(TERM OF REFFERENCE)
SURVEI DAN EVALUASI LAHAN UNTUK KOMODITAS
KOPI ARABIKA DI WONOSALAM JOMBANG
GOLONGAN A2.1
DISUSUN OLEH :
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting dalam
perekonomian di Indonesia. Tanaman kopi di Indonesia umumnya membudidayakan tiga
jenis kopi, yaitu Robusta, Arabika, dan Liberika. Tiga jenis kopi memiliki keunggulan
masing-masing. Salah satunya pada aroma dan rasa kopi, kopi arabika lebih disenangi oleh
konsumen. Kopi arabika umumnya ditanam di tanah mineral dengan ketinggian di atas 1.000
mdpl, ketinggian tempat akan berkaitan dengan cita rasa kopi. Curah hujan yang sesuai untuk
kopi arabika adalah 1.500 – 2.500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan
suhu rata-rata 12-25oC. (Pustiloka, 2006)
Penggunaan lahan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kopi arabika di
Indonesia. Dalam upaya pengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan dan terarah
diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan
sifat lingkungan fisik lainnya serta persyaratan tumbuh tanaman kopi arabika. Kemudian data
tersebut identifikasi melalaui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Pendekatan
penilaian suatu lahan atau evaluasi lahan menggunakan beberapa sistem sistem matching
atau mencocokan anrata kualitas dan sifat lahan dalam setiap satuan peta lahan (SPL) dengan
kriteria kelas kesesuain lahan, kemampuan lahan dan kesuburan lahan berdasarkan
persyaratan tumbuh komoditas kopi arabika, serta faktor pembatas tergantung karakteristik
lahan. (Djaenudin, et al., 2011)
Kegitan survei lahan pada satuan peta lahan daerah Wonosalam yang berada pada
Kabupaten Jombang. Wonosalam merupakan daerah yang berpotensi pada sektor kehutanan
dengan produksi hasil hutan kayu dan non kayu, selain itu pada sektor pertanian digunakan
sebagai perkebunan. Pengembangan komoditas perkebuhan dan tanaman tahunan. Wilayah
Wonosalam memiliki tingkat kerapatan garis kontur yang tinggi dan memiliki rentang
ketinggian 1.100-2.150 serta kemiringan lereng kurang dari 8% sehingga diperlukan
penanganan penggunaan lahan yang tepat. (Wijayanto, 2015)
Penggunaan lahan untuk komoditas kopi arabika pada lahan di wilayah Wonosalam
memerlukan data spasial yang akurat untuk kegiatan survei dan evaluasi lahan. Hasil dari
evaluasi lahan berupa analisis kelas kesesuian , kemampuan dan kesuburan lahan untuk
komoditas kopi arabika dapat diketahui, dan dilakukan pengembangan penggunaan lahan
untuk tanaman kopi arabika di Wonosalam yang sesuai dengan sumber daya lahan.
I.2 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik tanah di lahan wonosalam
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Nama ilmiah kopi arabika adalah Coffea arabica. Carl Linnaeus, ahli botani asal
Swedia, menggolongkannya ke dalam keluarga Rubiaceae genus Coffea. Sebelumnya
tanaman ini sempat diidentifikasi sebagai Jasminum arabicum oleh seorang naturalis asal
Perancis. Kopi arabika diduga sebagai spesies hibrida hasil persilangan dari Coffea
eugenioides dan Coffea canephora. Cita rasa dari kopi ini adalah beraroma sedap seperti
buah, memiliki rasa asam yang tidak dimiliki kopi robusta, dan memiliki rasa kental namun
halus saat disesap (Hamni dkk., 2013). Klasifikasi tanaman kopi arabika adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
(USDA, 2002)
Kopi Arabika berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang memiliki tinggi 5 m
sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya setinggi dada orang dewasa. Kopi
Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu orthogeotropic yang tumbuh secara vertikal dan
plagiogeotropic cabang yang memiliki sudut orientasi yang berbeda dalam kaitannya dengan
batang utama. Selain itu, kopi Arabika memiliki warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi
pecah - pecah dan kasar ketika tua (Hiwot, 2011).
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan dengan lapisan lilin mengkilap. Daun ini
memiliki panjang empat hingga enam inci dan juga berbentuk oval atau lonjong. Menurut
Hiwot (2011) daun kopi Arabika juga merupakan daun sederhana dengan tangkai yang
pendek dengan masa pakai daun kopi Arabika adalah kurang dari satu tahun. Pohon kopi
Arabika memiliki susunan daun bilateral, yang berarti bahwa dua daun tumbuh dari batang
berlawanan satu sama lain (Roche dan Robert, 2007).
