REKOMENDASI PUPUK
DISUSUN OLEH:
Nim : 1754211001156
SANGATTA
2020
BAB I
tersebut yang dimulai dari program BIMAS dan Intensifikasi Khusus (INSUS) untuk semua
jenis lahan dan daerah dalam kurun waktu yang lama telah menyebabkan terjadinya
akumulasi beberapa unsur hara seperti P dan K.
Penggunaan pupuk cenderung tidak terkendali, antara lain tercermin dari aplikasi
pupuk Urea tanpa memperhatikan kapan waktu tanaman padi membutuhkan tambahan hara
N. Disamping itu, terdapatnya penimbunan hara P disebagian besar sawah intensifikasi
sebagai akibat intensifnya penggunaan pupuk TSP/SP-36 selama ini. Berbeda dengan pupuk
N, pupuk P tidak mudah menguap, tercuci atau terbawa oleh air. Meskipun hara P tersedia di
tanah, tetapi hanya sedikit sekali yang termanfaatkan oleh tanaman. Pemberian pupuk P
pada lahan sawah secara terus menerus setiap musim tanam dan dengan takaran yang
tinggi menyebabkan terjadinya penimbunan (akumulasi) hara P di tanah, sehingga
efisiensi pemupukan menjadi turun.
Sebagian besar tanah-tanah sawah irigasi di Jawa sudah terjadi akumulasi hara P yang
sangat tinggi dan kapasita penyediaan hara K dari dalam tanah yang sudah cukup untuk
mendukung produksi padi sampai 4-6 t/ha, sehingga penerapan pupuk P dan K pada saat ini
belum menjadi masalah utama di tingkat petani (Dobermann, 2000).
Gambar 1. Bagan Warna Daun dengan 4 skala warna dan dibelakangnya dicantumkan
cara penggunaannya.
BAB II
Ada dua cara pemberian pupuk N (Urea) dengan menggunakan BWD yaitu :
Dengan cara ini, penggunaan BWD dilakukan pada pemupukan kedua dilakukan pada
stadia anakan aktif (21-28 HST) dan pemupukan ketiga pada saat primordia bunga (35-40
HST), sedangkan pupuk dasar diberikan dengan takaran 75 kg urea/ha pada musim hasil
tinggi, serta 0-50 kg urea/ha pada musim hasil rendah.
Pada saat pemupukan kedua bila pengukuran BWD pada skala 2-3, berikan 125 kg
Urea/ha bila hasil yang biasa dicapai disuatu tempat sebesar 7 t/ha Gabah Kering Giling
(GKG) dan 75 kg urea/ha kalau tingkat hasil sebesar 5 t/ha GKG. Bila warna daun berada
pada skala 3 dan 4 Â berikan 100 kg Urea/ha kalau hasil yang biasa dicapai adalah 7 t
GKG/ha. Bila warna daun pada skala 4 dan 5, berikan 50 kg urea/ha kalau hasil yang biasa
dicapai 7-8 t GKG/ha (Tabel 2).
Tabel 1. Takaran Urea yang diberikan sesuai dengan Skala Warna Daun pada Penggunaan
BWD Berdasarkan Waktu Pemberiannya yang telah ditetapkan (Fixed Time).
5 6 7 8
2-3 75 100 125 150
3-4 50 75 100 125
4-5 0 0-50 50 50
*)
Tingkat hasil pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur hara P dan K serta faktor
pertumbuhan lainnya yang optimal.
2). Berdasarkan kebutuhan riil tanaman (Real Time).
Saat pemupukan dasar, BWD tidak digunakan. Pengukuran warna daun dengan BWD
dimulai pada umur 21-28 HST, dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai 50 HST. Apabila
tingkat hasil disuatu tempat sebesar 7 t/ha GKG, takaran pupuk urea susulan yang diperlukan
adalah 100 kg urea/ha. Sedangkan bila tingkat hasil disuatu tempat hanya 5 t/ha GKG, maka
pupuk urea susulan yang harus diberikancukup 50 kg urea/ha (Tabel 3).
