Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN KETAHANAN
PANGAN DI INDONESIA

Di Susun Oleh :

Muhammad Darussalam Teguh (12696)


Ervina Dwinta (12726)
Dasih Rahmawati (12959)

Dosen Pengampu : Dr. Sri Soeprapto, MS

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
PRAKATA

Bersyukur kita sampaikan kepada Allah SWT, atas tersusunnya makalah


Permasalahan dan Tantangan Ketahanan Pangan di Indonesia. Makalah ini
disusun atas dasar tugas dalam kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dan semoga makalah ini dapat dimanfaatkan
agar memberikan pengetahuan dalam memahami permasalahan ketahanan pangan
di Indonesia. Kami para penyusun mengharapakan saran, masukkan dan kritik
yang membangun agar isi dalam makalah ini dapat ditingkatkan.
Demikian harapan kami, agar makalah ini dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, Mei 2013

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 1

BAB II
Ketahanan Pangan di Masyarakat Indonesia ......................................................... 2

BAB III. Landasan Teori


III.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan ................................................................ 7
III.2. Sistem Ketahanan Pangan ............................................................................ 8

BAB IV
Permasalahan dan Tantangan Ketahanan Pangan ................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18


BAB I

A. Latar Belakang

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu


pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan
pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk membentuk sumber
daya manusia yang berkualitas. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan
pangan, setiap negara akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya
sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan
dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik
pada tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Ketahanan pangan harus
diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan
memanfaatkan sumber daya.
Ketahanan pangan, disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak
azazi pangan masyarakat, juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan
suatu bangsa. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa, yaitu pemerintah dan
masyarakat, sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan
nasional. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis dan desentralistis saat
ini, pelaku utama pembangunan pangan mulai dari produksi, penyediaan,
distribusi dan konsumsi adalah masyarakat, sedangkan pemerintah lebih
berperan sebagai inisiator, fasilitator, serta regulator, agar kegiatan masyarakat
yang memanfaatkan sumber daya nasional dapat berjalan lancar, efisien,
berkeadilan dan bertanggung jawab (Anonim, 2006).

B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengulas tentang penguatan ketahanan
pengan di Indonesia, dimana ketahanan pangan bertujuan untuk mewujudkan
kecukupan pangan sehingga tidak terjadi kerawanan pangan serta menjamin
ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi
seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga.
BAB II
KETAHANAN PANGAN DI MASYARAKAT INDONESIA

