KONSEP SHALAT
Disusun Oleh:
Kelompok 1:
FAKULTAS PERTANIAN
2023
ii
KATA PENGANTAR
Dengan nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang segala puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat allah swt yang telah memberikan karunia
dan nikmat yang tiada terkira.salah satu dari nikmat tersebut adalah keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan makalah ini tentang hadis pertanian sebagai syarat
untuk mendapatkan nilai mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian pada program
studi agribisnis fakultas pertanian,universitas muhammadiyah sumatera utara
(UMSU),medan.Banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini ,untuk penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada ;
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sejarah ketahanan pangan
2. Untuk mengetahui pilar ketahanan pangan
3. Untuk mengetahui pilar strategi atasi kerawanan pangan
4. Untuk mengetahui Komponen Utama Ketahanan Pangan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Mengapa kerajaan besar seperti Sriwijaya maupun Majapahit harus
melakukan ekspansi sehingga menguasai wilayah Nusantara? Mustahil apabila
hanya untuk menguasai wilayah tertentu tanpa harus menguasai laut yang
menghubungkan wilayah pusat dan wilayah otoritas di luar wilayah pusat.
Laut bukan semata menjadi sarana penghubung, melainkan menyimpan
sejumlah besar sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Ketersediaannya cukup melimpah dan bisa diambil (dieksploitasi) kapan saja.
Lain halnya jika hanya bergantung dengan sumber protein hewani yang
berasal dari ternak seperti sapi/lembu, ayam, kambing, dan sebagainya yang
harus menunggu masa potong (dewasa).
Aktivitas tanaman pangan di masa itu lebih condong pada jenis tanaman
untuk pemenuhan kebutuhan karbohidratnya. Misalnya seperti padi dan
jagung. Tetapi kedua jenis tanaman tersebut tidak merata tersebar di seluruh
wilayah, tergantung dari budaya tanaman pangan lokal seperti di Kalimantan,
Sulawesi, Ambon, dan Papua. Tanaman padi nampaknya lebih dominan
ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Di wilayah Maluku hingga
Ternate tidak banyak penemuan pertanian kuno yang menunjukkan ciri khas
bekas penggunaan teknologi tanaman padi. Di Ternate baru mulai ditanami
padi setelah masuk ke era kemerdekaan. Mengingat perdagangan tanaman
pangan masih didominasi oleh jenis tanaman kebutuhan pokok, maka jenis
tanaman seperti rempah-rempah dan komoditi untuk bumbu-bumbu masakan
relatif belum terlalu dominan.
Di Kamboja, kejayaan Kerajaan Khmer mengalami kejatuhan yang
masanya bersamaan dengan kedatangan musim kemarau panjang. Kerajaan
Khmer dan bangsa Khmer sangat bergantung sekali dengan jenis tahaman
padi, serta relatif sedikit memiliki pilihan untuk mencari sumber makanan
pengganti (tanaman substitusi). Tetapi kejadian di Khmer justru tidak banyak
ditemukan dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara. Keruntuhan
kerajaan-kerajaan besar di Nusantara bukan dipicu oleh faktor kendala alam
yang berdampak pada tanaman pangan, melainkan karena faktor perebutan
kekuasaan (internal) atau serangan dari kerajaan lain. Wilayah utama di
Sumatera dan Jawa mengenal musim kemarau atau musim paceklik, tetapi
kondisi tersebut tidak sampai pada situasi yang menyebabkan terjadinya
keguncangan politik atau sosial.
Ada sejumlah kemungkinan mengenai pola tanam dan strategi pertanian
di masa kerajaan-kerajaan Nusantara. Mereka memiliki komoditi alternatif
untuk bisa menggantikan komoditi andalannya yang berasal dari tanaman pdi.
Bisa jadi, komoditi alternatif yang dimaksudkan merujuk pada strategi
diversifikasi pangan. Melalui penguasaan laut, mereka menguasai hasil-hasil
perikanan laut yang sudah diperjualbelikan hingga ke pelosok. Mereka diduga
sudah menguasai teknik-teknik pengawetan makanan secara alami sejak masa
Kerajaan Majapahit. Hasil-hasil perikanan masih dominan hanya ditemukan di
wilayah yang tidak jauh 131 dari pesisir.
