Anda di halaman 1dari 75

TEOLOGI PASTORAL

(PENGGEMBALAAN)
PASAL 1
PEMAHAMAN TENTANG PENGGEMBALAAN

A. PENGERTIAN PENGGEMBALAAN
Kata “gembala” dalam bahasa Latin ialah “pastor” dan dalam bahasa
Yunani “poimen”. Jadi pelayanan penggembalaan dapat disebut juga sebagai
Poimenika atau Pelayanan Pastoral (Pastoralia).

Menurut Bons Stroms, rumusan penggembalaan mencakup:


 Mencari dan mengunjungi anggota jemaat satu persatu.
 Mengabarkan Firman kepada mereka, dalam situasi hidup mereka pribadi.
 Melayani mereka seperti Yesus melayani, supaya mereka lebih sadar akan
iman mereka dan dapat mewujudkan iman itu dalam hidupnya sehari-hari.

Yehezkiel 34:16, mencatat tentang tugas penggembalaan, yaitu: “Yang


hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan
Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan
Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.”

B. TUJUAN PENGGEMBALAAN
Di sini akan diberikan dua contoh tujuan yang salah:
 Supaya gereja penuh.
Jawaban ini “kurang memuaskan” sebab, banyaknya orang yang masuk
kebaktian bukanlah merupakan ukuran untuk menilai baik buruknya jemaat
itu. Matius 7:21, mencatat “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu:
Tuhan, Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang
melakukan kehendak BapaKu yang di Surga”. Jadi hanya rajin berdoa, aktif
mengikuti kebaktian belumlah cukup, karena kita harus melakukan
kehendak Allah.
 Supaya gereja kudus.
Jawaban ini “tidak tepat”, sebab gereja dikuduskan bukan oleh
penggembalaan, oleh kerajinan dan kemampuan sendiri, tetapi oleh
anugerah Kepala Gereja yaitu Yesus Kristus sendiri.
 Jawaban yang lebih tepat ialah: Supaya jemaat dibangun.
Inilah tujuan dari penggembalaan, yaitu supaya jemaat Yesus Kristus Yesus
dibangun. Kalau di dalam jemaat tiap-tiap anggota menjadi anggota yang

TEOLOGI PASTORAL 1
hidup yang tahu akan panggilannya, maka jemaat itu akan menjadi suatu
jemaat yang hidup, menarik, seperti lampu di atas gunung (Mat. 5:14-16).

Contoh kongkrit soal penggembalaan ialah:


 Bagaimana seorang ibu dan 6 anak, dengan suami yang gajinya kurang,
dapat hidup dalam keadaan itu sebagai pengikut Kristus yang setia?
 Bagaimana seorang sakit dapat dalam kesakitanpun melihat jalan untuk
memikul penderitaan itu sebagai seorang pengikut Kristus?

C. HUBUNGAN ANTARA KEBAKTIAN DAN PENGGEMBALAAN


Adalah salah bila ada yang berpendapat bahwa pada jaman Yesus dan
rasul-rasul tidak ada penggembalaan, yang ada hanya kebaktian-kebaktian.
Ingat rumusan “penggembalaan” ialah mencari, mengunjungi anggota jemaat,
supaya mereka satu persatu dibimbing untuk hidup sebagai pengikut Kristus.
Yesus sendiri memusatkan perhatianNya kepada manusia satu persatu:
 Lukas 7:13  Yesus dengan janda yang anaknya meninggal.
 Lukas 19:1-10  Yesus dengan Zakheus.
 Yohanes 4:1-26  Yesus dengan perempuan Samaria.
 Yohanes 21:15-17  Yesus mengamanatkan penggembalaan domba-
domba-Nya kepada Petrus dan juga kepada segala orang yang mau
disebut pengikut-pengikut-Nya.

Persamaan antara Kebaktian dengan Penggembalaan:


Baik kebaktian maupun penggembalaan bertujuan untuk memberi
bahan kepada anggota jemaat yang dapat dipakai dalam kehidupan sehari-
hari. Prof. H. H. Farmer mengatakan, “Hal berkhotbah sebenarnya merupakan
suatu aktivitas pastoral”. Dalam situasi penggembalaan tekanan dan
perlengkapan lebih bersifat pribadi. Jadi tidak ada pertentangan di antara
penggembalaan dan kebaktian karena kedua-duanya mempunyai tujuan sama
yaitu membangun iman jemaat, dan sumber yang sama yaitu firman Tuhan.
Seorang pelayan yang mengenal anggota jemaat melalui perkunjungan rumah
tangga akan membawa renungan atau khotbah yang tepat, yang kena.
Sebaliknya juga seorang pengkhotbah (dalam kebaktian) harus berusaha untuk
mendekati domba-domba kawannya satu persatu, supaya mereka masing-
masing dibimbing.

