Anda di halaman 1dari 6

Tidak Ragu, Tidak Kecewa

(Yesaya 35:1-10, Mazmur 146:5-10, Yakobus 5:7-10, Matius 11:2-11)

Selamat pagi/sore Bapak/Ibu/Saudara sekalian. Apa kabarnya? Saya bersukacita sekali karena
pertama kalinya saya mendapatkan kesempatan untuk melayani di GKI Sidoarjo. Oleh sebab itu
izinkanlah saya untuk memperkenalkan diri dulu yah bapak/ibu hehe. Nama saya Cathalia Kurnia,
tapi biasa rekan-rekan memanggil saya Cathy.

Saya asli Jakarta bapak/ibu, jadi mungkin tidak terdengar logat Suroboyoan atau Jawa Timurannya
yah hehe dan saat ini saya melayani di GKI Manyar Surabaya. Salam kenal untuk bapak/ibu/saudara
sekalian, dan salam hangat juga dari Majelis Jemaat dan Jemaat GKI Manyar untuk bapak/ibu
sekalian. Oke saudara. Saya mau memulai khotbah ini dengan bertanya, apakah saudara tahu
makanan ini? (menunjukkan gambar Chitato).

Barangkali sebagian besar di antara kita tidak asing dengan makanan ini dan pernah atau bahkan
sering makan snack ini, yaitu Chitato. Yang mana ternyata saya baru tahu kemarin waktu cari di
internet bahwa Chitato itu singkatan dari Chiki Potato haha. Nah kalau kita perhatikan tekstur dan
bentuk Chitato ini memang unik dan berbeda daripada snack kentang lainnya.

Potongan kentangnya kan tidak rata, tetapi dibuat seperti berbentuk gelombang yang mana ini
memang menggambarkan filosofi dari Chitato, yaitu life is never flat. Artinya hidup kita itu tidak
pernah datar. Hidup kita itu seperti gelombang. Kadang di atas, kadang juga dibawah. Kadang
senang, tapi juga ada sedihnya.

Dan sebetulnya tidak hanya hidup kita sehari-hari yang datar-datar saja, tetapi hidup beriman pun
juga seperti itu. Itulah mengapa ada seorang teolog asal Amerika bernama Michael Yaconelli yang
menuliskan satu buku berjudul “Messy Spirituality” atau “Kerohanian Yang Kacau”. Jadi dalam
bukunya ini Mike mengajak kita untuk menyadari bahwa kadangkala ada masa di mana kehidupan
iman kita berada di titik yang stabil.

Kadangkala juga kita merasa iman kita bertumbuh ketika begitu merasakan kehadiran dan
pertolonganNya. Tetapi di satu masa yang lain kita bisa ada di titik terendah ketika merasa jauh dari
Tuhan, atau bahkan meragukan kehadiranNya. Nah Mike Yaconelli memang lebih menyoroti tentang
bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika kita merasa ada dalam titik terendah dari hidup
beriman.

Dalam bukunya Yaconelli mengatakan demikian, “jika kita berada pada titik terendah dalam
kehidupan beriman, jujurlah terhadap kekacauan yang dihadapi. Iman sejati berawal dari
kejujuran tentang kekacauan dan ketidakberdayaan kita dalam menghadapi situasi”. Nah itulah
mengapa dalam Alkitab pun kita juga menemui kisah-kisah di mana para tokohnya pernah
mengalami momen terendah dalam kehidupan beriman mereka, dan Yohanes Pembaptis adalah
salah satunya.

