Anda di halaman 1dari 7

Senin, 21 Maret 2022

MUKJIZAT KERENDAHAN HATI

Baca:YOHANES 13:12-20

“Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling
membasuh kakimu.” (Yohanes 13:14)

Seorang bos besar sebuah restoran ternama ikut melayani pelanggan. Sudah pasti hal ini
membuat pelanggan terkagum-kagum. “Sudah jadi bos tapi masih mau jadi pelayan!” ujar
pengunjung restoran.

Yesus membasuh kaki para murid. Tindakan yang tak lumrah ini tentu dilakukan-Nya atas
pertimbangan yang matang. Bukankah jika memang diperlukan semestinya para murid dapat
membasuh kaki mereka sendiri? Namun Yesus melakukannya untuk mendemonstrasikan kasih-
Nya kepada para murid. Dengan cara demikian Ia memberikan contoh kerendahan hati dan
kerelaan untuk merendahkan diri. Terlebih pada waktu sebelumnya Yesus merestui tindakan
Maria yang datang untuk mengurapi kepala-Nya. Dengan melakukan pembasuhan Yesus
menunjukkan bahwa tindakan-Nya mengizinkan Maria bukanlah atas dasar kesombongan. Ia pun
mau merendahkan diri-Nya dengan membasuh kaki para murid. Di samping itu pembasuhan ini
juga menjadi simbol pembasuhan secara rohani.

Kerelaan untuk menghamba melakukan pekerjaan layaknya pelayan yang paling rendah dipakai
Tuhan Yesus untuk memberikan keteladanan bagi kita. Setiap pribadi yang ingin turut ambil
bagian dalam Roh-Nya harus memiliki kerendahan hati, setinggi apa pun kemuliaan yang telah
dicapainya. Tidak ada suatu pekerjaan yang terlalu rendah untuk kita lakukan jika melaluinya
kita dapat memuliakan nama Tuhan. Memiliki kerendahan hati untuk saling melayani satu
dengan yang lain akan menjadi fondasi yang kuat bagi bangunan gereja. Ketika dilakukan
dengan tulus tanpa tendensi dan kepura-puraan tentunya!

SANG GURU RELA MERENDAHKAN DIRI, LAYAKKAH PARA MURID


MENGERASKAN HATI DEMI MENJAGA GENGSI?

—EBL/www.renunganharian.net
Selasa, 22 Maret 2021

APEL SUDAH DIGIGIT

Baca: MARKUS 1:21-34

Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus bersama Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah
Simondan Andreas. (Markus 1:29)

Seorang teman membagikan sebuah gambar. Segera tampak di layar telepon genggam saya, buah
apel yang telah digigit separuh, bagian yang masih utuh dipasang di depan cermin. Tentu saja
terlihat sebagai apel utuh. Di bawahnya tertera tulisan: Begitulah Wajah Kehidupan Sosmed
(sosial media). Saya tersenyum sendiri tergelitik oleh kebenaran yang terselip melalui gambar
dan tulisan itu. Memang, sebaiknya kita selalu kritis. Jangan menelan mentah-mentah asupan
media sosial. Apalagi bergantung padanya.

Media sosial mirip tanggapan massa. Sama-sama menyampaikan pesan kepada kita, tapi tak bisa
dijadikan sandaran untuk dipercayai sepenuhnya. Yesus mendapat pesan ketakjuban dari massa
di kota Kapernaum ketika Dia mengajar dan mengusir setan di Sinagoga (ay. 22, 27). Namun,
Dia sama sekali tidak tersanjung dan tinggal berlama-lama menikmati ketakjuban mereka itu.
Dia mengambil jarak dari massa dan lebih memilih untuk dekat dengan keempat murid-Nya,
pergi ke rumah mereka dan melakukan sesuatu yang berarti bagi keluarga mereka (ay. 29-31).
Teladan sikap yang benar sekali!