Perbedaan antara Kebaktian dengan Penggembalaan:

 Peranan Pelayan.
 Dalam kebaktian, pelayan Tuhan biasanya “memimpin”. Dia berbicara
secara monolog sedang anggota jemaat (banyak) hanya mendengar
dan kalau tidak setuju apa boleh buat, paling-paling jarang datang
kebaktian atau pindah gereja.
 Dalam penggembalaan, si pelayan menghadapi satu, dua orang saja
(sedikit jumlahnya). Inti pertemuan merupakan percakapan, yang betul-
betul bersifat dialog, jadi semua boleh berbicara. Si pelayan harus
membatasi diri, yaitu membatasi keinginannya untuk berbicara dan
TEOLOGI PASTORAL 2
mendengar tentang situasi anggota jemaat yang dikunjunginya. Dialog
berarti semua yang mengambil bagian dalam percakapan boleh
mengemukakan pendapatnya, akibatnya belum tentu semua setuju
dengan pendapat si pelayan.
 Peranan anggota Jemaat.
 Dalam kebaktian, biasanya peranan jemaat “pasif”.
 Dalam penggembalaan, anggota jemaat aktif. Dia tidak saja mendengar
tapi juga harus memikirkan persoalannya dan mempercakapkannya.
Dengan jalan itu anggota itu disadarkan bahwa dia bertanggung jawab
sendiri.

 Khotbah – Percakapan.
 Dalam kebaktian, khotbah atau renungan pada umumnya menekankan
doktrin, iman, pengharapan hidup kekal dll. Hal-hal itu memang penting.
Tetapi tidak lengkap kalau hanya hal-hal itu yang ditekankan. Tujuan
penting dari kebaktian juga adalah memperlengkapi anggota jemaat
untuk hidup sebagai orang Kristen dalam praktek sehari-hari.
 Dalam penggembalaan, Persoalan orang Kristen ialah: Bagaimana
saya sebagai orang yang telah diselamatlkan mewujudkan sikap saleh
dalam kehidupan pribadi? Bagaimana saya sebagai nelayan, petani,
pedagang, suami/istri/anak, hidup sebagai pengikut Kristus? Ini dibahas
secara pribadi dalam percakapan pastoral yang bersifat dialog.

D. PERANAN FIRMAN ALLAH DALAM PENGGEMBALAAN


Mazmur 119:105 menyebutkan: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan
terang bagi jalanku”. Jadi tanpa Firman Tuhan manusia hidup dalam
kegelapan, sehingga ia tidak bisa melihat Allah, sesamanya ataupun diri
sendiri. Tanpa Firman Allah manusia tidak dapat melihat tujuan hidupnya,
sehingga dengan gampang ia tersesat. Namun kita harus menghindari cara
penggunaan Firman Allah yang tidak tepat.

Ada dua contoh:


 Seorang gadis hamil sebelum menikah. Pelayan jemaat datang dalam
rangka penggembalaan. Si gembala lalu mengatakan, “Di dalam Alkitab
tertulis: Jangan berzinah. Jadi Anda jahat dan sudah berdosa”. Tanpa
mendengarkan, juga tanpa kasih, nats Alkitab dipilih untuk memukul.
 Ada orang sakit. Datang gembala jemaat yang langsung membacakan
suatu pasal yang panjang sekali. Lalu ia berdoa panjang lebar dan
berangkat. Si sakit menderita kesakitan hebat dan tidak mungkin untuk
mendengar dan mengerti dengan baik. Latar belakang dari kelakuan
gembala adalah pandangannya, bahwa asal Alkitab dibacakan dan si sakit
didoakan, penyakitnya akan sembuh. Di sini Alkitab dipakai secara magis.
Anggapan dasarnya ialah: Asal Firman berbunyi, akan ada akibat.

Ada tiga peranan Firman Allah di dalam penggembalaan:


1. Firman Allah itulah dasar penggembalaan.
TEOLOGI PASTORAL 3
Perintah Tuhan, berkata, “Gembalakanlah domba-dombaKu!” Ini
memberikan hak dan kesempatan kepada hamba Tuhan untuk campur
tangan menangani kehidupan anggota jemaatnya.
2. Firman Allah adalah sumber untuk mengenal Yesus, Gembala yang baik.
Dalam penggembalaan, gembala sidang mewakili Gembala yang baik, yaitu
Yesus Kristus. Rumusan penggembalaan tadi antara lain: “Melayani seperti
Yesus melayani”, artinya dalam tiap-tiap situasi, pertemuan dan percakapan
seorang Kristen berpikir: Apa yang Tuhan Yesus akan katakan dan perbuat
dalam situasi seperti ini? Lalu itulah yang kita katakan dan perbuat.
3. Firman Allah menjiwai pertemuan dan percakapan penggembalaan.
Di dalam rumusan penggembalaan ada empat hal yang telah disebutkan di
atas, yaitu: mencari, mengunjungi, mengabarkan Firman dalam situasi
pribadi, melayani. Nyatalah bahwa penggembalaan pun merupakan suatu
bentuk pemberitaan Firman. Di sini bentuknya lain daripada membawa
renungan atau khotbah. Dalam penggembalaan tekanan adalah atas
“dalam situasi hidup mereka sendiri”. Soal penggembalaan ialah:
Bagaimana Firman Allah itu penting untuk kehidupan sehari-hari. Dalam
percakapan penggembalaan diusahakan ada pembacaan Alkitab, yang
pendek dan tepat. Tetapi pembacaan itu tidak mutlak. Jika keadaan tidak
mengijinkannya, jangan gembala merasa diri terpaksa untuk mau tak mau
membaca Alkitab.