Bacaan Injil kita pada hari ini menunjukkan dengan jelas saudara bahwa meskipun Yohanes
Pembaptis dikenal sebagai sosok yang pemberani dan dengan lantang menyerukan suara
pertobatan, tetapi kala itu di penjara ia dilingkupi oleh keraguan. Yohanes Pembaptis yang
sebelumnya yakin betul bahwa Yesus adalah Sang Mesias, tetapi justru dalam Bacaan Injil ini ia
melontarkan pertanyaan pada Yesus sebagaimana yang kita baca di ayat 3, “Engkaukah yang akan
datang itu, atau haruskah kami menantikan orang lain?”
Apa yang sesungguhnya terjadi pada Yohanes? Nah sebelumnya saya mau ajak kita melihat sejenak
bagaimana pandangan Yohanes tentang sosok Mesias. Kalau kita menengok perkataan Yohanes
pada Matius 3:10, ia menyatakan demikian, “kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap
pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api”.

Nah dari kalimat ini kita dapat menyimpulkan bahwa bagi Yohanes, Mesias itu adalah seorang
Hakim yang tanpa ampun akan menyingkirkan semua pendosa dari muka bumi ke dalam api yang
tak terpadamkan. Maka itulah mengapa Yohanes dengan sekuat tenaga berseru supaya setiap orang
yang mendengarnya segera bertobat, dan memberikan diri untuk dibaptis sebagai lambang
pertobatan.

Nah akan tetapi berdasarkan cerita dari para murid yang setia mengunjunginya di penjara, Yohanes
merasa bahwa Yesus kok tidak pernah menampilkan dirinya sebagai hakim yang tanpa ampun
menghukum orang berdosa. Malah justru Yohanes mendengar berita sebaliknya, bahwa Yesus
bergaul akrab dengan para pendosa, katakanlah misal dengan para pemungut cukai.

Jadi apa yang membuat Yohanes menjadi bimbang adalah karena ekspektasi dan pandangannya
tentang sosok Mesias tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu melalui para
murid yang menjenguknya, Yohanes menitipkan pertanyaan penegasan itu. Yohanes tentu berharap
bahwa Yesus dapat meneguhkan keraguannya.

Nah sekarang mari kita lihat bagaimana respon Yesus dalam menanggapi keraguan Yohanes.
Saudara, Yesus tidak langsung memberikan jawaban “ya” atau “tidak”. Tetapi Yesus menyatakan apa
yang dilakukanNya selama ini. Mari kita lihat kembali ayat 4-5, “Pergi dan katakanlah kepada
Yohanes apa yang kamu dengar dan apa yang kamu lihat : orang buta melihat, orang lumpuh
berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada
orang miskin diberitakan kabar baik”.

Saudara, jawaban Yesus ini sebetulnya ingin memperlihatkan pada Yohanes bahwa apa yang
dilakukanNya merupakan penggenapan dari nubuat nabi Yesaya sebagaimana yang juga tersirat
dalam Bacaan Pertama kita, yaitu Yesaya 35:1-10. Jadi dalam Bacaan Pertama tadi, Yesaya
menubuatkan tentang bagaimana karya keselamatan diberikan bagi umat Tuhan melalui hadirnya
Sang Mesias.

Ketika Sang Mesias hadir, maka Ia membawa pembaruan dan sukacita bagi dunia. Hal itu tertulis
dengan jelas di ayat 5-6, “pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga
orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa dan
mulut orang bisu akan bersorak-sorai”.

Nah kalau kita perhatikan nubuatan nabi Yesaya ini, maka bukankah kita menemukan kesamaan
dengan karya Yesus sebagaimana yang dinyatakanNya dalam Bacaan Injil? Kita coba lihat
perbandingannya yah (tunjukkan perbandingannya). Sehingga dengan kata lain Yesus ingin
membuka pandangan Yohanes bahwa meskipun karya kemesiasanNya tidak seperti yang
diharapkan olehnya, tetapi apa yang Ia lakukan sesuai dengan nubuatan para nabi.