Kenyataan menunjukkan bahwa dewasa ini Indonesia masih menjadi net-


importir bahan pangan dan produk ternak walaupun pada sisi lain menjadi net-
eksportir produk perkebunan dan perikanan dengan surplus perdagangan yang
meningkat. Upaya peningkatan produktivitas pertanian secara umum masih
menjadi program utama peningkatan produk pertanian untuk memenuhi
kebutuhan domestic, terutama pangan dan pakan. Perkembangan kebutuhan dunia
untuk menghasilkan energy pengganti minyak bumi dari bahan nabati yang
relative terbarukan ternyata mempengaruhi pula ketersediaan bahan pangan dunia
yang secara langsung berpengaruh bagi impor Indonesia. Persoalan-persoalan dari
pasar internasional yang tidak adil tersebut kenyataannya sangat efektif
mempengaruhi sistem pertanian domestik.
Ketahanan pangan pada dasarnya berakar pada terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996
tentang Pangan). Ketahanan pangan lebih merupakan suatu sistem yang masih
dari dua subsistem utama yang saling berkaitan,yaitu : (1) Produsen dan
produksinya,dan (2) Konsumen dan konsumsinya. Masing-masing subsistem
ketahanan pangan tersebut ditentukan oleh komponen-komponen yang saling
mendukung.
Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyiratkan
bahwa pengembangan energi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
secara murah dan terjangkau. Sasaran kebijakan ini adalah tahun 2025 kontribusi
bio-energi menjadi diatas 5 % melalui :
 Pemanfaatan energy melalui diversifikasi energy, pelestarian lingkungan
dengan menerapkan prinsip pembanguanan berkelanjutan dan
pemberdayaan masyarakat;
 Pemerintah memberikan kemudahan dan intensif kepada pengembang bio-
energi tertentu.
Dengan demikian sektor pertanian menghadapi tantangan ganda yaitu : (a)
produksi pangan dan serat untuk ketahanan pangan berkelanjutan, dan (2)
produksi bio-energi untuk ketahanan energi.
Kenyataan lain menunjukkan bahwa pengembangan bio-energi dari CPO
dan Jarak Pagar selama ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Demikian pula
dengan CPO yang selama ini lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor
sehingga terjadi kekurangan bahan baku minyak goreng dalam negeri.
Pengalaman menunjukkan bahwa kelembagaan petani yang kuat akan
ampu memberikan kemudahan bagi petani sekaligus melindungi petani dari
praktek pemasaran yang tidak adil. Dengan demikian, proses revitalisasi
kelembagaan petani menuju Lembaga Usaha/Koperasi akan memberi jaminan
bagi proses peningkatan pendapatan petani pada umumnya.
Upaya pengembangan ketahanan pangan kea rah kemandirian bangsa yang
berkelanjutan dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan actual
yang dihadapi oleh sistem pertanian di Indonesia.
Permasalahan pangan telah menjadi salah satu focus bagi dunia dan
termasuk Indonesia. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs)
1990-2015 adalah berupaya mengurangi jumlah orang kelaparan du dunia.
Sedangkan di Indonesia, salah satu rumusan yang dihasilkan dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Pertanian 2005-2009 adalah bahwa peningkatan
ketahanan pangan menjadi salah satu fokus dalam pembangunan pertanian di
Indonesia.
Dengan demikian konsep-konsep mengenai pemenuhan kebutuhan pangan
terus berkembang dengan munculnya konsep-konsep kecukupan pangan,
ketahanan pangan, swasembada pangan hingga yang mentereng sat ini kedaulatan
pangan.
Menurut Hanani (2008), Ada banyak definisi mengenai ketahanan pangan
yang dirumuskan, berikut adalah beberapa rumusan definisi ketahanan pangan
yang banyak diacu:
United Nations, World Food Conference (1974), Ketahanan pangan adalah
ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu, untuk menjaga
keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan
harga.
USAID (1992), Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada setiap
saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan
konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
World Bank (1996), Ketahanan pangan adalah akses oleh semua orang pada
segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
FAO (1997), Ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumah tangga
mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk mem peroleh pangan bagi
seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak berisiko kehilangan
kedua akses tersebut.
Indonesia, UU No.7 Tahun 1996, Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah maupun mutunya,aman, merata,
dan terjangkau.
Definisi ketahanan pangan terus berkembang sejak pertama kali
dikonsepkan pada the First World Food Conference tahun 1974, sebagai akibat
dari adanya perubahan kebijakan atas pangan sehingga terjadi perubahan
pandangan paradigma pangan.
Menurut Mulyo dan Sugiyarto (2010), di Indonesia konsep ketahanan
pangan dituangkan dalam Undang- undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Dalam definisi tersebut dapat ditegaskan 5 (lima) bagian dalam konsep tentang
ketahanan pangan tersebut yaitu :
1. Terpenuhinya pangan yang cukup dari segi jumlah (aspek
ketersediaan/availability), yaitu bahwasanya pangan ada dan jumlahnya
mencukupi bagi masyarakat, baik yang bersifat nabati maupun hewani.
2. Terpenuhinya mutu pangan (aspek kesehatan/healthy), yaitu bahwasanya
pangan yang ada atau diadakan memenuhi standar mutu yang baik dan
layak untuk dikonsumsi manusia. Kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan
gizi mencukupi kebutuhan akan karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
3. Aman (aspek kesehatan/healthy) yaitu bahwasanya pangan yang
dikonsumsi memenuhi standar kesehatan bagi tubuh dan tidak
mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
4. Merata ( aspek distribusi/distribution) yaitu bahwasanya panagan terjamin
untuk terdistribusi secara merata ke setiap daerah sehingga pangan mudah
diperoleh masyarakat,
5. Terjangkau( aspek akses) yaitu bahwasanya pangan memungkinkan untuk
diperoleh masyarakat dengan mudah dan harga yang wajar.
Salah satu aspek penting yang belum dinyatakan secara tegas pada definisi
ketahanan pangan menurut UU No. 7 tahun 1996 adalah aspek
keberlanjutan/kontinuitas antar waktu, meskipun seringkali dimensi kemerataan
dimaknai tidak hanya menyangkut aspek distribusi antar tempat melainkan juga
antar waktu.
Ketahanan pangan juga dipandang dengan pendekatan masalah pada aspek
ketersediaan pangan (food availibility), akses pada pangan (food accessibility)
dan penyerapan pangan (food utilization). Ketersediaan pangan berkaitan dengan
supply pangan dari produksi domestic, impor dan bantuan pangan (food aid).
Akses pada pangan berkaitan dengan kecukupan sumber daya masyarakat untuk
memperoleh pangan, kemampuan memperoleh/membeli pangan pada musim
tertentu, saat berencana dan keadaan tidak menguntungkan lainnya, serta isu
diskriminasi gender dalam rumah tangga. Penyerapan pangan berkaitan dengan
aspek kesehatan dan kehidupan sosial budaya masyarakat.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa konsep ketahanan
pangan mempunyai perbedaan makna dengan swasembada pangan. Sehingga
Negara yang mampu berswasembada belum tentu dapat dikatakan mempunyai
status ketahanan pangan. Salah datu elemen penting dalam ketahanan pangan
adalah adanya stabilitas pada setiap subsistem ketahanan pangan. Negara-negara
industrialis maju yang tidak memproduksi pangan mampu mencapai dan
mempertahankan stabilitas ketahanan pangan, namun negara agraris penghasil
pangan belim tentu mampu mencapai status ketahanan pangan.
Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai karakteristik sebagai daerah
kaya mampu mencapai ketahanan pangan meskipun bukanlah daerah lumbung
pangan, sementara daerah lumbung panagn justru tidak mampu mencapai status
tahan pangan. Demikian pula daerah kering seperti di Afrika, provinsi NTT yang
berkarakteristik daerah kering juga merupakan daerah rentan pangan karena tidak
mampu berswasembada sekaligus tidak mampu mengusahakan ketahanan pangan
bagi daerahnya.
Ketahanan pangan dapat dicapai dengan stabilitas yang mantap pada
ketiga subsistem ketersediaan pangan (food availability), akses/distribusi (food
accessibility/distribution) dan konsumsi/ penyerapan pangan (consumption/ food
utilization).
BAB III
LANDASAN TEORI KETAHANAN PANGAN