E. HUBUNGAN ANTARA MEMIMPIN DAN MELAYANI JEMAAT


Dari Alkitab kita bisa melihat pola kepemimpinan Yesus dalam
pelayanan terhadap umat manusia:
1. Yesus mengasihi orang yang dibimbing-Nya, Dia memberikan waktu-Nya
bagi mereka. Dia bergaul dengan semuanya, dari yang besar sampai yang
kecil, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Alkitab, pengkhianat negara dan
perempuan sundal. Dalam pergaulan-Nya, Yesus menasehati, mengambil
bagian dalam suka duka mereka dan melayani mereka dengan konkrit
(Yoh. 2:1-11; 4:4-27; Luk. 20:45-47).
2. Yesus tidak mementingkan kuasa dan pangkat-Nya sendiri, tetapi selalu
menunjuk kepada Bapa-Nya yang menyuruh Dia (Yoh. 7:19-47).
3. Yesus selalu melihat tujuan dari pimpinan-Nya, yaitu Kerajaan Allah. Tujuan
itu mewarnai segala perbuatan-Nya dan perkataan-Nya.
4. Yesus tidak memaksa, tetapi memanggil dan mengundang. Kemungkinan
untuk menolak Yesus selalu ada. Tanggung jawab untuk menerima atau
menolak Yesus ada pada manusia sendiri (Mark. 6:1-6; 10:17-27, Mat.
10:12-15).

Dari keempat cara di atas nyatalah hal memimpin sebenarnya tidak


bertentangan dengan hal menggembalakan jemaat. Gembala sidang harus
bergaul dengan jemaatnya seperti Yesus bergaul dengan manusia, sekaligus
memimpinnya dan menggembalakannya. Memimpin jemaat tidak hanya berarti
mengorganisir jemaat atau menerapkan aturan tata gereja dengan baik.
Organisasi, administrasi dan penerapan tata gereja hanya merupakan alat
TEOLOGI PASTORAL 4
untuk tiba pada tujuan kehidupan jemaat, yaitu Kerajaan Allah. Memimpin
jemaat sama dengan membimbing jemaat sampai mereka menjadi dewasa
dalam iman dan serupa seperti Yesus Kristus.

TEOLOGI PASTORAL 5
PASAL 2
PANGGILAN PENGGEMBALAAN

A. SIAPAKAH GEMBALA ITU?


Firman Tuhan secara jelas memberikan gambaran bagaimana Allah
memandang pendeta atau pelayan Tuhan dan apa yang Tuhan harapkan
daripadanya. Menurut Alkitab, seorang gembala (pastor/pendeta) adalah
seorang yang:

1. Dipisahkan oleh Allah untuk melayani (I Kor. 9:16, I Tim. 2:5-5-7).


Setiap pelayan Tuhan harus mempunyai kepekaan terhadap panggilan
Allah untuk melayani. Ia harus yakin bahwa itu adalah kehendak Allah
baginya. Seseorang yang memanggil dirinya untuk melayani sebagai
seorang gembala, berarti ia memaksakan diri dengan keinginannya sendiri.

2. Hamba Tuhan (Fil. 1:1, I Kor. 4:1, Rom. 15:17-18).


Seorang gembala/pendeta tidak boleh melihat dirinya semata-mata
sebagai pemimpin di gereja tetapi ia adalah pelayan Tuhan di dalam
gereja itu. Sebagai pelayan ia tidak memerintah; Ia bertanggung jawab
untuk melayani dengan baik; Ia harus menyelesaikan tujuan Tuhan, bukan
tujuannya sendiri (Rom. 14:7-12). Seorang pelayan Tuhan tidak dapat
melayani untuk kepentingan diri sendiri dan kepentingan Allah pada waktu
yang sama.

3. Abdi/ Penatalayanan Injil (I Kor. 4:1-3, I Tim. 1:3-5, II Tim. 1:13-14).


Seorang gembala harus melihat dirinya sebagai seorang penatalayanan.
Tuhan telah mempercayakan untuk menabur Injil. Tuhan ingin agar kita
setia memberitakan berita Injil-Nya.

4. Juru bicara Allah (II Tim. 1:11, I Kor. 2:1-5, II Kor. 5:18-20, I Tes. 2:13).
Pelayan Tuhan tidak berbicara untuk diri sendiri tetapi untuk Allah, dan
sebenarnya tidak ada berita mengenai diri yang harus ia sampaikan, tapi ia
harus menyampaikan berita dari Allah. Pengajaran Firman harus
disampaikan secara komunikatif, dengan jelas, penuh keyakinan, hati
berkobar, keberanian dan tanpa kompromi. Bila ia tidak menggunakan
Firman Allah, ia berbicara bukan untuk Allah tetapi untuk diri sendiri.

