Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETAHANAN PANGAN KOMODITAS PADI KABUPATEN KOTA DI


JAWA TENGAH TAHUN 2013-2015

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu: Dr. H. M. Kuswantoro, M.Si

Disusun oleh:

Khasanty Murtafiah
(5553160044)
Kelas: VI-B

KONSENTRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN


JURUSAN ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan

hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini dengan lancar tanpa kendala yang berarti. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya

yang senantiasa membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang diterangi ilmu

dan iman.

Proposal penelitian ini disusun guna melengkapi nilai dan tugas mata kuliah

Modeling Konsentrasi. Dalam penyusunan proposal ini dengan usaha dan kerja

keras serta dukungan dari berbagai pihak, penulis telah berusaha agar dapat

memberikan serta mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan harapan,

walaupun dalam pembuatan proposal penelitian ini penulis menghadapi berbagai

kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang penulis

miliki. Proposal ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan penulis

sekaligus pembaca terutama para mahasiswa mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak

kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang

membangun. Dan semoga dengan selesainya proposal ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca.

Serang, 07 Mei 2019

(Khasanty Murtafiah)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 14

C. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 16

A. Tinjauan Teoritis .......................................................................................... 16

1. Konsep Ketahanan Pangan ........................................................................ 16

2. Luas Panen Padi ......................................................................................... 20

3. Produktivitas Padi ...................................................................................... 21

4. Konsumsi Pangan ...................................................................................... 21

5. Jumlah Penduduk ....................................................................................... 24

B. Studi Empiris ................................................................................................ 26

C. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 32

1. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 32

2. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 33

BAB III ................................................................................................................. 34

A. Objek Penelitian ......................................................................................... 34

B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 34

C. Konsep Pengukuran Variabel ..................................................................... 35

D. Metode Analisis Data ................................................................................. 35

iii
E. Hipotesis Statistik ...................................................................................... 38

F. Pengolahan Data......................................................................................... 41

G. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu dan

sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Jumlah penduduk yang bertambah

sangat cepat selama 40 tahun terakhir (1971 – 2010) menyebabkan kebutuhan

pangan terus meningkat. Istilah ketahanan pangan muncul sebagai salah satu

bentuk upaya penanganan masalah pangan. Ketahanan pangan merupakan sebuah

kondisi yang dijadikan acuan untuk mengatur upaya -upaya kestabilan kondisi

antara penduduk dengan kondisi pangan.

Undang-Undang No. 18 tahun 2012, “Pangan merupakan kebutuhan dasar

manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam

mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

pembangunan nasional”. Ketahanan pangan menurut Food and Agriculture

Organization (2002) dalam Afrianto (2010) adalah kondisi tersedianya pangan

yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah maupun mutu pada

setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

Menurut Gross (2000) dan Weingarter (2004) dalam Suprianto (2015)

ketahanan pangan terdiri dari empat sub‒sistem atau aspek utama yaitu,

ketersediaan pangan (food availibility), akses pangan (food acces), penyerapan

pangan (food utilization), stabilitas pangan (food stability), sedangkan status gizi

(nutritional status) merupakan outcome ketahanan pangan. Stabilitas pangan

1
dalam suatu masyarakat akan terbentuk apabila ketiga aspek ketahanan pangan

yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan mampu

terwujud dan terintegrasi dengan baik.

Masalah kecukupan pangan dunia menjadi isu penting dalam beberapa

tahun belakangan ini, dan banyak kalangan yakin bahwa dunia sedang

menghadapi krisis pangan sejak 2007 karena laju pertumbuhan penduduk di dunia

yang tetap tinggi setiap tahun, sementara di sisi lain lahan yang tersedia untuk

kegiatan-kegiatan pertanian terbatas, atau laju pertumbuhannya semakin kecil,

atau bahkan secara absolut cenderung semakin sempit. Pandangan ini persis

seperti teori Malthus yang memprediksi suatu saat dunia akan dilanda kelaparan

karena defisit produksi/stok.

Menurut teori Malthus jumlah populasi penduduk di suatu negara akan

meningkat sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik 1, 2, 4, 8, 16, 32,

dan seterusnya, karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang

dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, usaha persediaan pangan hanya

akan meningkat menurut aritmatik 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan seterusnya oleh karena

lahan yang dimiliki setiap anggota masyarakat semakinlama semakin sempit maka

kontribusi marjinalnya terhadap produksi pangan akan semakin menurun (Todaro,

2000) dalam (Hasyim, 2007).

Penyediaan pangan dan gizi, menjadi perhatian bagi kelangsungan hidup

sekitar 854 juta penduduk dunia yang tersebar di negara-negara berkembang

(termasuk Indonesia) sebanyak 820 juta, di negara-negara maju 9 juta, dan di

2
negara-negara transisi 25 juta (laporan Food and Agriculture Organisation, 2007)

dalam Afrianto (2010). Kekurangan pangan dapat dilihat pada ketersediaan stok

pangan dunia dalam dasawarsa terakhir.

Ketersediaan stok pangan mengalami penurunan. Persediaan pangan tahun

1999 dapat memenuhi 116 hari kebutuhan dunia, namun dalam tahun 2006

terhitung hanya cukup untuk 57 hari. Jenis kebutuhan pokok beras misalnya,

situasinya lebih mengkhawatirkan, dimana kebutuhan beras secara global pada

2025, diperkirakan mencapai 800 juta ton, tetapi kemampuan produksinya, kurang

dari 600 juta ton per tahun. Kebutuhan pangan dunia lebih besar dibanding

kemampuan produksi pangan, menjadikan harga-harga ragam bahan pangan

makin sulit dijangkau masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang, patut

mencermati keadaan pangan di tingkat global, terlebih masalah ketahanan pangan

nasional yang kini diambang posisi rawan.

The Economist-Economic Intelligence Unit (EIU) mengukur ketahanan

pangan 109 negara, termasuk Indonesia. Terdapat tiga kategori dalam

pembentukan indeks ketahanan pangan, yakni : Affordability (keterjangkauan),

Availability (ketersediaan), dan Quality and Safety (Kualitas dan Keamanan).

Global Food Security Index 2014 tampak bahwa negara negara maju, khususnya

negara berpendapatan tinggi, memiliki tingkat ketahanan pangan yang tinggi pula.

Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki tingkat ketahanan pangan

paling tinggi. Indonesia berada pada peringkat 72, turun dari tahun sebelumnya

yang berada di peringkat 66.

3
Ketahanan pangan merupakan isu pokok dalam pemenuhan kesejahteraan

masyarakat karena akan menentukan kestabilan ekonomi, sosial, dan politik dalam

suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi

Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Luas wilayah Indonesia secara

geografis menjadi penyebab adanya perbedaan kondisi tanah dan kecocokan

terhadap jenis-jenis tanaman termasuk tanaman pangan. Perbedaan budaya

bercocok tanam dan makanan pokok antar daerah juga memengaruhi pilihan

masyarakat dalam memilih komoditas pertani.

