Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TERSTUKTUR DASAR MANAJEMEN

MANAJEMEN USAHATANI (FARMING MANAGEMENT) PADI

Oleh :

TUTI LESTARI BUTARBUTAR

A1L114010

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

AGROTEKNOLOGI

PURWOKERTO

2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan
manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang
lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.Usaha
pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani
dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau
liar (hutan).
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan
dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit,
metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk,
dan pemasaran.
Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi
untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive
farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis.
Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal
sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif,
keduanya sering kali disamakan. Sisi pertanian industrial yang memperhatikan
lingkungannya adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau
permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan
pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya,
pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian
industrial. Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua
kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk
pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan
tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan
semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang
dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini
muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi.
Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat
mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

1.2  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1.    Pentingnya Manajemen Usahatani.
2.    Kondisi Petani.
3.    Penerapan Manajemen Usahatani.
4.    Peningkatan Kemampuan Manajemen Usahatani.
5.    Peningkatan Nilai Tambah.
6.    Pengembangan Kelembagaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani (Farming)


Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk
dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam
(bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun
cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan
produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Indonesia adalah negara agraris, negara yang wilayahnya memiliki potensi besar pada
sektor pertanian. Daratannya luas dan subur, dengan iklim yang menguntungkan untuk
segala kegiatan pertanian. Baik itu dalam budidaya tanaman, peternakan, dan perikanan.
Sektor pertanian mendominasi kegiatan perekonomian di Indonesia.
Dengan kondisi tersebut maka menjadi logis kalau mayoritas rakyat Indonesia
menggantungkan hidupnya pada usaha di bidang pertanian. Sekitar 70% penduduk Indonesia
bermata pencarian di bidang ini. Mereka tersebar sebagai petani, pekebun, peternak,
pembudidaya ikan, dan lain-lain. Serapan sektor pertanian terhadap angkatan kerja juga
cukup besar. Pada Tahun 1989 , tidak kurang dari 56,6% seluruh angkatan kerja terserap
oleh sektor pertanian (Fadholi Hernanto, 1991) dan pada Tahun 1994 sebanyak 46%
(BPS,1997).
Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa sektor pertanian dengan potensi yang sangat besar
di atas seringkali termarjinalkan dan hanya dipandang “sebelah mata”. Kebijakan pemerintah
yang dulu pernah dilakukan untuk mengimpor beberapa produk pertanian dari luar negeri
merupakan salah satu contoh dari kondisi ini. Belum lagi rendahnya ketersediaan sarana
produksi pertanian (saprotan) dan sarana produksi padi (saprodi) yang diikuti dengan
mahalnya barang-barang tersebut menambah bukti bahwa sektor ini masih perlu mendapat
perhatian lebih. Harga hasil panen produk pertanian juga sangat fluktuatif dan belum ada
jaminan dan perlindungan harga panen yang benar-benar memihak petani. Lembaga-
lembaga penyedia modal terkesan masih ragu untuk meninvestasikan uang mereka bagi
kegiatan usahatani mengingat memang sektor ini memiliki resiko kegagalan (puso) yang
cukup tinggi dan belum ada lembaga penjamin usaha/asuransi yang mengcover sektor ini
apalagi pada bidang budidaya. Sektor pertanian seolah menjadi kecil dalam potensi besarnya.
Memahami dengan kondisi tersebut, maka kesempatan yang bisa diambil adalah
dengan pengelolaan usahatani dengan baik menggunakan prinsip-prinsip manajemen
usahatani. Tanpa sebuah manajemen yang handal, maka petani atau orang yang berusahatani
sedang berada pada puncak resiko tertinggi yang sangat membahayakan usahataninya.
Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan
mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu
memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan
pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya
(fadholi Hernanto, 1989)
Manajemen usaha tani: cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian (J.P.
Makeham dan R.L.Malcolm, 1991).
Prof. Bakhtiar Riva’I (1980) mendefinisikan usaha tani sebagai organisasi dari alam, kerja
dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini
ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan
orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun territorial sebagai
pengelolanya. Istilah usahatani dituliskan dalam satu kata bukan dalam dua kata Usaha Tani.
Kata usahatani dipakai dan diusulkan sebagai pengganti kata farm dalam bahasa inggris atau
kata bandbow bedrijf dalam bahasa belanda (Fadholi Hernanto, 1991)
Menurut A.T.Mosher (1966) usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi di mana
seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lainnya bercocok tanam atau
memelihara ternak.
Usaha tani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu
tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-
perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang
didirikan di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau
memelihara ternak (Mubyarto, 1989)
Fadholi Hernanto (1989) beranggapan bahwa dari definisi usahatani oleh Bakhtiar
Riva’i dapat diturunkan empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani. Keempat
unsur pokok ini sering disebut dengan faktor-faktor produksi, yaitu :
a.       Tanah
b.      Tenaga Kerja
c.       Modal
d.      Manajemen (pengelolaan)
Nur Ainun Jariyah dkk (2003) menulis pada sebuah jurnal bahwa ciri pertanian di
negara-negara berkembang tersebut antara lain memiliki skala usahatani kecil, lahan sempit,
modal kecil, dan keterbatasan lainnya (FAO, Tanpa Tahun). Pertanian di negara berkembang
relatif lebih beragam dibandingkan dengan pertanian di negara maju, yang cenderung
monokultur. Namun demikian adanya beberapa keterbatasan tersebut mengakibatkan
keragaman sistem usahatani di negara berkembang, salah satu contoh keragaman tersebut
adalah tumpangsari.
Penanaman secara tumpangsari ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
pokok karena dibudidayakan lebih intensif, sehingga keberhasilannya dapat lebih tinggi
(Dephutbun, 1998).
Tujuan suatu usaha tani yang dilaksanakan oleh rumah tangga petani mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan dan tindakan yang akan
diambil, maupun terhadap pandangan rumah tangga akan keberlangsungan dan
kemampuannya dalam menerima berbagai pembaharuan, termasuk teknologi pertanian.
Usaha tani yang dilakukan oleh rumah tangga petani umumnya mempunyai dua tujuan, yaitu
mendapatkan keuntungan yang maksimal atau untuk sekuriti (keamanan) dengan cara
meminimalkan risiko, termasuk keinginan untuk memiliki persediaan pangan yang cukup
untuk konsumsi rumah tangga dan selebihnya untuk dijual (Tjeppy D. Soedjana, 2007)
Menurut A.T.Mosher (1966) dua peranan penting petani adalah :