5. Menjadi teladan untuk orang percaya (I Tes. 1:6-8, I Kor. 11:1, Ibr. 13:7).
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki dasar-dasar Alkitabiah, kehidupan
yang saleh, menjadi contoh terhadap anggota-anggotanya, melalui:
perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian (I Tim. 4:12).
Kehidupan yang saleh akan memimpin lebih banyak orang pada Kristus
dari pada banyak kata-kata saleh. Setiap pelayan Tuhan yang berbicara
atas nama Allah harus memiliki reputasi dan nama baik.

TEOLOGI PASTORAL 6
6. Gembala Jemaat (I Pet. 5:1-4).
Kata “Pastor” berarti “gembala” dan itu menggambarkan: Posisi seorang
pendeta sebagai pemimpin, penjaga dan pemberi (dalam bentuk kata
benda) dan fungsi penggembalaan untuk: memberi makanan, memelihara,
memberi perlindungan (dalam bentuk kata kerja). Rasul Paulus dalam KPR
20:17,28 memakai 3 istilah untuk pelayan Tuhan yang melayani jemaat
yaitu Penatua (Presbiteros), Gembala (Poimen), dan Penilik (Episkopos)
Istilah ini sebenarnya sinonim.
 Penatua: Posisi yang ditempatkan berdasarkan kedewasaan dan
pengalaman.
 Gembala: Fungsi praktik dalam pelayanan, seperti: memberi makanan
rohani (pengajaran), membimbing dan menasehati.
 Penilik: Tanggung jawab dalam bidang pengawasan kerohanian agar
tidak terjadi kekeliruan doktrin atau penyimpangan rohani dalam gereja.
Ia juga memimpin dan mengarahkan pekerjaan atau urusan gereja.

B. PANGGILAN PELAYANAN PENGGEMBALAAN


Seseorang yang ingin menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu perlu
memiliki panggilan pelayanan yang jelas, agar dapat melayani dengan mantap
dan teguh menghadapi segala tantangan. Bagaimana kita tahu panggilan
Tuhan itu?
1. Ada orang yang mengalami panggilan Tuhan melalui suatu masa krisis
(misalnya: Musa dan semak yang menyala, Yesaya di Bait Suci), tapi
umumnya karena ada suatu keyakinan batin yang mendorong dengan kuat
dan tidak dapat diabaikan. “Jangan menolak panggilan suci”.
2. Orang yang dipanggil Tuhan biasanya merasa bahwa Tuhan telah
memberikan karunia rohani dan bakat alamiah yang harus digunakan untuk
kemuliaan Tuhan. Dia juga mengasihi Tuhan, mengasihi Firman,
mengasihi umat Tuhan dan sungguh terbeban untuk melayani Kristus. Dia
juga harus memperhatikan karakternya sesuai persyaratan dalam I Tim.
3:1-7 dan Titus 1:5-9. Dia harus sungguh berusaha dalam Kristus untuk
menjadi teladan. Kedewasaan rohani dan emosi sangat penting. Kalau ia
sudah menikah, istrinya pun harus menyokong keputusannya untuk menjadi
hamba Tuhan.
3. Seseorang sebaiknya jangan menjadi pendeta karena sudah gagal dalam
pendidikan atau pekerjaan, atau karena sedang menganggur. Alkitab
menunjukkan bahwa Tuhan suka memanggil orang yang sedang sibuk, mis:
Gideon, Daud, Elisa, Petrus. Jangan melayani karena sekedar ingin dapat
pekerjaan dan penghasilan. Kita harus hidup untuk melayani, bukan
melayani untuk hidup.
4. Nasehat klasik yang penting: Jika Anda dapat mengelak dari panggilan
menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu, sebaiknya Anda memang mengelak
saja, karena tindakan demikian akan cukup membuktikan bahwa Anda
TEOLOGI PASTORAL 7
belum mendengar panggilan Tuhan secara khusus. Sediakanlah cukup
banyak waktu untuk menemukan kehendak Allah dalam doa, firman dan
diskusi dengan saudara seiman untuk mendapat konfirmasi. Lalu terlibatlah
secara aktif dalam pelayanan walaupun belum (atau tidak) menjadi pendeta
sepenuh waktu.
5. Seandainya Anda diberi karunia rohani yang istimewa namun tidak
dipanggil menjadi pendeta, rajinlah melayani di gereja setempat dan
gunakan karunia Anda demi kemuliaan Allah. Tetapi jangan ingin
menyaingi gembala sidang yang ada, melainkan dukunglah dia.