Karya Yesus yang telah dialami oleh bangsa Yahudi merupakan bukti kuat bahwa Yesus memang
Mesias yang selama ini dinantikan kedatangannya. Sang Mesias bukanlah sosok pahlawan yang
perkasa, ditakuti dan tanpa ampun menghukum para pendosa, tetapi Ia adalah sosok yang
berbelarasa terhadap segala pergumulan yang ditanggung manusia. Ia Allah yang tak berpangku
tangan terhadap segala pergumulan umatNya dan berkenan membawa pemulihan untuk satu
kehidupan yang lebih baik.
Nah apa yang dapat kita pelajari dari firman Tuhan pada hari ini? Saudara, kita semua pasti memiliki
harapan, angan-angan, keinginan, dan rencana akan hidup kita masing-masing. Apalagi sudah mau
masuk penghujung tahun ini biasanya masa-masa bagi kita untuk membuat resolusi terkait apa yang
ingin kita capai di tahun depan.

Yang belum dapat jodoh pada umumnya berharap segera mendapatkan pasangan hidup. Yang sudah
punya pacar berharap segera dilamar sama pacarnya. Yang sudah menikah berharap diberi
momongan. Seperti saya ini baru 2 bulan menikah orang sudah banyak tanya bapak/ibu, Pdt. Cathy
sudah isikah? Kapan punya momongankah? Haha. Yang sakit berharap mendapatkan kesembuhan,
dan lain sebagainya.

Nah ketika apa yang kita harapkan terjadi, bagaimana respon kita? Kita pasti dengan mudah dapat
mengatakan bahwa Tuhan itu baik, Tuhan selalu bekerja dalam kehidupan saya, janjiNya ya dan
amin, dan lain sebagainya. Tapi jika yang terjadi adalah sebaliknya, katakanlah penyakit kita semakin
bertambah parah, usaha kita mengalami kemunduran atau bahkan bangkrut, cinta kita ditolak, gagal
menikah, upaya memiliki anak juga belum berhasil, maka apa respon kita?

Pada umumnya kita akan menjadi kecewa dan sangat mungkin kita meragu, bahwa apakah
sebetulnya Tuhan menolong saya? Apakah Tuhan mendengar doa saya? Nah saudara, ragu dan
kecewa itu adalah hal yang sangat mungkin terjadi dalam hidup kita. Keraguan bahkan dapat
menjadi awal yang baik untuk memaknai kehidupan dengan lebih dalam dan menemukan
pemikiran-pemikiran yang lebih luas.

Tapi kalau kita memilih untuk dikendalikan oleh rasa ragu yang membawa kita pada pemikiran-
pemikiran buruk yang mengingkari sifat-sifat Tuhan, seperti misalnya bahwa Tuhan itu tidak adil,
Tuhan tidak peduli, Tuhan jahat, maka itu berarti tanpa sadar kita sedang membatasi karya Tuhan
pada kehendak dan keinginan kita, bahkan mendasari iman kita pada peristiwa yang terjadi di
hidup kita.

Oleh karena itu melalui tema hari ini kita justru diingatkan bahwa Allah itu selalu hadir dan berkarya
dalam kehidupan kita meskipun apa yang dilakukanNya tak selalu seperti yang kita bayangkan dan
harapkan. Dan tugas kita sebagai anak-anak Allah bukannya meminta Allah untuk mengikuti
kehendak kita. Tetapi sebaliknya, bagaimana kita yang berupaya menyelaraskan diri dengan
rancangan dan kehendak Allah. Bagaimana kita mau terbuka terhadap karya Allah yang berbeda
dari ekspektasi dan harapan kita.

Kita tahu saudara bahwa Yohanes Pembaptis menjadi ragu akan Kemesiasan Yesus karena
ekspektasinya tentang Mesias berbeda dengan apa yang ditampilkan Yesus dalam kehidupanNya.
Namun satu hal yang patut kita teladani dari sosok Yohanes adalah bahwa Yohanes tidak
membiarkan keraguan itu menguasai dan mengendalikan dirinya.

Yohanes tidak langsung membuat kesimpulan bahwa oh berarti Yesus bukan Mesias yang saya
nantikan. Tetapi Yohanes justru membawa segala keraguannya, ia membawa segala kelemahannya
yang belum mampu memahami rancangan Allah kepada Kristus Sang Firman. Dan ini sebuah hal
yang baik. Ini menunjukkan kerendahhatian seorang Yohanes Pembaptis untuk mau mengenali
maksud dan kehendak Tuhan.