1. Sebagai juru tani (cultivator)


2. Sebagai pengelola (manajer)

Petani Sebagai Seorang Manajer


Petani adalah pelaku usahatani. Mereka berfungsi sebagai pengelola atau seorang
manajer bagi usahatani yang mereka kerjakan. Berhasil dan tidaknya usahatani yang mereka
kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam mengatur dan
mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Jika seorang petani piawai dalam
mengelola usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani mereka akan berhasil. Sedangkan
jika seorang petani tidak mampu mengelola usahataninya dengan baik maka usahatani yang
mereka akan besar kemungkinannya mengalami kegagalan. Artinya, petani sebagai seorang
manajer usahatani harus mampu mengorganisakian alam, kerja dan modal agar produksi dan
produktivitas usahatanianya dapat bernilai optimal.
Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan diwarnai oleh beberapa
hal. Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan ini akan berafilasi dengan
pola pikir dan kualitas SDM. Pendidikan yang tinggi tentunya akan membentuk pola pikir
dengan wawasan yang luas dan memiliki tingkat kualitas SDM yang baik. Sedangkan tingkat
pendidikan yang rendah akan mencetak petani-petani yang sulit menerima inovasi baru
bahkan cenderung laggard (menolak dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan
teknologi yang berujung pada rendahnya kualitas SDM-nya.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup
pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak
masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan,
karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan
berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan
data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar
44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik
bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu
pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian
selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah,
meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian.
Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan
kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang
menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku
budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, dan
mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya
organisasi. Dalam perkembangan jaman, manajemen mutlak diperlukan untuk melaksanakan
semua jenis usaha, tidak terkecuali suatu usahatani dengan skala kecil sekalipun.
Manajemen adalah suatu seni, dimana setiap orang akan memiliki suatu hasil yang
berbeda dengan mengelola suatu usaha yang sama. Demikian pula dalam usahatani, dengan
modal dan hamparan lahan yang relatif sama dan berdekatan serta kondisi iklim yang sama,
suatu usahatani yang dikelola orang yang berbeda akan dapat mendatangkan hasil yang
berbeda. Hal ini terjadi karena pola pemikiran seseorang dalam mengambil keputusan dan
mengelola usaha tidak pernah sama antara orang per orang. Dan dalam usahatani
kemungkinan seseorang mengembangkan kreatifitasnya dalam mengelola, adalah sangat
besar.

2.1 Pentingnya Manajemen Usahatani


Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh bagaimana manajemen yang
dijalankan dalam usaha tersebut. Bagaimana pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan modal yang dimiliki menjadi efektif dan efisien. Beberapa hal yang
membedakan manajemen usahatani dengan manajemen usaha yang lain antar lain adalah :
a.    Keanekaragaman jenis tanaman yang sangat besar dalam sektor pertanian
b.    Besarnya jumlah petani
c.    Keanekaragaman skala usaha di bidang pertanian
d.    Kecenderungan berorientasi keluarga dan masyarakat sekitar saja
e.    Usahatani sangat berkaitan dengan gejala alam
f.     Kareakteristik produk pertanian yang musiman, mudah rusak dan tidak tahan lama
g.    Produk pertanian selalu dibutuhkan sebagai bahan pangan masyarakat yang harus selalu
cukup tersedia
Hal–hal tersebut di atas menjadikan manajemen usahatani memerlukan penanganan
yang berbeda dibandingkan dengan penanganan usaha lain di luar sektor pertanian.
Manajemen akan terlaksana dengan baik dengan memperhatikan unsur-unsur yang terkait,
yaitu : (1) Manusia yang melaksanakan manajemen ; (2) Seni untuk menjalankan
manajemen ; (3) Keberhasilan.
Modernisasi dan restrukturisasi produksi tanaman pangan yang berwawasan agribisnis
dan berorientasi pasar memerlukan kemampuan manajemen usaha yang profesional. Oleh
sebab itu, kemampuan manajemen usahatani kelompok tani perlu didorong dan
dikembangkan mulai dari perencanaan, proses produksi, pemanfaatan potensi pasar, serta
pemupukan modal/investasi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam mendorong peran serta
petani dalam penyediaan modal/investasi untuk pengembangan usahatani antara lain: (1)
Memberikan penyuluhan/informasi ; (2) Insentif dan kondisi yang kondusif agar petani
mampu memanfaatkan sumber permodalan dan sumber daya lainnya secara optimal.

2.2 Kondisi Petani


Petani memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola usahataninya tergantung
pada faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Petani yang memiliki lahan yang luas
membutuhkan sarana produksi pertanian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan
lahan sempit. Petani berlahan luas akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang dapat
memudahkan mereka dalam pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan serta
pengolahan hasil. Mereka membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk
menjalankan kegiatan usahatani yang mereka usahakan. 

Kelemahan Petani di Indonesia untuk Sebuah Manajemen


  a.Skala Usaha Kecil
  Petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil, yaitu
petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha. Pada luasan lahan itu
petani melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang menanami lahannya dengan jenis
tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi kayu. Sebagian mengusahakan tanaman
hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman
sayuran yang lain. Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao,
kopi, lada dan lain-lain. Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh
petani untuk membudidayakan ikan. Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam
usahatani yang tidak sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi apapun
usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani.
b.Usahatani adalah way of life
Usahatani di Indonesia telah menjadi semacam cara hidup mengingat nilai-nilai
subsiten masih melekat pada kegiatan usahatani petani Indonesia. Meski sedikit demi sedikit,
sesuai kemajuan teknologi dan hadirnya inovasi-inovasi baru, petani Indonesia telah
bermigrasi kea rah pertanian komersial namun jika diamati maka sebenarnya yang dilakukan
adalah usahatani campuran, yaitu antara subsisten dan campuran. Sebenarnya sudah tidak
ada lagi petani-petani Indonesia yang murni subsisten__kecuali daerah-daerah
pedalaman__namun karena karakter budaya yang didukung oleh kondisi alam dan
lingkungan membuat usahatani sebagai sebuah way of life ini sulit dilepaskan dari petani di
Indonesia.

c.SDM berkualitas Rendah


Tidak bisa kita pungkiri bahwa petani di Indonesia memiliki kualitas SDM yang masih
rendah. Rendahnya kualitas SDM ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah.
Rata-rata petani kita adalah petani yang tidak pernah sekolah, tidak lulus SD, atau lulusan
SD. Hanya sedikit yang lulus sekolah menengah atau perguruan tinggi.
Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda yang
notabene memiliki pendidikan yang relatif lebih tinggi untuk berprofesi sebagai petani.
Mereka banyak berbondong-bondong untuk bekerja di sektor lain sebagai buruh. Agaknya
memang pendidikan yang bersifat link and match banyak diarahkan ke arah dunia industry
sehingga support dan motivasi lulusan ke sektor pertanian relatif rendah.
Sementara itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat
terbatas. Hal ini diakibatkan karena mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan yang
relatif terbatas sarana dan prasarana transportasi dan komunikasinya. Akibatnya tingkat
serapan petani terhadap inovasi dan teknologi baru masih rendah.