Bila kita sudah meyakini panggilan Tuhan untuk melayani, ada beberapa
persiapan yang harus diperhatikan untuk masuk dalam pelayanan pastoral:
1. Bila sudah pasti akan panggilan ilahi, segera manfaatkan karunia rohani
dalam gereja setempat. Buktikan dulu kesetiaan dalam hal-hal kecil (Mat.
25:21). Ingat: Seorang pelayan Tuhan bukanlah seorang petobat baru (I
Tim. 3:6), ia harus diuji dulu (I Tim. 3:10), jangan terburu-buru
menumpangkan tangan atas seseorang (I Tim. 5:22). Lebih baik sabar dan
pasti daripada tergesa-gesa dan malu.
2. Persiapkan diri dengan saat teduh dan penyelidikan Firman yang teratur,
membaca buku rohani, mengikuti kursus Alkitab atau Sekolah Teologi. Bila
Anda sedang belajar di sekolah teologi sadarilah bahwa masa pendidikan
adalah sebagian dari ketaatan Anda pada kehendak Allah. Pendidikan
adalah suatu pengabdian. Jadi belajarlah dengan setia. Mungkin ada
saatnya Anda akan tergoda untuk keluar dari sekolah dan “langsung
melayani saja”. Lawanlah godaan itu! Camkan: Sikap rajin pada waktu
kuliah membentuk watak gemar belajar seumur hidup. Tetapi jika Anda
meninggalkan kuliah tanpa kegemaran belajar, maka sekolah teologi akan
sedikit sekali manfaatnya.
3. Alkitab menekankan panggilan ilahi sebagai hal yang tetap seumur hidup.
Jangan memasuki pelayanan dengan syarat: kalau sulit, saya keluar dari
pelayanan. Itu bagaikan pengantin yang berencana cerai bila pernikahan
tidak berjalan baik. Pelayanan sebagai hamba Tuhan bukanlah sekedar
pekerjaan melainkan panggilan ilahi (Flp. 1:6, Rm. 11:29). Jangan seperti
nabi Yunus yang lari dari panggilan Allah. Namun panggilan seumur hidup
tidak berarti bahwa Allah tidak akan mengubah bidang atau tempat
pelayanan. Bisa saja seorang dosen teologi menjadi gembala sidang, atau
sebaliknya.

Beberapa petunjuk untuk menemukan tempat pelayanan yang tepat:


1. Relakan diri untuk menerima kesempatan yang ada untuk melayani.
Umumnya gembala sidang merintis jemaat atau memulai pelayanan di
tempat yang agak kecil, lalu Tuhan mempercayakan pelayanan yang lebih
besar. Daud telah membunuh singa dan beruang di tempat terpencil
dahulu, baru membunuh raksasa di tempat terbuka (I Sam. 17:34-37).
2. Sebaiknya pendeta pemula dibina dulu oleh pendeta yang lebih
berpengalaman. Memang melayani sebagai pendeta pembantu rasanya

TEOLOGI PASTORAL 8
tidak sehebat menjadi gembala sidang, namun ada banyak keuntungannya:
kita dibimbing dan dikoreksi bila keliru bertindak, Anda dan keluarga juga
punya waktu menyesuaikan diri dengan sistem magang ini, selain itu kita
dapat belajar melakukan pelayanan pastoral. Yosua menjadi abdi Musa
dulu, sebelum menjadi pemimpin umat Israel (Bil. 11:28).
3. Ada pula hamba Tuhan yang melayani bukan sebagai gembala sidang,
namun sebagai salah satu staf dari sebuah tim penggembalaan gereja yang
berkembang pesat. Yang penting kita harus melayani secara maksimal
sesuai dengan kehendak Tuhan dan karunia rohani yang Dia percayakan.
4. Bila Tuhan memang memanggil Anda untuk melayani di satu gereja
tertentu, biasanya ada beberapa ciri yang kita alami, antara lain: Kita betah
di tempat pelayanan itu, ada damai sejahtera dalam hati (Kol. 3:15), kita
terbeban untuk melayani di tempat itu. Kita juga merasa gereja ini
mengobarkan semangat, bahkan persoalan yang ada disana dianggap
sebagai tantangan. Lagi pula jemaat di sana merasa terberkati dengan
pelayanan yang kita lakukan.

Bila kita ditetapkan untuk melayani di suatu tempat pelayanan yang


baru, ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan:
1. Mohon kasih Allah untuk setiap anggota jemaat. Belajar mengenal,
mencatat nama serta mendoakan mereka. Bagikan kasih dan perhatian
secara tulus, maka rasa hormat dan kepercayaan kepada Anda sebagai
pemimpin gereja akan tumbuh secara wajar. Sesungguhnya bukan para
anggota gereja, melainkan Tuhan-lah yang menjadikan Anda pemimpin
mereka.
2. Biasakan diri dengan setiap segi dari pelayanan gereja yang baru. Hargai
tradisi yang ada dan hindari kritik, walaupun kemudian Anda mungkin akan
mengadakan beberapa perubahan.
3. Buatlah daftar prioritas apa yang perlu dibenahi, dan mulai doakan. Tapi
sabarlah dalam melakukan perubahan. Jangan tergesa-gesa, jangan
sekaligus dan jangan memaksakan kehendak sendiri. Adakan perubahan
untuk hal yang benar-benar mendasar dan Alkitabiah, bukan hal yang
sepele. Adalah bijaksana bila kita memberikan waktu beberapa bulan untuk
mencoba dulu perubahan tersebut apakah efektif atau tidak.
4. Hindari sikap membandingkan gereja lama dengan yang baru. Membajak
dengan lurus akan sulit dilakukan jika Anda terus menoleh ke belakang.
Jangan menghakimi. Ingat: Setiap tempat pelayan dan setiap jemaat
Tuhan berbeda. Prinsip pelayanan tidak berubah tapi metodenya dapat
diubah sesuai situasi dan kondisi.
5. Bila Anda menggantikan posisi pendeta lain, milikilah etika kependetaan
yang baik terhadap gembala sidang yang terdahulu itu. Bila gembala
terdahulu tetap di jemaat yang sama, binalah hubungan yang baik dan
bekerjasama. Rela untuk dikritik dan mengkritik tapi jangan saling
menjatuhkan. Namun bila gembala terdahulu berpindah tempat, jangan
menggosipkannya pada anggota lama.
6. Kunjungilah para anggota jemaat, khususnya mereka yang sudah lanjut
usia, yang sakit-sakitan dan juga para pengurus gereja, untuk lebih

