Anda di halaman 1dari 7

MENGAPA BERMEDITASI?

Webinar Komunitas Meditasi keuskupan Agung Jakarta


Kamis, 06 Oktober 2022

“Mengapa Bermeditasi? Mengapa saya perlu melakukan meditasi?” Ini


adalah salah satu pertanyaan yang kerapkali muncul tatkala orang diajak
untuk bermeditasi atau ketika orang telah mulai melangkah dalam
perjalanan meditasi.

Ketika kepada John Main diajukkan pertanyaan ini, ia mengatakan bahwa


sangatlah sukar untuk menjawab secara tepat apa yang membuat seseorang
itu bermeditasi; yang membuat kita perlu bermeditasi. Bertahun-tahun
pertanyaan ini mengerubuti pikirannya. Dan baru kemudian ia
menambahkan: “Ada macam-macam alasan mengapa orang mulai
bermeditasi. Namun, meskipun ada macam-macam alasannya, pada intinya
mengapa orang bermeditasi adalah “undangan untuk melakukan
perjalanan ke dalam hatinya sendiri dimana orang menemukan hanya
Tuhan; orang menemukan hanya Cinta! Dan ini adalah alasan utama yang
semestinya menjadi pendorong bagi kita untuk bermeditasi. (bdk Paul T
Harris, Frequently Asked Questions about Christian Meditation – The
Path of Contemplative Prayer , Novalis Publisher, Canada, tahun 2001, hal
80).

Paul T Harris, direktur Internasional Komunitas Meditasi (sebelum


Laurence Freeman OSB), dalam bukunya The Heart of Silence –
Contemplative Prayer by Those Who Practice it), memaparkan 60
meditator di seluruh dunia yang mengisahkan mengapa mereka perlu
bermeditasi. Pada kesempatan ini kita mencoba melihat beberapa alasan
yang dikemukakan:

Pertama, Perkembangan wajar dari rahmat Baptisan.


Kita perlu bermeditasi, karena kita semua memang diundang untuk jalan
doa ini. Oleh rahmat baptisan, kita semua terkena undangan untuk
memasuki relasi dengan Tuhan melalui jalan ini. Dan doa kontemplatif
adalah perkembangan wajar dari rahmat baptisan yang kita terima itu.

Kita teringat kata-kata Yesus dalam Injil,: “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Aku_lah yang memilih kamu” ( Yoh 15:16). Yesus-lah yang memilih,
Yesuslah yang mengundang. Dan kita semua diundang. Karena itulah kita
tergerak atau terpanggil secara alami untuk memasuki doa kontemplatif ini.
Dan Ketika kita memasukinya, ketika kita memulai bermeditasi, kita baru
menemukan “mengapa kita perlu bermeditasi”. Pada saat itulah alasan kita
bermeditasi menjadi lebih jelas bagi kita.

Dengan demikian, tidaklah perlu kita mengetahui alasan yang tepat


mengapa kita bermeditasi sebelum kita mulai bermeditasi. Mulailah, dan
setelah itu, dari pengalaman kita sendiri, kita lalu tahu alasan yang
sesungguhnya.

Kedua, Psychological and physical benefits of Meditation


Meskipun John Main sendiri tetap melihat Meditasi sebagai Jalan Rohani
dengan buah-buah rohani sebagai buah utama dari perjalanan meditasi,
namun para meditator mengalami juga efek samping dari jalan rohani ini
yaitu apa yang disebut dengan keuntungan psikologis dan fisik dari praktek
rohani ini. Dan ini kemudian menjadi salah satu alasan mengapa mereka
bermeditasi.

Ketiga, The Simplicity of Meditation


Hal yang mengejutkan bagi pendatang baru dalam Meditasi adalah
kesederhanaannya. Dan John Main amat menekankan kesederhanaan ini.
Kita hanya diminta untuk menenangkan diri dan lalu mengucapkan sebuah
kata doa atau mantra. Dan mantra yang dianjurkan adalah mantra
maranatha. Kita ucapkan mantra kita dari awal hingga akhir. Hanya itu.
Dan itulah yang membuat meditasi ini menjadi amat menarik.
Keempat, “Marilah Kita Pergi ke Tempat Sunyi”

Alasan lain mengapa begitu banyak orang Kristiani mempraktekkan


Meditasi adalah kenyataan bahwa kita hidup dalam dunia yang gaduh dan
sibuk berlebihan.