d.Posisi Tawar Lemah


Diakui atau tidak, petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang rendah. Posisi
petani berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hal pemasaran dan permodalan.
Petani belum mampu mengontrol harga pasar dan sangat sulit untuk memperoleh modal.
Akibatnya tidak sedikit petani yang merugi besar ketika hasil panennya ternyata dibeli
pedagang dengan nilai tukar yang sangat rendak. Tidak jarang pula petani jatuh di tangan
pengijon dan tengkulak yang menjerat dengan hutang dalam bunga tinggi. Petani selalu
sebagai pihak yang dirugikan.
Manajemen dalam Usahatani
Berbicara tentang sebuah system manajemen tentunya akan akan selalu terkait dengan
5 hal pokok, yaitu :
a.       Planning/perencanaan
b.      Organizing/pengorganisasian
c.       Actuating/pelaksanaan
d.      Controlling/pengawasan, dan
e.       Evaluating/penilaian

a.Planning/Perencanaan
Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang
matang. Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan,
tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen.
Semua rencana seharusnya tersusun rapi tercatat.
Secara teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan yang mantap, kita bisa
menggunakan pertanyaan 5W 1H, yaitu :
·         What/apa………….………?
·         Why/mengapa…………….?
·         Who/siapa…………….?
·         When/kapan….……….?
·         Where/dimana ………?, dan
·         How/Bagaimana………?

b.OrganizingPengorganisasian
Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan baik, maka
tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Pada saat ini, petani harus mengorganisasikan
setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya. Persiapan alat dan mesin pertanian,
sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan.
Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan
rencana yang dibuat dan tujuan yangh ditetapkan.

c. Actuating/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha tani jika
ingin usahatani yang dijalankan berhasil. Dalam pelaksanaan segala sesuatu yang dikerjakan
diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Sebab apabila tidak maka hasil tidak
akan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.

d.Controlling/Pengawasan
Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan perencanaan
yang dibuat. Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer, petani harus segera
mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Caranya adalah dengan melihat sumber daya
yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan pelaksanaan usahatani.

e.Evaluating/Penilaian
Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani
terdokumentasi dalam sebuah catatan. Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi yang jelas
hanya akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi. Akibatnya tentu
tidak aka nada perbaikan untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi
yang utama adalah sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.
Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal dilaksanakannya
usahatani, misalnya :
1.      Apakah produksi total telah mencapai hasil sesuai yang diinginkan?
2.      Apakah biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai dengan rencana awal?
3.      Bagaimanakah produktivitas ekonomis dari usahatani yang dilaksanakan?
4.      Apakah masalah-masalah yang dihadapi pada pelaksanaan usahatani?
Hasil evaluasi yang dilakukan tersebut akan lebih memudahkan bagi petani untuk
membuat perencanaan usahatani berikutnya dengan lebih baik. Lambat laun maka usahatani
yang dilaksanakan menjadi lebih maju dengan pencapaian hasil yang optimal.
Usahatani di Jawa terutama, telah dicirikan dengan lahan sempit, sehingga pendapatan
yang diperoleh dari usahatani sangat kecil, petani dikawasan agropolitan di Jatim (Kecamatan
Senduro, Pasrujambe, Lumajang, Batu dan Pacet-Mojokerto), umumnya juga dicirikan
pemilikan lahan sawah, tegal atau pekarangan yang sempit. Untuk menambah penghasilan
keluarga, umumnya petani merangkap bekerja di sektor jasa dan industri. Sebagai
konsekuensinya, setelah musim tanam selesai atau waktu tertentu, petani harus meninggalkan
usahataninya untuk bekerja di luar usahatani.
a.    Inovasi Teknologi
Melalui inovasi teknologi, diyakini keuntungan usahatani persatuan luas akan dapat
terdongkrak, komoditas unggulan yang menggiurkan akan dapat diciptakan. Akan tetapi,
teknologi yang diintroduksi ke petani akan lebih disukai jika teknologi tersebut mudah
diaplikasikan, kurang intensif penanganannya, tidak memerlukan pengamatan tiap hari dan
tidak memerlukan kontrol terlalu ketat. Teknologi semacam ini akan memberikan peluang
bagi petani untuk dapat meninggalkan usahtaninya, menyerahkan penanganannya pada orang
lain dengan hasil yang memuaskan. Contoh: teknologi yang diterapkan untuk tanaman tebu.
Setelah tanam dan pemupukan, petani bisa meninggalkan usahataninya dan diserahkan orang
lain untuk mengelola. Dengan demikian petani bisa akan kembali lagi pada saat panen. Jika
teknologi yang tersedia justru mengharuskan petani selalu berada di lahan (menunggui),
maka manajemen usaha kelompok secara bertahap harus dirubah, yaitu dari manajemen
konvensional menjadi kooperatif (cooperative farming) atau menjadi korporasi (corporate
farming). Manajemen ini memungkinkan anggota kelompok tidak mengelola penuh
usahataninya. Akan lebih manfaat lagi jika teknologi yang tersedia dapat memberikan nilai
tambah ekonomi bagi petani.
b.    Manajemen usaha yang dilakukan kelompok
Manajemen yang selama ini dijalani petani harus ditinggalkan, yaitu manajemen yang
mengharuskan petani selalu menungggui dan mengerjakan usahataninya sendiri mulai dari
hulu sampai hilir. Ada alternatif manajemen usaha yang dapat dilakukan orang lain tanpa
mengurangi jumlah dan mutu hasil. Manajemen usaha yang dimaksud adalah manajemen
kooperatif dan korporasi. Manajemen korporasi merupakan alternatif karena punya beberapa
kelebihan, yaitu:
1.    Pengambilan keputusan usaha harian dapat dilakukan secara cepat, sehingga
usahatani tanggap terhadap perubahan pasar dan harga.
2.    Pengelolaan lahan, irigasi, dan teknik budidaya lainnya, dikelola oleh tim manajer
dibantu tenaga teknis, teknis lapangan terampil, sehingga pengelolaan efisien.
3.    Mobilisasi sumber daya pertanian (lahan, tenaga kerja dan modal) mudah, karena
sumber daya dikelola oleh tim manajer.
4.    Pembagian keuntungan yang dihasilkan dari jenis lahan, tenaga dan modal
sebagai saham anggota, berdasarkan perjanjian.

