11 years ago
1 Comment
From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Filipi 4:8
========================
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang
adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang
disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Seorang teolog pernah mengatakan bahwa “change always starts first in your mind,
the way you think determines the way you feel, and the way you feel influences the
way you act.” (perubahan selalu diawali dari dalam pikiran kita, cara kita berpikir
menentukan cara kita merasa, dan cara kita merasa mempengaruhi cara kita
bertindak-tanduk/berprilaku.)
Akan tetapi “serangan” yang menimpa dirinya membuat ia “down” dan kecewa
dengan Gereja dan para pemimpin Gereja dengan segala politik kotornya. Ia mulai
berubah jadi lebih sensitif (dahulu memang sudah peka, akan tetapi sekarang jadi
“terlalu” peka). Ketika ia berbicara dengan orang lain, maka ia bisa dengan
mudahnya tersinggung dan meledak marah-marah. Lalu setelah meledak marah-
marah, ia menyesal kepada orang yang dengannya ia sudah menunjukkan sikap
yang kurang baik. Akan tetapi partner dia tidak pernah menyerah untuk terus
mengingatkan dia bahwa dirinya adalah “korban” daripada kelicikan dan
kemunafikan Gereja.
Ketika saya merenungkan apa yang terjadi dengan dirinya dan Gereja tempat ia
melayani, tiba-tiba saya teringat kisah yang terjadi di dalam Gereja di Filipi. Pada
waktu rasul Paulus menulis suratnya kepada jemaatnya di Filipi, ia sedang berada
di dalam penjara di Roma. Hati Paulus begitu bersukacita melihat keadaan rohani
jemaatnya di Filipi, akan tetapi pada penutup akhir suratnya (LAI memberi judul:
“Nasihat-nasihat terakhir” [Filipi 4:2-9]), Paulus teringat akan kasus Euodia dan
Sintikhe yang terdengar hingga keluar kota Filipi. Kita tidak tahu secara persis apa
yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua, akan tetapi sepertinya
perselisihan mereka bisa berbahaya bagi keutuhan jemaat di Filipi. Itu sebab rasul
Paulus dengan sangat meminta bantuan Sunsugos “temannya yang setia” untuk
jadi perpanjangan tangan rasul Paulus menyelesaikan perselisihan di antara Euodia
dan Sintikhe.
Hal yang menarik dari “surat penjara” ini adalah si penulis surat itu sendiri! Rasul
Paulus! Bagaimana mungkin kok Paulus bisa begitu peduli dengan keadaan
jemaatnya sedangkan dirinya sendiri sedang berada di dalam penjara?! Ternyata
salah satu “ingredients” (resep) mengapa Paulus bisa menuliskan surat sukacitanya
ini dari balik penjara adalah karena Paulus tidak menekan focus hidupnya pada
dirinya sendiri yang terpenjara! Paulus menolak untuk mengasihani dirinya sendiri!
Paulus memilih untuk mengasihani dan mempedulikan dan menguatkan
jemaatnya di Filipi! Itu sebab surat ini sarat dengan pesan: BERSUKACITALAH! Di
dalam Filipi 4:4 rasul Paulus mengatakan: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!
Sekali lagi (berarti Paulus ingin menekankan hal ini) kukatakan: Bersukacitalah!”
Marilah kita sama-sama belajar bukan saja dari ISI surat Paulus ini, tetapi juga dari
ISI hati Paulus. Ia terpenjara secara fisik, tetapi jiwanya terbebas dan dilingkupi
sukacita. Bahkan sukacita itu begitu bergeloranya di hati Paulus sehingga ia tidak
tahan untuk tidak membagikannya kepada jemaatnya yang ia kasihi! Sungguh,
“perubahan selalu diawali dari dalam pikiran kita, cara kita berpikir menentukan
cara kita merasa, dan cara kita merasa mempengaruhi cara kita bertindak-
tanduk/berprilaku.”
MEMELIHARA PIKIRAN
Aktivitas apa yang paling sering kita lakukan? Pernahkah kita menyadari
bahwa kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk berpikir? Dari
berpikir, lahir tindakan nyata sebagai buah dari pikiran. Sebagai contoh,
jika kita banyak memikirkan seseorang yang kita kasihi, maka kita
berusaha untuk menyenangkannya melalui ucapan dan tindakan kita.
Sebaliknya, kebencian yang tersembunyi dalam pikiran akan melahirkan
sikap dan perkataan yang kurang menyenangkan.
Hari ini kita diingatkan untuk memegang kendali atas pikiran kita. Kendali
tersebut adalah firman Tuhan. Mengarahkan pikiran kita sesuai
kebenaran Tuhan akan membimbing cara pikir kita. Terlebih sebagai
warga sorgawi yang ditempatkan di dunia ini untuk sementara waktu, kita
diharapkan memikirkan hal-hal sorgawi (Kol. 3:1-10). Marilah kita
memohon Roh Kudus agar senantiasa memperbaharui dan menuntun
pikiran kita. --YHC/www.renunganharian.net
PIKIRAN YANG DIPIMPIN OLEH KEBENARAN TUHAN AKAN MEMBAWA
HIDUP KE DALAM DAMAI SEJAHTERA.