Pentingnya kebutuhan pangan, tidak ada suatu negara yang dapat

mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi yang pesat tanpa terlebih dahulu

memecahkan masalah pangan. Pembangunan ekonomi dan sektor lainnya tanpa

memperhatikan pangan masyarakat yang berada diwilayahnya, tujuan dari

pembangunan tersebut sulit untuk terealisasi dengan baik bahkan mengarah pada

kehancuran, dan sia-sialah pembangunan yang dilakukan. Wilayah dengan

pertumbuhan ekonomi tinggi dan baik, namun keadaan pangannya rawan, bahkan

kelaparan dimana-mana belum bisa dikatakan sebagai wilayah yang tumbuh dan

berkembang. Pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan pangan

menjadi syarat mutlak bagi mewujudkan pembangunan dan ketahanan nasional.

Pembangunan sistem ketahanan pangan pada hakekatnya merupakan

pembangunan yang menitik beratkan pada harmonisasi dari beberapa sub-sistem

yang meliputi sub-sistem sarana sumberdaya, ketersediaan pangan, distribusi,

konsumsi pangan, kewaspadaan dan penganeka-ragaman pangan, serta sub-sistem

agribisnis pangan (Susilowati et al., 2005 ; 2006) dalam Sucihatiningsih (2013).

4
Pembangunan sub-sistem sarana sumberdaya mencakup perencanaan dan

pengaturan pembinaan teknologi, sarana produksi dan permodalan serta

pengembangan dalam kelembagaan tani. Pembangunan dalam sub-sistem

ketersediaan pangan mencakup penyelenggaraan produksi cadangan pangan serta

menanggulangi gejolak harga pangan. Pembangunan sub-sistem distribusi

mencakup penyiapan bahan, koordinasi, pemantauan, pengendalian, distribusi

pangan serta mengembangkan sarana prasarana distribusi, memantau dan

mengevaluasi pengadaan dan cadangan pangan. Penyebab salah satu kerawanan

pangan terutamanya adalah dari aspek produksinya yang relatif berfluktuatif.

Perkembangan kuantitas penduduk Indonesia membawa dampak pada

perubahan kebutuhan dan produksi pangan nasional jika dilihat dari konteks

pangan. Kebutuhan pangan bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk.

Pertambahan kebutuhan pangan menjadi tidak linier mengingat pada saat yang

bersamaan struktur umur didominasi oleh penduduk usia produktif yang memiliki

kebutuhan konsumsi lebih besar dibandingkan dengan kelompok penduduk usia

non-produktif. Berbicara tentang kebutuhan pangan Indonesia, komoditi penting

ialah padi yang menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk.

Di Indonesia kualifikasi beras atau padi selalu dijadikan tolok ukur kondisi

pangan suatu wilayah. Di dalam ringkasan pelaksanaan Pelita I pada lampiran dari

Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Dewan

Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agustus 1974 yang dikeluarkan oleh

Bappenas (Bappenas, 2016) menyatakan bahwa beras atau padi merupakan

komoditas yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Oleh

5
karena itu padi atau beras merupakan komoditi pangan yang penting bagi

penduduk Indonesia sampai saat ini. Maka penelitian ini hanya terfokus pada

pokok bahasan beras atau padi saja.

Sibuea (1998) menyatakan bahwa Indonesia mengalami kekurangan stok

beras karena kebijakan ”berasisasi”. Bagi 60 persen penduduk Indonesia di

pedesaan, kebutuhan pangannya berbasis sumber daya lokal. Kearifan lokal ini

berperan sebagai mitigasi kerawanan pangan. Namun belakangan, kearifan lokal

acap dilupakan karena pemerintah secara tidak langsung menggiring pola

konsumsi penduduk berbasis beras (nasi). Muaranya, muncul persepsi bias pangan

menjadi identik beras saja karena dianggap makanan pokok. Dalam kata lain, jika

Indonesia dikatakan mengalami krisis pangan, yang dimaksud sebenarnya adalah

kekurangan stok beras, tetapi belum tentu kekurangan stok pangan lainnya seperti

umbi-umbian.

Hal ini juga dikuatkan oleh Sumaryanto (2009) yang mengatakan bahwa

ketergantungan yang berlebihan terhadap satu jenis komoditas, dalam hal ini

beras, sangatlah rawan. Dari sisi konsumsi, mengakibatkan penyempitan spektrum

pilihan komoditas yang mestinya dapat dimanfaatkan untuk pangan. Dari sisi

produksi juga rawan karena: (i) pertumbuhan produksi padi sangat ditentukan oleh

ketersediaan air irigasi yang cukup, sementara itu air irigasi semakin langka, (ii)

laju konversi lahan sawah ke non sawah sangat sulit dikendalikan, dan (iii)

kemampuan untuk melakukan perluasan lahan sawah sangat terbatas karena biaya

investasinya semakin mahal, anggaran sangat terbatas, dan lahan yang secara

teknis-sosial-ekonomi layak dijadikan sawah semakin berkurang.

6
Ada empat masalah yg berkaitan dengan kondisi perberasan di Indonesia,

pertama rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 hektare, kedua sekitar 70% petani

padi termasuk golongan masyarakat miskin dan berpendatan rendah. Ketiga

hampir seluruh petani padi adalah net consumer beras dan keempat rata-rata

pendapatan dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan

keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada posisi sulit, di

satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat, dan di sisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan

menjaga ketersediaan secara cukup.

Data Jumlah Penduduk dan Konsumsi Pangan Provinsi Jawa Tengah

Jumlah Penduduk Konsumsi Pangan


2013 2014 2015 2013 2014 2015
32,918,476 33,502,924 33,729,133 10,158,479 11,192,477 11,563,971

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa jumah penduduk Provinsi Jawa

Tengah tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 dan

tahun 2014. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan menyebabkan

kebutuhan akan pangan juga meningkat, dilihat dari data diatas konsumsi pangan

dari tahun 2013 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan disebabkan oleh

meningkatnya jumlah penduduk.

Jika dilihat dari aspek konsumsi, perwujudan ketahanan pangan juga

mengalami hambatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini

7
memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Dengan

tingkat konsumsi beras sebesar 130 kg/kap/th membuat Indonesia sebagai

konsumen beras tertinggi di dunia, jauh melebihi Jepang (45 kg), Malaysia (80

kg), dan Thailand (90 kg). Penduduk Indonesia yang berjumlah 212 juta

membutuhkan beras untuk keperluan industri dan rumah tangga lebih dari 30 juta

ton per tahun. Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan

pertambahan jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per

tahun, maka jumlah penduduk Inonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan

tahun 2015 menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi

nasional, diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit

sebesar 5,64 juta ton (Siswono et al dalam Dodik Briawan et al, 2004).

Padi Sawah dan Padi Ladang


Wilayah Jateng Produksi (ton)
2013 2014 2015
JAWA TENGAH 10,344,816.00 9,648,104.00 11,301,421.05

Padi Sawah dan Padi Ladang


Wilayah Jateng Luas Panen (ha)
2013 2014 2015
JAWA TENGAH 1,845,447.00 1,800,908.00 1,875,793.00

Padi Sawah dan Padi Ladang


Wilayah Jateng Produktivitas (ku/ha)
2013 2014 2015
JAWA TENGAH 56.06 53.57 60.25

Sumber: Badan Pusat Statistik

8
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa luan panen komoditas padi sawah

dan padi ladang mengalami penurunan pada tahun 2014 seluas 1.800.908 ha

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2013 sebesar 1.845.447 ha.

Menurunnya luas panen padi ini menyebabkan hasil produksi padi dan

produktivitas padi ikut mengalami penurunan pada tahun 2014.

Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu penyangga pangan nasional

mempunyai tingkat produksi padi yang berfluktuasi dari waktu ke waktu.

Produksi pada dasarnya merupakan hasil kali luas panen dengan produktivitas per

hektare lahan, sehingga seberapa besar produksi suatu wilayah sangat tergantung

berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan atau berapa tingkat

produktivitasnya. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap, bahkan cenderung

berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian. Luas panen padi di Jawa

Tengah rata-rata sebesar 1.600.000 ha/tahun, dan luas ini bervariasi dati tahun ke

tahun karena lahan yang ada digunakan untuk berbagai komoditas. Tingkat

produktivitas per satuan luas, merupakan cerminan tingkat penerapan teknologi

usaha tani, baik penggunaan bibit, luas lahan, tenaga kerja, dan pemupukan.

Isu strategis yang saat ini pembangunan ketahanan pangan yaitu belum

optimalnya produksi bahan pangan akibat alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian, belum memadainya sarana dan prasarana distribusi untuk

menghubungkan produsen dengan konsumen, dan masih rendahnya

penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat.

9
Upaya pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan

terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dari dalam negeri terlihat

mengalami hambatan. tercermin dari masih adanya impor beras. Maka diperlukan

peran bagi setiap daerah dalam penguatan ketahanan pangan daerah untuk

mendukung ketahanan pangan nasional.

Kondisi Ketahanan pangan di Indonesia dan Jawa Tengah dapat dilihat dari

tabel dibawah ini:

Rasio Ketersediaan Pangan (Beras) Indonesia dan Jawa Tengah

TAHUN
No. Wilayah
2012 2013 2014 2015 2016

1 Indonesia 0.7210 0.7082 0.7223 0.6875 0.6632

2 Jawa Tengah 0.6543 0.6524 0.7103 0.6063 0.6780

Sumber : Badan Pusat Statistik


Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rasio ketersediaan pangan komoditi

beras di Jawa Tengah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Ketersediaan

Pangan beras pada tahun 2013 mengalami penurunan dibaningkan tahun 2012.

Penurunan produksi ini utamanya disebabkan oleh turunnya luas panen,

Penurunan laju peningkatan produksi padi pada dasawarsa terakhir ini terkait

dengan mandegnya terobosan teknologi baru, sehingga kontribusi produktivitas

sebagai sumber pertumbuhan produksi menurun. Penurunan luas areal ini

disebabkan oleh pertambahan penduduk setiap tahun yang menyebabkan

10
permintaan terhadap lahan perumahan dan infrastruktur , dan perubahan fungsi

lahan pertanian untuk pengembangan industri dan lain-lain.

Perkembangan Ketersediaan Padi, Jagung, dan Ubi Kayu Tahun 2008-2013

Estimasi Ketersediaan Pangan Jawa Tengah Tahun 2013

Dapat dilihat dari tabel estimasi ketersediaan pangan Jawa Tengah tahun

2013 diatas terliat bahwa komoditas padi berada pada angka paling tertinggi

dalam ketersediaannya, karena padi merupakan kebutuhan pangan paling utama di

Jawa Tengah dengan angka konsumsi per kapita sebesar 83,93 kg/kap/th, hal ini

11
diakibatkan oleh stigma masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Jawa Tengah

yang beranggapan bahwa belum makan jika belum makan nasi. Hal ini

mengakibatan kebutuhan akan padi sebagai kebutuhan pangan utama masyarakat.

Estimasi Ketersediaan Pangan Jawa Tengah Tahun 2014

Dapat dilihat dari tabel estimasi ketersediaan pangan Jawa Tengahtahun

2014 diatas terliat bahwa komoditas padi berada pada angka paling tertinggi

dalam ketersediaannya, dan pada tahun 2014 angkanya lebih besar dibandingkan

dengan tahun 2013, karena padi merupakan kebutuhan pangan paling utama di

Jawa Tengah dengan angka konsumsi per kapita sebesar 97 kg/kap/th, hal ini

diakibatkan oleh stigma masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Jawa Tengah

yang beranggapan bahwa belum makan jika belum makan nasi. Hal ini

mengakibatan kebutuhan akan padi sebagai kebutuhan pangan utama masyarakat.

12
Laporan Khusus Kondisi Beras di Jawa Tengah yang dikeluarkan oleh

Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah menyatakan bahwa untuk mewujudkan

ketahanan pangan di Jawa Tengah sangat diperlukan adanya kesepahaman dari

semua pihak untuk menjaga kestabilan harga beras dan ketersediaan beras.

Beberapa aspek yang memerlukan adanya kesamaan pandang dan sikap adalah :

1. Aspek ketersediaan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam daerah (negeri)

maupun mendatangkan dari luar daerah (impor); penentuan pilihan kebijakan

(impor atau peningkatan produksi dalam daerah/negeri) untuk memenuhi

ketersediaan beras akan berdampak luas (khususnya bagi petani)

2. Aspek distribusi (antar daerah/wilayah atau negara)

3. Aspek keamanan pangan dan pola konsumsi masyarakat.

Untuk dapat menentukan kebijakan produksi beras dalam suatu daerah/

wilayah minimal ketiga aspek tersebut harus dikaji secara mendalam dan

multidimensional, bukan hanya sekedar secara teknis ekonomi semata.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan ketahanan pangan telah melanda Indonesia, begitu pula yang

terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Peningkatan produksi padi di Jawa Tengah yang

diharapkan dapat mengimbangi peningkatan jumlah dan konsumsi penduduk

sudah dapat dicapai, namun dalam beberapa tahun terakhir produksi padi di Jawa

Tengah malah cenderung mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena berbagai

permasalahan yang melanda pertanian Jawa Tengah, seperti semakin

berkurangnya areal garapan petani, keterbatasan pasokan air irigasi, dan mahalnya

harga input serta relatif rendahnya harga produk pertanian. Perilaku konsumsi

13
beras penduduk Provinsi Jawa Tengah juga menjadi perhatian, anggapan bahwa

seseorang belum bisa dikatakan makan jika belum makan nasi masih menjadi

pemahaman yang kental di masyarakat Jawa Tengah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah

yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh luas panen padi, produktivitas padi, konsumsi pangan

masyarakat, dan jumlah penduduk secara parsial terhadap ketersediaan pangan

di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ?

2. Bagaimana pengaruh luas panen padi, produktivitas padi, konsumsi pangan

masyarakat, dan jumlah penduduk secara bersama terhadap ketersediaan

pangan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai

berikut:

1. Menganalisis pengaruh luas panen padi, produktivitas padi, konsumsi pangan

masyarakat, dan jumlah penduduk secara parsial terhadap ketahanan pangan di

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

2. Menganalisis pengaruh luas panen padi, produktivitas padi, konsumsi pangan

masyarakat, dan jumlah penduduk secara bersama terhadap ketahanan pangan

di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

14
1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini menjadi tambahan refrensi atau rujukan mengenai

pengaruh luas panen padi, produktivitas padi, konsumsi pangan masyarakat,

dan jumlah penduduk terhadap ketahanan pangan di Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah

dan pelaku pertanian sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk menjadikan

ketahanan pangan Provinsi Jawa Tengah semakin baik.

