MK : Pastoral
DISUSUN OLEH
PAK D - SEM. VI
Dose Pengampuh:
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan tuntunan-Nya
sehingga kami kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
adalah tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah Pastoral.
Sekiranya apa yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata – kata yang kurang berkenan. Terima kasih Tuhan Yesus memberkati.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………
A. Latar Belakang……………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa dewasa ini kebutuhan akan pedampingan
pastoral dan konseling semakin terasa. Krisis ekonomi, sosial, politik, yang
berakibat pada krisis bidang-bidang lain, termasuk kesehatan, pendidikan,
maupun moral, menjadikan krisis total Negara Indonesia menjadi pemicu
kebutuhan masyarakat akan pedampingan pastoral dan konseling.
Agar pastoral bagi anak-anak sekolah minggu berhasil dengan baik, maka
guru-guru sekolah minggu harus mengguiakan metode yang efektif. Desain
pastoral bagi anak-anak sekolah minggu yang akan dikemukakan dalam
makalah ini ada empat bentuk, yaitu pengajaran, perkunjungan, dan disiplin.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Pastoral ?
b. Bagaimanakah Sejarah Pastoral ?
c. Dasar Alkitabiah Pastoral
d. Bagaimana desain Pastoral bagi anak sekolah minggu ?
C. Tujuan Penulisan
a. Memahami apa pengertian Pastoral.
b. Memahami bagaimanakah Sejarah Pastoral.
c. Mengetahui dasar Alkitabiah Pastoral.
d. Memahami desain Pastoral bagi anak sekolah minggu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pastoral
I. Etimologi
Istilah Pastoral berasal dari kata “pastor” dalam Bahasa Latin atau dalam
Bahasa Yunani disebut “poimen”, yang artinya “gembala”. Seperti yang kita
ketahui dalam kehidupan kita sebagai seorang warga Gereja merupakan
tugas “pendeta” yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau “domba”-nya.
Istilah ini dihubungkan dengan Tuhan Yesus Kristus yang adalah “Pastor
Sejati” atau “Gembala Yang Baik” (Yoh. 10). Kita belajar dari teladan Tuhan
Yesus yang melayani tanpa pamrih, Ia bersedia memberikan pertolongan
terhadap para pengikut-Nya, bahkan rela mengorbankan nyawa-Nya. 1
B. Sejarah Pastoral
1
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), h. 10.
2
Widodo Gunawan, “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum dalam Teori dan Praktik”, Jurnal ABDIEL, vol. 2, no. 1,
April 2018, h. 94.
I. Sejarah Umum Pastoral
Integrasi yang lahir pada awal Abad XX tersebut terus bertumbuh dan
berkembang pada tahun 1920-an, 1930-an, 1940-an. Pertembuhan dan
perkembangannya mencapai titik puncak ketika gerakan konseling pastoral
mendirikan sebuah asosiasi profesi: American Association of Pastoral
Counselors (AAPC) pada tahun 1963. Setelah itu gerakan konseling pastoral
menyebar ke seluruh dunia dan masuk di Indonesia pada awal 1980-an. Di
Indonesia, gerakan ini mencapai puncaknya ketika para konselor pastoral di
Indonesia mendirikan Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) atau
Indonesia Association of Pastoral Counselors (IAPC) pada tanggal 30 Juni
2012. Peresmian berdirinya AKPI dilakukan di Kantor Graha Konseling
Salatiga, di Kota Salatiga, Jawa Tengah. 3
Tentu saja setiap orang percaya, merasa terpanggil untuk menolong sesama dan
itu adalah hal yang benar adanya. Orang percaya harus hidup sepenuhnya
bersandar kepada kebenaran Allah. Berikut ini dasar-dasar Alkitabiah yang menjadi
dasar pelayanan pastoral konseling.
4
Ibid. h, 12.
5
Marthen Nainupu, “Konseling Pastoral dalam Gereja: Res Sine Qua Non”, Jurnal JTA, vol. 11, no. 20, Maret 2009,
h. 79-83.