Tabel 2. Takaran Urea susulan yang diberikan apabila warna daun dibawah nilai kritis (Skala
< 4) pada Penggunaan BWD Berdasarkan Kebutuhan Riil Tanaman (Real Time).
5 6 7 8
<4 50 75 100 125
*)
Tingkat hasil pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur hara P dan K serta faktor
pertumbuhan lainnya yang optimal.
2. Pupuk P dan K
Untuk menentukan kebutuhan P dan K tanaman dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu a). Berdasarkan analisis kimia tanah di laboratorium,
b). Berdasarkan hasil uji perangkat sederhana Uji Tanah Sawah (PUTS/Soil Test Kit), dan
c). Berdasarkan respon tanaman terhadap pupuk berdasarkan metode petak omisi (Omission
Plot).
Analisis kimia tanah (Uji Tanah) adalah suatu cara untuk menentukan status unsur
hara dalam tanah sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan. Ada tiga tahapan
kegiatan yang dilakukan yaitu :
1). Studi korelasi yang bertujuan untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik untuk
analisis tanah di laboratorium dan rumah kaca,
2). Studi kalibrasi untuk menentukan batas kritis suatu unsur hara terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman, dan
3). penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi (Sofyan, Nurjaya, dan Kasno, 2004).
Berdasarkan hasil analisis kimia tanah ini, rekomendasi pemupukan P pada lahan
sawah berstatus P rendah (< 20 mg P O ) sebanyak 100-125 kg SP-35/ha/MT, pada lahan
2 5
Tabel 3. Rekomendasi pemupukan P pada padi sawah berdasarkan kriteria hasil analisis
tanah.
Sedang 20 - 40 75
Tinggi > 40 50
Rekomendasi pupuk KCl sangat ditentukan oleh pengembalian/pemberian jerami ke
lahan sawah. Bila jerami dikembalikan ke lahan, maka pemberian pupuk KCl cukup
diberikan pada lahan sawah dengan status K rendah sebanyak 50 kg KCl/ha, sedangkan
pada lahan sawah berkadar K sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk KCl. Bila jerami
tidak dikembalikan ke lahan, rekomendasi pemupukan K pada lahan sawah berstatus K
rendah sebanyak 100 kg KCl/ha serta 50 kg KCl/ha pada lahan sawah berstatus K sedang-
tinggi (Tabel 4).
Sedang 10 – 20 50 0
Tinggi > 20 50 0
PUTS merupakan suatu perangkat untuk pengukuran status hara P, K, dan pH tanah secara
langsung dilapangan dengan relatif cepat, mudah, dan cukup akurat. PUTS terdiri dari pelarut
(pereaksi) P, K, dan pH tanah serta peralatan pendukung lainnya (Widowati, 2004). Contoh
tanah sawah yang telah diekstrak dengan pereaksi ini akan memberikan perubahan warna dan
selanjutnya kadarnya diukur secara kualitatif.
Perinsip kerja PUTS adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk
yang tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kalorimetri (pewarnaan). Pengukuran
status P dan K tanah berdasarkan acuan menurut Setyorini (2004), dikelompokkan menjadi
tiga ketegori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Berdasarkan acuan tersebut didapat
rekomendasi pemupukan P (SP-36) dan K (KCl) seperti yang disajikan pada Tabel 3 dan 4.
Petak omisi adalah suatu petak perlakuan yang tidak diberi dengan salah satu unsur
hara atau pupuk. Selanjutnya dengan memperhitungkan selisih hasil antara petak omisi
dengan hasil tertinggi yang mungkin dicapai, dapat diketahui takaran rekomendasi
pemupukan (Abdulrachman, 2002).
Pendekatan petak omisi secara teknis lebih praktis dan lebih mudah dipraktekkan oleh
petani secara mandiri. Secara ilmiah, pendekatan petak omisi tidak kontradiktif dengan hasil
uji tanah, bahkan bisa saling komplementer dengan peta status hara P dan K lahan sawah.