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Ketahanan Pangan

Pengertian pangan sendiri memiliki dimensi yang luas. Mulai dari

pangan yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif

(keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat

esensial lain); serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan

budaya, seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya.

Dengan demikian, pangan tidak hanya berarti pangan pokok, dan jelas tidak

hanya berarti beras, tetapi pangan yang terkait dengan berbagai hal lain.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan

bagian dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana tertuang dalam Deklarasi

HAM Universal (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948, serta UU

No 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Pengertian pangan dalam Suharjo (1988) adalah bahan-bahan yang

dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan,

pertumbuhan, kerja, penggantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam

tubuh. Selain itu ada pula pengertian yang dimaksud pangan pokok, yaitu

bahan pangan yang dimakan secara teratur oleh sekelompok penduduk dalam

jumlah cukup besar, untuk menghasilkan sebagian besar sumber energi.

16
Pangan dikonsumsi manusia untuk mendapatkan energi yang berupa tenaga

untuk melakukan aktivitas hidup (antara lain bernapas, bekerja, membangun,

dan mengganti jaringan yang rusak). Pangan merupakan bahan bakar yang

berfungsi sebagai sumber energi.

Sementara menurut Badan POM, pangan adalah makanan untuk

dikonsumsi yang tidak hanya berupa beras, tapi juga sayur-mayur,buah-

buahan, daging baik unggas maupun lembu, ikan, telur, juga air. Ketahanan

pangan menurut UU No 7 tahun 1996 Tentang Pangan Pasal 1 ayat 17 adalah

kondisi terpenuhinya pangan yang cukup, baik secara jumlah maupun mutu,

serta aman, merata, dan terjangkau.

Sedangkan ketahanan pangan menurut Rome Declaration and World

Food Summit Plan of Action (1996) adalah “… when all people, at all time,

have physical and economic acces to sufficient, safe and nutritious food to

meet their dietary needs and foods preferences for an active and healty life”.

FAO (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana

dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan

bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Secara umum, ketahanan pangan

adalah adanya jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk

adalah sebagai syarat utama dalam mencapai derajat kesehatan dan

kesejahteraan yang tercukupi (Sitanggang dan Marbun, 2007).

Menurut Gross (2000) dan Weingarter (2004) dalam Suprianto (2015)

ketahanan pangan terdiri dari empat subsistem atau aspek utama yaitu :

17
- Ketersediaan pangan (food availability) yaitu ketersediaan pangan dalam

jumlah cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik

yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun

bantuan pangan.

- Akses pangan (food access) yaitu kemampuan semua rumahtangga dan

individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan

yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi

pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses

rumahtangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses

ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. akses

fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),

sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.

18
- Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk

kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan

kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada

pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas

dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita.

- Stabilitas pangan (food stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan

pangan yang terbagi dalam kerawanan pangn kronis (chronic food

insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity).

Kerawanan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan

pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah

kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena

masalah kekeringan, banjir, bencana, maupun konflik sosial.

- Status gizi (Nutritional Status) adalah outcome ketahanan pangan yang

merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya status gizi ini

diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.

Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup. Hal ini

mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk

memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral

yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman. Dalam artian bebas dari

pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang membahayakan kesehatan

manusia.

19
c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, yaitu pangan harus

tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau yakni pangan yang mudah

diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan dalam rumahtangga yaitu

kronisdan transitory. Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap,

merupakan ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan

rumah tangga dalam memperoleh pangan biasanya kondisi ini diakibatkan oleh

kemiskinan. Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan akses

terhadap pangan yang sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh bencana

alam yang berakibat pada ketidakstabilan harga pangan, produksi dan

pendapatan (Setiawan dalam Kartika 2005).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan

merupakan suatu kondisi tersedianya akses pangan bagi setiap masyarakat agar

dapat melangsungkan kehidupannya. Ketika ketahanan pangan ini dapat

terwujud maka dapat terhindar dari kerawanan pangan.

2. Luas Panen Padi

Pertanian adalah sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara

berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar

penduduknya, memberikan lapangan kerja bagi hampir seluruh angkatan

kerja yang ada, menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi

industri dan menjadi sumber terbesar penerimaan devisa. Luas lahan

pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan pada akhirnya skala usaha

20
ini akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Sering

dijumpai makin luas areal panen yang dipakai untuk pertanian akan semakin

tidak efisien lahan tersebut. Sebaliknya luas areal panen yang sempit, upaya

pengusaha terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan

tenaga kerja yang tercukupi dan tersedianya modal yang tidak terlalu besar

sehingga usaha pertanian yang seperti ini sering lebih efisien. Meskipun

demikian luas areal panen yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha

yang tidak efisien.

3. Produktivitas Padi

Keahlian ataupun wawasan tentang pertanian menjadi faktor yang

sangat mempengaruhi produktivitas suatu lahan. Semakin berpendidikan

petani-petani di suatu wilayah maka keberhasilan produksi akan semakin

meningkat. Pengetahuan tentang bagaimana pemilihan bibit, pemupukan,

irigasi dan perawatan terhadap hama akan meningkatkan produktivitas suatu

lahan. Menigkatnya produktivitas lahan akan meningkatkan produksi panen

padi.

4. Konsumsi Pangan

Konsumsi merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan

barang/jasa. Sukirno (2015) menyatakan bahwa konsumsi adalah pembelanjaan

atas barang/jasa yang dilakukan oleh rumahtangga dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhannya.

21
Konsumsi pangan merupakan jumlah pangan (tunggal dan beragam)

yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu.

Aspek gizi, tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah

zat gizi yang diperlukan tubuh (Suyastiri, 2006) dalam Suprianto. (2015.

Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi seluruh

penduduk suatu kabupaten/kota dalam jangka waktu satu tahun.

Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang

untuk keperluan tertentu, sehingga terbentuk permintaan. Teori ekonomi

menyatakan bahwa permintaan suatu jenis barang sangat tergantung pada harga

barang tersebut, yang dihubungkan dengan tingkat pendapatan, selera, harga

barang substitusi dan sebagainya. Bagi orang yang berpendapatan rendah,

elastisitas terhadap barang kebutuhan pokok atau primer lebih tinggi daripada

terhadap barang-barang mewah. Sebaliknya, bagi orang yang berpendapatan

tinggi elastisitasnya lebih besar terhadap barang mewah daripada barang

kebutuhan pokok.

Konsumsi pangan yang merupakan salah satu subsistem ketahanan

pangan adalah informasi pangan yang dimakan (dikonsumsi) oleh seseorang

atau kelompok, baik berupa jenis maupun jumlahnya pada waktu tertentu,

artinya konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek jumlah maupun jenis pangan

yang dikonsumsi. Tiga tujuan seseorang mengkonsumsi pangan yaitu tujuan

fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi

rasa lapar atau keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.

Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan

22
untuk memenuhi kepuasan emosional ataupun selera seseorang. Tujuan

sosiologis adalah berhubungan dengan upaya pemeliharaan hubungan antar

manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Riyadi, 1996) dalam

Sitohang (2015).

Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan atau minuman yang

dikonsumsi oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hayatinya. Pola

konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah

makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikunsumsi penduduk dalam

jangka waktu tertentu. Pola konsumsi dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak

hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor budaya, ketersediaan pangan,

pendidikan, gaya hidup dan sebagainya.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan

merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sri Kardjati,

1985). Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan

beberapa faktor ataupun kondisi setempat. Pola makan dipengaruhi dua faktor,

yang pertama adalah faktor persediaan bahan makan di mana faktor geografis,

faktor iklim, kesuburan tanah, distribusi bahan pangan, dan lain – lain. Faktor

kedua adalah tarap sosial ekonomi dan adat kebiasaan setempat (

Kardjati,1985).

Pada umumnya pola konsumsi makanan di Indonesia masih

mengandalkan sebagian besar dari konsumsi makanan pada makanan pokok.

23
Makanan pokok yang umumnya digunakan adalah seperti beras, jagung, umbi-

umbian (singkong dan ubi jalar) dan sagu. Disamping makanan pokok penduuk

Indonesia juga memakan lauk, sayuran dan buah-buahan. Pada lauk hewani,

penduduk Indonesia relatif lebih banyak makan ikan daripada daging dan telor

(Almatsier,2006).

5. Jumlah Penduduk

Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2013) menjabarkan “penduduk

adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia

selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6

bulan tetapi bertujuan untuk menetap”. Sedangkan menurut Said (2012: 136)

yang dimaksud dengan penduduk adalah “jumlah orang yang bertempat tinggal

di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses-proses

demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi”.

Reverend Thomas Maltus pada tahun 1798 (Arsyad, 2004: 223)

mengemukakan teorinya tentang hubungan pertumbuhan penduduk dengan

pembangunan ekonomi. Dalam tulisannya yang berjudul Essay on the

Principle of Population, ia melukiskan konsep hasil yang menurun (concept of

dimishing return). Maltus menjelaskan kecenderungan umum penduduk suatu

negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat setiap 30-40

tahun. Sementara itu saat yang sama, karena hasil yang menurun dari faktor

produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret hitung. Oleh

karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan

penduduk yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan perkapita (dalam

24
masyarakat tani didefinisikan sebagai produksi pangan perkapita) akan

cenderung turun menjadi sangat rendah, yang menyebabkan jumlah penduduk

tidak pernah stabil, atau hanya sedikit diatas tingkat subsisten yaitu pendapatan

yang hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan sekedar untuk hidup.

Menurut Maier (Kuncoro, 1997: 17) di kalangan para pakar

pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun

juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan

devisa, dan sumberdaya manusia. Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan

penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan, yaitu:

1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan dibutuhkan untuk membuat

konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya

perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang gilirannya

membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit;

2) Banyak negara yang penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor

pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara

sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian Karena

pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor

pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan

pekerjaan modern lainnya;

3) Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan

perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan

sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama

25
pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarannya kota-kota di NSB membawa

masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat

kesejahteraan warga kota.

B. Studi Empiris

Adapun penelitian yang telah dilak ukan sebelumnya sehingga dapat

dijadikan rujukan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

untuk mmenjadi referensi antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sulastri Sitohang pada tahun 2015 dengan judul

“Pengaruh luas lahan panen padi, kondisi jalan dan jumlah konsumsi beras

terhadap ketahanan pangan di Provinsi Riau”, dengan kesimpulan bahwa luas

lahan panen padi dan kondisi jalan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

terhadap ketahanan pangan, sedangkan jumlah konsumsi beras berpengaruh

negatif terhadap ketahanan pangan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Jasa Wijaya Karya pada tahun 2012 dengan

judul “Pengaruh persediaan beras, produksi beras, dan harga beras terhadap

ketahanan pangan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010”, dengan

kesimpulan bahwa persedediaan beras dan produksi beras berpengaruh positif

akan tetapi tidak signifikan, sedangkan harga beras berpengaruh negatif

terhadap ketahanan pangan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmadya Saputri pada tahun 2016 dengan

judul “Pola konsumsi pangan dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga di

Kabupaten Kampar Provinsi Riau”, dengan kesimpulan bahwa jumlah anggota

26
keluarga, akses pangan, pengeluaran pangan, konsumsi energi, dan konsumsi

protein berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Indira Hapsari dan Iwan Rudiartopada

tahun 2017 dengan judul “Faktor- Faktor yang Memengaruhi Kerawanan

Pangan dan ketahanan Pangan dan Impilkasi Kebijakannya di Kabupaten

Rembang”, dengan kesimpulan bahwa rasio konsumsi normatif, jalan utama

desa, jenis tanah, jumlah rumah tangga miskin, rumah tangga tanpa akses

listrik, ketinggian desa berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan

pangan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh E. Prasetyo, Mukson, T. Ekowati dan A. Setiadi

pada tahun 2005 dengan judul “Pengaruh Faktor Penawaran Dan Permintaan

Terhadap Ketahanan Pangan Hewani Asal Ternak Di Jawa Tengah (The Effect

Of Supply And Demand Factors To Livestock Food Security In Central Java)”,

dengan kesimpulan bahwa produksi protein daging, produksi protein telur,

produksi protein susu dan pdrb berpengaruh positif signifikan terhadap

ketahanan pangan hewani asal ternak, sedangkan jumlah penduduk

berpengaruh negatif terhadap ketahanan pangan hewani asal ternak.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ediwiyati pada tahun 2015 dengan judul

“Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga (Studi Kasus pada pelaksanaan

Program Desa mandiri pangan di desa Oro Bolu Kecamatan Rembang

Kabupaten Pasuruan)”, dengan kesimpulan bahwa usia ibu rumah tangga, luas

lahan pekarangan dan pendapatan berpengaruh terhadap skor pola pangan

harapan rumah tangga sedangkan pendidikan ibu rumah tangga dan jumlah

27
anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap skor pola pangan harapan rumah

tangga.

Data Studi Empiris

Alat,
No Nama Judul Variabel Hasil
Model
Luas Lahan Panen
Y= Ketahanan Padi dan Kondisi
Pengaruh Luas Pangan Jalan berpengaruh
Regre
Lahan Panen Padi, positif tetapi tidak
si
Sulastri Kondisi Jalan dan signifikan terhadap
X1= Luas Lahan Linear
1 Sitohang Jumlah Konsumsi Ketahanan Pangan,
Panen Padi Berga
(2015) Beras Terhadap sedangkan Jumlah
X2= Kondisi nda
Ketahanan Pangan Konsumsi Beras
Jalan (OLS
di Provinsi Riau berpengaruh negatif
X3= Jumlah terhadap Ketahanan
Konsumsi Beras Pangan

Pengaruh Y= Ketahanan Persedediaan Beras


Persediaan Beras, Pangan dan Produksi Beras
Gener
Produksi Beras, berpengaruh positif
Jasa alized
dan Harga Beras akan tetapi tidak
Wijaya X1= Persediaan Least
2 Terhadap signifikan, sedangkan
Karya Beras Squar
Ketahanan Pangan Harga Beras
(2012) X2 = Produksi e
kabupaten/Kota di berpengaruh negatif
Beras (GLS)
Jawa Tengah terhadap Ketahanan
Tahun 2008-2010 X3= Harga Pangan
Beras
Pengaruh
Dinamika Y= Ketahanan Dinamika Penduduk
Ajrul Pangan
Penduduk terhadap berpengaruh positif
Arin
3 Ketahanan Pangan OLS tetapi tidak signifikan
Pertiwi,
di Provinsi Jawa X1= Dinamika terhadap Ketahanan
Sukamdi
Barat Dan Jawa Penduduk Pangan
Timur
Pola Konsumsi Jumlah Anggota
Pangan dan Keluarga, Akses
Y= Ketahanan Cross
Rahmady Tingkat Ketahanan Pangan, Pengeluaran
Pangan Sectio
4 a Saputri Pangan Rumah Pangan, Konsumsi
n
(2016) tangga di Energi, dan Konsumsi
(OLS)
Kabupaten Kampar X1= Jumlah Protein berpengaruh
Provinsi Riau Anggota signifikan terhadap