TEOLOGI PASTORAL 9
mengenal mereka di rumah mereka masing-masing. Manfaatkan status
Anda sebagai gembala sidang yang baru dengan mengunjungi sebanyak
mungkin orang, termasuk mereka yang telah undur.
7. Jangan gampang percaya desas-desus sehingga timbul prasangka buruk.
Jangan berpihak-pihak dan terpancing untuk menggosip.
8. Bila Anda memiliki rencana atau program kerja, bahaslah dahulu secara
pribadi (lobby) dengan para pengurus yang memiliki posisi kunci, agar
mereka merasa dihargai, mendukung serta memberikan masukan yang
positif terhadap rancangan tersebut.
9. Jangan banyak bepergian selama tahun pertama di tempat pelayanan yang
baru. Konsentrasikan dulu pelayanan kepada jemaat setempat.
10. Berkhotbahlah dengan semangat berdasarkan pasal-pasal penting dalam
Alkitab secara ekspositori. Ini menghindarkan kesan bahwa Anda memilih
topik tertentu untuk menyerang dosa dalam jemaat.
11. Segera berkenalan dengan para gembala sidang lain di daerah tersebut.

Beberapa petunjuk bila Anda berasal dari kota besar, namun kini
menjadi gembala sidang di daerah pedesaan:
1. Jangan memandang remeh pelayanan di desa. Daerah seperti itu juga
merupakan ladang penginjilan yang subur. Jangan menimbulkan kesan
bahwa pelayanan di desa hanya menjadi batu loncatan untuk memasuki
pelayanan “yang lebih mulia” di kota.
2. Umumnya cara hidup di desa berbeda dengan di kota. Masyarakatnya
biasanya lebih polos dan sabar. Jangan memaksakan program yang lebih
cocok dengan gereja kota, di desa. Misalnya: Pola promosi hebat kurang
cocok di gereja desa. Masyarakat kota terbiasa dengan cara hidup yang
tergesa-gesa, jadi kunjungan biasanya cepat. Sedangkan di desa jemaat
mengharapkan waktu kunjungan yang agak lama.
3. Kenalilah kebiasaan yang lazim dalam masyarakat setempat.
4. Layanilah jemaat sebaik-baiknya (Mzm. 81:17). Kemajuan di pedesaan
mungkin terbatas kemungkinannya, tapi jangan menilai mutu pelayanan
menurut jumlah orang yang hadir.
5. Berusahalah menemani anak-anak dan kaum muda. Arahkan kaum muda
yang menikah di desa untuk menjadi anggota gereja yang kuat, sedangkan
yang pindah ke kota dorong untuk bergabung dengan gereja yang baik.

TEOLOGI PASTORAL 10
PASAL 3
SIFAT SEORANG GEMBALA SIDANG

A. GEMBALA DALAM JEMAAT


Siapa gembala dalam jemaat? Pendeta! Benarkah?

1. Yesus sebagai Gembala yang baik.


Gembala yang baik sebenarnya ialah Yesus Kristus. Berulang-ulang hal ini
dikatakan Yesus, misalnya dalam Yohanes 10:1-21. Lalu sebelum Ia
meninggalkan dunia, Yesus mempercayakan pemeliharaan domba-Nya
kepada para pengikut-Nya (Yoh. 21:15-19).

2. Seluruh anggota jemaat merupakan gembala bagi teman-temannya.


Tiap-tiap pengikut Kristus adalah “gembala” bagi saudara seimannya yang
membimbing, menyokong, menolong, seperti Yesus membimbingnya (Ef.
4:11-16). Seorang Kristen tidak bisa mengatakan: “Saya tidak ada
hubungan dengan dia”. Nasib saudara-saudara kita, besar atau kecil,
adalah tanggung jawab kita, walaupun itu sering berat untuk kita. Sebab
mereka itu adalah “saudara Yesus Kristus” (I Yoh. 4:19-21; Mat. 23:31-46;
Roma 15:1-5). Bagaimana seorang anggota jemaat bisa menggembalakan
saudara-saudaranya? Buku petunjuk utamanya adalah: Alkitab. Di dalam
Alkitab terdapat banyak petunjuk bagaimana seorang Kristen bergaul
dengan saudaranya, demi keuntungan saudaranya itu. Kita harus menjadi
jemaat yang saling mengasihi, saling melayani, saling menasehati, dsb.