Sekarang ini banyak orang tersedot perhatian dan energinya oleh pergaulan dengan media sosial.
Apalagi di masa pandemi dan karantina sosial ini. Bukannya itu salah atau buruk melulu,
melainkan kita harus tetap waspada. Jangan sampai seluruh konsentrasi terkuras dan kita dibuat
buta pada semua pesannya. Jangan terbuai atau terbius oleh pesonanya yang sarat tipuan.
Pastikan kita selalu kembali ke kehidupan nyata, kepada akal sehat, serta orang-orang terdekat
dengan kita.

DUNIA MAYA ADA MAKNA DAN GUNANYA


NAMUN TAK BOLEH MENGGANTIKAN YANG NYATA

—PAD/www.renunganharian.net
Rabu, 23 Maret 2022

SIMPLE MINDED

Baca: Lukas 10:17-24

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata, “Aku bersyukur
kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi
orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Lukas 10:21)

Peristiwa kembalinya 70 murid kepada Yesus merupakan rangkaian kisah yang berkaitan dengan
kisah sebelum dan sesudahnya. Mereka adalah orang yang diutus oleh Yesus berdua-dua ke
daerah yang hendak dikunjungi oleh Yesus (Luk. 10:1). Kepada merekalah Yesus berpesan agar
jangan membawa pundi-pundi (uang), bekal, maupun kasut, atau memberi salam kepada siapa
pun sebelum sampai ke tujuan (Luk. 10:4). Misi itu sukses dan mendatangkan sukacita luar biasa
dalam diri Yesus. 

Apa rahasia keberhasilan misi ke-70 murid itu? Karena Bapa Surgawi menyatakan diri dan
kuasa-Nya kepada mereka. Ungkapan “orang kecil” dalam versi lain diterjemahkan sebagai
simple minded. Artinya, mereka orang yang sederhana, memiliki hati dan pikiran yang terbuka
untuk percaya pada perintah Yesus, meskipun misi itu tampaknya mustahil. Tak ada satu pun
orang yang “hilang” ketika menjalankan misi tersebut. Semuanya kembali dalam jumlah
lengkap, disertai dengan laporan yang membangkitkan sukacita. Kuasa Allah pun bekerja dengan
dahsyat karena iman mereka akan perintah Yesus. Tak heran jika setan-setan pun takluk kepada
mereka. 

Iman tak ditentukan oleh kepandaian kita, tetapi seberapa dalam kita memercayai Allah dan
firman-Nya. Semakin kita terbuka pada misi Allah, semakin kuatlah kuasa-Nya dinyatakan
dalam kehidupan kita, seperti yang dialami ketujuh puluh murid Yesus. Apakah kita termasuk
orang yang simple minded?

KEPADA ORANG YANG MUDAH PERCAYA,


KUASA ALLAH AKAN BEKERJA DENGAN DAHSYAT

—GHJ/www.renunganharian.net
Kamis, 24 Maret 2022

IMAN YANG BERBUAH

Baca: Matius 23:1-12

“Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi
janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi
tidak melakukannya.” (Matius 23:3)

Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan keras, bukan karena apa yang
mereka ajarkan, melainkan karena mereka tidak melakukan apa yang mereka ajarkan. Para ahli
itu suka duduk di bagian paling depan di rumah ibadah, tetapi terlalu sibuk mengajar orang
banyak. Mereka duduk di tempat terhormat dan melakukan pekerjaan hanya agar dilihat baik dan
dipuji orang. Mereka lupa hal terpenting yang ada dalam ajaran itu sendiri. Mereka melupakan
keadilan dan rasa belas kasihan pada sesama. 

Pendalaman akan firman Tuhan bukan hanya untuk mendapatkan pengetahuan, melainkan yang
tidak kalah penting adalah menjaga kita tetap bertumbuh dan berbuah dengan menerapkannya
dalam keseharian. Kita berusaha menjaga perilaku selaras dengan hati kita yang sudah diperbarui
Allah melalui firman-Nya. Dengan demikian, aktivitas pelayanan yang kita lakukan bukan untuk
dipandang sebagai orang yang hebat dan bukan sebatas kewajiban. 

Melalui perbuatan kita, orang lain harus dapat merasakan kasih Kristus. Bukan untuk menuai
pujian atas kehebatan kita, melainkan sebagai bentuk ketaatan kita pada Tuhan yang layak
ditinggikan. Karya keselamatan yang kita terima melalui Kristus dapat kita perlihatkan agar
membawa kesaksian yang baik bagi orang lain. Maka, kita akan bersukacita atas firman yang
kita terima serta tetap berusaha agar iman kita berbuah dalam hati dan perbuatan.

FIRMAN YANG KITA DENGAR HARUSLAH BERBUAH DALAM TINDAKAN KITA


DAN SENANTIASA MENGALIR KE DALAM HIDUP ORANG LAIN

—JSH/www.renunganharian.net
Jumat, 25 Maret 2022

SEDERHANA NAMUN BERDAMPAK

Baca: Hakim-hakim 10:1-5

Dan ia memerintah sebagai hakim atas orang Israel dua puluh tiga tahun lamanya; kemudian
matilah ia, lalu dikuburkan di Samir. (Hakim-hakim 10:2)

Hal-hal yang tampaknya kecil dan sederhana kerap luput dari perhatian dan cenderung
diabaikan. Orang-orang dengan kemampuan besar kerap dijuluki tokoh-tokoh besar karena
dianggap sanggup menorehkan sejarah di dunia ini. Namun demikian, seyogyanya kita tidak
melupakan orang-orang yang melakukan hal-hal yang sederhana, karena sesungguhnya mereka
pun punya peran yang begitu berdampak. 

Kisah Tola dan Yair diungkap begitu singkat dalam Alkitab. Meski demikian keduanya
mempunyai tugas yang sama seperti pendahulunya, yakni sebagai seorang hakim yang
menyelamatkan umat Israel dari penindasan musuh. Tola mungkin hanyalah seorang yang
dianggap kecil dan melakukan hal-hal sederhana, tetapi namanya cukup dikenal di kalangan suku
Isakhar. Ia tinggal di Samir, daerah terpencil di pegunungan Efraim. Sekalipun dirinya tidak
memiliki karir militer yang spektakuler namun ia tetaplah seorang hakim yang memiliki
kedudukan cukup stabil dan mampu menjalankan tugas dalam kurun waktu yang cukup lama
hingga 23 tahun. Setali tiga uang dengan Tola, Yair pun konsisten dengan tugasnya selama 22
tahun. 

Tugas sederhana yang dilakukan dengan penuh kesetiaan pasti memberi dampak yang besar di
mana pun ia berada. Kehidupan para pengikut Kristus sepatutnya memberi pengaruh yang baik
bagi sesamanya. Demikianlah Tuhan menjadikan hidup kita dengan sebuah tujuan ilahi yakni
kehidupan yang menjadi terang sehingga nama Tuhan dipermuliakan.

KEHIDUPAN PARA PENGIKUT KRISTUS ADALAH KEHIDUPAN


YANG MEMBERIKAN DAMPAK YANG BAIK BAGI SESAMANYA

—SYS/www.renunganharian.net
Sabtu, 26 Maret 2022

POS-POS KEGAGALAN

Baca: Kisah Pr. Rasul 9:19b-31

Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani,
tetapi mereka berusaha membunuh dia. (Kisah Pr. Rasul 9:29)

Kala remaja, saya sering mengikuti kegiatan gerejawi Kamp Pemuda-Remaja di daerah
pegunungan. Salah satu acara menarik adalah dalam kelompok kami “diperintahkan” untuk
mendaki gunung demi mencapai satu tempat tertentu di ketinggian. Selama pendakian, kami
harus berhenti di beberapa pos untuk menemukan petunjuk yang menuntun arah langkah kami
selanjutnya. Setiap pos punya peran menuntun kami tiba di tujuan. 

Di awal pelayanannya sesudah bertobat, Paulus sudah terbentur hambatan serius. Hendak
dibunuh orang-orang Yahudi di Damsyik (ay. 23-24). Dicurigai dan ditolak jemaat Kristus di
Yerusalem (ay. 26). Sekali lagi hendak dibunuh oleh orang-orang Yahudi (ay. 29). Gencarnya
hambatan-hambatan itu memaksanya pulang ke kota asalnya, Tarsus (ay. 30). Sesudahnya, tak
ada cerita tentang dirinya hingga tiba saatnya Barnabas mengajaknya ke Antiokhia (Kis. 11:25).
Sepertinya langkah Paulus terhenti di situ, pelayanannya gagal. Namun, rupanya itu memang
“pos” yang harus dilaluinya dalam perjalanan menuju ke masa depan pelayanan yang Tuhan
siapkan baginya. 

Kegagalan dapat menghampiri setiap orang. Kita pun tak luput. Bahkan semua tokoh besar di
dunia sekaliber Thomas A. Edison, Albert Einstein dan Abraham Lincoln pun pernah berulang
kali gagal. Justru pelajaran pahit dari kegagalan itu menuntun mereka kepada keberhasilan. Anda
sedang terhenti di “pos kegagalan” yang menyakitkan? Jangan menyerah. Temukan pelajaran
berharga yang memberimu petunjuk. Bangkitlah. Teruslah melangkah dalam pimpinan-Nya.

KITA MEMANG BISA GAGAL, NAMUN TUHAN


TAK PERNAH GAGAL MEMIMPIN ANAK-ANAK-NYA

—PAD/www.renunganharian.net
Minggu, 27 Maret 2022

MENYALA SAMPAI PENGHABISAN

Baca: Matius 5:13-16

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat


perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Matius 5:16)

Sebatang lilin berfungsi saat dinyalakan di tempat gelap. Setelah menyala, ia akan terus
memancarkan cahaya yang sama terangnya dari awal sampai akhir. Demi menerangi sekitarnya,
lilin akan semakin habis meleleh. Tak pernah ada lilin yang semakin bertambah tinggi setelah
dinyalakan. Demikianlah gambaran hidup anak-anak terang yang Tuhan harapkan. 

Orang percaya mestinya hidup sebagai anak-anak terang yang menyinarkan cahaya kasih Allah.
Keberadaan kita sebisa mungkin memberi dampak positif. Sebagaimana kehadiran Kristus di
dunia, demikian pula dampak kehadiran kita bagi sesama: terus memancarkan terang tanpa
pernah memudar. Pemberitaan Injil dan kesaksian nyata melalui kehidupan dalam pimpinan Roh
yang ditandai dengan adanya kebenaran dan kasih harus terus terpancar karena hidup orang
percaya telah dan terus diproses oleh Allah. 

Seperti lilin yang terus meleleh mengorbankan diri demi memancarkan cahaya, seperti Kristus
yang rela memberikan nyawa demi menebus dosa, demikian pula mestinya kita dalam
memancarkan kasih-Nya. Rela merendahkan diri supaya hanya Bapa saja yang semakin
ditinggikan. Mengesampingkan keinginan untuk diterima, diakui dan dihargai karena tujuan
kesaksian kita bukan mencari pengakuan atau imbalan. Bukan hal yang mudah menjaga hidup di
tengah dunia dengan cara surgawi. Tetapi percayalah, Roh pemberian Tuhan yang ada pada kita
jauh lebih besar dari pada kekuatan yang ada di dunia. Dengan memberi diri dipimpin penuh
oleh-Nya yakinlah misi Ilahi ini mampu kita jalani.

IZINKAN ALLAH MEMPROSES HIDUP KITA


SUPAYA KUALITAS KEMULIAAN ALLAH TERPANCAR DARI HIDUP KITA

—EBL/www.renunganharian.net

Anda mungkin juga menyukai