6
J.L.Ch. Abineno, Aku Percaya Kepada Allah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
Pada jaman para Nabi, Allah selalu digambarkan sebagai seorang
Gembala bagi umat-Nya (Yes. 40:11; Yeh. 34 dan Mzm. 23). Gambaran Allah
sebagai seorang Gembala bagi umat-Nya menunjuk kepada suatu hubungan
pemeliharaan yang dinamis oleh Allah. Hal ini pula merujuk kepada fungsi
penggembalaan yang dikemukakan oleh Howard Clinebell, yaitu:
penyembuhan, penopangan, pembimbingan, pendamaian dan pemeliharaan.
Allah yang adalah seorang Gembala bagi umat-Nya, Ia selalu menghantar
domba-domba-Nya di padang yang berumput hijau. Ia selalu memimpin ke air
tenang yang menyegarkan jiwa, serta menuntun ke jalan yang benar dan
mengaruniakan kebahagiaan yang kekal (Mzm. 23).7
Setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah sesame saudara,
tanpa peduli, apakah ada hubungan darah, keluarga, suku, umur, maupun
ras. Setiap orang percaya adalah saudara di dalam Tuhan Yesus. Oleh
karena itulah, orang percaya memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap
sesamanya. Dan tugas dan tanggung jawab ini diterima dari sang Gembala
Yang Baik. Setiap orang percaya senantiasa memikul tanggung jawab
pendampingan bagi saudaranya di dalam berbagai kesukaran hidup. Dengan
demikian saudaranya dapat melihat dirinya dalam lingkungan dan kepedulian
Allah yang terwujud di dalam kehidupan dan relasi melalui sesamanya orang
percaya. Pendampingan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap orang
percaya terhadap sesamanya untuk menolong, membimbing, menyokong
sebagaimana yang telah diperbuat oleh Tuhan Yesus.
1983), h. 39-41.
7
J.L.Ch. Abineno, Penggembalaan. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1967), h. 14.
dan bangsa, melainkan kasih yang keluar dan menjangkau setiap umat
manusia di dunia.
Dari hal ini sudah jelas bahwa kasih merupakan sebuah dasar pelayanan
pendampingan atau pastoral konseling bagi sesama. Allah adalah kasih, dan
kasih menjadi sentral atau pusat dari tindakan pendampingan Allah terhadap
manusia. Tuhan Yesus memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
seluruh umat manusia (Mrk. 10:45). Hal ini dilakukan-Nya oleh karena kasih-
Nya, sehingga dengan demikian manusia ditarik untuk mengalami
perjumpaan yang baru dengan Allah maupun dengan sesamanya.
I. Pengajaran
8
Blattner, Doris. Bagaimana Mengajar Anak lndria, Pratama, dan Madya. Bandung: Lembaga Literatur Baptis,
Cetakan Pertama, 1986.
II. Perkunjungan
III. Disiplin
9
Jurnal Pembinaan Warga Jemaat. Bandung: Gereja, Kemah lnjil lndonesia, '1995.
10
Loth, Paul L. Teknik Mengajar. Malang: Penerbit Gandum Mas, Cetakan Ketiga, 1986.
1) Pertama, Untuk mengembangkan rasa hormat terhadap
“kekuasaan/kuasa” lain disekitarnya seperti orang tua, guru, bahkan
Tuhan.
2) Kedua, Untuk membentuk kebiasaan yang baik.
3) Ketiga, Untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk.
11
LAI.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak sekolah minggu
merupakan gereja masa depan. dan guru-guru sekolah minggu merupakan
perpanjangan tangan dari gembala jemaat. Dengan dernikian, mereka dapat berperan
sebagai gembala bagi anak-anak. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan jemaat
tidak boleh mengabaikan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh guru-guru terhadap
anak-anak sekolah minggu. Untuk meningkatkan pastoral bagi anak sekolah minggu
dibutuhkan metode. Dalam makalah inidikemukan empat metode pastoral bagianak
sekolah minggu, yaitu pengajaran, perkunjungan, bimbingan, dan disiplin.
Daftar Pustaka
Van Beek, Aart, Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Nainupu, Marthen, “Konseling Pastoral dalam Gereja: Res Sine Qua Non”, Jurnal
JTA, vol. 11, no. 20, Maret 2009.
Abineno, J.L.Ch., Aku Percaya Kepada Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Loth, Paul L. Teknik Mengajar. Malang: Penerbit Gandum Mas, Cetakan Ketiga,
1986.