III. 1. KONSEP DASAR KETAHANAN PANGAN


Ketahanan pangan merupakan strategi bagi stabilitas pangan. Secara lebih
substantif ketahanan pangan dapat dipahami sebagai sebuah regulasi untuk
memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan mengingat pentingnya pangan
bagi kehidupan. Mencapai ketahanan pangan tidak bisa mengandalkan peran-
peran eksklusif semata, namun harus melibatkan berbagai dimensi secara lintas
sektoral. Bukan hanya pemerintah, tidak juga ahli pertanian saja, namun juga para
penggerak dan pemikir psikososial budaya untuk berkolaborasi secara aktif bagi
penciptaan kondusivitas pangan.
Berdasarkan UU No. 7/1996 tentang pangan, dinyatakan bahwa
“Ketahanan Pangan adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang
tercermin dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau”. Pengertian ini berbeda dengan pengertian
ketahanan pangan yang dianut selama kurang lebih 30 tahun pemerintahan Orde
Baru, dimana ketahanan pangan diartikan sebagai pencapaian swasembada
(beras). Dilihat dari definisi tersebut, maka secara substansial ketahanan pangan
adalah sebuah kebijakan yang digerakkan oleh semangat untuk mencapai
kesejahteraan hakiki bagi rakyat (Anonim, 1996).
Menurut Darwanto (2005), Mengingat kompleksnya permasalahan yang
dihadapi sistem pertanian di Indonesia, maka pengembangan pertanian hendaknya
dilakukan melalui penguatan sistem pertanian secara terintegrasi dengan landasan
kemandirian dan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya lokal. Untuk itu
dapat dikemukakan beberapa program yang perlu dikembangkan ke depan, antara
lain :
1. Program penguatan dan peningkatan sistem ketahanan pangan, pada dasarnya
berakar pada terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman,
merata, dan terjangkau.
2. Program pengembangan sistem agribisnis/agroindustri berwawasan pedesaan,
pada dasarnya berdampak pada peningkatan kesempatan kerja, peningkatan
nilai tambah produk pertanian dan sekaligus menjadi wahana untuk proses
transfer teknologi dan kewirausahaan bagi masyarakat pedesaan.
3. Program pengembangan komoditas untuk bio-energi, mengingat
berkembangnya kebutuhan energi terbarukan pengganti minyak bumi maka
sektor pertanian memang mempunyai peranan penting untuk menyediakan
bahan baku untuk bio-energi.
4. Program peningkatan kesejahteraan petani, tentu saja harus memperhatikan
kesejahteraan petani sebagai pelaku agribisnis dan/atau agroindustri di
pedesaan.