Manajemen seperti ini akan sesuai untuk lingkungan perkotaan (agropilitan) atau
masyarakat urban yang mempunyai peluang kerja di sektor jasa dan industri. Kelompok tani
yang belum menerapkan manajemen korporsi, secara perlahan-lahan sebaiknya dapat
memperbaiki manajemen usahanya dengan lebih fokus pada faktor pengambilan keputusan
usaha, pengelolaan sumber daya dan pembagian keuntungan. Manajemen secara bertahap
dirubah dari konvensional, ke kooperatif dan akhirnya korporasi. Saat ini masih banyak
kelompok tani yang anggotanya merangkap kerja dibidang jasa dan industri, tetapi manjemen
yang diterapkan kelompok tani masih konvensional, sehingga hasilnya tidak masksimal.

c.    Metode penyuluhan


Metode penyuluhan juga harus diubah disesuaikan pola manajemen modal yang
diterapkan kelompok. Terdapat tiga metode penyuluhan, yaitu pendektan personal,
pendekatan kelompok dan pendekatan masal. Pada waktu lalu strategi dititik beratkan [pada
pendekatan missal dan kelompok karena pendektan personal terlalu mahal. Dengan penerapn
manajemen koperasi maka metode pendekatan penyuluhan difokuskan pada pendekatan
personal. Tim mnajer yang hanya terdiri dri beberapa orang merupkan target
penyuluhan.kebutuhan materi pelatihan bgi anggot kelompok diganti dengan kebutuhan
materi pelatihan bagi tim manajer. Materi pelatihn bagi tim difokuskan pada masalah
manajemen , seperti pemasaran, analisis keuangan, pengambilan keputusan, kewirausahaan,
dan lain-lain. (Nugroho Pangarso, 2006).
Salah satu kesulitan sosialisasi inovasi teknologi antara lain adanya keterbatasan
sumber daya petani. Dengan kelompok koperasi, maka teknologi dapat lebih mudah diadopsi.
Teknologi yang disosialisasikan bisa mulai dari yang mudah diapliklasikan sampai canggih,
karena yang menerapkan teknologi adalah tim manajer, bukan anggota kelompok tani.
Teknologi pertanian organik, teknologi kultur jaringan, dan teknologi persilangan
untuk memproduksi benih yang selama ini cukup sulit diajarkan pada kelompok tani,
mungkin akan lebih mudah diajarkan pada kelompok dengan manajemen korponasi.
Kesulitan utama menerapkan manajemen korporasi bukan pada masalah faktor fisik (lahan,
tenaga, modal), tetapi lebih pada faktor psikologi, yaitu ketidakrelaan petani (anggota
kelompok) untuk mengakui kelebihan teman petani lain sebagai manajer usaha.
Masih banyak kegiatan dalam program revitalisasi yang harus disempurnakan, antara
lain seperti kelembagaan penyuluhan, system penyuluhan dan penyusunan program
penyuluhan, tetapi untuk teknologi, manajemen usaha dan metode penyuluhan harus mulai
dirintis dari sekarang. Membuat rekayasa dan sinkronisasi ketiga unsur tersebut cukup
dilakukan oleh penyuluh yang dapat memotivasi dan diterima di kelompok binaannya.

2.3 Peningkatan Kemampuan Manajemen Usaha Tani


Peningkatan produktifitas komoditi tanaman pangan dilakukan dengan meningkatkan
mutu intensifikasi yang dijalankan secara berkelanjutn dan efisien guna meningkatkan daya
saing, dengan tetap mengacu kepada kelestarian lingkungan. Peningkatan produktifitas
usahatani dilakukan dengan penerapan teknologi maju dan alsin pertanian.
Untuk meningkatkan produksi baik melalui peningkatan produktifitas maupun
perluasan areal tanam diperlukan penyebarluasan penerapan teknologi. Teknologi yang
diterapkan diarahkan yang bersifat lebih unggul, tepat guna, spesifik lokasi dan berwawasan
lingkungan. Teknologi yang disebarluaskan mencakup mulai dari teknologi pra produksi,
proses produksi, hingga pasca panen dan pengolahan hasil dengan fokus antara lain:
penggunaan varietas unggul bermutu, pemupukan berimbang, efisiensi pemanfatan air, PHT,
serta teknologi pengolahan hasil.

Peningkatan Nilai Tambah


Upaya pengembangan usaha yang mampu memberikan nilai tambah bagi petani perlu
terus ditingkatkan, sehingga petani dapat memasarkan produknya bukan hanya dalam bentuk
makanan mentah akan tetapi dalam bentuk olahan. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya
antara lain:
a.    Penerapan teknologi panen dan pasca panen yang tepat
b.    Penyebarluasan teknologi pengolahan hasil
c.    Pemasyarakatan penerapan standart mutu
d.    Pemanfaatan peluang kredit

Sedangkan pengembangan sarana dan prasarana pertanian tanaman pangan diarahkan


untuk menjamin aksesbilitas guna mendukung keberhasilan upaya peningkatan produktifitas,
perluasan areal tanam. Termasuk pengolahan dan pemasaran hasil, melalui paya-upaya antara
lain sebagai berikut : (1) Peningkatan fasilitas penyediaan dan distribusi sarana produksi
dilapangan untuk menciptakan iklim yang kondusif dan berusahatani, (2) Peningkatan
efektivitas dan efisiensi koordinasi antar instansi terkait dalam melakukan pengembangan
sarana dan prasarana
Untuk pemasaran komoditi usahatani, dikembangkan dengan sistem pemasaran yang
efisien dan berorientasi pada kebutuhan konsumen melalui upaya-upaya pengembangan
kelembagaan informasi pemasaran, standarisasi dan mutu produk, pengamanan harga,
kemitraan usaha, serta promosi pemasaran.
Pengembangan Kelembagaan
Upaya pemberdayaan petani diperlukan pengembangan kelembagaan baik
kelembagaan petani maupun pemerintah sebagai berikut :
a)  Pengembangan kelompok tani melalui peningkatan kemampuannya tidak hanya dari
aspek budidayanya saja namun juga aspek agribisnis secara keseluruhan dan kemampuan
bekerja sama sehingga dapat berkembang menjadi kelompok usaha baik dalam bentuk
koperasi maupun unit usaha kecil mandiri dan tumbuh dari bawah.
b)  Peningkatan kualitas SDM, bantuan alat-alat prosessing, penyediaan kredit, dan
mengembangkan pola kemitran.
c)  Pengembangan usaha Pelayanan Jasa Alsin (UPJA) dengan memperkuat dan
melakukan pembinaan terhadap petugas, manajer, operator, dan petani melalui peningkatan
fasilitas perbengkelan, kerjasama dengan swasta, pelayanan kredit dan pelatihan.
d)  Penguatan lembaga pemerintah seperti BPSB, BPTPH, balai benih maupun Brigade
proteksi sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat terutama petani
melalui upaya peningkatan profesionalisme terus operasional dan admisnistrasi, serta
peningkatan kerja sama antar petugas lapangan dan intansi terkait melalui forum konsultasi
dan konsolidasi.

Penyuluhan pertanian sangat diperlukan dalam peningkatan usahatani. Akan tetapi


penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian akhir-akhir ini terlihat
lesu, revitalisasi kelembagaan penyuluhan perlu segera diwujudkan sehigga kinerja
penyuluhan dapat bangkit kembali.
Revitalisasi penyuluhan terutama diperlukan dalam hal pemasyarakatan teknologi dan
manajemen produksi, serta fasilitas aksesibilitas petani terhadap pasar, permodalan, informasi
serta sarana dan prasarana. Untuk itu agar penyuluhan dapat efektif mendukung program
pembangunan usahatani diperlukan upaya-upaya koordinasi dan sinkronisasi, sosialisasi
program pembangunan usahtani, serta mengisi materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan
program pembangunan usahatani.