Bahkan kita juga tahu bahwa Yesus dan para murid-Nya juga terjebak
dalam kegaduhan dan kesibukan yang serupa. Dalam Injil Lukas bab 6 kita
teringat Yesus dan para rasul-Nya berkumpul dan para rasul
menyampaikan kepada Yesus apa yang telah mereka lakukan dan mereka
ajarkan.
Kemudian, karena begitu banyak orang yang datang dan pergi, diceritakan
untuk makan saja mereka tidak sempat. Melihat situasi demikian, Yesus
berkata kepada para rasul-Nya itu: “Marilah, kita pergi ke tempat yang
sunyi..”. Dan dalam Injil kita juga menemukan beberapa kisah yang
menceritakan Yesus pergi ke tempat sunyi dan berdoa.

Kelima, Banyak Soal Timbul dari Tiadanya Pengalaman “Being Alone”.


Banyak orang membutuhkan meditasi karena sadar bahwa banyak soal
dalam hidup ini timbul dari keengganan kita memberikan waktu untuk
berada sendirian. Hal ini sebetulnya sudah dikatakan oleh seorang filsuf
Perancis pada abad 17 lalu, Blaise Paschal: “Saya tahu mengapa manusia
zaman ini mengalami banyak problem dalam hidupnya yaitu karena
mereka tidak memberikan watu mereka untuk berada sendirian”.

Keenam, Healing Proccess dan “Alone With God”


Dalam Injil Markus, kita menemukan kisah Yesus menyembuhkan orang
yang tuli dan gagap. Setelah Yesus memisahkan orang itu dari orang
banyak, sehingga mereka sendirian, Yesus menyembuhkan orang tuli dan
gagap itu. Alone with God yang dialami dalam meditasi menjadi momen
penyembuhan. Maka meditasi pada titik tertentu memberikan efek
penyembuhan. Apalagi bila kita melihat meditasi sebagai sebuah perjalanan
batin menuju pusat diri kita, kita akan teringat kata-kata St Yohanes dari
Salib bahwa di dalam pusat itu, terjadilah penyembuhan ilahi (bdk Nyala
Cinta Yang Hidup). Kenyataan inilah yang kemudian menjadi salah satu
alasan mengapa orang perlu melakukan meditasi.

Ketujuh, Solitudo dan Planning Kehidupan

Yesus berkata, “kalau seorang dari kalian mau membangun sebuah Menara,
tentu ia akan duduk terlebih dahulu untuk membuatkan anggarannya…”
(Luk 14:28). Tentu tidak duduk dalam keramaian untuk merancang dan
membuat planning. Kita akan duduk dalam keheningan, dalam pengalaman
solitudo. Dalam kesendirian itu, sebuah rencana diabngun dengan matang.
Dan hal ini menjadi proses diskreasi: memilah dan memilih!

Meditasi adalah saat untuk duduk sendirian. Dalam kesendirian yang


diwarnai oleh kehadiran ilahi ini, kita terbuka terhadap Allah dan tentu
terhadap segala rencananya. Itulah sebabnya mengapa pengalaman ini
menjadi alasan mengapa orang membutuhkan meditasi dalam
kehidupannya.

Kedelapan, Solitudo dan Kreativitas


Pengalaman solitudo memberikan juga ruang yang memungkinkan
kreativitas tercipta. Banyak karya besar dan pelayanan besar lahir dari
pengalaman ini. St Yohanes dari Salib melahirkan karya monumental
MADAH ROHANI dalam kesendiriannya dalam penjara biara. Bagi kita,
kesendirian yang kita alami dalam meditasi mengarahkan kita kepada
kreativitas dalam kehidupan kita: apa yang terbaik yang mesti kita lakukan
saat ini

Kesembilan, Pentingnya “Q U I E T T I M E” – ”SEJENA HENING”


Seorang praktisi meditasi dan penulis buku-buku psikologi popular,
Sherley Lancaster. Ia menulis dalam sebuah journal meditasi internasional,
Meditatio Journal, sebuah artikel yang inspiratif: Meditation: don't leave
home without it - Jangan meninggalkan rumah sebelum bermeditasi. Bagi
Sherley, “quiet time” untuk sejenak hening – meditasi – amatlah penting.
“Quiet time” – meditasi – bukan hanya sekadar untuk meredam amarah dan
penurun kolesterol. Tetapi itu adalah jalan rohani (spiritual path) kepada
kegembiraan hidup dan kesehatan jiwa. Karena itu ia berpesan agar kita
jangan sampai meninggalkan rumah kita pada awal hari sebelum kita
mengambil waktu untuk menikmati “quiet time” – meditasi.