Bunga kopi Arabika memiliki mahkota yang berukuran kecil, kelopak bunga
berwarna hijau, dan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal biji.
Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5-7 tangkai yang berukuran pendek. Kopi Arabika
umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Mula -mula bunga ini keluar dari
ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Bunga yang jumlahnya
banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari
kuncup -kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga.
Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol
(Budiman, 2012).
Tanaman kopi menghendaki penyinaran matahari yang cukup panjang, akan tetapi
intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi kurang baik. Oleh karena itu dalam praktek
kebun kopi diberi naungan dengan tujuan agar intensitas cahaya matahari tidak terlalu kuat.
Sebaliknya naungan yang terlalu berat (lebat) akan mengurangi pembuahan pada kopi.
Produksi kopi dengan naungan sedang, akan lebih tinggi dari pada kopi tanpa naungan. Kopi
termasuk tanaman hari pendek (short day plant), yaitu pembungaan terjadi bila siang hari
kurang dari 12 jam (Wachjar, 1984).
Buah tanaman kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga
lapisan, yaitu kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit tanduk
(endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji, tetapi
kadang – kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali
(Budiman, 2012). Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Lembaga atau sering disebut
endosperm merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kopi
(Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Persyaratan tumbuh tanaman kopi arabika terdiri dari berbagai faktor yang
mempengaruhi diantaranya :
2.2.1 Iklim
1. Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat di
atas 700 m di atas permukaan laut. Walaupun beberapa klon baru introduksi dari
luar negeri dapat ditanam dengan ketinggian minimal >500 mdpl, namun demikian
yang terbaik seyogyanya kopi ditanam di atas 700 mdpl (Ritung dkk., 2011),
terutama jenis kopi arabika. Ada sumber menyebutkan bahwa batas minimum
suatu lahan (kelas kesesuaian S3) arabika untuk ditanami kopi adalah ketinggian
650 mdpl (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Ketinggian tempat penanaman
akan berkaitan juga dengan citarasa kopi.
2. Curah hujan yang sesuai untuk kopi sebaiknya adalah 1500 – 2500 mm per tahun,
dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan/tahun dan suhu rata-rata 15-25oC dengan
lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006).
3. Kelembaban udara yang tinggi sekitar 30-70% diperlukan untuk mengurangi
penguapan.
2.2.2 Tanah
1. Tanaman kopi arabika memerlukan kondisi tanah yang subur, gembur, dan,
kedalaman efektif tanah lebih dari 100 cm, kemiringan kurang dari 30%, dengan
drainase yang memadai, bertekstur lempung (loamy) dengan struktur tanah lapisan
tanah remah. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014)
2. Nilai pH tanah yang optimal yaitu kisaran 5,5 - 6,5. Sifat kimia tanah terutama
pada lapisan 0-30 cm seharusnya memiliki kadar bahan organik lebih dari 3,5%
dengan kadar C lebih dari 2% atau nisbah C/N antara 10 – 12. KTK diharapkan
sebesar >15 me/100g tanah dengan kejenuhan basa sekitar < 35%. Kadar unsur
hara makro N, P, K, Ca, Mg cukup tersedia sampai tinggi (Ritung dkk., 2011).
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Sumber : www.jombangkab.go.id
Secara hidrologis Kecamatan Wonosalam tidak terlalu banyak dialiri sungai sehingga
kegiatan irigasi di sektor pertanian perkebunan dan peternakan kurang memadai. Namun,
kondisi air di Kecamatan Wonosalam tidak mengandung kadar garam yang tinggi, sehingga
memberikan kemudahan dalam pemilihan tanaman tropis yang lebih variatif. Suhu
maksimum/minimum di Kecamatan Wonosalam yang memiliki ketinggian ± 500m diatas
permukaan laut adala berkisar antara 30o C – 23o C. Dan curah hujannya adalah jumlah hari
dengan curah hujan terbanyak 93 hari, banyaknya curah hujan 2239 mm/th. Kecamatan
Wonosalam memiliki iklim tropis dan subtropis. Jika meninjau data dari Koordinator Statistik
Kecamatan Wonosalam pada tahun 2009, menyatakan bahwa jumlah lahan terbangun di
Kecamatan Wonosalam adalah 1.046,43 Ha, sedangkan luas lahan tak terbangun sebesar
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
3.2. Iklim
Curah hujan di Wonosalam dan sekitarnya terbilang sedang / tinggi, yakni
mencapai 2.092 mm (BPS Jombang, 2019). Iklim disini diklasifikasikan menurut Sistem
Klasifikasi Schmidth & Fergusson yang berarti menentukan jumlah bulan basah (BB)
dan bulan kering (BK) tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian
dijumlahkan masing-masingnya selama tahun pengamatan dan dihitung reratanya.