3
2. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara memberikan pengaruh
yang cukup besar terhadap peta komoditi tanaman pangan. Mereka bangsa
Eropa lebih tertarik untuk membeli komoditi berupa rempah-rempah yang
harganya cukup tinggi di Eropa. Posisi Nusantara (Indonesia) cukup strategis
di mana para pedagang Eropa bisa bersaing dengan kongsi dagang lainnya di
India dan kawasan Asia bagian Tengah. Untuk tanaman rempahrempah,
bangsa Portugis lebih condong ke Kawasan Indonesia Bagian Timur seperti
Maluku, NTT, NTB. Keuntungan Indonesia bukan hanya posisinya dilintasi
oleh garis Khatulistiwa, melainkan sifat tanahnya yang memungkinkan bisa
lebih banyak ditanami oleh jenis tanaman lain.
Sejak masa VOC hingga pemerintahan Hindia Belanda, pola kebijakan
tanaman pangan lebih banyak difokuskan pada jenis tanaman pangan utama
seperti padi, jagung, dan beberapa jenis tanaman perkebunan. Jenis-jenis
tanaman yang lebih laku untuk diperdagangkan. Pemerintah Hindia Belanda
bahkan pernah menerapkan kebijakan Tanam Paksa atau Cultuurstelsel oleh
Van den Bosch yang lebih memfokuskan pada jenis tanaman pertanian utama
seperti padi. Diversifikasi ditekan untuk lebih memfokuskan memperbesar
kuantitas produksi tanaman padi. Sekalipun akhirnya mendapatkan
pertentangan dan dihapuskan, tetapi tetap tidak meubah pola diversifikasi.
Rakyat pribumi tidak memiliki banyak pilihan untuk menanam lebih banyak
jenis tanaman lain, kecuali jenis tanaman yang laku untuk diperdagangkan.
Sumber: Wikipedia.
Sektor perikanan laut sebenarnya telah dikelola melalui pembentukan
departemen kelautan yang bernama Bugerlijk Openbare Werken pada tahun
1911. Aktivitasnya belum terlihat mendominasi dibandingkan dengan sub
sektor pertanian lainnya. Selama fase pembentukan lebih menitikberatkan
untuk pengembangan landas kontinen pertama kalinya untuk wilayah Hindia
Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939.
Badan kelautan berubah nama menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat
pada 1931. Organisasi ini menjadi cikal bakal departemen yang mengurusi
bidang perikanan laut selama masa kemerdekaan. Memang tergolong masih
baru, karena pemerintah Hindia Belanda sendiri baru 133 memikirkan betapa
pentingnya peran perikanan laut sejak tahun 1911.
Secara keseluruhan, sejak masa VOC hingga pemerintahan Hindia
Belanda, pihak kolonial lebih memfokuskan pada jenis tanaman pangan utama
dan jenis tanaman industri. Diversifikasi tanaman pangan sesungguhnya sudah
mulai diterapkan sejak lama, tetapi ditekan (dibatasi) untuk hanya ditanam
jenis tanaman utama seperti padi dan jagung. Budidaya perikanan darat sudah
dikembangkan sejumlah kerajaan-kerajaan Nusantara menjadi tidak
berkembang. Rakyat pribumi tidak diperkenankan memiliki empang sendiri,
kecuali empang yang komoditinya telah dipesankan oleh pemerintah kolonial.
4
Di masa pendudukan Jepang agaknya tidak banyak berbeda dengan masa
pemerintah kolonial sebelumnya. Jepang mengambil alih seluruh aset-aset
pertanian, perkebunan, bahkan perikanan laut yang sebelumnya telah
dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah
Jepang berorientasi pada jenis tanaman utama yang dalam jangka pendek
diperuntukkan untuk mendukung suplai makanan ke pasukan Jepang di Asia
Pasifik. Kehadiran Jepang yang cukup singkat itu pula lebih banyak diisi
didominasi oleh aktivitas politik di dalam negeri dan berkonsentrasi untuk
menghadapi tekanan sekutu di Pasifik. Praktis tidak ada sesuatu yang baru di
bidang pertanian selama masa pendudukan Jepang di Indonesia.
3. Masa Kemerdekaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah Indonesia langsung
berkonsentrasi untuk membangun sektor pertanian di segala bidang.
