Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kauniyah
AL-KAUNIYAH; Journal of Biology, 10(2), 2017, 133-142
Naskah Review
TANAMAN GENETICALLY MODIFIED ORGANISM (GMO)
DAN PERSPEKTIF HUKUMNYA DI INDONESIA
THE GENETICALLY MODIFIED ORGANISM (GMO) OF PLANT
AND THEIR LEGAL PERSPECTIVE IN INDONESIA
Yuwono Prianto1, Swara Yudhasasmita2*
1
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Jakarta
2
Bioteknologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
Corresponding author: swarayudha@mail.ugm.ac.id
Naskah Diterima: 14 April 2017; Direvisi: 15 Juni 2017; Disetujui: 05 Juli 2017
Abstrak
Genetically modified organism (GMO) merupakan organisme yang gen-gennya telah diubah dengan
menggunakan teknik rekayasa genetika. Produk rekayasa genetika diklasifikasikan menjadi 4
macam, yaitu generasi pertama: satu sifat; generasi kedua: kumpulan sifat; generasi ketiga dan
keempat: near-intragenic, intragenic, dan cisgenic. Adapun produk rekayasa genetika pada
tanaman di Indonesia di antaranya adalah padi, tomat, tebu, singkong, dan kentang. Regulasi
tanaman hasil rekayasa genetika diatur oleh beberapa lembaga, di antaranya Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Komisi Keamanan Hayati, Tim Teknis Keamanan
Hayati, dan Biosafety Clearing House, berdasarkan peraturan pemerintah No. 21 tahun 2005.
Pengujian yang dilakukan pada produk rekayasa genetika meliputi analisis sumber gen penyebab
alergi, sekuens homolog asam amino, resistensi pepsin, skrining serum, serta penggunaan hewan
uji. Berbagai produk GMO di Indonesia sejauh ini merupakan produk yang dibutuhkan dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang perlu diawasi secara ketat dari segi dampaknya
terhadap lingkungan melalui ketentuan hukum yang berlaku, yang diwakili oleh instansi-instansi
terkait tersebut.
Kata kunci: GMO; Hukum Indonesia; Regulasi; Tanaman
Abstract
Genetically modified organism (GMO) is an organism whose genes that have been altered by using
genetic engineering techniques. Genetic engineering products are classified into 4 types, which are
the first generation: one trait; the second generation: a collection of properties; the third and
fourth generation: near-intragenic, intragenic, and cisgenic. The genetic engineering products in
plants in Indonesia include rice, tomatoes, sugar cane, cassava, and potatoes. The application of
the genetically engineered crops is regulated by several institutions, including the Ministry of
Environment, the Ministry of Agriculture, the Biosafety Commission, the Biosafety Technical Team
and the Biosafety Clearing House, under government regulation No. 21 of the year 2005.
Assessment for GMO product can be conducted by analyzing the source of an allergic gene,
sequence homology of amino acid, resistance to pepsin, serum screening and use of an animal
model. The GMO products in Indonesia are required so far to meet the needs of daily use, which
need to be closely monitored in terms of their impact on the environment through the legal
provisions, represented by the respective agencies.
Keywords: GMO; Indonesian Law; Plant; Regulation
Permalink/DOI: http//:dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v10i2.5264
134 | Copyright © 2016. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
tanaman transgenik mengandung satu atau ICABIOGRAD. Produk produk rekayasa yang
lebih dari 6 elemen gen tersebut (Lu et al., telah dibuat akan didaftarkan terlebih dahulu
2010). untuk mendapatkan hak paten pada Dirjen
Pada generasi kedua transgenik, tanaman HAKI di alamat http://www.dgip.go.id/. Dirjen
biasanya merupakan hasil persilangan antara HAKI memfasilitasi basis data untuk
generasi pertama yang komersial. Namun menelusuri status paten di alamat http://e-
demikian, generasi kedua memiliki dua statushki.dgip.go.id/. Dengan demikian,
masalah yang besar yang muncul dalam sebelum mendaftarkan produknya, pemohon
mendeteksi kumpulan sifat pada tanaman diharapkan benar-benar mengetahui bahwa
transgenik, yaitu: analisis gen yang mendalam produk yang didaftarkan adalah produk yang
mungkin dibutuhkan untuk membedakan baru. Adapun elemen transgenik yang berada
antara sifat tanaman yang menumpuk dan yang dalam tanaman tersebut dapat dilihat pada
tidak, dan membedakan dari campuran Tabel 1.