28
Keluarga Ketahanan Pangan
X2= Akses
Pangan
X3=
Pengeluaran
Pangan
X4= Konsumsi
Protein
Y= Ketahanan
Pangan
Ketersediaan Pangan,
Jumariati, Faktor yang
X1= Akses Pangan, dan
Max Nur Mempengaruhi
Ketersediaan Pemanfaatan Pangan
Alam, Tingkat Ketahanan
5 Pangan OLS berpengaruh positif
dan Lien Pangan Wilayah di
X2=Akses dan signifikan
Damayan Kecamatan Sigi
Pangan terhadap Ketahanan
ti (2017) Biromaru
X3= Pangan
Pemanfaatan
Pangan
Y= Ketahanan
Pangan
X1= Rasio
Konsumsi Rasio Konsumsi
Faktor- Faktor Normatif Normatif, Jalan Utama
yang Memengaruhi X2= Jalan Desa, Jenis Tanah,
Nugroho
Kerawanan Pangan Utama Desa Jumlah Rumah
Indira
dan ketahanan X3= Jenis Tangga Miskin,
Hapsari, Regre
6 Pangan dan Tanah Rumah Tangga tanpa
Iwan si
Impilkasi X4= Jumlah Akses Listrik,
Rudiarto
Kebijakannya di Rumah Tangga Ketinggian Desa
(2017)
Kabupaten Miskin berpengaruh secara
Rembang X5= Rumah signifikan terhadap
Tnagga tanpa Ketahanan Pangan
Akses Listrik
X6= Ketinggian
Desa
Y= Ketahanan Path Indeks Aspek Akses
Pangan (Indeks Analys Pangan, Indeks Aspek
Faktor yang Kerawanan is. Gizi dan Kesehatan,
Lien
MempengaruhiTin Pangan) Analis serta Indeks Aspek
7 Damayan
gkat Ketahanan I1= Indeks is Kerentanan Pangan
ti (2007)
Pangan Desa Aspek Korela berpengaruh positif
Ketersediaan si dan signifikan terhadap
Pangan Analis Ketahanan Pangan,

29
I2= Indeks is sedangkan Indeks
Aspek Akses Regre Aspek Ketersediaan
Pangan dan ata si Pangan tidak
Pencaharian berpengaruh terhadap
I3=Indeks Ketahanan Pangan
Aspek Gizi dan
Kesehatan
I4= Indeks
Aspek
Kerentanan
Pangan
Y= Ketahanan Produksi Protein
Pengaruh Faktor Pangan Hewani Daging, Produksi
Penawaran Dan Asal Ternak Protein Telur,
Permintaan X1= Produksi Produksi Protein Susu
E. Terhadap Protein Daging dan PDRB
Regre
Prasetyo, Ketahanan Pangan X2= Produksi berpengaruh positif
si
Mukson, Hewani Asal Protein Telur signifikan terhadap
Linear
8 T. Ternak Di Jawa X3= Produksi Ketahanan Pangan
Berga
Ekowati, Tengah (The Effect Protein Susu Hewani Asal Ternak,
nda
A. Setiadi Of Supply And X4= PDRB sedangkan Jumlah
(OLS
(2005) Demand Factors Penduduk
To Livestock Food berpengaruh negatif
Security In Central X5= Jumlah terhadap Ketahanan
Java) Penduduk Pangan Hewani Asal
Ternak
Y= Skor Pola
Pangan Harapan Usia Ibu Rumah
Analisis Ketahanan Rumah Tangga Tangga, Luas Lahan
Pangan Rumah Pekarangan dan
x1= Usia Ibu
Tangga (Studi Pendapatan
Rumah Tangga
Kasus pada Regre berpengaruh terhadap
X2= Pendidikan
pelaksanaan si Skor Pola Pangan
Retno Ibu Rumah
Program Desa Linear Harapan Rumah
9 Ediwiyati Tangga
mandiri pangan di Berga Tangga sedangkan
(2015) X3= Jumlah
desa Oro Bolu nda Pendidikan ibu rumah
Anggota Rumah
Kecamatan (OLS tangga dan Jumlah
Tangga
Rembang anggota keluarga tidak
X4= Luas Lahan
Kabupaten berpengaruh terhadap
Pekarangan
Pasuruan) Skor pola pangan
X5= Pendapatan harapan rumah tangga.
Keluarga
Analisis Potensi Y= Ketahanan Produksi Padi,
Syaiful dan Ketersediaan Pangan Ketersediaan Padi dan
10 Anwar Pangan Kaitannya X1= Produksi OLS Kebutuhan Pangan
(2007) dengan Ketahanan Padi Nabati berpengaruh
Pangan di Jawa X2= terhadap Ketahanan

30
Tengah Ketersediaan Pangan
Padi
X3= Kebutuhan
Pangan Nabati
Y= Food Variabel Food
Insecurity expenditure dan
Secondary Education
Food Security X1= Food
David The berpengaruh positif
Measurement: An Expenditure
11 Magana regres terhadap Food
Empirical X2= Rural
(2015) sion Insecurity sedangkan
Approach
X3= Secondary Rural berpengaruh
Education negatif terhadap Food
Insecurity
Y= Food
A typology of Security Calorie, Protein, dan
Bingxin The
Food Security in X1= Calorie Fat berpengaruh
12 Yu regres
Developing positif terhadap Food
(2013) sion
Countries X2= Protein Security
X3= Fat
Y= Household
Food Security
X1= Mother's
Age
X2= Mother's Mother's Age,
Education Household Size, Safe
X3= Household Drinking Water,
Relationship
Size Urban Type
between Maternal,
X4= Type of berpengaruh positif
Household and
House terhadap Household
Srinita Socio-Economic Panel,
13 X5= Food Security
(2017) Characteristics and FEM
Dependency sedangkan Mother's
Household Food
Ratio Education, Type of
Security in Aceh,
X6= Room Per House, Dependency
Indonesia
Capita Ratio, dan Sanitation
X7= Safe Facility berpengaruh
Drinking Water negatif terhadap
X8= Sanitation Household Food
Facility Security
X9= Urban
Type
Factor's Affecting Y= Food Age, Gender,
Abdullah, Security The
Household Food Education, Household
14 Deyi Zu Regre
Security in Rural X1= Age Size,dan Food Price
(2017) ssion
Northern X2= Gender berpengaruh terhadap

31
Hinterland of X3= Household Food Security
Pakistan Size
X4= Food Price
Food Y= Food Total Expenditure
Charles The
Security,Subsitenc Security berpengaruh negatif
15 B. Moss Regrre
e Agriculture, and X= Total signifikan terhadap
(2016) ssion
Working's Model Expenditure Food Security

C. Kerangka Berpikir

1. Kerangka Pemikiran

32
2. Hipotesis Penelitian

Dalam melakukan analisis terlebih dahulu ditentukan hipotesis yang

digunakan. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang

menjadi objek penelitian, yang kebenarannya harus dikaji dan diteliti melalui

data yang terkumpul kemudian diolah diuji secara empiris. Berdasarkan

perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Terdapat pengaruh secara parsial dari pengaruh luas panen padi,

produktivitas padi, konsumsi pangan masyarakat, dan jumlah penduduk

terhadap ketahanan pangan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

2. Terdapat pengaruh secara simultan dari pengaruh luas panen padi,

produktivitas padi, konsumsi pangan masyarakat, dan jumlah penduduk

terhadap ketahanan pangan di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

33
BAB III

METODELOGI DAN MODEL PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi ketahanan

pangan yang dilihat berupa produksi padi tingkat Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah, Luas panen padi, Produktivitas padi, Jumlah penduduk dan Konsumsi.