**********
John Dear, seorang imam Yesuit Amerika, seorang aktivis sosial, pernah
memberikan sebuah sharing pengalaman berkenaan dengan kekuatan dan
inspirasi gerakan sosial yang dijalaninya selama ini. “Rasa damai dalam
hidup kita sepanjang hari itu, ditentukan oleh “quiet time” – “sejenak
hening” pada pagi hari. Karena itu, sepanjang usia hidupku, saya selalu
berusaha untuk mengambil waktu untuk diam-hening dalam
kesendirianku…Sebuah waktu hening untuk berdoa pada awal hari, itulah
kekuatan perjuanganku”… (John Dear, Living Peace).

**********
Joseph Kardinal Bernadin adalah Uskup Agung Chichago, yang meninggal
tahun 1996 karena penyakit Kanker Prostat. Ia juga pernah menjabat sebagai
Ketua Konferensi para Uskup Katolik Amerika Serikat (1974-1977). Buku
kesaksiannya yang terkenal dan menjadi bestseller pada tahun 1996-1997 di
Amerika Serikat adalah “The Gift Of Peace” yang ia selesaikan 13 hari
sebelum ia meninggal. Pada suatu saat, di tahun 1976, ia pernah
memberikan sebuah kesaksian mengenai Doa Kontemplatif. Saya
mengutipkan kesaksiannya yang termuat dalam buku Pater Basil
Pennington OCSO:

“Suatu saat saya mulai menyadari dan memahami bahwa hidup saya
dan kegiatan serta pelayanan saya tidak terfokus, tidak terarah. Ini
menciptakan suatu kegelisahan tertentu dalam hati dan hidup saya.
Saya lalu menyadari bahwa saya harus melakukan beberapa
perubahan dalam hidup saya, dan inti dari perubahan ini adalah
perubahan dalam kehidupan doa pribadi saya. Kalau kita menyebut
doa, kita membayangkan “mengucapkan doa-doa”, mendaraskan
rumusan doa tertentu. Namun saya memaksudkan sesuatu yang
sungguh berbeda. Ketika kita berbicara tentang pembaharuan hidup
doa dalam kehidupan kita, kita sedang berbicara tentang bagaimana
menghubungkan kembali (reconnecting) diri kita dengan sumber
keberadaan kita sendiri yaitu Allah. Hal ini mempunyai implikasi
pada disiplin yang harus kita miliki dalam menggunakan waktu kita,
disiplin dalam doa kontemplatif, dan dalam perkembangan suatu
kehidupan yang lebih kontemplatif. Ketika ini terjadi, kita mulai
mengalami penyembuhan, keutuhan, integrasi dan kedamaian
(peacefulness). Kita mulai mendengarkan dengan lebih jelas gema Sang
Sabda dalam kehidupan kita, di dalam hati kita. Dan ketika Sang
Sabda berakar di dalam kedalaman diri kita, IA mulai bertumbuh dan
mengubah kehidupan kita. Dan ini mempengaruhi hubungan kita
dengan orang lain dan dengan Allah. Dari Sang Sabda yang telah
berakar dalam kedalaman diri kita ini mengalirlah energi-energi kita,
pelayanan kita dan ekspresi cinta kita. Dari pusat ini kita dapat
memaklumkan Tuhan Yesus dan Injil Suci-Nya tidak hanya dengan
iman dan kesaksian kita tetapi juga dengan cinta dan belaskasihan kita
yang semakin lebih besar!” (Basil Pannington OCSO, Centering
Living, hal 13).

Kesepuluh, Penutup

Saya ingin menutup percakapan kita ini dengan mengutip pandangan Pater
Laurence Freeman berkenaan dengan pertanyaan yang sedang kita
renungkan: “Mengapa bermeditasi?” . Dalam bukunya LIGHT WITHIN ia
mengatakan bahwa kita hanya bermeditasi kalau kita berpikir bahwa kita
harus bermeditasi. Tanpa ada pikiran ini kita tidak akan bermeditasi. Lebih
lanjut ia menandaskan bahwa berdasarkan pengalamannya mengajar
Meditasi, pertanyaan tersebut tidak perlu didiskusikan Panjang-lebar
karena sesungguhnya setiap tahap perjalanan meditasi kita selalulah kita
menemukan alasan-alasan baru mengapa kita mesti bermeditasi.
Pengalaman kitalah yang akan memberikan jawaban yang tepat atas
pertanyaan tersebut.

Pertanyaan untuk Refleksi:


1. Ketika Anda mulai memutuskan untuk bermeditasi, apa yang
mendorong Anda bermeditasi? Sharingkan!
2. Sekarang, setelah Anda menekuni disiplni Mantra ini, apakah Anda
menemukan alasan baru untuk bermeditasi? Sharingkan!

Anda mungkin juga menyukai