Departemen yang mengurusi bidang perikanan laut sudah ada sejak kabinet
pertama dibentuk. Melalui Kementrian Kemakmuran Rakyat yang dipimpin
oleh Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara dibentuklah Jawatan Perikanan
yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Program
swasembada beras sesungguhnya pula sudah dicanangkan di era Soekarno,
tepatnya selama periode 1952-1956. Program swasembada beras dilaksanakan
melalui Program Kesejahteraan Kasimo dengan didirikannya Yayasan Bahan
Makanan (BAMA) dan berganti Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM)
pada 1953-1956.
Mengenai diversifikasi tanaman pangan sudah dipikirkan di era
Soekarno. Program swasembada beras paska 1956 tetap dilanjutkan melalui
program sentra padi yang diatur oleh Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP).
Pada 1963, Soekarno memasukkan jagung sebagai bahan pangan pengganti
selain beras dan pada 1964 menerapkan Panca Usaha Tani. Hal ini
menyesuaikan dengan kultur bercocok tanam dari petani yang biasanya
memvariasikan antara tanaman padi dan jagung. Institusi pendukung di bidang
pertanian dan sub-sub sektor pertanian lebih banyak ditopang oleh
kelembagaan inti dulunya pernah digunakan oleh pemerintahan Hindia
Belanda. Bedanya, orientasi pemerintahan republik 135 bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, lalu orientasi untuk ekspor.
Tidak seperti sekarang yang sudah memiliki sumber daya manusia dan
infrastruktur yang lebih baik, pembangunan di sektor pertanian di era
Soekarno menemui jauh lebih banyak kesulitan dan tantangannya di dalam
negeri. Tingkat ketergantungan terhadap jenis tanaman beras masih tergolong
tinggi. Sekalipun demikian, Indonesia di masa itu belum pernah tercatat
mengalami krisis pangan yang menyebabkan kasus kelaparan seperti yang
pernah dialami oleh India dan China. Dalam beberapa periode, harga
kebutuhan pokok sempat mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi. Tetapi
lonjakan harga tersebut tidak banyak berimbas di wilayah pedesaan yang
relatif masih menerapkan pola diversifikasi bahan makanan. Pola kebijakan
5
pertanian di masa Soekarno memang lebih menitikberatkan pada jenis
tanaman lokal sebagai komoditi utama. Misalnya seperti jenis sagu di Maluku
dan Papu atau nasi jagung di Sulawesi.
Untuk pertama kalinya, pemerintahan republik membentuk badan
penyangga pangan yang disebut Badan Urusan Logistik atau Bulog pada
tanggal 14 Mei 1967. Tugas pokok dari Bulog adalah berfungsi sebagai agen
pembeli beras tunggal. Berdirinya Bulog sejak awal diproyeksikan untuk
menjaga ketahanan pangan Indonesia melalui dua mekanisme yakni stabilisasi
harga beras dan pengadaan bulanan untuk PNS dan militer. Pada prinsipnya,
Bulog akan menjadi lumbung nasional yang tugas utamanya untuk menjaga
pasokan (supply) komoditi pangan dan menjaga stabilitas harga tanaman
pangan utama.
6
Impor komoditi pangan utama sesungguhnya sudah mulai marak
dilaksanakan sejak era Soekarno. Bedanya, kegiatan impor komoditi pangan
di era Soekarno lebih banyak dikuasai oleh negara melalui peran Bulog. Di
masa Orba, untuk beberapa jenis komoditi diserahkan kepada pihak swasta
sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Beberapa jenis komoditi yang
diserahkan pengelolaan impornya ke swasta seperti gandum, daging sapi,
kedelai, dan jeruk. Tetapi untuk komoditi pangan utama masih dikuasai atau
dimonopoli Bulog. Impor gandum murah besar-besaran sempat terjadi di awal
dekade 1980-an sebagai tindak lanjut bantuan pangan dari Amerika.
Sesudahnya, gandum masih terus didatangkan dari beberapa negara dimana
paling banyak didatangkan dari Australia. Sayangnya, kehadiran gandum
tidak cukup banyak bisa menyelesaikan masalah ketergantungan pangan
bangsa Indonesia terhadap komoditi beras.
Di bidang sains, pemerintah membangun pusat studi di bidang pertanian
yang melibatkan peran serta dari perguruan tinggi. Pusat studi tersebut
kemudian menghasilkan jenis varietas padi unggulan lokal yang diberi kode
IR (Indonesia Rice). Riset tersebut bertujuan untuk membangun kemandirian
penelitian di bidang tanaman pangan yang sebelumnya lebih banyak
mengdopsi dari luar
Kode IR sempat diganti oleh Presiden Soeharto menjadi PB. Tetapi
kalangan peneliti pertanian masih lebih suka dengan kode IR yang lebih
dikenal oleh internasional. Sayangnya, upaya untuk membangun kemandirian
di sektor pertanian justru berakhir menjadi drama pergantian kekuasaan.