Data yang digunakan adalah data dalam bentuk tahunan 2013 – 2014.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (cross

section dan time series) yang diperoleh dari jurnal-jurnal ekonomi dan bisnis,

Jawa Tengah dalam angka terbitan BPS, data terbitan institusi-institusi yang

terkait seperti Dinas Pertanian Jawa Tengah, dan Badan Ketahanan Pangan Jawa

Tengah. Dalam penelitian ini jenis data yang dipakai adalah data tahunan, yaitu

dari tahun 2013-2014.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh

bahan-bahan yang relevan dan akurat. Data yang digunakan dalam analisis

penelitian ini adalah data sekunder cross section. Adapun data yang digunakan

adalah data tahunan dengan jangka waktu dari tahun 2013 sampai 2014 yang

dihitung secara tahunan.

34
C. Konsep Pengukuran Variabel

1. Produksi padi dalam jumlah yang dihasilkan dalam satu tahun, ukur dalam

(ton)

2. Luas Panen dalam penelitian ini merupakan jumlah luas areal sawah yang

digunakan untuk memproduksi padi di setiap Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah per tahun. Satuan dari variabel ini adalah Hektare (ha).

3. Produktivitas dalam penelitian ini merupakan rata-rata produksi padi yang

dapat dihasilkan dari satu hektar pertahun. Satuan dari variabel ini adalah

(ku/ha).

4. Konsumsi pangan ialah rata-rata pengeluaran penduduk menurut kelompok

makanan per kapita perbulan, satuan ukurmya adalah Rupiah.

5. Jumlah Penduduk ialah jumlah dari seluruh penduduk yang ada di

Kabupaten/Kota, satuan ukurnya adalah jiwa.

C. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi

data panel. Menurut Agus Widarjono (2007) metode regresi data panel

mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan data time series atau

cross section, yaitu :

1. Data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan cross section

mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan

degree of freedom yang lebih besar.

35
2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat

mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel

(ommited-variabel).

Widarjono (2007) menjelaskan beberapa metode yang bisa digunakan dalam

mengestimasi model regresi dengan data panel, yaitu :

1. Common Effect

Teknik yang digunakan dalam metode Common Effect hanya dengan

mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya

menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan metode OLS

untuk mengestimasi model data panel. Dalam pendekatan ini tidak

memperhatikan dimensi individu maupun waktu, dan dapat diasumsikan bahwa

perilaku data antar kabupaten/kota sama dalam berbagai rentang waktu. Asumsi

ini jelas sangat jauh dari realita sebenarnya, karena karakteristik antar

kabupaten/kota jelas sangat berbeda.

2. Fixed Effect

Teknik yang digunakan dalam metode Fixed Effect adalah dengan

menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.

Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar

kabupaten/kota dan antar waktu, namun intersepnya berbeda antar kabupaten/kota

namun sama antar waktu (time invariant). Namun metode ini membawa

kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada

akhirnya mengurangi efisiensi parameter.

36
3. Random Effect

Tenik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah dengan

menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul

pada hubungan antar waktu dan antar kabupaten/kota. Teknik metode OLS tidak

dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat

untuk menggunakan Metode Generalized Least Square (GLS).

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square), yaitu

metode yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan dari

suatu variabel independen terhadap variabel dependen (Gujarati, 1995). Analisis

regresi linier berganda diformulasikan sebagai berikut:

Dimana:

PP = Produksi Padi (Ton)

LPP = Luas Panen Padi (ha)

X2 = Produktivitas Padi (ku/ha)

KP = Konsumsi Pangan (Rupiah)

JP = Jumlah Penduduk (Jiwa)

β0 = konstanta/intercept

β1 = koefisien regresi dari X1

37
β2 = koefisien regresi dari X2

β3 = koefisien regresi dari X3

β4 = koefisien regresi dari X4

Ɛ = error

i = wilayah yang dianalisis (Kabupaten/Kota di Jawa Tengah)

t = tahun yang dianalisis

D. Hipotesis Statistik

Setelah mengestimasi data panel, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan uji statistik, uji ini dilakukan untuk mengetahui bermakna atau

tidaknya variabel atau model yang digunakan secara parsial atau keseluruhan. Uji

statistik yang dilakukan antara lain :

1. Korelasi (r)

Korelasi adalah mengukur kuatnya hubungan antara X dan Y. Besarnya

koefisien korelasi akan berkisar antara -1 (negatif satu) sampai +1 (positif satu).

Apabila koefisien korelasi mendekati -1 atau +1, berarti hubungan antar variabel

tersebut semakin kuat. Sebaliknya, apabila koefisien korelai mendekati angka 0,

berarti hubungan antar variabel tersebut semakin lemah. Dengan kata lain,

besarnya nilai korelasi bersifat absolut, sedangkan tanda + atau – hanya

menunjukkan arah hubungan.

2. Determinasi (R2)

Uji terhadap koefisien determinasi (R2) adalah mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefisien

determinasi (R2) digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model.

38
Nilai koefisien determinasi antara 0 sampai dengan 1. Dinamakan koefisien

determinasi karena R2 x 100% daripada variasi yang terjadi dalam variabel terikat

Y dapat dijelaskan oleh variabel bebas X. besarnya nilai koefisien determinasi

adalah berkisar 0 < R2 < 1. Artinya jika R2 mendekati 1 maka dapat dikatakan

pengaruh variabel bebas tehadap variabel terikat adalah besar. Berarti model yang

digunakan baik untuk menjelaskan pengaruh variabel tersebut.

3. Uji t (uji parsial)

Uji statisttik t pada dasarnya adalah menunjukan seberapa jauh pengaruh

suatu variabel penjelas secara individual dalam mempengaruhi variabel terikat.

Apakah variabel independen merupakan penjelas yang signifikan atau tidak

signifikan terhadap variabel dependen.

Bila t hitung > t tabel pada tingkat kepercayaan 5% atau nilai probabilitas

lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5%) maka H0 ditolak dengan kata lain variabel

bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

4. Uji F (uji simultan/gabungan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat. Artinya apakah semua variabel penjelas secara

bersamaan merupakan variabel-variabel penjelas yang signifikan atau tidak

signifikan terhadap variabel dependennya.

Bila F hitung > F tabel pada tingkat derajat kepercayaan 5% dan tingkat

kepercayaan tertentu atau nilai Probabilitas signifikan lebih kecil dari 0,05 maka

39
H0 ditolak yang berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi

variabel terikat.