Oleh karena itu untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi lahan
sawah, maka pendekatan petak omisi perlu dilakukan. Berdasarkan petak omisi akan
diperoleh rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi, sehingga target hasil yang ingin
dicapai disetiap daerah dapat ditentukan, sehingga efisiensi pemakaian pupuk P dan K dapat
ditingkatkan.
Cara penentuan rekomendasi pemupukan P dan K dimulai dengan melakukan
pengujian sederhana petak omisi P dan K dengan perlakuanÂ
BAB III
Rekomendasi Untuk Persentase Tertentu Dari Hasil Maksimal
(Persamaan Mitscherlich & Bray)
Target hasil Beda hasil rendah Beda hasil sedang (1-2 Beda hasil tinggi
 (< 1 t/ha) t/ha) (> 2 t/ha)
5 t/ha 50 75 100
7 t/ha 75 100 125
Berdasarkan petak omisi K, bila tingkat perbedaan hasil tanpa K rendah (< 1 t/ha),
untuk mendapatkan target hasil gabah 5Â t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah
dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 50 kg/ha dan dengan pengembalian jerami ke lahan sawah
tanpa diperlukan pupuk KCl, sedangkan untuk mendapatkan target hasil gabah 7 t/ha tanpa
pengembalian jerami dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha dan 50 kg/ha dengan
pengambalian jerami ke lahan sawah. Bila perbedaan hasil sedang (1-2 t/ha), untuk mencapai
terget hasil 5 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75
kg/ha serta 50 kg/ha dengan pengembalian jerami ke lahan, sedangkan untuk mendapatkan
target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan dibutuhkan pupuk KCl sebanyakÂ
100 kg/ha dan 50 kg/ha dengan pengembalian jerami ke lahan. Bila tingkat perbedaan hasil
tinggi (> 2 t/ha), untuk mendapatkan target hasil 5 t/ha tanpa dan dengan pengembalian
jerami ke lahan diperlukan pupuk KCl sebanyak 100 kg/ha, sedangkan untuk
mendapatkan target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah dibutuhkan pupuk
KCl sebanyak 125 kg/ha dan 100 kg/ha dengan pengembalian jerami ke lahan sawah (Tabel
6).
Tabel 6. Rekomendasi pemupukan K berdasarkan tingkat perbedaan hasil antara petak omisi
tanpa pupuk K dengan pemupukan lengkap NPK.
hasil
Pengelolaan jerami Beda hasil rendah Beda hasil sedang Beda hasil tinggi
(< 1 t/ha) (1-2 t/ha) (> 2 t/ha)
5 t/ha Tanpa jerami 50 75 100
Dengan jerami 0 50 100
7 t/ha Tanpa jerami 75 100 125
Dengan jerami 50 50 100
BAB IV
1). Dosis dan waktu pemberian N berdasarkan BWD. Dengan cara ini, pemupukan pertama
diberikan 10-14 hari setelah tanam (HST), tanpa menggunakan BWD dengan dosis 75 kg
Urea/ha pada musim hasil tinggi, serta 0-50 kg Urea pada musim hasil rendah. Pemberian
pupuk selanjutnya dilakukan menggunakan BWD dengan selang waktu 7-10 hari dan
dilakukan pada 28-62 HST. Bila pengukuran BWD kecil dari batas kritis pemupukan
segera diberi pupuk Urea sebanyak 100 kg/ha pada musim hasil tinggi serta 75-100 kg
Urea/ha pada musim hasil rendah dan
2). Dosis dan waktu pemberian N ditentukan, sedangkan BWD digunakan sebagai
penyempurnaan pemupukan. Dengan cara ini, pemupukan pertama diberikan 10-14 hari
setelah tanam (HST), tanpa menggunakan BWD dengan dosis 75 kg Urea/ha pada musim
hasil tinggi, serta 0-50 kg Urea pada musim hasil rendah. Pemberian pupuk kedua dilakukan
pada stadia kritis pertumbuhan tanaman, yaitu anakan aktif (32-40 HST) menggunakan BWD
dengan dosis 100 kg Urea (BWD = 3,5), 50 kg Urea (BWD > 4), dan 125 kg Urea/ha (BWD
= < 3) pada musim hasil tinggi, sedangkan pada musim hasil rendah dengan dosis 100 kg
Urea (BWD = 3,5), 0 kg Urea (BWD > 4), dan 100 kg Urea/ha (BWD = < 3). Pemupukan
ketiga diberikan pada fase primordia (50-60 HST) dengan dosis 100 kg Urea (BWD = 3,5),
75 kg Urea (BWD > 4), dan 125 kg Urea/ha (BWD = < 3) pada musim hasil tinggi,
sedangkan pada musim hasil rendah dengan dosis 75 kg Urea (BWD = 3,5), 0-50 kg Urea
(BWD > 4), dan 100 kg Urea/ha (BWD = < 3).