2.4  Pelaksanaan manajemen usahatani untuk hasil yang maksimal


Dalam suatu manajemen usahatani yang di jalankan agar dapat memperoleh hasil yang
maksimal mengingat resiko yang sangat besar dalam bidang pertanian,maka harus
memperhatiakan beberapa hal yang sangat penting dan berkaitan erat dengan pelaksanaan
manajemen. Hal tersebut antara lain:
1.    Penerapan Management usaha tani
a.    perencanaan
Perencanaan usahatani disusun berdasarkan pengalaman dan evaluasi faktor-faktor
tetap yang menentukan(jumlah uang yang tersedia, Konsumsi atau komersial, jumlah tenaga
yang tersedia,tanah dan iklim). Manusia tidak dapat berbuat banyak terhadap tanah dan iklim
sehingga langkah dalam pendekatan sebagai berikut :
Ø  Mengklasifikasikan tanah. berapa bagian yg ditanami padi, kedelai, ternak, ikan
dan lain lain.
Ø  Menyususun rencana tanaman dengan syarat :
-       Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah.
-       Saling mendukung satu sama lain, sehingga dapat memanfaatkan penggunaan
alat alat pertanian dan tenaga kerja.
-       Menggunakan tenaga kerja keluarga dengan efesien.
-       Permintaan pasar bagi usahatani yang bertujuan menjual hasilnya kepasar.
-       Perencanaan ternak
ternak dapat mengubah hasil tanaman menjadi makanan berkadar protein tinggi
melalui hasilnya yg berupa daging,susu,telur dqn lain lain. Ternak dapat berfungsi sebagai
tenaga kerja.
Ø  Perencanaan tenaga kerja dan alat alat pertanian .Pada waktu waktu kapan tenaga
kerja dan alat alat pertanian banyak/sering atau kurang diperlukan.Untuk usahatani yg
luas,lebih mudah mengkombinasikan tenaga kerja dan alat alat pertanian.
Ø  Perencanaan biaya
Anggaran/ biaya usahatani terdiri dari taksiran pengeluaran total dan taksiran
penerimaan total yg disusun untuk jangka waktu pendek atau panjang. Tujuan
anggaran/biaya :
-       Memberikan dasar dasar untuk perbaikan usahatani.
-       Berfungsi sebagai peringatan atau penelitian rencana usaha.
-       Perencanaan dituangkan dalam bentuk rencana usaha anggota,rencana usaha
kelompok dan rencana usaha bersama.

2.    Pengaturan
Pada umumnya petani telah tahu bagaimana memeperkecil resiko usahataninya yaitu
dengan jalan mengusahakan beberapa cabang usaha lebih dari satu macam. Tanaman dan
berbagai jenis ternak seperti sapi, unggas dan sebagainya. Hal ini memperbaiki pendapatan
musiman dan distribusi tenaga kerja sepanjang tahun. Keuntungan lain adalah perbaikan
tanah,pencegahan hama dan penyakit dan sebagainya. Untuk membantu setiap petani dalam
rangka pengaturan gunakan langkah langkah sebagai berikut :
a.    Teliti kondisi usaha tani .petani mencatat dimana, bagimana dan kapan tanaman
yang bermacam-macam diusahakan.bagaimana cara cara pengusahaan ternak.
b.    Variasi dalam besarnya laba Mengatur penggunaan sarana produksi dan tenaga
kerja. Beberapa tanaman bersaing dalam dalam penggunaan tenaga kerja dan tempat.
Beberapa tanaman bersifat cocok untuk ditanam bersama sama dan beberapa bersifat
untuk ditanam saling menyusul. Pengaturan uang tunai yg digunakan untuk usaha
baik modal sendiri maupun kredit. Hal ini dapat untukmembandingkan keuntungan
dari berbagaimacam kombinasi tanaman.
c.    Perubahan dalam factor factor social ekonomi petani, kelompok tani dan
gabungan kelompok tani dalam pengaturan tenaga kerja memperhatikan kesibukan kesibukan
masyarakat, seperti perbaikan irigasi, drainase, dan sebagainya. Perubahan factor tata niaga,
harga dan lainnya.
d.    Analisa data input output pada cabang usahatani petani/ kelompoktani/ gapoktan
diharuskan mempunyai catatan input output.
e.    Pembagian tugas dalam kelompok/ gabungan kelompok dalam organisasi
kelompok/ gapoktan perlu dibuatkan seksi seksi, sekertaris dan bendahara. Seksi bertugas
dalam menjalankan salah satu kegiatan dari kelompok/ gabungan kelompok seperti
seksi pemasaran, seksi sarana produksi, seksi simpan pinjam dan lainnya. Sekretaris
bertugas menjalankan fungsi administrasi kelompok dan bendahara bertugas
menjalankan pembukuan keungan kelompok/gapoktan, cara pencatatan administrasi dan
pembukuan keuangan dijelaskan dalam bab yang lain.
3.      Pelaksanaan
Petani sebagai manager dalam usahataninya memimpin pelaksanaan kegiatan untuk
usahataninya dibantu oleh keluarga dan tenaga kerja dari keluarga. Sebagai seorang manager
menggerakkan tenaga memperlancar proses produksi tersebut,sekaligus mencatatnya seluruh
pelaksanaan kegiatan usahatani tersebut. Ketua kelompoktani/ gapoktan sebagai manager
dalam kelompoknya memimpin pelaksanaan kegiatan usaha kelompok dengan dibantu oleh
seluruh pengurus sesuai fungsinya sendiri-sendiri. Sekretaris mencatat kegiatan administrasi
dan Bendahara mencatat semua pengeluaran dan pemasukan kelompok.
Dalam proses produksi bisa terjadi penyimpangan atau gangguan seperti serangan
hama/penyakit,maka perlu dilakukan pertemuan kelompok/ gapoktan untuk bersama sama
menanggulanginya. Dalam pengambilan keputusan pilihan yang dipilih adalah alternative
yang dapat memberikan keuntungan yang paling menyenangkan sesuai dengan input yang
tersedia serta kemungkinan resiko yg timbul akibat pilihan tadi. Jadi sekali keputusan
diambil,maka pilihan tadi harus dilaksanakan dan sudah harus siap dengan resiko yang
timbul. Dengan dasar pengalaman masa lalu,maka keputusan yang diambil diharapkan akan
membuahkan keberuntungan.

4.      Pengawasan
Pengawasan diperlukan dalam melihat apakah dari rencana yg telah dilaksanakan
tersebut dapat memenuhi sasaran sasaran yang telah dibuat atau belum. Apakah teerjadi
penyimpangan,mengapa terjadi penyimpangan tersebut, apakah ada faktor-faktor yang tidak
dapat dikontrol dalam proses produksi. Di dalam control perlu diciptakan system control
yang tetap, ajeg terhadap rencana yg dilaksanakan serta terus dilaksanakan pemantauan
tehadap kegiatan usaha tani. Hasil juga harus diukur apakah sesuai dengan yang
direncanakan.
Dengan cara ini maka dalam system manajemen yang benar selalu ada umpan balik
dari control kearah rencana yg telah dipilih berdasarkan informasi informasi baru. Pencatatan
data dalam suatu pembukuaan adalah salah satu system control yg perlu dilaksanakan untuk
dipakai sebagaai umpan balik yg berkesinambungan tanpa data,suatu bisnis dapat diibaratkan
seperti kapal tanpa kompas. Keempat fungsi manajemen harus dilaksanakan agar usahatani
dapat berhasil dengaan baik.