III.2. SISTEM KETAHANAN PANGAN


Menurut Anonim (2006), Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang
terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-
masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses
masyarakat terhadap pangan dalam keluarga.
(a) Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kualitas, kuantitas,
keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari
tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam negeri, (2) impor pangan, (3)
pengelolaan cadangan pangan. Dengan jumlah penduduk yang besar dan
kemampuan ekonomi relatif lemah, maka kemauan untuk menjadi bangsa
yang mandiri di bidang pangan harus terus diupayakan. Karena itu, bangsa
Indonesia mempunyai komitmen tinggi untuk memenuhi kebutuhan
pangannya dari produksi dalam negeri. Untuk menjaga dan meningkatkan
kemampuan produksi pangan domestik diperlukan kebijakan yang
kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara efisien dengan
pendapatn yang memadai, serta kebijakan perlindungan dari persaingan
usaha yang merugikan petani.
(b) Subsistem distribusi, berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif
dan efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga
dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup
sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau. Sebagai negara
kepulauan, selain memerlukan prasarana dan sarana distribusi darat dan
antar pulau yang memadai untuk mendistribusikan pangan, juga input
produksi pangan ke seluruh pelosok wilayah yang membutuhkan. Untuk
itu penyediaan prasarana dan sarana distribusi pangan merupakan bagian
dari fungsi fasilitas pemerintah, yang pelaksanaannya harus
mempertimbangkan aspek efektivitas distribusi pangan sekaligus aspek
efisiensi secara ekonomi.
(c) Subsistem konsumsi, berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan
gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga efisiensi untuk mencegah
pemborosan. Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan
pangan dalam tubuh dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas
pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup
energi, protein, vitamin, dan mineral, pemeliharaan sanitasi dan hieginis
serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumah tangga.
Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di
tingkat rumah tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya
setempat. Untuk itu, penanaman kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu
dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal dan nonformal.
BAB IV
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan harus