Hipotesis merupakan suatu anggapan atau suatu dugaan mengenai populasi.

Sebelum menolak atau menerima sebuah hipotesis statistik, seorang peneliti harus

menguji keabsahan hipotesis tersebut utnuk menentukan apakah hipotesis itu

benar atau salah denga nilai probabilitas.

a. Pengaruh luas panen padi terhadap ketahanan pangan komoditas padi

H0 : β1 = 0 Tidak terdapat pengaruh antara luas panen padi terhadap ketahanan

pangan komoditas padi.

H1 : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh antara luas panen padi terhadap ketahanan

pangan komoditas padi.

b. Pengaruh produktivitas padi terhadap ketahanan pangan komoditas padi

H0 : β2 = 0 Tidak terdapat pengaruh antara produktivitas padi terhadap

ketahanan pangan komoditas padi.

H1 : β2 ≠ 0 Terdapat pengaruh antara produktivitas padi terhadap ketahanan

pangan komoditas padi.

c. Pengaruh konsumsi pangan terhadap terhadap ketahanan pangan komoditas

padi

H0 : β3 = 0 Tidak terdapat pengaruh antara konsumsi pangan terhadap terhadap

ketahanan pangan komoditas padi.

40
H0 : β1 ≠ 0 Terdapat pengaruh antara konsumsi pangan terhadap terhadap

ketahanan pangan komoditas padi.

d. Pengaruh jumlah penduduk terhadap ketahanan pangan komoditas padi

H0 : β4 = 0 Tidak terdapat pengaruh antara jumlah penduduk terhadap

ketahanan pangan komoditas padi.

H0 : β4 ≠ 0 Terdapat pengaruh antara jumlah penduduk terhadap ketahanan

pangan komoditas padi.

E. Pengolahan Data

Data diolah dengan tahapan sebagai berikut:

1. Uji Asumsi Klasik

2. Menentukan persamaan regresi

3. Menghitung koefisien korelasi

4. Menghitung koefisien determinasi

5. Uji F (uji simultan/gabungan)

6. Uji t (uji parsial)

7. Membuat kesimpulan

F. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik, jika

terjadi penyimpangan akan asumsi klasik digunakan pengujian statistik non

parametrik sebaliknya asumsi klasik terpenuhi apabila digunakan statistik

parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik, model regresi tersebut

harus terbebas dari uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

41
autokorelasi. Cara yang digunakan untuk menguji penyimpangan asumsi klasik

adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak.

Uji ini merupakan pengujian terhadap normalitas kesalahan pengganggu/error

yang digunakan untuk melihat apakah variabel bebas dan variabel terikat

berdistribusi normal.

Identifikasi normal atau tidaknya data dilihat dari nilai Jarque-Bera. Ketika

nilai JB < Chi-square tabel maka data terdistribusi normal. Dan dapat dilihat dari

nilai Probability. Apabila probability > α maka data terdistribusi normal. Data

dikatakan berdistribusi normal apabila memenuhi kedua syarat tersebut atau salah

satunya.

2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Apabila nilai R2

yang dihasilkan dalam suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi

secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan

mempengaruhi variabel dependen, hal ini merupakan salah satu indikasi

terjadinya multikolinearitas (Imam Ghozali, 2005).

Multikolinearitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan

correlation matrix untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Kriteria suatu data

terbebas atau tidak terbebas dari uji multikolinieritas adalah dengan melihat nilai

Correlation Matrix. Jika nilai Correlation Matrix < 0,8 maka data terbebas dari uji

42
multikolinieritas. Jika nilai Correlation Matrix ada yang berniai negatif, hal

tersebut tidak akan berpengaruh, karena yang diperhatikan tetap angkanya.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas lebih sering terjadi pada data cross

section (Imam Ghozali, 2005).

Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua

pengamatan didalam model regresi. Regresi yang baik seharusnya tidak terkena

heterokedastisitas. Identifikasi apakah terbebas atau tidak terbebas dari uji

heterokedastisitas adalah dengan melihat nilai Prob Chi-square atau Obs*R-

squared. Jika nilai Prob Chi-square > α maka tidak terjadi heterokedastisitas,

namun jika Prob Chi-square < α maka terjadi heterokedastisitas. Dan jika Obs*R-

squared < Chi-square tabel maka tidak terjadi heterokedastisitas, namun jika

Obs*R-squared > Chi-square tabel maka terjadi heterokedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Menurut Imam Ghozali (2005), uji autokorelasi digunakan untuk

mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

penggangu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1

(sebelumnya), dimana jika terjadi korelasi dinamakan ada problem

autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang

43
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series).

Konsekuensi adanya dalam suatu model regresi adalah varians sampel

tidak dapat menggambarkan varians populasinya. Selain itu model regresi yang

dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen (Y)

pada nilai independen (X).

Identifikasi apakah data terbebas atau tidak terbebas dari uji autokorelasi

adalah dengan melihat nilai Prob Chi-square. Jika Prob Chi-square > α maka tidak

terjadi autokorelasi, namun jika Prob Chi-square < α maka terjadi autokorelasi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Authors, F. (2018). Relationship between maternal , household , and socio

economic characteristics and household food security in Aceh , Indonesia.

https://doi.org/10.1108/IJHRH-10-2017-0065

Hapsari, N. I. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerawanan dan

Ketahanan Pangan dan Implikasi Kebijakannya di Kabupaten Rembang, 5, 125–

140. https://doi.org/10.14710/jwl.5.2.125-140

Jorge, D. M., Security, L.-álvarez F., Mitchell, D., Hudson, D., Post, R., Bell, P.,

& Williams, R. B. (2015). Food Security in an Uncertain World Article

information : Users who downloaded this article also downloaded :

Security, F., Agriculture, S., Model, W., Moss, C. B., Oehmke, J. F., &

Lyambabaje, A. (2016). Food Security in a Food Abundant World Article

information :

Suryana, A. (2014). MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA

BERKELANJUTAN 2025 : TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Toward

Sustainable Indonesian Food Security 2025 : Challenges and Its Responses, 123–

135.

Wahed, M., Bisnis, F. E., & Malang, U. B. (2015). Pengaruh Luas Lahan ,

Produksi , Ketahanan Pangan dan Harga Gabah Terhadap Kesejahteraan Petani

Padi di Kabupaten Pasuruan, 7(1), 68–74.

Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Tengah Dalam Angka. Tahun 2013 – 2014.

45
Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah. Tahun 2013 – 2014.

Mun’im, Akhmad. Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses, Dan

Penyerapan Pangan Terhadap Ketahanan Pangan Di Kabupaten Surplus

Pangan: Pendekatan Partial Least Square Path Modeling. Jurnal Agro Ekonom

Volume 30 No. 1, Mei 2012 : 41-58.

Sucihatiningsih DWP, Susilowati Etty & Maftuhah Ida. (2008). Penguatan

kinerja Penyuluh Pertanian Pangan Unggulan Kabupaten Semarang dalam

Mendukung Ketahanan Pangan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.

Wahed, Mohammad. (2015). Pengaruh Luas Lahan, Produksi, Ketahanan

Pangan dan Harga Gabah Terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Kabupaten

Pasuruan. Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.

46

Anda mungkin juga menyukai