Berdasarkan hasil analisis status hara P tanah, rekomendasi pemupukan P pada lahan
sawah berstatus P rendah (< 20 mg P O ) sebanyak 100-125 kg SP-35/ha/MT, pada lahan
2 5
KCl sangat ditentukan oleh pengembalian/pemberian jerami ke lahan sawah, bila jerami
dikembalikan ke lahan, pemberian pupuk KCl cukup diberikan pada lahan sawah dengan
status K rendah sebanyak 50 kg KCl/ha, sedangkan pada lahan sawah berkadar K sedang dan
tinggi tidak perlu diberi pupuk KCl.
Berdasarkan petak omisi K, bila tingkat perbedaan hasil tanpa K rendah (< 1 t/ha),
untuk mendapatkan target  hasil gabah 5  t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah
dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 50 kg/ha/MT dan dengan pengembalian jerami ke lahan
sawah tanpa diperlukan pupuk KCl, sedangkan untuk mendapatkan target hasil gabah 7
t/ha tanpa pengembalian jerami dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha dan 50
kg/ha/MT dengan pengambalian jerami ke lahan sawah. Bila perbedaan hasil sedang (1-2
t/ha), untuk mencapai terget hasil 5 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan dibutuhkan
pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha/MT serta 50 kg/ha/MT dengan pengembalian jerami ke
lahan, sedangkan untuk mendapatkan target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan
dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 100 kg/ha/MT dan 50 kg/ha/MT dengan pengembalian
jerami ke lahan. Bila tingkat perbedaan hasil tinggi (> 2 t/ha), untuk mendapatkan target hasil
5 t/ha tanpa dan dengan pengembalian jerami ke lahan diperlukan pupuk KCl sebanyakÂ
100 kg/ha/MT, sedangkan untuk mendapatkan target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami
ke lahan sawah dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 125 kg/ha/MT dan 100 kg/ha/MT dengan
pengembalian jerami ke lahan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S., C. Witt, dan T. Fairhurst. 2002. Petunjuk Teknis Pemupukan Spesifik
Lokasi. Implementasi Omission Plot Padi. Potash and Phosphate Institute (ESEAP).
International Rica Research Institute (IRRI) dan Balai Penelitian Tanaman Padi.
Burbey, A. Sahar, Dj. Djamaan, A. Dt. Tambijo, E. Mawardi, A. Izmi, Azizar dan Irman.
2003. Rekomendasi Pemupukan P dan K Padi Sawah di Kota Padang dan Kabupaten Padang
Pariaman. Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian BPTP Sumatera Barat, 57 hlm (tidak
dipublikasikan).
_______, A. Sahar, Z. Kari, Aguswarman, Adrizal, Misran, Azizar dan Irman, 2004.
Pengkajian Pemupukan P dan K Spesifik Lokasi. Laporan Akhir Pengkajian BPTP Sumatera
Barat, 59 hlm (Tidak dipublikasikan).
_______, Z. Kari, Adrizal, Azizar, Misran, A. Izmi. 2005. Pemetaan status hara P dan K
lahan sawah Kabupaten Agam. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama BPTP Sumatera Barat
dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam.
Taslim, H., S. Partohardjono dan Subandi. 1993. Pemupukan Padi Sawah. Dalam Padi, 1993.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Puslitbangtan, Bogor.