Wonosalam dan sekitarnya termasuk dalam kategori tipe iklim C yaitu dengan nilai Q
antara 33,3 - 60 yang berarti vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat vegetasi yang
daunnya gugur saat kemarau e.g tanaman jati. Suhu rata-rata di Wonosalam dan
sekitarnya mencapai 23,3 o C
Klasifikasi
Bulan Schmidth &
Fergusson
Januari BB
Pebruari BB
Maret BB
April BB
Mei BL
Juni BB
Juli BL
Agustus BK
September BK
Oktober BK
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Nopember BB
Desember BB
Temperatur tertinggi atau bulan panas terdapat pada bulan Oktober dengan rata-rata
temperatur 24 oC, sedangkan Juli adalah bulan dengan temperatur paling rendah dengan rata-
rata temperatur 22,3 oC.
Kegiatan survei dan evaluasi lahan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2020 di
kebun percobaan UPN Wonosalam Kabupaten Jombang dengan luas kebun ± 5 ha (hektare).
Kegiatan survei dilaksanakan pada area SPL 5 (Satuan Petak Lahan).
4.3 Pendekatan
Langkah pertama yang dilakukan yakni membuat delineasi satuan lahan melalui
pendekatan geomorfologi atau landform. Deleniasi merupakan penarikan garis untuk
membuat batas pada suatu wilayah. Bentuk lahan atau landform ditentukan dengan foto udara
dengan Google Earth. Setiap bentuk lahan yang ditentukan kemudian di karakterisasi serta
digambarkan dalam peta satuan lahan dan tanah yang selanjutnya dilakukan evaluasi
kesesuaian lahan.
Tahap pertama yakni pengumpulan data, beberapa data yang digunakan ialah,
observasi, pengukuran di lapangan, uji laboratorium, dan dokumentasi. Observasi lapangan
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
dilakukan dalam rangka memperoleh data sifat fisik tanah dan kimia tanah, serta penggunaan
lahan (eksisting) yang sesuai dengan lembar deskripsi. Pengukuran di lapangan dilakukan
untuk mendapatkan data koordinat letak titik unit lahan sebagai objek penelitian. Uji
laboratorium dilakukan analisis lengkap sifat fisik dan kimia tanah.
tersebut dapat diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) serta melalui wawancara
dengan petani atau petugas pertanian setempat.
3. Pembuatan Peta Rupabumi Indonesia Kebun Wonosalam
Pembuaatan peta RBI Kebun UPN Wonosalam berdasarkan peta RBI lembar
Ngoro. Pemilihan wilayah hanya pada tempat yang akan dilaksanakan praktikum
survei dan evaluasi lahan. (Lampiran 1)
4.4.2 Pelaksanaan survei
1. Deskripsi lahan
Merupakan gambaran kawasan yang akan dilakukan kegiatan survei dan
evaluasi lahan di Desa Wonosalam Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang
yang meliputi informasi penggunaan lahan, bentuk lahan di kawasan tersebut.
2. Pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada wilayah SPL 5 (Lampiran 2).
Metode pengambilan contoh tanah yaitu secara sistematik atau Systematic Sampling
(SyS), dimana titik koordinat dipilih secara acak dengan sesuai jarak titik yang telah
ditentukan. Metode ini sering digunankan untuk studi pola spasial dikarenakan
memudahkan dalam pembuatan peta pola yang berasal dari grid dan metode ini
mempertimbangkan lokasi sampling dengan luas sampling, maka dari itu jarak 60 x
60 dari setiap titik sampling karena dapat mengurangi waktu untuk menuju titik di
lokasi penelitian.
Jumlah kluster harus dibatasi, namun sedapat mungkin mencakup keseluruhan
areal. Dengan cara membuat kluster dalam bentuk regular grid, tetapi perlu
diperhatikan skala yang tepat, kemudahan mencapai medan, teknik dan penunjuk
arah yang digunakan. Pengambilan contoh tanah dengan metode SyS yaitu pada
areal survei yang memiliki topografi datar sampai berombak/bergelombang dengan
jenis tanah bervariasi. Pengelompokan didasarkan, misalnya karena kesamaan jenis
tanah. Dengan ketentuan jenis tanah yang sama dianggap satu kluster walaupun
jaraknya berjauhan. Pengambilan contoh dengan cara ini diharapkan memperoleh
hasil analisis yang dapat mencerminkan nilai sifat fisik tanah sebenarnya.