diwujudkan dari waktu ke waktu sebagai prasyarat bagi keberlanjutan ekstensi
bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tersebut tidak terlepas
dari pengaruh factor-faktor internal maupun eksternal yang terus berubah secara
dinamis, yang meliputi aspek politik, ekonomi, social maupun budaya. Ketahanan
pangan merupakan suatu system yang kompleks yang tediri dari substansi
ketersediaan ,distribusi dan konsumsi. Ketahanan pangan harus terwujud pada
tingkat nasional, local, serta individu.
Indonesia sebagai negara yang mampu mengusahakan swasembada
pangan pada kenyataannya belum mampu mencapai status ketahanan pangan yang
mantap. Hal ini disebabkan berbagai kendala pada setiap subsistem ketahanan
pangan. Beberapa masalah dalam subsistem ketersediaan pangan diantaranya
adalah (Apriyantono, 2007 dan Anonim, 2009) :
a) Konversi lahan pertanian produkstif (terutama di Pulau Jawa),
b) Menurunnya kinerja infrastruktur irigasi,
c) Permasalahan terkait adopsi teknologi (gangguan hama-penyakit
tanaman),
d) Permasalahan implementasi kebijakan, sistem insentif dan kelembagaan,
e) Global warming.
Tantangan kedepan adalah mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri
dan berwawasan lingkungan. Dalam aspek ketersediaan pangan, Indonesia
mempunyai potensi besar dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan pangan
secara mandiri, tentu saja dengan mengatasi berbagai persoalan diatas. Salah satu
isu yang mengancam kemandirian pangan adalah semakin menurunnya lahan
pertanian produktif karena gencarnya konversi lahan lumbung pangan. Solusi
yang dapat ditempuh dalam mengatasi hal ini diantaranya adalah dengan
pemberian insentif pada petani yang tidak mengkonversi lahan pertaniannya,
penetapan pajak yang tinggi pada lahan-lahan produktif yang dikonversi,
penetapan lahan pertanian abadi, dan sebagainya.
Permasalahan dan tantangan dalam membangun ketahanan pangan secara
umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin. Semakin terbatasnya
sumber daya alam, masih terbatasnya sarana prasarana usaha di bidang pangan.
Semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor serta besarnya proporsi
penduduk miskin.
Jumlah penduduk yang besar dan tiap tahun pasti bertambah membuat permintaan
bahan pangan per kapita juga meningkat dan juga didorong oleh meningkatnya
pendapatan, kesadaran akan kesehatan dan pergeseran pola makan karena
pengaruh globalisasi. Pada sisi lain, ketersediaan sumber daya lahan semakin
berkurang, karena tekanan penduduk serta persaingan pemabfaatan lahan antara
sektor pangan dan sektor non pangan.
Arus globalisasi telah menghadapkan system pangan nasional pada
persaingan pasar yang semakin ketat. Berbagai produk pangan impor dengan
harga yang lebih murah daripada harga pangan local. Dalam menanggapi
persaingan ini diperlukan kmampuan teknis dan manajemen untuk mengangkat
daya saing produk pangan nasional yang sebagian besar dihasilkan oleh petani
kecil. Kemampuan merancang kebijakan perdagangan dapat melindungi system
produksi domestic serta dapat menunjang daya saing bproduk pangan local tanpa
menyebabkan distorsi berlebihan terhadap mekanisme pasar.
Berbagai permasalahan dan tantangan yang mempengaruhi pembangunan
ketahanan pangan pada ketiga substensinya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Ketersediaan Pangan
Laju peningkatan kebutuhan pangan untuk beberapa komoditas lebih cepat
dari laju produksi. Di samping produktivitas tanaman di tingkat petani pada
berbagai komoditas pangan relative stagnan, juga disebabkan terbatasnya
kapasitas produksi. Stagnasi produktivitas disebabkan oleh lambatnya
penemuan dan permayarakatan teknologi inovasi serta rendahnya insentif
finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal. Para petani mempunyai
aksesibilitas yang terbatas pada sumber permodalan, teknologi dan sarana
produksi, sehingga sulit meningkatkan efisiensi dan produktivitas tanpa
difasilitasi pemerintah.
Semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan nasional disebabkan oleh
berlanjutnya konservasi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas
dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan, semakin terbatas dan tidak
pastinya penyedia air untuk produksi akibat kerusakan hutan, persaingan
pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industry dan pemukiman, anomaly
iklim dan menurunnya kualitas lingkungan, lambatnya penerapan teknologi,
terbatasnya fasilitas permodalan di pedesaan.
b. Distribusi pangan
System distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar
rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang
cukup denag harga yang terjangkau. Bervariasinya kemapuan produksi pangan
antar wilayah dan antar musim merupakan tantangan dalam menjamin
distribusi pangan agar tetap lancer sampai ke seluruh wilayah konsumen. Pada
daerah-daerah tertentu, kepedulian dan kemampuan mengelolakelancarn