2.5  Faktor Sosial Dan Komunikasi Petani Dalam Berusahatani


Di dalam klasifikasi usahatani, ada pembagian kategori berdasarkan pola usahatani,
tipe usahatani, struktur usahatani, bentuk usahatani dan corak usahatani. Dalam modul ini,
akan ditekankan pada corak usahataninya karena sangat erat hubungannya dengan faktor dan
peran sosial yang dihadapi oleh seorang petani. Corak usahatani diukur berdasarkan kriteria
antara lain :
a.    Nilai umum (sikap dan motivasi),
b.    Tujuan produksi,
c.    Pengambilan keputusan,
d.    Tingkat teknologi serta derajat komersialisasi dari produksi dan input
usahataninya,
e.    Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan,
f.     Pendayagunaan lembaga,
g.    Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani serta tingkat dan
keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi.
Salah satu variabel utama dalam sistem usahatani adalah pengambilan keputusan di
dalam rumah tangga petani tentang corak usahatani, bagaimana petani memilih kombinasi
pembudidayaan tanaman dengan ternak, teknik dan strategi apa yang harus diterapkan.
Dalam pengambilan keputusan di dalam berusahatai, petani tidak sendiri, petani butuh
seseorang baik sesama petani ataupun penyuluh bahkan referensi kelompok untuk
menetapkan pilihan. Petani juga makhluk sosial, sehingga petani perlu berinteraksi sosial,
untuk mendapatkan pengetahuan dan tambahan ketrampilan. Dengan interaksi sosial, maka
berlangsunglah proses sosialisasi. Sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui
bagaimana kita berfikir, berperasaan dan berperilaku sehingga dapat berperan serta secara
efektif dalam masyarakat. Proses interaksi sosial memerlukan komunikasi baik itu lisan
maupun tertulis.
Komunikasi juga merupakan proses, bisa proses komunikasi primer yaitu secara
langsung tanpa bantuan alat, dengan bahasa, gerakan yang diberi arti khusus, aba-aba, dan
sebagainya, bisa proses komunikasi sekunder, berlaku dengan menggunakan alat agar dapat
melipatgandakan jumlah penerima pesan / amanat, yang berarti pula mengatasi hambatan-
hambatan geografis (lewat radio, televisi) serta hambatan waktu (lewat buku, telepon, radio).
Suatu jaringan komunikasi baik tradisional maupun modern sangatlah penting di tingkat
petani berkaitan dengan aktifitas berusahataninya secara pribadi, kelompok maupun
komunikasi sosial budaya.
Sebelum proses sosialisasi terjadi di masyarakat pertanian, interaksi sosial akan
terlebih dahulu terjadi di keluarga tani tersebut. Dengan berbagai topik, keluarga, ekonomi,
kegiatan usahatani, tetangga, dan lain-lain. Selain keluarga dan masyarakat tani, petani
berinteraksi juga dengan kelembagaan baik itu formal maupun non formal, dengan tujuan
yang berkaitan dengan peningkatan sosial ekonomi keluarga petani.
BAB III
PEMBAHASAN
(Manajemen Usahatani Padi)

3.1.Varietas Dan Kebutuhan Benih


Pergiliran varietas harus dilaksanakan guna memperpanjang sifat ketahanan suatu
varietas atas serangan hama dan penyakit tertentu. Hama dan penyakit utama seperti wereng
coklat, virus tungro, bakteri hawar daun atau kresek ( Xanthomonas capetris sp ) dan bias
( Pyricularia oryzae) dikendalikan dengan penerapan pergiliran varietas. Beberapa hal
penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih varietas di wilayah hamparan tertentu :
a.   Varietas umur sedang 120 hari - 130 hari, agar tidak mengganggu pola tanam.
b.   Benih bermutu baik dengan daya tumbuh > 90"/>, campuran varietas lain (cvl) kurang
dari 1%. Benih berasal dari produsen yang dapat dipercaya.
c.   Kebutuhan benih 30 - 35 kg/ha untuk cara pindah dan jajar legowo 35 - 40 kg/ha.
d.   Di daerah endemis serangan penyakit tungro dapat dipilih varietas Memberamo, IR-66,
dan IR-74.
e.   Di daerah endemis serangan wereng coklat dapat dipilih varietas : Memberamo, Digul,
Barumun, Way Apo Buru, Widas dan Ketonggo (ketan).
f.    Di daerah endemis penyakit hawar daun bakteri dianjurkan menggunakan varietas : Way
Apo Buru, Krueng Aceh, Memberamo, Cilosari, Cibodas, Maros dan Widas.
g.   Memberamo lebih sesuai ditanam pada musim hujan II (MH II) atau musim gadu (MK I).
Bila terpaksa ditanam pada musim hujan, dosis N yang dianjurkan adalah 200 kg Urea
dengan pengairan berkala atau terputus-putus.
h.   Untuk daerah yang tidak terjadi masalah serangan hama dan penyakit varietas yang
dipilih : IR-64, Way Apo Buru dan Widas pada MH, pada MK71 varietas Memberamo,
Widas/Way Apo Buru.
i.    Sawah tadah hujan dapat ditanam varietas Grata, Way Rarem, Towuti, IR-64 dan IR-36.

3.2. Pesemaian Dan Bibit


Yang harus diperhatikan dalam membuat pesemaian agar diperoleh bibit yang
sehat/kuat antara lain yaitu:
a)    Untuk setiap 1 hektar pertanaman padi, area pesemaian yang disiapkan seluas 5% (1/20-
nya).
b)    Pesemaian dibuat pada area yang mudah di airi, dan tidak di area bekas serangan tungro
dan penggerek batang.
c)    Hindarkan pembuatan pesemaian dekat lampu agar tidak menarik hama wereng dan
penggerek batang.
d)    Benih di rendam selama 24 jam dan diperam selama 24 jam.
e)    Untuk daerah endemis serangan wereng coklat, benih sebaiknya diperlakukan dengan
cara dicampur dulu dengan insektisida fipronil sebelum disemaikan.
f)     Pemupukan pesemaian dengan 10 kg Urea + 5 kg SP-36 + KCi 3 kg setiap 500 m2
diberikan 5 hari setelah tabur benih.
g)    Untuk mencegah serangan wereng coklat, benih dicampur dulu dengan insektisida
fipronil (Regent 50 SC).
h)    Pencegahan serangan penggerek batang dan tungro, pesemaian disemprot dengan
penaburan insektisida karbofuran 20 gr/10 m2 atau insektisida lain bila dijumpai serangga
penular.
i)      Bibit dipindahkan pada umur 25 - 28 hari.
j)      Penanaman pada lahan yang P" > 6,5 atau diperkirakan kahat Zn, bibit sebelum ditanam
supaya dicelup dalam larutan 2% Zn S04 selama 2 menit.
k)    Bibit yang menunjukkan gejala penyakit tungro (warna daun kuning kemerahan dan
kaku) atau adanya gejala ganjur tidak ditanam.