Lalu bagaimana dengan kita? Saudara, hari ini mungkin kita masih belum memahami kemana Tuhan
akan membawa kita. Hari ini kita mungkin masih menerka-nerka tentang apa rancanganNya
sesungguhnya dan sampai berapa lama lagi kita akan melihat pelangi sehabis hujan. Kita memang
perlu menyadari bahwa sebagai manusia, pemikiran kita begitu terbatas untuk menyelami
rancangan Tuhan.

Oleh karena itu dalam segala ketidaktahuan, dalam segala kebingungan dan barangkali keraguan
untuk melangkah, datanglah kepada Tuhan sebagaimana yang dilakukan Yohanes. Bertanyalah
dengan penuh kerendahan hati pada Tuhan, “Tuhan, apa yang Tuhan ingin ajarkan padaku dari
peristiwa ini?”. Mintalah hikmat dan tuntunan Tuhan agar kita dapat memahami rancanganNya,
dan belajarlah untuk terus mengenal lebih dalam pribadiNya sehingga kita dapat semakin percaya
bahwa rancanganNya yang terindah bagi setiap kita.

Ingatlah apa yang dikatakan Yesus kepada Yohanes dalam Matius 11:6, “berbahagialah orang yang
tidak menjadi kecewa dan menolak Aku”. Orang-orang yang berbahagia adalah mereka yang mau
belajar untuk menyelaraskan hidupnya pada rancangan dan kehendak Allah yang senantiasa
mendatangkan damai sejahtera.

Tetapi kalau yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa kita yang memaksa Tuhan untuk mengikuti
kehendak dan keinginan kita, maka pastilah kekecewaan akan menghampiri kita cepat atau lambat.
Dan kita juga perlu dengan serius merefleksikan bahwa apa sebetulnya motivasi kita menjadi orang
Kristen. Untuk menjadi serupa dengan Kristus, atau untuk mendapatkan berkat-berkat semata?
Untuk mengikut dan melayani Kristus, atau dilayani oleh Kristus?

Nah saudara, untuk menutup khotbah pada pagi/sore ini, izinkanlah saya membacakan kutipan puisi
indah yang saya dapatkan dari laman Ignite GKI. Puisi ini dituliskan oleh seorang pemudi bernama
Nadya Brigita dan biarlah puisi ini dapat membawa kita pada perenungan yang lebih dalam untuk
terus belajar mempercayai dan mengenal Tuhan seutuhnya.

Sudahkah Percaya?

Sudahkah kita percaya kepada Tuhan?

Sulit dijawab meski sering diutarakan

Terkadang muncul keraguan

Walau mulut ini mengiyakan

“Sudah”, kala langit tersenyum cerah

“Belum”, kala badai datang mengadu

“Sudah”, ketika hati sedang merekah

“Belum”, ketika tawa menjadi sendu

Cobalah renungkan, burung di udara Ia pelihara

Bahkan bunga bakung Ia beri pakaian

Ia Tuhan yang ada senantiasa

Lalu, bagaimana dapat mencari tahu isi hati Sang Maha Tahu?

“Sudah”, Ia yang telah menyertai selama ini

“Belum”, karena sadar bukanlah siapa-siapa

“Sudah”, Ia yang merencanakan setiap hal terjadi


“Belum”, karena diri masih penuh dosa

Cobalah refleksikan, kita bisa bertahan sejauh ini

Karena Ia yang memberi kekuatan, Ia Tuhan yang menepati janji

Maka, andalkan kekuatan dan hikmatNya, kita pun akan mengenalNya seutuhnya

Izinkan Ia menyelidiki hati kita, biarkan hati kita dan hatiNya bertemu.

Kiranya Tuhan memberkati kita. Amin.

Anda mungkin juga menyukai