distribusi masih terbatas, sehingga sering terjadi ketidakstabialn pasokan dan
harga pangan yang berdampak pada gangguan ketahanan pangan di
wilayahtersebut. Masalah dan tantangan dalam subsistem distribusi pangan
mencakup terbatasnya sarana dan prasarana perhubunagn untuk menjangkau
seluruh wilayah terutama daerah terpencil.
Sampai saat ini prasarana distribusi darat antar pulau untuk menjangkau
wilayah konsumen di indonesia belum memadai, sehingga terdapat wilayah-
wilayah terpencil yang masih mengalami keterbatasan pasokan pangan.
Tantangan yang harus di antisipasi adalah mengembangkan sarana dan
prasarana distribusi pangan dan hasil pertanian ke seluruh wilayah agar tidak
terjadi kelangkaan pasokan. Kebijakan yang terkait dengan distribusi pangan
dimaksudkan untuk memperlancar pasokan dan memfasilitasi keterjangkauan
masyarakat serta memproteksi system ekonomi dalam negreri maupun daerah-
daerahnya dari persaingan yang kurang menguntungkan khususnya tekanan
perdagangan global.
c. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan dengan gizi cukup merupakan salah satu factor penting
yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Volume dan
kualitas konsumsi pangan dan gizi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh
kondidi ekonomi, pengetahuan dan budaya masyarakat. Penduduk desa dan
kota pun memiliki mutu dan keragaman pangan yang berbeda. Mutu dan
keragaman penduduk perkotaan masih lebih baik dibandingkan dengan
penduduk pedesaan. Hal ini ditunjukan skor mutu pangan /PPH perkotaan
sebesar 80 sedangkan skor /PPH di pedesaan sebesar 74. Demikian halnya
dengan konsumsi protein masyarakat kota lebih tinggi daripada masyarakat
desa.
Permasalahan dan tantangan yang perlu di antisipasi dan diatasi dalam
mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang
adalah besarnya jumlah penduduk miskin dan pegangguran dengan
kemampuan akses pangan rendah, rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap diversivikasi pangan dan gizi, rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap keamanan pangan serta rendahnya kesadaran penerapan
system sanitasi dan kehigienisan rumah tangga.
Ketahanan pangan juga tidak lepas dengan adanya ketahanan nasional,
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas
ketangguhan atau keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara
langsung maupun tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas,
identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam
mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Ketahanan nasional ini sangat penting
karena ketahanan nasional sebagai doktrin nasional atau doktrin perjuangan,
sebagai pola dasar pembangunan nasional, sebagai metode pembinaan kehidupan
nasional, sebagai sistem kehidupan nasional. Ketahanan Nasional merupakan
sistem atau tata cara untuk mewujudkan bangsa atau negara yang terarah atau
memiliki pegangan (tidak terombang-ambing/tidak jelas) dan menjadi negara
yang kuat menghadapi segala bentuk dan macam tantangan, hambatan, ancaman,
gangguan yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Secara umum potensi dan peluang dalam mewujudkan ketahanan pangan
yang berkelanjutan adalah besarnya jumlah penduduk sebagai pasar
produkpangan sekaligus penggerak ekonomi nasional. Di samping itu
perkembangan teknologiinformasi merupakan penunjang bagi efektivitas
manajemen pembangunan ketahanan pangan dan juga menunjang pengembangan
ketersediaan, distribusi serta konsumsi pangan. Di sisi ketersediaan pangan, selain
masih tersedia sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk
produksi pangan juga tersedia teknologi untuk meningkatkan produksi bahan
pangan primer maupun olahan. Peluang untuk pengembangan system distribusi
pangan ditunjang oleh kemajuan teknologi komunikasi dan alat transportasi yang
apabila digunakan dapat membuka keterisolasian daerah terpencil. Di bidang
konsumsi, potensi peningkatan juga ditunjang oleh kemajuan teknologi
komunokasi dan kegiatan promosi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996. Sekretariat Negara Republik


Indonesia.

Anonim. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006 – 2009. Dewan


Ketahanan Pangan. Jakarta.

Anonim. 2009. Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi yang Berkedaulatan untuk
Kesejahteraan Bangsa. Proposal Workshop Majelis Guru Besar (MGB)
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Apriyantono. 2007. Diskusi Reguler : Evaluasi Politik Pangan pemerintahan


SBY-Kalla. Yogyakarta

Darwanto, Dwidjono Hadi. 2005. Ketahan Pangan Berbasis Produksi Pemerintah


dan Kesejahteraan Petani. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol 12 (2).

Hanani, N. 2008. Pengertian Ketahanan Pangan. <www.nuhfill.staf.brawijaya.


ac.id.> Di akses tanggal 15 Mei 2013.

Mulyo, J. H., dan Sugiyarto. 2010. Pertanian Terpadu untuk Mendukung


Kedaulatan Pangan Nasional. BPFE. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai