Anda di halaman 1dari 4

Lihatlah Tuaian Itu!

(Lukas 10:1-11, 16-20)

Saudara, saat ini di dunia digital ada satu istilah yang tidak asing lagi, terutama bagi kita yang
memang sehari-hari berkutat di sosial media, yaitu influencer. Nah apa itu influencer? Influencer
adalah seseorang yang memiliki jumlah pengikut atau followers yang banyak dan berpotensi untuk
mempengaruhi dan merubah opini atau perilaku dari para follower atau audience-nya.

Jadi karena seorang influencer memiliki pengikut yang banyak, maka tidak heran segala perilakunya
akan disorot dan setiap hal yang dilakukan sangat berpotensi untuk mempengaruhi para
pengikutnya, entah dalam hal yang positif ataupun negatif. Nah kalau kita berbicara tentang
influencer yang memiliki banyak pengikut, sebetulnya Yesus pun dalam perjalanan pelayananNya
juga memiliki banyak pengikut. Kemanapun Ia pergi, rasanya orang akan berbondong-bondong
mengikutiNya, dan kehadiranNya selalu menjadi buah bibir.

Namun tentulah Yesus berharap bahwa orang-orang yang mengikutiNya tak hanya sekedar mencari
sesuatu untuk kepuasan dirinya, tetapi sungguh-sungguh mengikuti apa yang Yesus lakukan, dan
menaati apa yang Yesus ajarkan. Nah karena itu tidak heran bahwa salah satu sebutan atau gelar
yang dialamatkan pada Yesus dan juga tertulis di Alkitab adalah Guru, atau rabi dalam bahasa Ibrani.

Mengapa Yesus disebut sebagai Guru, dan apa yang membedakan Yesus dari rabi-rabi lainnya pada
kala itu? Pertama, Yesus memiliki otoritas dan kuasa yang berasal dari Sang Bapa. Kedua, Yesus tidak
hanya mengajarkan tentang kebenaran dan keselamatan, tapi Ia sendirilah Sang Kebenaran dan Sang
Juruselamat sehingga tentulah Ia menghidupi kebenaran itu sebagai gaya hidupNya. Ia menunjukkan
pada para murid bahwa kebenaran yang Dia ajarkan dapat dilakukan juga dalam kehidupan mereka.

Nah karena itulah dalam Bacaan Injil kita hari ini yaitu di Lukas 10, perikop ini mengisahkan
bagaimana 70 murid yang selama ini mengikuti karya pelayanan Yesus diutus untuk juga melakukan
seperti apa yang dilakukan Yesus, yaitu memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit dalam
kuasa Allah. Mereka diutus ke kota-kota dan tempat-tempat yang nantinya juga akan disinggahi oleh
Yesus. Sehingga dapat dikatakan bahwa para murid menjadi pembuka jalan bagi kehadiran Kristus di
kota atau tempat yang akan disinggahi.

Nah sejak awal Yesus sudah menekankan bahwa karya perutusan ini menjadi sebuah urgensi. Itulah
mengapa Yesus mengatakan di ayat 2, “tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit”. Jadi di satu
sisi Yesus ingin memperlihatkan pada para murid akan banyaknya orang yang membutuhkan
pelayanan mereka, tetapi di lain sisi ada juga masalah yang terjadi ketika jumlah pekerja atau jumlah
pelayan hanyalah sedikit. Itulah sebabnya Yesus mengutus mereka pergi ke kota-kota yang berbeda.

Nah tetapi pertanyaannya begini saudara. Kalau memang karya perutusan ini menjadi sebuah
urgensi karena banyaknya orang yang membutuhkan pelayanan, lalu mengapa Yesus mengutus para
murid berdua-dua? Mengapa Yesus tidak mengutus mereka sendirian supaya ada semakin banyak
kota dan tempat yang dapat dijangkau?

Saudara, di sinilah Yesus mengajarkan pada kita bahwa karya pelayanan adalah karya bersama
antara manusia dengan manusia, pun juga terutama manusia dengan Allah. Kita selalu
membutuhkan kehadiran Allah dan juga orang lain sebagai teman berjalan bersama, teman bertukar
pikiran, pun juga untuk saling meneguhkan dan menguatkan di tengah tantangan yang dihadapi.
Kalau kita melihat di ayat 3, di sana Yesus mengatakan, “pergilah, sesungguhnya Aku mengutus
kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala”. Nah saudara, di ayat ini Yesus dengan jujur
mengungkapkan realita yang akan dihadapi para murid, bahwa dalam melaksanakan tugas
pemberitaan Injil, mereka tak selalu diperhadapkan pada jalan yang mudah.

Bahkan kalau kita lihat ayat-ayat selanjutnya, perjalanan semakin menantang ketika para murid tidak
diperbolehkan untuk membawa uang, bekal ataupun keperluan hidup lainnya, tidak boleh berbicara
dengan orang di jalan, dan mereka harus hidup menumpang di rumah orang yang bersedia
menerima mereka. Nah mungkin kita berpikir, kenapa Yesus kok tega sekali ya? Masa bawa uang
saku dan bekal aja gak boleh? Masa ngobrol sama orang di tengah jalan gak boleh?

Saudara, tentu Yesus melakukan semua ini bukan karena kekejaman atau sebagai bahan
perpeloncoan, namun ada alasan di balik semua syarat ini. Yesus sedang mengajarkan mereka untuk
dapat bertahan dalam menjalani kehidupan pelayanan yang penuh dengan tantangan. Dan kunci
dari ketahanan itu bukan pada seberapa banyak harta benda yang mereka miliki, tetapi melalui
keberserahan diri pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan, pun juga kehadiranNya yang
memberikan kekuatan melalui rekan seperjalanan yang memiliki visi yang sama.

Karena itulah Yesus mengajarkan para murid untuk melepaskan diri dari kenyamanan hidup yang
mungkin selama ini dirasakan. Mereka diajak untuk tidak memfokuskan diri pada kekhawatiran-
kekhawatiran akan kebutuhan hidup ataupun bahaya yang dapat menyerang, tapi sebaliknya mereka
diajak untuk berfokus pada pelayanan yang dilakukan dalam penyertaan dan kuasa Tuhan.

Itulah mengapa Yesus menegaskan di ayat 19, “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk
menginjak ular dan kalajengking sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu”. Nah apa
maksudnya ini? Apakah ini berarti bahwa mereka bisa menginjak ular dan kalajengking secara
harafiah? Tentu tidak demikian yah saudara. Tetapi ini adalah sebuah kiasan yang artinya demikian.

Ular dan kalajengking itu kan binatang yang berbahaya ya, jadi ular dan kalajengking menjadi simbol
dari bahaya atau tantangan yang dihadapi para murid. Sehingga Yesus menyatakan bahwa meskipun
medan perjalanan pelayanan yang dihadapi para murid tidak mudah, mereka bisa saja mengalami
penolakan, mereka bisa saja bertemu dengan bahaya di tengah perjalanan.

Namun dalam kekuatan dan penyertaanNya, para murid tidak menjadi menyerah dan dikalahkan
oleh keadaan. Akan tetapi kuasa Kristus sungguh-sungguh memberikan kekuatan untuk dapat
menghadapi segala bahaya dan rintangan, maupun juga menjadi sebuah pengingat untuk terus
berdiri pada dasar yang kokoh, yaitu Tuhan Sang Pemilik Kehidupan.

Dan Tuhan memang tak pernah ingkar janji, sebab kalau kita melihat ayat 17-20, kita dapat
membaca bahwa para murid dapat menyelesaikan tugas perutusan yang diberikan. Tetapi di sinilah
Yesus juga mengingatkan agar para murid tidak menjadi gagal fokus. Kalau mereka dapat mengusir
roh-roh jahat, kalau mereka dapat menyembuhkan orang sakit, semua itu bukan karena kekuatan
dan kehebatan mereka, tetapi karena kuasa Allah yang bekerja melalui mereka.

Nah karena itu, apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini? Saudara, setiap kita dengan apapun peran
kita, kita juga diutus untuk memberitakan Kabar Baik di tengah dunia ini.

Dan kalau berbicara tentang memberitakan kabar Baik, hal ini bukan hanya berarti bahwa kita perlu
memberitakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal Kristus, tetapi juga memancarkan kasih
Kristus kepada siapapun yang kita jumpai melalui gaya hidup kita. Dan kalau berbicara tentang
memberitakan kabar Baik, hal ini bukan hanya berarti bahwa kita perlu memberitakan Kristus
kepada mereka yang belum mengenal Kristus, tetapi juga memancarkan kasih Kristus melalui gaya
hidup kita kepada orang-orang yang kita jumpai. Baik itu kepada pasangan, kepada anak dan cucu,
kepada sanak saudara, kepada atasan atau karyawan, pun juga kepada sahabat dan rekan kerja kita.

Nah secara khusus pada ibadah ini, ada 7 pasang orangtua yang akan membaptiskan putra-putrinya.
Dan para orangtua perlu senantiasa mengingat bahwa dalam sakramen baptisan kudus anak,
orangtualah yang mengikatkan diri dalam perjanjian kasih karunia Allah dengan disaksikan Jemaat‐
Nya.

Pertanyaannya, perjanjian untuk apa? Untuk mendidik, untuk membesarkan anak dalam
pengenalan, dalam kasih dan ketaatan pada Tuhan. Nah kita tentu sepakat ya saudara bahwa anak
itu adalah anugerah dari Tuhan. Dan ketika Tuhan menganugerahkan anak atau keturunan pada
Bapak/Ibu, maka Bapak/Ibu diajak untuk mensyukuri anugerah Tuhan ini dengan menjalankan peran
sebagai orangtua yang mendidik dan mengenalkan Kristus pada anak-anak sedari dini.