3.3. Pengolahan Lahan


Pengolahan tanah dimaksudkan untuk mendapatkan media tumbuh yang baik bagi
tanaman, dan juga berfungsi sebagai tindakan pengendalian gulma. Anjuran pengolahan
tanah sebagai berikut:
a)    Dianjukan menambah 2-5 ton/ha bahan organik (pupuk kandang / kompos ) diberikan
sebelum pengolahan tanah I, terutama pada tanah yang kadar bahan organiknya rendah.
b)    Tanah berat dibajak dua kali, arah bajakan membentuk garis silang tegak lurus,
kedalaman bajak 15 - 20 cm. Tanah ringan pembajakan dilakukan satu kali dan digaru satu
kali pada kedalaman sekitar 25 cm.
c)    Untuk melumpurkan dan meratakan tanah, tanah dirotari dan di "gelebek" satu atau dua
kali. Bila tidak terdapat rotari bisa dicangkul atau dilakukan penggaruan.
d)    Gulma dan sisa tanaman diambil dan disingkirkan dari petakan sawah.
e)    Untuk keserempakan saat tanam, waktu yang diperlukan saat pengolahan tanah pertama
hingga lahan siap tanam sekitar 2 minggu.

3.4. Penanaman
Penanaman dapat dilakukan dengan sistem pindah biasa atau JAJAR LEGOWO
a)    Saat tanam diupayakan seserempak mungkin, dalam suatu hamparan seluas + 50 ha
diusahakan selesai sekitar 10 hari.
b)    Pembuatan jarak tanam dilakukan dengan menggunakan garetan atau "blak" yang telah
ditentukan jarak tanamnya.
c)    Jarak tanam :
- Tapi biasa : 18cm x 18cm ; 20cm x 18cm ; 20cm x 20cm, 2-3 bibit/rumpus.
- Jajar legowo : 40 cm x ( 20 cm x 10 cm ), jarak antar barisan berselang
-seling 40cm dan 20cm, jarak dalam barisan l0cm, 2-3 bibit/ rumpus.

3.5. Penyiangan
a)    Penyiangan secara manual atau menggunakan "osrok"/ landak.
b)    Penyiangan dapat dilakukan secara kombinasi dengan herbisida dan tangan, dengan
teknik sebagai berikut: Penyemprotan herbisida purna tumbuh pada umur±15 hari, dosis 2 – 3
It/ha atau menurut petunjuk. Contoh herbisida Saturn-D, Ally, Rumpass, Agroxon, Ronstar
dan  penyiangan pada umur _+ 30 hari bisa menggunakan tangan atau "osrok".

3.6. Pemupukan
a)    Dosis pupuk Urea 250-300 kg/ha, diberikan 2 kali umur 1/2 dosis pada 8-14 hari setelah
tanam (HST) dan ½ dosis pada saat primordia (45 hst). Pada tanah porus Urea diberikan
tiga kali yaitu pada umur ± 15 hst, + 28 hst dan 42 hst, masing-masing 1/3 dosis Urea.
b)  Dosis pupuk P dan K ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah yaitu dosis SP-36 50-
100 kg dan KCI 50-75 kg/ha.
c)  Saat ini di pasar bebas telah beredar pupuk alternatif
d)  Lebih jelasnya dosis pemupukan N, P dan K maupun pupuk alternatif tanaman padi
dapat di konsultasikan dengan PPL/BPP setempat.
3.7. Pengairan
a)    Usahakan pengelolaan air seefisien mungkin, agar penggunaan air lebih hemat sehingga
areal yang diairi lebih luas.

b)    Sistem pengairan terputus (diairi 4-6 hari sekali) memberikan hasil yang sama dengan
pengairan tergenang terus menerus dan dapat menekan populasi hama dan penyakit.

3.8. Pengendalian Hama Dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit utama tanaman padi seperti tikus, wereng, penggerek
batang dan penyakit tungro, sbb:
a. Pengendalian tikus
1.   Pengendalian tikus dengan bubu dilakukan seawal mungkin, yaitu pada saat pengolahan
tanah sampai panen. Pemasangan bubu dipesemaian maupun dipertanaman merupakan salah
satu cara menekan populasi tikus.

2.   Pengendalian dengan racun tikus, terdapat dua macam racun yaitu racun akut ( sangat
beracun, membunuh tikus dengan cepat3.

3.   Pengumpanan dengan racun akut efektif dilakukan pada saat bera menjelang musim
hujan, pada saat itu sumber makanan tidak tersedia.

4.   Saat pertumbuhan vegetatif umpan diletakkan di pematang dengan jarak ± 50 m antar
lokasi umpan.

5.   Pada fase bunting, umpan diletakkan pada petak sawah sejauh satu meter dari pematang.

6.   Saat padi berbunga hingga panen, tikus sedang bunting atau beranak, pengemposan
dengan asap belerang atau karbit merupakan cara yang efektif. Pemasangan umpan pada fase
ini tidak efektif, karena sumber makanan melimpah.
b. Pengendalian Wereng Coklat
1.   Tanam serempak, selang waktu tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 3 minggu.
2.   Laksanakan pergiliran varietas.
3.   Setiap varietas jangan ditanam lebih dari 2 kali berturut-turut dalam setahunnya, selingi
dengan palawija.
4.   Pembuatan pesemaian dan penyediaan bibit sehat.
5.   Hindarkan pemupukan N (Urea) berlebihan. Pupuk. K (KCI) dapat mengurangi
keparahan akibat serangan hama wereng.
6.   Pada tanaman terserang, keringkan petakan 3 - 4 hari. Segera setelah panen tunggul
jerami di bakar dan di bajak.
7.   Apabila dalam pengamatan ditemukan lebih dari 5 ekor wereng saat tanaman berumur
kurang 40 hari, dan lebih dari 20 ekor wereng pada tanaman berumur lebih dari 40 hari.
Tanaman disemprot dengan insektisida seperti Applaud, Regent 50 SC, Confidor 5 WP, atau
Winder 25 WP.
c. Penyakit Tungro
1.   Segera setelah panen tanah dibajak agar singgan tidak tumbuh. Tanam seawal mungkin
secara serempak.
2.   Pergiliran tanaman padi - padi - palawija.
3.   Gunakan varietas tahan tungro seperti Mamberamo, IR-66, dan IR-74.
4.   Mencabut tanaman yang terserang.
5.   Pengendalian secara kimiawi dilakukan sejak di pesemaian dengan insektisida karbofuran
(Furadan, Curater dll), atau dengan Confidor 5 WP.
d. Penggerek Batang.
1.   Sampai saat ini tidak ada varietas padi yang tahan terhadap penggerek batang. Lakukan
tanam serempak.
2.   Memotong jerami serendah mungkin dan di bakar.
3.   Hindarkan pemupukan N yang berlebihan, pupuk K dapat mengurangi keparahan akibat
serangan penggerek batang.
4.   Segera setelah panen tunggul jerami dibakar dan dibajak.

