Penulis
Daftar IsI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan suatu Negara
(Simatupang, 2007). Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sector pertanian
merupakan sektor yang sangat penting karena sektor ini menjadi penyedia pangan utama
(Sumastuti, 2010), lebih-lebih negara yang sedang berkembang, karena memiliki peran ganda
yaitu sebagai salah satu sasaran utama pembangunan dan salah satu instrumen utama
pembangunan ekonomi. Fungsi ketahanan pangan sebagai prasyarat untuk terjaminnya akses
pangan determinan utama dari inovasi ilmu pengetahuan, teknologi dan tenaga kerja produktif
serta fungsi ketahanan pangan sebagai salah satu determinan lingkungan perekonomian yang
stabil dan kondusif bagi pembangunan. Setiap negara senantiasa berusaha membangun sistem
ketahanan pangan yang mantap. Oleh sebab itu sangat rasional dan wajar kalau Indonesia
menjadikan program pemantapan ketahanan pangan nasional sebagai prioritas utama
pembangunannya.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (Undang-
Undang 18 tahun 2012). Pangan senantiasa harus terjamin dengan cukup oleh pemerintah dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai
cerminan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Kecukupan pangan berperan
penting dalam menentukan kualitas intelegensi sumber daya manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Pangan dan Gizi ?
2. Apa saja Kebijakan dan program ketersediaan pangan ?
3. Apa kebijakan pemerintah dibidang gizi ?
4. Bagaimana Analisis ketahanan pangan dan gizi ?
5. Bagaimana pemanfaatan pangan dan peningkatan gizi ?
6. Apa dampak pandemic covid-19 terhadap ketahanan pangan dan gizi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pangan dan gizi
2. Mengetahui kebijakan dan program ketersediaan pangan
3. Mengetahui kebijakan pemerintah dibidang gizi
4. Mengetahui Analisis ketahanan pangan dan gizi
5. Mengetahui pemanfaatan pangan dan peningkatan gizi
6. Mengetahui dampak pandemic covid-19 terhadap ketahanan pangan dan gizi
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan merupakan
semua sumber dari organisme, baik hewan dantumbuhan yang dapat diolah dan
dikonsumsi. Selain itu, airmerupakan salah satu komponen pangan yang sangat
penting bagikelangsungan hidup organisme yang membutuhkannya.
b. Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah, yang berarti pengelolaan pangan
terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harusdiolah sebelum dikonsumsi, seperti
daging dan telur, serta panganyang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus
diolah, seperti sayurdan buah-buahan.
c. Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis
komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhlukhidup.
d. Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yangditambahkan ke
dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa,aroma, bentuk dan daya tarik pangan
tersebut untuk dikonsumsi.
e. Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yangdigunakan dalam
membuat suatu makanan atau minuman.
Secara klasik, kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energy, membangun, dan memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses-
proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, saat ini kata gizi mempunyai pengertian yang lebih
luas, disamping untuk kesegatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena
gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh
karena itu, gizi dianggap penting untuk memacu pembangunan khususnya dalma
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas (Almatsier, 2001). Pada umumnya,
zat gizi yang terdapat dalam pangan disebut gizi pangan, yaitu zat atau senyawa yang
terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serta
turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. Zat gizi tidak hanya
berasal dari pangan, karena dapat pula diproduksi secara buatan atau sintetis (Almatsier,
2001).
Menurut Kementan, sebuah negara dapat disebut berhasil dalam swasembada jika
rasio ketergantungan impornya tidak melebihi 10% konsumsi domestik.
Berdasarkan kriteria ini, Indonesia dapat dianggap berhasil dalam swasembada
beras. Kecuali pada 2018, saat rasio ketergantungan impor beras negara ini
mencapai angka agak tinggi sebesar 6,2%, rata-rata hanya sekitar 2,3%
konsumsi beras dalam negeri selama periode 2013–2019 berasal dari impor.
Sementara untuk daging sapi, gula, dan kedelai, Indonesia masih tetap bergantung
pada impor (Badan Ketahanan Pangan, 2018: 25). Untuk daging sapi, rasio
ketergantungan impor Indonesia naik dari 9,1% dari total konsumsi dalam negeri
pada 2013 menjadi 34,7% pada 2019, sementara ketergantungan pada impor gula
meningkat dari 57,4% dari total konsumsi dalam negeri menjadi 65% selama
periode yang sama. Demikian juga halnya, tidak terjadi peningkatan signifikan
dalam produksi kedelai. Ketergantungan Indonesia pada impor kedelai naik dari
69,7% dari konsumsi dalam negeri pada 2013 menjadi 88,1% pada 2019.