(Sugandan, et al. 2002).
3. Klasifikasi Penggunaan Lahan
Pengklasifikasian lahan dilakukan dengan cara menggolongkan bentuk
penggunaan lahan yang disesuaikan dengan tujuan survei. Dalam penggunaan lahan
tersebut akan di evaluasi tingkat kesesuaian lahannya untuk tanaman kopi arabika.
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
4. Pemetaan
Peta rekomendasi penggunaan lahan tanaman kopi arabika disusun berdasarkan
hasil pengamatan satuan lahan dan tanah yang diperoleh dari hasil pemboran,
minipit dan profil. Peta tanah perlu dilengkapi dengan legenda peta. Legenda peta
tanah lapang disusun dengan urutan berikut: 1) nomor urut satuan petak lahan
(SPL), 2) satuan tanah pada tingkat macam tanah, termasuk sifat-sifat fisika dan
kimia tanah, serta proporsinya, 3) satuan landform, 4)satuan bahan induk, 5) satuan
bentuk wilayah/lereng, dan 6) luasan masing-masing SPL (dalam ha dan %).
Satuan tanah terdiri dari: macam tanah, kedalaman tanah, drainase, tekstur, reaksi
tanah (pH), kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan kejenuhan basa (KB). Satuan
tanah pada setiap SPT dapat lebih dari satu macam tanah, dan penyebarannya
dinyatakan dalam proporsi, yaitu: sangat dominan (P > 75%), dominan (D = 50-
75%), sedang (F = 25-49%), sedikit (M = 10-24%) dan sangat sedikit (T=<10%)
(CSR/FAO, 1983).
4.4.3 Pasca-survei
1. Analisis data laboratorium
Kegiatan analisis di laboratorium dilakukan untuk memperoleh data dari
pengambilan sampel tanah untuk di uji sifat fisik tanah (tekstur, struktur, warna
tanah, permeabilitas, kadar air, konsistensi tanah, berat isi tanah dan berat jenis
tanah), sifat kimia tanah (KTK, pH, EC, Redoks, C-organik, analisis N, P dan K).
2. Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil pengamatan tanah di lapangan, data analisis tanah laboratorium, dan
peta yang telah diolah, disimpan dalam basis data yang terdiri atas 4 macam, yaitu:
Data hasil pengamatan tanah di lapangan berupa site (titik pengamatan) dan data
morfologi tanah disimpan dan diolah dalam site and horizon description dengan
sistem pengkodean telah dirancang simbol dan formatnya. Entri data hasil
pengamatan tanah yang telah dilakukan pada saat survei lapangan akan
memudahkan proses editing data. Sebelum disimpan, data tersebut perlu diolah dan
dilengkapi dengan ketebalan horizon tanah (cm) dan sifat-sifat tanah yang dihitung
dari data laboratorium tersebut, terdiri dari analisis lengkap sifat fisik dan kimia
tanah.
3. Penyusunan Laporan Kegiatan Survei dan Evaluasi Lahan
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Data yang diperoleh dari pengamatan di lapang dan hasil analisis laboratorium
di sajikan dalam bentuk laporan. Pembahasan laporan kegiatan survei dan evaluasi
lahan disesuaikan dengan komoditas masing-masing.
4.5 Kriteria penilaian kelas kemampuan lahan
Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan
sumberdaya lahan sesuai dengan potensinya. Penilaian potensi lahan sangat diperlukan
terutama dalam rangka menyusun kebijakan,pemanfaatan lahan, pengelolaan lahan secara
berkesinambungan. Kelas kemampuan lahan dilakukan penilaian secara sistematis dan
dikelompokkan ke dalam berbagai kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi
dan pembatas dalam penggunaan lahan. Evaluasi kelas kemampuan lahan dilakukan untuk
komoditas tanaman kopi arabika. Penilaian evaluasi kemampuan lahan berdasarkan faktor-
faktor pembatas yang ada pada tanaman kopi arabika. Kelas kemampuan lahan tediri dari
kelas 1 sampai 8. Semakin tinggi kelas maka semakin tinggi pula faktor pembatasnya.