3.9. Pasca Panen dan Penjualan Hasil


Penanganan pasca panen seperti cara perontokan, cara dan alat pengeringan masih
dilaksanakan secara konvesional, perontokan 60 – 100 persen secara manual (digebot),
pengeringan 20-60 persen pada lantai bata merah. Sehingga diduga kehilangan produksi yang
terjadi relatif masih tinggi. Perlakuan tersebut juga terkait erat dengan sistim penjualan hasil,
pada lokasi contoh sebagian besar kelompok tani contoh menjual gabahnya dalam bentuk
Gabah Kering Panen (GKP)(93-100 persen). Juga penjualan gabah dilakukan kepada
tengkulak (67-100 persen), kecuali pada petani bukan kelompok ada 6,6 persen yang menjual
gabah kepada KUD, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Bahkan sekitar 10 persen dari
petani yang diteliti melakukan sistim penjualan hasil dengan cara ”tebasan”, salah satu
pertimbangan mereka adalah untuk menghemat biaya panen (bawon) yang bisa mencapai
antara 8-12 persen dari total nilai produksi.
Pada petani bukan kelompok masih terdapat petani yang menyimpan di gudang gabah
khusus (13,3 persen), dan yang menyimpan dalam karung relatif lebih tinggi dibanding dua
kelompok lainnya (40 persen). Hal ini di samping karena lokasi kelompok ini lebih jauh dari
aksesibilitas jalan (remote), sehingga penawaran gabah para pedagang terhadap petani relatif
lebih rendah, karena pedagang harus memperhitungkan biaya angkut, sehingga petani pada
kelompok ini lebih senang menyimpan gabah dan hal ini sudah terbiasa sejak lama, juga pola
pikir petani untuk selalu ingin menjual gabah lebih sedikit dibanding dengan dua kelompok
yang sudah lebih maju.

a.    Analisis Produktivitas


Analisis produktivitas usahatani padi dari dilakukan dengan menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu produktivitas parsial (produksi per hektar) dan produktivitas faktor total
dengan ukuran angka indeks TFP (Total Factor Productivity). Produktifitas total faktor
produksi adalah ukuran kemampuan seluruh jenis faktor produksi sebagai satu kesatuan
faktor produksi agregat dalam menghasilkan output secara keseluruhan (output agregat)
( Chamber, 1988).
Dalam membandingkan produktivitas total faktor produksi dasar pembandinya adalah
adalah usahatani padi yang menerapkan pertanian konvensional. Dalam studi TFP empiris,
formula yang sering digunakan untuk membandingkan produktivitas faktor total (PFT)
digunakan indeks Fisher dengan menggunakan Program TFPIP Versi 1.0.

b.    Analisis Pendapatan


Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan (Total Revenue) dengan
biaya yang benar-benar dibayarkan. Guna mengetahui pendapatan usahatani padi digunakan
rumus matematis sebagai berikut :
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Untuk menjamin kondisi yang kondusif bagi petani dalam melakukan usahatani, maka
pemerintah perlu terus memantau terhadap spekulasi-spekulasi yang dapat mengganggu
sistem usahatani padi, baik yang menyangkut ketersediaan sarana produksi (pupuk, benih,
pestisida) maupun pasar output dan menegakan supremasi hukun dengan tegas kepada setiap
pihak yang mencoba melakukan instabilitas sistem tersebut.
Jaminan pemasaran hasil-hasil pertanian, tampaknya suatu kondisi yang sangat
diharapkan oleh petani. Oleh karena itu kebijaksanaan pemerintah yang lebih bijaksana
terhadap komoditi pertanian masih tetap diperlukan. Kebijaksanaan tidak saja hanya
menjamin harga dan pemasaran, tetapi juga mengkondisikan agar sistem agribisnis pertanian
menjadi kondusif, baik sejak jaminan ketersediaan faktor input seperti pupuk, pestisida,
benih, pasar output, alat pertanian dll.

4.2 Saran

Motivasi Terhadap Program Intensfikasi


Hampir semua petani (100 persen) menyatakan bahwa urutan pertama sumber
pengetahuan petani adalah dari petugas penyuluhan (PPL) dan urutan kedua adalah dari
sesama petani (60-93 persen) dan urutan ketiga adalah pengikuti program pemerintah (60-80
persen). Dengan demikian dapat diartikan bahwa betapa masih diperlukannya adanya
kehadiran penyuluh bagi peningkatan penyuluhan pertanian di pedesaan. Namun yang perlu
dipertanyakan sejauh mana efektivitas penyampaian inovasi dapat diadopsi oleh petani. Dari
informasi yang diperoleh dari para penyuluh, bahwa pada saat ini yang bersamaan dengan era
reformasi petani lebih memiliki kebebasan untuk memilih dan mengevaluasi materi yang
disuluhkan. Tetapi dengan adanya pernyataan bahwa sumber pengetahuan itu berasal dari
sesama petani, berati proses meniru setelah memiliki keyaninan dari inovasi yang disuluhkan
masih melekat pada diri petani. Oleh karena itu metoda penyuluhan dengan media
”demfarm” tampaknya diperlukan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2012.Manajemen usahatani (http://ekonomi.kompasiana.com/
manajemen/2012/01/11/unsur-unsur-manajemen-usaha-tani/) diakses tgl. 30 september 2012.

Anonymous, 2012. Permasalahan SBM Tenaga kerja usahatani. (Online),


(http://www.tabanankab.go.id/potensi-daerah/pertanian/362-permasalahan-dan-langkah-
pemecahan-dalam-bidang-pertanian), diakses tgl 30 september 2012.

Anonymous,2012. Pengembangan SDM dalam pertanian (Online),


(http://www.pelitakarawang.com/2010/07/pengembangan-sdm-pertanian-dalam.html),
diakses tgl. 27 september 2012.

Anonymouse. Manjemen Usahatani. (Online),(http://www.go.id/ditsentp/kebijakan/


fokus-kebijakan.htm), diakses tgl. 01 Oktober 2012.

Fadholi Hernanto. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Shinta, A. 2012. Ilmu Usahatani. Malang : Universitas Brawijaya.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Suratiyah, K., 2002. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Cimanggis-Depok. Indonesia.

Tjeppy d. Soedjana. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons


Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Perrtanian. Bogor.

Nur Ainun Jariyah dkk. 2003. Kajian Finansial Usahatani Hutan Rakyat Pada
Beberapa Strata Luas Kepemilikan Lahan (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan
Batuwarno, Kabupaten Wonogiri). Jurnal Pengelolaan DAS Kajian Finansial Usaha Tani
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai