bisa diatasi
oleh bangsa Indonesia.

SARAN

Dengan adanya Sejarah pertanian ini, harapannya masyarakat Indonesia dapat


menghargai dan mengembangkan segala potensi lahan pertanian di Indonesia, baik itu lahan
yang sudah dijamah maupun belum terjamah manusia. Masyarakat Indonesia juga diharap
memberi perhatian lebih dan bisa mengerti betapa pentingnya Sejarah pertanian sebagai
acuan landasan pertanian masa sekarang. Dengan adanya perhatian tersebut, niscaya nilai-
nilai dan perjuangan para pendiri bangsa terdahulu akan terbayarkan kemudian menciptakan

16
pertanian yang sejahtera dan memakmurkan bangsa sehingga dapat terciptanya masa depan
yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho, W.B. 2019. KONSTRUKSI SOSIAL REVOLUSI HIJAU DI ERA ORDE


BARU. JURNAL SOSIO-EKONOMI PERTANIAN DAN AGRIBISNIS. 12(1): 54-
62.
2. Yulia D. 2019. REVOLUSI HIJAU KEBIJAKAN EKONOMI PEMERINTAH
BIDANG PERTANIAN DI KANAGARIAN SELAYO TAHUN 1974-1998.
Historia: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah. 4(2):78-89.
3. Limpo, S.Y. dan Rusmono, M. (2019). SEJARAH PERTANIAN INDONESIA.
Bogor: Kementerian Pertanian RI.
4. Kusmiadi, E. dan Adiwirman. 2020. Pengertian Ilmu Pertanian (Edisi 2). Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
5. Mansyur, S. 2011. JEJAK TATA NIAGA REMPAH-REMPAH DALAM
JARINGAN PERDAGANGAN MASA KOLONIAL DI MALUKU. Kapata
Arkeologi. 7(13): 20-39.
6. Las, I. (2009). Revolusi Hijau Lestari Untuk Ketahanan Pangan ke Depan. Jakarta
Selatan: Tabloid Sinar Tani.

17

Anda mungkin juga menyukai