Kriteria penilaian pada kemampuan lahan terdiri dari kelas kemampuan lahan, sub kelas dan
faktor pembatas. Faktor pembatas kelas kemampuan lahan terdiri dari :
kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordokesesuaian lahan dibedakan antara lahan
yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas
adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang
tersedia pada masing-masing skala pemetaan, Ritung dkk., (2007) berpendapat bahwa kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan
yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat
sesuai (S1), cukup sesuai (S2),dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang
tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.
2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas
dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Kesesuaian lahan tingkat kelas merupakan pembagian lanjut dari ordo dan
menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Tingkatan kelas tersebut antara lain :
1. Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata
terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan
tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
2. Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan
berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input).
Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
3. Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini
akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi
faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan
atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
4. Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat
dan/atau sulit diatasi.
Pada tingkat subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas,
sedangkan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas berdasarkan
atas besarnya faktor pembatas. Pada tingkat subkelas-kelas kesesuaian lahan dibedakan
berdasarkan karasteristik lahan yang merupakan faktor pembatas terberat. Bergantung
peranan faktor pembatas pada masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaianlahan
yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang
diperlukan. misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran
(rc=rooting condition). Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1
dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat
sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke
dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman
efektif dangkal (<50 cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit
ini jarang digunakan.
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
Minggu
No. Kegiatan
1 2 3 4 5
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Pengelolaan data
4. Pembahasan Hasil
5. Laporan dan Presentasi
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
VI. PENUTUP
Lahan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam sektor pertanian,
dalam pemanfaatannya sebagai salah satu media budidaya tanaman merupakan modal dasar
yang utama dan terpenting dalam usaha tani yang harus tetap dijaga dan dipertahankan
kelestariannya. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah
yang membandingkan persyaratan yang diminta untuk penggunaan lahan yang akan
diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut.
Kerangka Acuan Kerja pelaksanaan kegiatan PKL dibuat sebagai dasar acuan bagi
semua pihak termasuk pihak pelaksana pekerjaan dalam melaksanakan kegiatan survey
evaluasi kesesuaian, kesuburan, dan kemampuan lahan untuk tanaman kopi arabika di
Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang.
Kerangka Acuan Kerja Survei dan Evaluasi Lahan SPL 5 di Wonosalam Kabupaten Jombang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim(1). 2013. Kabupaten Jombang. http://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-
content/uploads/potensi-kab-kota-2013/kab-jombang-2013.pdf diakses Kamis 28
Februari 2019 pukul 07.07 WIB
Anonim(3). 2019. Panduan Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Fakultas Pertanian
UPN “Veteran” Jawa Timur
Badan Pusat Statistika Jombang. 2019. Kecamatan Wonosalam dalam Angka. Pemkab
Jombang. www.jombangkab.bps.go.id
CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land Resource Survei 1:250.000 Scale. Atlas Format
Procedures. Land Resources Evaluation with Emphasis on Outer Island Project.
CSR/FAO Indonesia AGOFANS/78/006. Mannual 4 version 1.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No.
32. FAO-UNO, Rome
Hamni, A., Gusri, A., Suryadiwansa, Yanuar, B.,dan Tarkono. 2013. Potensi Pengembangan
Teknologi Proses Produksi Kopi Lampung. Universitas Lampung. Lampung. Jurnal
Mechanical 4 (1).
Hiwot, H. 2011. Growth and physiological response of two Coffea arabica L. population
under high and low irradiance. Thesis. Addis Ababa University.
Puslitkoka. 2006. Pedoman Teknis Tanaman Kopi. 96 hal. Pusat Penelitian Tanaman Kopi
dan Kakao. Jember.
Ritung, S., A. Wahyunto, Fahmudin Agus, Hapid Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi Lahan
dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat . Balai
Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia.
Ritung, S., Kusumo N., Anny M., Erma S. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Kementrian Pertanian. Bogor
Roche, D dan Robert, 2007. A Family Album Getting to The Roots of Coffee’s Plants
Heritage. (www.roastmagazine.com).
Suganda, H., A. Rahman dan Sutono. 2002. Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah.
Balittanah. Bogor
Subardja, D. dan S. Ritung, Markus Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono.
2014. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Soil Survei Staff, 2014. Keys to Soil Taxonomy. NRCS-USDA. Washington D.C.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Tanaman Kopi. Nuansa Aulia. Bandung.
United States Department of Agriculture (USDA). 2002. Plants Profile for Coffea arabica L.
http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=COAR2 [10 Februari 2016].