Ini penting karena apa, karena jangan sampai orangtua memiliki pemahaman bahwa pendidikan
iman adalah tanggung jawab gereja dan sekolah saja, sehingga pada akhirnya orangtua mengalihkan
tanggung jawab untuk melakukan pendidikan iman ini sepenuhnya pada gereja dan sekolah. Padahal
kalau kita hitung-hitung gitu yah bapak/ibu, berapa lama sih waktu yang dihabiskan anak-anak di
gereja dan sekolah? Tentu tidak sebanding dengan waktu yang dihabiskan orangtua dan anak.
Apalagi memang sedari awal orangtualah yang hidup bersama dengan anak-anak.

Nah itulah mengapa ada sebuah istilah menarik yang perlu kita gumulkan baik sebagai orangtua,
sebagai Opa/Oma, sebagai Om dan Tante, ataupun sebagai kakak, yaitu ecclesia domestica. Apa itu?
Saudara, Ecclesia domestica adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang secara harafiah artinya
“gereja rumah tangga”. Istilah ini memang berasal dari tradisi Gereja Katolik Roma.

Namun kita pun juga patut merenungkannya karena istilah ini mengingatkan kita akan sentralitas
keluarga sebagai lembaga yang melakukan fungsi dan tugas gereja dalam lingkup terkecil. Maka
tidak heran jika keluarga seringkali disebut sebagai gereja-gereja kecil, karena keluarga selayaknya
menjadi tempat pertama dan utama di mana anak-anak menerima pewartaan tentang iman kepada
Allah dan juga melihat keteladanan nilai-nilai Kristiani yang dihidupi oleh orangtua.

Memang harus diakui bahwa ada banyak tantangan yang tidak mudah dalam mendidik anak.
Rasanya di tiap fase tumbuh kembang anak ada tantangan tersendiri gitu yah. Nah tapi sebagaimana
Yesus yang mengutus para murid berdua-dua, kita pun sebagai orangtua juga dapat bermitra baik
dengan gereja, dengan sekolah, dengan anggota keluarga lain, dengan sesama orangtua yang dapat
saling bertukar pikiran agar kita dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita dengan semakin
baik.

Nah saudara, tema kita hari ini adalah “Lihatlah Tuaian Itu”. Melalui tema ini kita diajak untuk
melihat sekeliling di manapun kita hadir, berada, dan berkarya. Masih ada banyak orang yang hidup
dalam kegelapan dan membutuhkan terang kasih Kristus. Dan di sinilah kita dipanggil untuk
menyatakan kehadiran Allah.

Di sinilah kita dipanggil untuk memberitakan kabar baik bukan dengan semangat kekerasan, bukan
dengan semangat yang ingin menaklukkan dan menguasai orang lain, tetapi justru dengan semangat
kasih dan kebenaran, sehingga orang-orang di sekitar kita akan sungguh-sungguh merasakan
bagaimana suasana hidup di dalam dan juga bersama dengan Allah.

Bagi Bapak/Ibu yang akan membaptiskan putra/putrinya, lihatlah anak-anak Bapak/Ibu. Mereka
adalah tuaian yang telah Tuhan percayakan untuk dididik dan dibimbing sehingga kelak mereka pun
dapat menjadi murid Kristus yang setia, yang siap diutus untuk menyampaikan Kabar Baik bagi
sesamanya.

Memang dalam melakukan kebenaran, dalam menyatakan kasih dan kebaikan, sangat mungkin kita
mendapatkan respon yang tidak baik dan melukai. Orang bisa saja kecewa, curiga, dan menolak
ketika kita melakukan hal yang benar. Begitu juga dalam mendidik anak, mungkin akan ada momen
di mana anak kita dapat mengatakan “mama papa bawel”, dan mereka tidak mendengarkan segala
nasihat kita.

Namun jangan jadikan tantangan dan penolakan sebagai alasan bagi kita untuk berhenti melakukan
dan menanamkan kebenaran. Tetapi fokuslah untuk senantiasa menghidupi hikmat Allah dan
melakukan kehendakNya. Percayalah, tak ada yang sia-sia ketika kita melakukan, menghidupi, pun
juga memberitakan kasih serta kebenaran Allah, karena di situlah kita dapat dipakai Tuhan untuk
memperbarui kehidupan orang lain.

Dan sebagaimana Tuhan yang berjanji untuk menyertai dan memperlengkapi para murid dalam
Bacaan Injil, maka Tuhan jugalah yang akan menyertai dan memperlengkapi kita dalam menjalankan
tugas ini. Dengan demikian, selamat menjadi utusan-utusan Allah. Kiranya Tuhan memberkati kita.
Amin.

Anda mungkin juga menyukai