peristiwa yang berasal dari single stack trait Berdasarkan Tabel 1, produk-produk
hanya mampu dideteksi dengan biji atau GMO yang ada di Indonesia merupakan
tanaman tunggal. produk yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Pada generasi ketiga, tanaman disebut dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan
sebagai near-intragenics yang elemen permintaan pasar akan GMO yang terus
transgenik tidak digunakan dalam tanaman melonjak setiap tahun yang diikuti dengan
transgenik lain. Transgenik yang dikonstruksi pertumbuhan penduduk yang semakin tidak
berasal dari inang dan telah mengalami terkontrol, serta didukung dengan lahan
rekombinasi atau modifikasi sehingga lebih pertanian yang semakin menyempit memaksa
sulit untuk dideteksi dibandingkan dengan ilmuwan menemukan cara untuk memenuhi
generasi pertama ataupun kedua. kebutuhan tersebut. OsGS3 merupakan gen
Generasi keempat merupakan tanaman yang terdapat dalam Oryza sativa yang terlibat
yang digolongkan dalam intragenik dan dalam menentukan ukuran padi. Gen ini
cisgenik. Jika gen donor dan seluruh regulator berfungsi dalam regulasi negatif pada
sequence transgenic dimiliki oleh spesies pembelahan sel dan elongasi dari integument.
tanaman yang sama atau dimiliki oleh spesies Dalam bentuk protein, protein GS3 memiliki
inang yang mampu disilangkan, maka akan domain VWFC yang berperan dalam interaksi
menghasilkan cisgenik. Pada teknologi ini protein dan signaling (Takano-Kai et al.,
cisgen harus memiliki copy host native gene 2009). Ketika gen ini disisipkan ke dalam
cassette yang identik, termasuk sekuens tanaman padi maka diharapkan tanaman padi
regulator yang terintegrasi pada tanaman pada bagian fenotip dari biji tersebut memiliki
inang. Sementara itu, pada intragenik, cassettes bentuk yang panjang, dan yield (beras) yang
gene insert mengandung sekuens genetik dihasilkan meningkat.
spesifik yang berasal dari tanaman yang
memiliki gene pool yang sama. Dalam hal ini, Pengujian Alergi pada Tanaman GMO
sekuens pengkode dapat diregulasi dengan Alergi didefinisikan sebagai kapasitas
promoter dan terminator dari gen yang untuk memperoleh respons imun IgE ketika
berbeda. hewan atau manusia terimunisasi atau terpapar.
Pada dasarnya tipe tersebut merupakan alergi
Produk Tanaman Transgenik di Indonesia tipe I yang diindikasikan oleh adanya aktivasi
Tanaman transgenik di Indonesia yang yang berlebih dari sel mast dan basofili yang
dikembangkan di antaranya adalah padi, tomat, akan menginduksi inflamasi. Di samping
tebu, pepaya, singkong, dan kentang, dengan reaksi yang menginduksi IgE, terdapat alergi
menambahkan gen yang memiliki sifat resisten makanan yang menyebabkan beberapa
terhadap salinitas, hama, dan kekeringan. penyakit, di antaranya Eosinophilic GI disease
Pengembangan produk tanaman transgenik di (EGID), Food protein-induced enterocolitis
Indonesia melibatkan beberapa universitas, syndrome (FPIES), Systemic (whole body)
seperti UNPAD, IPB dan Universtias Jember, contact dermatitis, dan Allergic contact
serta peran aktif Lembaga riset LIPI dan dermatitis (ACD). EGID merupakan penyakit
Copyright © 2016, AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 135
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
yang menyerang gastrointestinum pada anak- dan tekanan darah yang rendah. Di samping
anak dan dewasa. Hal tersebut dapat diketahui itu, biasanya tubuh akan terlihat lesu, dan
dengan adanya sakit perut. Penyakit tersebut kehilangan berat badan. ACD merupakan
bergantung pada akumulasi dari eosinofili bentuk dari eksim yang menandai reaksi alergi
terlokalisasi pada bagian saluran terhadap molekul pada makanan. Reaksi alergi
gastrointestinum. FPIES umumnya menyerang tersebut menginduksi sel imun tetapi bukan
bayi dan anak muda. Adapun gejala yang antibody IgE, yang ditandai dengan gatal-gatal
muncul di antaranya muntah diare, dehidrasi (Arora & Mishra, 2011).
136 | Copyright © 2016. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
dari 8 produk yang memiliki gen penyebab maka analisis sumber gen tersebut harus
alergi seperti kacang, susu, telur, ikan, dilakukan secara ketat.
cangkang krustasea, gandum, kacang kedelai,
Jika tidak mampu ditemukan deteksi gen segmen asam amino yang mirip dapat
penyebab alergi, maka tahap selanjutnya memberikan interpretasi data yang salah
adalah menganalisis pada tingkat yang lebih (Arora & Mishra, 2011).
tinggi, yaitu sekuens homolog pada tingkat Menurut FAO et al. (2003), resistensi
asam amino. Asam amino yang saling novel protein terhadap pepsin dapat dijadikan
terhubung akan membentuk struktur 3 dimensi parameter untuk penilaian keamanan. Hal ini
yang disebut protein. Protein yang membawa dikarenakan novel protein yang menyebabkan
sifat alergi akan memiliki urutan asam amino alergi dan berasal dari hasil produk rekayasa
yang mirip sehingga dapat dilakukan skrining genetika akan stabil pada saat diberikan pep-
melalui BLAST dan FASTA (Altschul et al., sin, sedangkan pada protein yang tidak menye-
1997; Pearson & Lipman, 1988). Aalberse babkan alergi akan terdegradasi lebih cepat.
(2005) menunjukkan bahwa ketika sekuens Screening serum test dilakukan untuk
homolog memberikan kemiripan lebih dari mengevaluasi ikatan antara IgE dengan novel
70%, ada 80 asam amino yang akan bereaksi protein yang dihasilkan dari produk rekayasa
dengan IgE, sehingga akan menyebabkan genetika. (FAO & WHO, 2001)
alergi. Analisis homologi sekuens dapat merekomendasikan dilakukan baik spesifik
dilakukan di beberapa basis data online, seperti maupun screening serum target. Screening
Food Allergy Researh and Resource Program serum yang spesifik melibatkan pengujian
(FARRP), Structural Database of Allergenic protein transgenik dengan serum dari pasien
Protein (SDAP), Allermatch, AlgPred, dan melalui uji klinis alergi makanan untuk
Allergen Database for Food Safety (Fiers et mengetahui bahwa protein yang diuji tidak
al., 2004; Ivanciuc et al., 2003; Nakamura et berikatan dengan protein yang diproduksi oleh
al., 2005; Saha & Raghava, 2006). Adapun pasien seperti antibodi IgE. Sementara itu,
kekurangan dari pendekatan melalui sekuens screening serum target melibatkan produk dari
homolog asam amino di antaranya adalah gen yang diinginkan dengan sera dari pasien
masih sedikitnya data mengenai asam amino yang sensitif terhadap makanan atau
atau protein yang menyebabkan alergi, serta aeroallergens.
Copyright © 2016, AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 137
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
Penggunaan hewan uji dapat dilakukan ditambahkan pasal yang mengatur tentang
untuk melakukan uji alergi pada makanan. Hal produk rekayasa genetika pada pasal 1 ayat 33,
ini dikarenakan hewan uji dibuat memiliki dan 34 junto pasal 69 sampai pasal 77.
kemiripan dengan penyakit yang ada pada Kemudian dampak yang ditimbulkan oleh
manusia. Beberapa model sangat membantu adanya produk rekayasa genetika terhadap
dalam mempelajari mekanisme yang terjadi lingkungan diatur dalam UU No. 21 tahun
pada reaksi alergi, yang beberapa lainnya dapat 2004 tentang ratifikasi protokol Cartagena dan
digunakan untuk mengevaluasi efek dari Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005
imunoterapi dari suatu reagen. Beberapa tentang keamanan hayati produk rekayasa
hewan uji yang dapat digunakan dalam genetika. Protokol Cartagena merupakan
pengujian alergi makanan di antaranya pelaksanaan lebih lanjut dari konvensi tentang
BALB/c, DBA/2, C3H/HeJ, BDF-1,A/J, dan keanekaragaman hayati yang bertujuan untuk
C57/B16 (McClain & Bannon, 2006). menjamin tingkat proteksi yang memadai
dalam perpindahan, penanganan, dan
Regulasi Tanaman Transgenik di Indonesia pemanfaatan yang aman dari perpindahan
Kehadiran produk rekayasa genetika kini lintas batas organisme hasil modifikasi genetik,
menjadi sebuah solusi dalam mengatasi termasuk dalam pangan, pakan dan
keterbatasan lahan dan menghadapi krisis pengolahannya (Ishak, 2004). Sementara itu,
pangan global. Tuntutan global yang Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005
dijalankan pemerintah Indonesia mengatur tentang pengawasan, keamanan serta
mengharuskan pemerintah merevisi UU No. 7 regulasi dari produk rekayasa genetika.