Nyaris sama situasinya menjelang tahun 1965 di mana harga-harga kebutuhan
pokok melambung tinggi. Pada tahun 1994, pemerintah mengambil kebijakan
cukup kontroversial, yaitu menghapuskan subsidi pupuk dan bibit. Kebijakan
tersebut terpaksa harus diambil, karena semakin beratnya beban anggaran
yang ditanggung di dalam APBN. Petani pun mengalami kesulitan bercocok
tanam mengingat biaya bercocok tanam yang semakin sulit untuk ditutupi
dengan hanya menanam padi.
Penjaminan melalui Koperasi tidak lagi memberikan harapan bagi petani
untuk mendongkrak tingkat kesejahteraan, terutama di kalangan petani kecil
yang luas lahannya kurang dari 1 hektar. Akibatnya, impor beras semakin
diperbanyak untuk mengamankan pasokan beras di dalam negeri. Nilai tukar
mata uang Rupiah yang semakin anjlok sejak tahun 1990 mengakibatkan
tingkat volatilitas harga beras dan sejumlah kebutuhan pokok menjadi
semakin tinggi. Akibatnya, harga-harga kebutuhan pun terus merangkak naik
dan tidak terkendali. Angka inflasi selama tahun 1998 sudah mencapai di atas
angka 70%.
5. Pemerintahan Transisi
7
Gejolak harga pangan sejak tahun 1985 mulai mencapai puncaknya pada
pertengahan tahun 1997. Stabilisasi harga ternyata harus ditebus cukup mahal
dengan meminimalkan peran pemerintah (intervensi), termasuk menanggalkan
peran Bulog.
Penandatanganan Letter of Intent (LoI) pada tanggal 21 Oktober 1997
yang di dalamnya berisikan poin penting di bidang kebijakan pertanian. Bulog
harus meninggalkan praktik monopoli beras dan peran pengawasan terhadap
harga-harga produk pertanian atau kebutuhan pokok seperti beras, gula,
cengkeh, kedelai, dan lainnya.
Paska kejatuhan Soeharto di tahun 1998 akan menjadi penanda babak
baru kebijakan di sektor pertanian. Liberalisasi di sektor pertanian sudah
mulai resmi diterapkan sejak tahun 1998. Harga-harga kebutuhan pokok
pangan diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah hanya berperan
sebagai regulator atau mengatur tata kelolanya, tetapi tidak memiliki
kewenangan lagi untuk mempengaruhi secara langsung atas harga-harga
kebutuhan pokok.
Operasi pasar yang selama ini dilakukan pemerintah belum bisa disebut
intervensi, karena 141 dampaknya hanya bersifat sementara. Melalui SK
Memperindag No. 439 Tentang Bea Masuk (Impor), peran Bulog yang dulu
memonopoli impor beras sudah dihilangkan, sehingga pihak manapun sesuai
dengan ketentuan diperkenankan untuk mengimpor beras.
10
ada 60% saja jalan kabupaten yang layak pada mendukung kemudahan
transportasi hasil pertanian
Namun, pada kenyataannya ketahanan pangan masih dihadang dengan
kendala permasalahan yang hingga saat ini belum tuntas. Hal ini dapat dilihat
pada nilai NTP yang tidak kunjung mengalami perubahan. Keadaan ini
diakibatkan harga input seperti benih, pupuk, tenaga kerja, dan sewa lahan
semakin meningkat, sedangkan harga outputnya pada saat panen cenderung
rendah. Harga output yang cenderung rendah ini dapat disebabkan karena
adanya peningkatan persaingan dari impor. Disamping itu, upaya
menyelamatkan Indonesia dari perangkap kerawanan pangan juga dihambat
oleh masih rendahnya produktivitas komoditi pangan utama. Penggunaan
benih unggul bersertifikat dari petani saat ini pun hanya mampu menembus
40% saja.