Manusia pasti ingin menikmati hidup sukacita. Jika tidak, berarti anda sudah gila ! Sukacita adalah
dimana manusia merasakan suatu keindahan yang luar biasa. Pada saat ini manusia wajib menikmati
hidup sukacita. Beberapa pendapat mengatakan bahwa berbagai jenis penyakit sekarang ini
disebabkan kurangnya (tidak) bersukacita. Manusia stress dan jatuh dalam berbagai jenis penyakit.
Itu sebabnya, ketika ada orang yang sakit kita hibur/kuatkan orang itu dengan perkataan : ‘jangan
banyak berpikir ….. ngak usah dipikirkan semuanya’. Kita sesungguhnya berkata : Bersukacitalah !
Tema kita minggu ini : BERSUKACITALAH DALAM TUHAN. Bagaimana agar kita bersukacita memang
tidaklah mudah. Ada berbagai faktor membuat yang menghambat kita bersukacita ; bisa karena
gangguan dari luar lain tetapi dapat juga oleh diri sendiri.
Dalam nas ini (ay.2-3) terjadi gangguan yang menyebabkan hilangnya sukacita. Euodia dan Sintikhe
adalah rekan Paulus dalam mewartakan Injil Kristus. Mereka memang mewartakan Injil dengan penuh
sukacita. Pertumbuhan Injil saat itu sangat pesat, banyak orang menjadi pengikut Tuhan, persekutuan
Kristen bertumbuh.
Siapa yang membuat pertumbuhan itu ? Di sinilah timbul masalah. Euodia dan Sintikhe masing-
masing mengklaim bahwa pertumbuhan itu karena ‘kehebatan’ mereka. Euodia memposisikan
dirinyalah yang banyak berjuang. Demikian juga Sintikhe menempatkan dirinya sebagai yang sangat
berjasa. Ini adalah kesombongan. Hubungan mereka menjadi retak. Sukacita mereka menjadi kurang.
Hal ini tentu saja menghambat percepatan pemberitaan Injil. Karena itu, Paulus menasehati mereka
supaya sehati sepikir. Tapi memang orang sombong susah dinasehati. Paulus juga meminta kepada
Sunsugos, yang juga pemberita Injil untuk menengahi masalah Eoudia dan Sintikhe, agar mereka
berdamai. Apalagi nama mereka sudah tercantum dalam buku kehidupan.
Kasus ini tentu saja mengurangi sukacita di antara mereka dan pelayanan pemberitaan Injil.
Kesombongan memang penghambat untuk menikmati hidup sukacita, dan menjadi kendala dalam
pelayanan.
Paulus mengulangi perkataan ‘bersukacita’, karena itu menjadi sangat penting dalam kehidupan
Kristen. Manusia berada di dunia ini hanya sementara waktu, orang Kristen sedang
menantikan parousia. Dalam penantian ini, orang Kristen haruslah hidup dengan sukacita. Itu
sebabnya, Paulus berulang menekankan kata ‘sukacita’ (4:4) : ‘Bersukacitalah senantiasa dalam
Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!’.
Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Paulus tidak ingin orang Kristen menjadi sombong
apabila melakukan kebaikan. Tetapi Paulus ingin agar perbuatan baik itu menjadi kesaksian bagi
banyak orang. Paulus mengatakan (2 Korintus 3:3) : ‘kamu adalah surat Kristus’. Pun kebaikan itu
adalah tanda sukacita. Sukacita dapat makin kita rasakan apabila kita mendapat ‘label’ sebagai orang
baik.
Ada peringatan saat berdoa : ‘jangan engkau berdoa jika hatimu penuh rasa kuatir’. Seorang teolog
berkata ‘Kekuatiran lebih berlawanan dengan doa ketimbang ‘api dengan air’. Artinya, orang yang
berdoa tapi penuh rasa kuatir maka ia sendiri tidak meyakini doanya. Oleh sebab itu, sebelum berdoa
timbulkan dulu pengharapan dalam dirimu, bahwa Tuhan dapat memberi jawab atas doa
permohonanmu.
Doa orang percaya bukanlah emosi dan atau teriak-teriak melainkan percakapan indah bersama
Tuhan. Percakapan yang akrab untuk menyampaikan rasa syukur dan permohonan yang kita yakini.
Dengan demikian, saat berdoa pun kita sudah merasakan damai dan pengasihan Tuhan. Berdoalah
dengan penuh sukacita.
mulia ; Tuhan mencipkatan saya dan orang lain sebagai makhluk mulia. Jadi jangan menghina orang
lain !
Adil ; berpikir dan bertindaklah secara adil… jangan korupsi kau pikiri !
suci ; Tuhan telah menyucikanku, karena itu aku takkan menodai diriku sendiri
sedap didengar ; aturlah pikiran sehingga perkataan kita sedap kedengaran. Jangan sampai menyakiti
orang. Misal : orang pakai kalung emas tapi kita katakan : ‘kau kok pake sangge-sangge ! Mauplah
orang seperti itu.... tak basukocito dio.
kebajikan ; berpikirlah untuk berbuat kebaikan kepada orang lain, jangan yang jahat
patut dipuji ; kalau memang perbuatan orang itu bagus/baik, yah… berikan saja pujian.
Melalui nas ini, ada empat hal yang dapat membuat kita bersukacita : jangan sombong, lakukan
kebaikan, berdoa dengan benar, dan berpikir positif. Dengan demikian, pastikan Tuhan memberkati
engkau dan menikmati sukacita yang meluap-luap. AMIN
2.Tetap memuji Tuhan dan menyembah Tuhan di tengah-tengah masalah (Yesaya 61:3c)
Nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, jadi cara kita kita menganti perkabungan dengan
sukacita adalah dengan memuji Tuhan.
Saya percaya disaat kita memuji dan menyembah Tuhan dengan sungguh-sungguh maka Allah akan
bertahta diatas pujian kita dan Dia akan datang melawat kita dan membebaskan kita Contoh Paulus dan
Silas saat di penjara (Kis. 16:25-26).
Mungking saat ini ada di antara saudara merasakan seperti dalam penjara misalnya di penjara dengan
sakit-penyakit, dipenjara dengan kegagalan, dipenjara dengan kesulitan-kesulitan ekonomi atau saudara
sedang mengalami keadaan yang paling buruk tetaplah memuji dan menyembah Tuhan maka Allah akan
datang menolong dan memberikan kebebasan sehingga hidup saudara dipenuhi dengan sukacita dari
Sorga.
Pujian dan sorak-sorai dapat meruntuhkan tembok Yerikho, apapun yang menjadi tembok atau
penghalang bagi kita untuk maju Allah sanggup meruntuhkannya.
Pujian membawa mujizat terjadi dan hati kita terhibur, tetaplah memuji Tuhan apapun yang terjadi di
dalam kehidupan ini.
“S E N Y U M”
Sekali senyum curiga hilang
Duakali senyum jadi sahabat
Tigakali senyum hati penuh damai
Empatkali senyum beban jadi ringan
Limakali senyum rejeki datang
Enamkali senyum gigi jadi kering
"TERTAWA"
Sekali tertawa pusing kepala hilang
Dua kali tertawa bencipun sirna
Tigakali tertawa persoalan lari
Empatkali tertawa penyakit sembuh
Limakali tertawa jadi awet muda
Enamkali tertawa hati penuh sukacita
Tetapi awas, jangan senyum-senyum dan tertawa sendirian, nanti dikira orang gila.
BERSUKACITALAH DI SEGALA KEADAAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2018
Baca: Filipi 4:4-9
Orang biasanya bersukacita ketika sedang berada dalam situasi yang baik dan
menyenangkan. Tapi begitu keadaan berubah, berada dalam masalah, kesulitan, atau
situasi yang gawat dan tak mengenakkan, rasa sukacita itu pun raib seketika. Yang
ada tinggal rasa sedih, muram, kecewa, marah dan frustasi.
Rasul Paulus menulis kitab ini ketika sedang dalam keadaan tidak baik, berada di
dalam penjara. Ia mengalami perlakuan yang tidak adil karena dijebloskan ke penjara
tanpa berbuat kejahatan. Sesungguhnya ia punya alasan kecewa, sedih, jengkel,
protes atau marah, tetapi hal itu tidak dilakukannya, karena ia tahu ini adalah
konsekuensi yang harus diterima sebagai pemberita Injil. Penderitaan tak
menghalanginya untuk terus melayani Tuhan, "Karena bagiku hidup adalah Kristus
dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Rasul Paulus mengajarkan umat Tuhan
untuk tetap bersukacita sekalipun dalam penderitaan dan berjerih lelah dalam
melayani. Mengapa demikian? Mengapa demikian? Menurut penelitian, jika orang
gampang marah, cemas, takut, tertekan, maka otaknya segera
mengeluarkan noradrenalin, yaitu hormon yang sangat beracun, yang dapat
membuatnya mudah sakit dan cepat tua. Sebaliknya, jika seseorang menghadapi
segala sesuatu dengan sikap positif, otaknya akan mengeluarkan
hormon betaendorfin, yang memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap
muda, melawan penuaan, menurunkan agresivitas dalam hubungannya dengan
sesama, meningkatkan semangat, daya tahan dan kreativitas diri. Jadi Tuhan tahu
persis bagian mana dari diri manusia yang harus dikembangkan, itulah sebabnya Dia
memerintahkan kita untuk selalu bersukacita di segala keadaan.
Kita bersukacita karena kita punya dasar yang kuat yaitu janji firman Tuhan,
sebab "TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang
mencari Dia." (Ratapan 3:25). Jangan fokus pada besarnya masalah atau situasi yang
ada di sekeliling kita, melainkan arahkan mata kita kepada Tuhan, yang berjanji
takkan membiarkan dan meninggalkan kita. (Ibrani 13:5b).
Jaminan Tuhan inilah yang memampukan kita untuk tetap bersukacita di segala
keadaan!