Tahun 1996 yang diganti menjadi UU No. 18
Tahun 2012. Dalam UU yang baru tersebut
138 | Copyright © 2016. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
yang diharapkan harus terdeteksi; identitas kepada menteri yang yang berwenang serta
jelas mengenai taksonomi, fisiologi, dan melaksanakan pengawasan terhadap
reproduksi PRG; organisme yang digunakan pemasukan dan pemanfaatan produk rekayasa
sebagai sumber gen harus dinyatakan secara genetika, serta pemeriksaan dan pembuktian
jelas dan lengkap; metode rekayasa genetika atas kebenaran laporan adanya dampak negatif.
yang digunakan mengikuti prosedur baku yang Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH)
secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan kemudian akan melakukan kajian teknis
kesahihannya; karakterisasi molekuler PRG keamanan hayati. TTKH memiliki wewenang
harus terinci dengan jelas; ekspresi gen yang dalam menjalankan FUT (Fasilitas Uji
ditransformasikan ke PRG harus stabil; dan Terbatas) serta LUT (Lapangan Uji Terbatas).
diuraikan cara pemusnahan yang digunakan Ketika produk transgenik tersebut dinyatakan
bila terjadi penyimpangan. aman, komisi tersebut kemudian akan
Adapun prosedur dalam menguji merekomendasikan Menteri Lingkungan
keamanan produk transgenik yang harus Hidup untuk mengumumkan ke Menteri
dipenuhi untuk memenuhi PP No. 21 Tahun Pertanian bahwa produk tersebut aman
2005 dapat dilihat pada Gambar 2. Terdapat terhadap lingkungan. Di samping melakukan
beberapa lembaga yang berwenang dalam pengujian, terdapat 3 analisis yang perlu
regulasi tanaman transgenik di antaranya dilakukan dari aplikasi GMO, diantaranya
TTKH (Tim Teknis Keamanan hayati), KKH research and development, food safety
(Komisi Keamanan Hayati), BCH (Biosafety assement procedure and feed safety assessment
Clearing House), serta Kementrian procedure. Kemudian pemerintah juga akan
Lingkungan Hidup dan Kementrian Pertanian. bertanggung jawab dalam membuat pedoman
Pemohon terlebih dahulu mengajukan produk untuk pengujian keselamatan biologis serta
tersebut melalui Kementerian Pertanian yang mengatur pembentukan Biosafety Clearing
kemudian akan dilanjutkan melalui House (BCH). Fungsi dari BCH meliputi
Kementerian Lingkungan Hidup. Komisi mengatur dan mengeluarkan informasi ke
Keamanan Hayati (KKH) memiliki wewenang publik dan menghadiri respons publik.
dalam merekomendasikan keamanan hayati
Tabel 2. Peraturan produk rekayasa genetika di Indonesia
Peraturan Perihal
UU No. 6 Tahun 1967 Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
UU No. 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
UU No. 12 Tahun 1992 Budidaya Tanaman
UU No. 16 Tahun 1992 Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
UU No. 5 Tahun 1994 Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati
(United Nation Convention on Biological Diversity/ CBD)
PP No. 6 Tahun 1995 Perlindungan Tanaman
PP No. 44 Tahun 1995 Perbenihan Tanaman
UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
UU No. 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Kep.Ber. Empat Menteri Tahun Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian
1999 Hasil Rekayasa Genetik
UU No.29 Tahun 2000 Perlindungan Varietas Tanaman
UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
UU No. 21 Tahun 2004 Ratifikasi Protokol Cartagena
PP No. 21 Tahun 2005 Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
PP No. 39 Tahun 2010 Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
Sumber: (Indonesia Biosafety Clearing House, 2012)
Copyright © 2016, AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 139
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
140 | Copyright © 2016. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
Ivanciuc, O., Schein, C. H., & Braun, W. Mattila, H. R., Sears, M. K., & Duan, J. J.
(2003). SDAP: database and (2005). Response of Danaus plexippus to
computational tools for allergenic pollen of two new Bt corn events via
proteins. Nucleic Acids Research, 31(1), laboratory bioassay. Entomologia
359–362. Experimentalis et Applicata, 116(1), 31–
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. 41. http://doi.org/10.1111/j.1570-
(2015). Buku putih pertahanan 7458.2005.00304.x
Indonesia. Jakarta, Indonesia: McClain, S., & Bannon, G. A. (2006). Animal
Kementrian Pertahanan Republik models of food allergy: opportunities and
Indonesia. barriers. Current Allergy and Asthma
Kranti, K. . (2012). Bt cotton Q & A. Mumbai: Reports, 6(2), 141–144.
Indian Society For Cotton Improvement. Mudzakir. (2013). Pengkajian hukum tentang
Lang, A., & Vojtech, E. (2006). The effects of ketentuan pidana dalam penerapan
pollen consumption of transgenic Bt bioteknologi kesehatan. Jakarta,
maize on the common swallowtail, Indonesia: BPHN-Departemen
Papilio machaon L. (Lepidoptera, Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Papilionidae). Basic and Applied Republik Indonesia.
Ecology, 7(4), 296–306. Nakamura, R., Teshima, R., Takagi, K., &
http://doi.org/10.1016/j.baae.2005.10.00 Sawada, J. (2005). Development of
3 allergen database for food safety (adfs):
Li, S. X., Chen, L. H., Zheng, F. Y., & Li, Y. an integrated database to search
C. (2013). Effect of the cp4-epsps gene allergens and predict allergenicity.
on metal bioavailability in maize and Kokuritsu Iyakuhin Shokuhin Eisei
soybean using bionic gastrointestinal Kenkyujo hokoku = Bulletin of National
tracts and ICP-MS determination. Institute of Health Sciences, 123, 32–36.
Journal of Agricultural and Food Natarajan, S., Luthria, D., Bae, H., Lakshman,
Chemistry, 61(7), 1579–1584. D., & Mitra, A. (2013). Transgenic
http://doi.org/10.1021/jf303962a soybeans and soybean protein analysis:
Lin, C. H., & Pan, T. M. (2016). Perspectives An overview. Journal of Agricultural
on genetically modified crops and food and Food Chemistry, 61(48), 11736–
detection. Journal of Food and Drug 11743. http://doi.org/10.1021/jf402148e
Analysis, 24(1), 1–8. Pearson, W. R., & Lipman, D. J. (1988).
http://doi.org/10.1016/j.jfda.2015.06.011 Improved tools for biological sequence
Losey, J. E., Rayor, L. S., & Carter, M. E. comparison. Proceedings of the National
(1999). Transgenic pollen harms Academy of Sciences of the United States
monarch larvae. Nature, 399(May), 214– of America, 85(8), 2444–2448.
215. Perry, J. N., Devos, Y., Arpaia, S., Bartsch, D.,
Lu, I.-J., Lin, C.-H., & Pan, T.-M. (2010). Gathmann, A., Hails, R. S., … Sweet, J.
Establishment of a system based on B. (2010). A mathematical model of
universal multiplex-PCR for screening exposure of nontarget Lepidoptera to Bt-
genetically modified crops. Analytical maize pollen expressing Cry1Ab within
and Bioanalytical Chemistry, 396(6), Europe. Proceedings of the Royal Society
2055–2064. B-Biological Sciences, 277(1686), 1417–
http://doi.org/10.1007/s00216-009-3214- 1425.http://doi.org/DOI10.1098/rspb.200
x 9.2091
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Prasifka, P. L., Hellmich, R. L., Prasifka, J. R.,
(2012). Putusan Nomor 99/PUU-X/2012. & Lewis, L. C. (2007). Effects of
Jakarta, Indonesia. Retrieved from Cry1Ab-expressing corn anthers on the
https://www.spi.or.id/wp- movement of monarch butterfly larvae.
content/uploads/2014/11/putusan_sidang Environmental Entomology, 36(1), 228–
_99-PUU-2012-tanaman-telah-ucap-18- 233.
Juli-2013.pdf
Copyright © 2016, AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 141
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2), 2017
142 | Copyright © 2016. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720