11
benih unggul dan pengawalan di lapangan, revitalisasi sistem perbenihan
nasional, dan penguatan penangkarpenangkar benih di petani sangat
diperlukan guna mewujudkan peningkatan produktivitas produk pangan dalam
negeri. Ke-4 pilar perlu diimplementasikan secara komprehensif dalam
peningkatan sumberdaya manusia petani dengan memanfaatkan sumberdaya
alam terutama sektor pertanian. Penerapan ke-4 pilar akan memunculkan
rekomendasi kebijakan prioritas ketahanan pangan yang dapat
dipertimbangkan dalam RPJMN tahun 2015 – 2019
2. Akses
Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan
besarnya alokasi bahan pangan, pula faktor selera pada suatu individu serta
tempat tinggal tangga itu sendiri. PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan
serta kekurangan gizi seringkali bukan disebabkan sang kelangkaan bahan
12
pangan tetapi ketidakmampuan mengakses bahan pangan sebab kemiskinan.
Kemiskinan membatasi akses terhadap bahan pangan dan pula menaikkan
kerentanan suatu individu atau tempat tinggal tangga terhadap peningkatan
harga bahan pangan. Kemampuan akses bergantung pada besarnya pendapatan
suatu tempat tinggal tangga buat membeli bahan pangan, atau kepemilikan
lahan buat menumbuhkan makanan buat dirinya sendiri. Rumah tangga
dengan sumber daya yg relatif dapat mengatasi ketidakstabilan panen dan
kelangkaan pangan setempat dan bisa mempertahankan akses pada bahan
pangan. terdapat dua perbedaan tentang akses pada bahan pangan. (1) Akses
pribadi, yaitu rumah tangga memproduksi bahan pangan sendiri, (2) akses
ekonomi, yaitu tempat tinggal tangga membeli bahan pangan yg diproduksi
pada tempat lain. Lokasi bisa mensugesti akses kepada bahan pangan serta
jenis akses yang digunakan di rumah tangga tersebut. Meski demikian,
kemampuan akses pada suatu bahan pangan tidak selalu menyebabkan
seorang membeli bahan pangan tersebut sebab ada faktor selera serta budaya.
Demografi dan tingkat edukasi suatu anggota rumah tangga juga gender
memilih hasrat memiih bahan pangan diinginkannya sebagai akibatnya
mensugesti jenis pangan akan dibeli.
3. Pemanfaatan Pangan
Waktu bahan pangan sudah didapatkan, maka banyak sekali faktor
mempengaruhi jumlah serta kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota
keluarga. Bahan pangan yang dimakan wajib safety dan memenuhi kebutuhan
fisiologis suatu individu. Keamanan pangan menghipnotis pemanfaatan
pangan dan dapat dipengaruhi sang cara penyiapan, pemrosesan, dan
kemampuan memasak pada suatu komunitas atau tempat tinggal tangga. 153
Akses kepada fasilitas kesehatan jua mensugesti pemanfaatan pangan sebab
kesehatan suatu individu menghipnotis bagaimana suatu kuliner dicerna.
Misal keberadaan parasit pada pada usus bisa mengurangi kemampuan tubuh
menerima nutrisi eksklusif sebagai akibatnya mengurangi kualitas
pemanfaatan pangan sang individu. Kualitas sanitasi pula menghipnotis
eksistensi dan persebaran penyakit yg bisa menghipnotis pemanfaatan pangan
sebagai akibatnya edukasi mengenai nutrisi serta penyiapan bahan pangan
dapat mensugesti kualitas pemanfaatan pangan.
4. Stabilitas
Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam
mendapatkan bahan pangan sepanjang saat eksklusif. Kerawanan pangan
dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). di
ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu
periode saat tertentu. Alam serta kekeringan mampu mengakibatkan
kegagalan panen dan mensugesti ketersediaan pangan pada tingkat produksi.
perseteruan sipil pula bisa mempengaruhi akses kepada bahan pangan.
Ketidakstabilan di pasar mengakibatkan peningkatan harga pangan sebagai
13
akibatnya jua mengakibatkan kerawanan pangan. Faktor lain contohnya
hilangnya tenaga kerja atau produktivitas yg disebabkan oleh wabah penyakit.
animo tanam menghipnotis stabilitas secara musiman karena bahan pangan
hanya terdapat pada demam isu tertentu saja. Kerawanan pangan permanen
atau kronis bersifat jangka panjang dan persisten.
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Referensi
Dr. Ir. Alridiwirsah, M.M., Muhammad Alqamari, S.P., M.P. dan Abdul
Rahman Cemda, S.P., M.Si. (2022). Pengantar Ilmu Pertanian. Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
15