3. Anggota majelis jemaat sebagai “gembala-gembala khusus”.


Dari anggota-anggota jemaat dipilih beberapa orang, yang mempunyai
karunia khusus, untuk menjadi gembala-gembala khusus, yang turut
memperlengkapi anggota-anggota jemaat. Mereka ini biasanya disebut
majelis jemaat, pembela sidang, pengurus gereja, dll. Jangan memakai
ukuran duniawi di dalam memilih mereka umpamanya karena faktor:
kekayaan, pangkat/jabatan dalam masyarakat. Bahkan kerinduan
seseorang tidak boleh menjadi dasar mutlak. Alkitab memberi mengenai
persyaratan yang harus ada pada seorang anggota majelis yaitu dalam I
Timotius 3:1-13 dan Titus 1:5-9. Tugas “gembala-gembala khusus ini” ialah
antara lain: memperlengkapi para anggota jemaat supaya mereka dapat
bertindak sebagai pengikut Kristus. Juga mereka memakai karunia yang
ada pada mereka untuk membimbing dan menyokong domba-domba yang
membutuhkan penggembalaan. Namun jangan “gembala-gembala khusus”
ini lupa, bahwa merekapun domba dari satu kawanan. Itu berarti bahwa
jangan mereka tersinggung, kalau orang lain membimbing atau menegur
mereka dimana perlu.

TEOLOGI PASTORAL 11
4. Pendeta sebagai gembala khusus sepenuh waktu (full-time).
Biasanya waktu masih muda dia sudah ber-studi tentang teologi atau
diangkat menjadi Pendeta berdasarkan karunia khusus. Hasil dari studi
atau karunia khusus itu, dipakainya dalam penggembalaan jemaat. Ingat
mereka juga merupakan seorang “domba” yang perlu dibimbing, dinasehati
dan ditegur juga.

B. PERSYARATAN UNTUK MENJADI GEMBALA


Untuk menjadi seorang gembala, tidak cukup bila dia adalah seorang
yang memiliki kepribadian menarik dan tegas dalam pekerjaan. Bahkan
kriterianya tidak seperti standar pemimpin dunia, seperti: mengutamakan
penampilan, pandai bicara, berhasil dalam usaha, makmur dalam keuangan,
punya kuasa untuk mempengaruhi orang lain, dsb. Tuhan telah menetapkan
dalam Alkitab persyaratan seseorang yang ingin menjadi gembala, yaitu dalam
I Timotius 3:1-7 dan Titus 1:6-9. Seorang hamba Tuhan harus memililiki
syarat-syarat tertentu dan memiliki karunia Roh Kudus untuk membangun
Tubuh Kristus, jikalau tidak, ia tidak memenuhi syarat untuk menjadi seorang
gembala (I Pet 4:10).

Persyaratan untuk menjadi penatua jemaat (gembala sidang) ialah:


1. Memiliki kepekaan terhadap panggilan dari Allah (I Tim 1:12; 3:1; 2 Pet
2:10). Pendeta harus mengerti bahwa ia sudah dipisahkan oleh Allah
untuk melayaniNya.
2. Tidak bercacat/tercela.
Seorang hamba Tuhan harus memiliki kepribadian yang baik melalui
perkataan, kelakukan dsb. Kita adalah surat Kristus yang terbuka.
Kelakuan kita adalah “Injil kelima” yang lebih sering dibaca daripada Injil
Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Sebab itu sangat penting Roh
Kudus menguasai sehingga buah Roh yakni karakter Kristus nyata dalam
kehidupan seorang gembala.
3. Suami dari satu istri.
Itu berarti dia tidak poligami (Kej. 30:1-24), tidak bercerai/diceraikan,
karena Allah membenci perceraian (Mal. 2:13-14, Mat. 19:1-12), dia juga
bukan pezinah.
 Bagaimana dengan seorang bujangan?
Persyaratan dalam I Tim. 3:2-5 atau Titus 1:6 tampaknya
mengharapkan gembala adalah seorang yang sudah menikah agar dia
memiliki kepemimpinan dalam keluarga dan pelayanan. Misalkan:
Paulus sendiri tidak menjadi gembala sebab kelihatannya ia tidak
menikah (I Kor 9:5-6). Kecuali jika bujangan itu memenuhi semua
peraturan lainnya dan ia memiliki kedewasaan rohani, mungkin ia bisa
menjadi gembala.
 Bagaimana dengan seorang janda? (Lihat I Kor 7:39-40).
Ini Tergantung pada kebijaksanaan gereja lokal.
4. Menjadi teladan dalam segala hal (I Tim. 4:12, Tit. 2:7).
TEOLOGI PASTORAL 12
5. Berani (bila perlu tidak ragu-ragu menentang dosa).
 Paulus menegur Petrus ketika kelakuannya tidak sesuai dengan Injil
yang diberitakan (Gal. 2:14).
 Timotius diberi petunjuk cara menghadapi orang berdosa dan orang
kaya yang tinggi hati (I Tim. 5:20).
6. Rajin dan pandai mempergunakan kesempatan (Rm. 12:11,18, Ef. 5:16).
7. Bersungguh-sungguh:
 Jangan direndahkan karena usia muda (I Tim. 4:12).
 Membuang omong kosong dan kelakar tak berguna (Ef. 5:4).
 Tidak membuat orang tersandung agar pelayanan tak dicela (2Kor. 6:3)
 Bersukacita senantiasa dalam Tuhan (Fil. 4:4, 11).
 Jangan melepaskan kepercayaan (Ibr. 10:35).
8. Sabar.
 Kesabaran seperti seorang nelayan, namun memakai keahlian agar
ikan tertangkap pada umpannya.
 Kesabaran orangtua terhadap anak-anaknya.
 Kesabaran seorang petani yang menunggu panen.
9. Bijaksana.
 Dalam berkata-kata atau menyampaikan pendapat.
 Dalam mengambil keputusan penting. Ingat Raja Salomo.
10. Mempunyai jiwa kepemimpinan.
 Memimpin ke jalan kebenaran.
 Menuntun pada pengalaman rohani yang lebih dalam.
 Melatih calon pemimpin pelayan Tuhan.
 Dilakukan dengan rendah hati (I Pet. 5:3,5).
11. Dapat bekerjasama dengan orang lain.
 Lebih baik meminta 10 orang bekerjasama daripada melakukan
pekerjaan untuk 10 orang.
 Semua anggota Tubuh Kristus supaya dilibatkan (Ef. 4:11-16).
12. Suka berpakaian rapi (bersih).
 Tetapi tidak terlalu mewah/menyolok
 Bukan juga pesolek.
13. Disiplin terhadap waktu.
 Menghadiri kebaktian
 Memenuhi janji-janji
14. Memiliki kasih Allah (Kolose 3:14).
 Bila perlu rela berkorban (I Pet. 4:8).
15. Memiliki iman yang teguh (Ibr. 11:6, Hab. 2:4).
16. Memiliki kerinduan yang dalam untuk menyelamatkan jiwa (Luk. 19:10).
17. Suka mengampuni (I Pet. 2:21-23).
18. Suka berdoa, seperti: Daniel, Daud, Yesus.
Kita diperintah untuk berdoa setiap waktu (Efesus 6:18).
19. Dapat menahan diri.
20. Sopan.
21. Suka memberi tumpangan.
22. Cakap mengajar.
23. Bukan peminum.
24. Bukan pemarah melainkan peramah.

TEOLOGI PASTORAL 13
25. Pendamai.
26. Bukan hamba uang, tidak serakah.
27. Mengatur keluarga dengan baik.
28. Janganlah ia seorang yang baru bertobat.
29. Memiliki nama yang baik di luar.
30. Anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak
senonoh atau hidup tidak tertib.
31. Tidak angkuh.
32. Suka akan yang baik.
33. Adil.
34. Saleh.

C. CIRI GEMBALA SIDANG YANG BAIK


1. Seorang gembala kenal akan Yesus Kristus, sehingga ia dapat
meneladani kelakuan Yesus dan mewakili-Nya. Ia harus sadar bahwa ia
tidak bertindak atau berbicara atas kuasanya sendiri, tetapi hanya atas
kuasa Gembala yang baik. Hal ini memberikan keberanian dan kasih yang
sejati kepadanya. Dari persekutuan pribadi dengan Yesus melalui Alkitab si
gembala mendapat suatu pola untuk pelayanannya. Dalam mewakili
Tuhan tidak berarti menjadi “pengantara”. Jangan berdiri di tengah-tengah
domba dan Gembala yang baik, sebab dengan demikian justru akan
menjadi penghalang bagi domba untuk bertemu dengan Tuhan secara
langsung. Akan tetapi maksud penggembalaan itu ialah mempertemukan
setiap pribadi dengan Gembala yang baik. Pendeta bukanlah penyelamat,
ia hanya pelayan dari Sang Penyelamat.

2. Seorang gembala suka bergaul dengan orang lain.


Seperti Gembala yang baik bergaul dengan manusia, seorang gembala
jemaat harus dapat bergaul dengan hati yang terbuka bagi segala manusia:
kaya, miskin, pintar, bodoh, bawahan atau atasan. Tidak ada seorang yang
begitu berdosa, begitu rendah atau berkuasa, sehingga ia tidak bisa
didekati. Untuk itu ada hal yang perlu diperhatikan:

a. Ia tidak terus menghukum (Mat. 7:1-6, Yoh. 7:53-8:11).


Waktu Yesus bertemu dengan perempuan Samaria, Ia berbicara
dengan dia hingga wanita itu bertobat (Yoh. 4:4-30). Yesus mengasihi
orang berdosa tapi ia membenci dosa. Yesus tidak menutup mata
terhadap kesalahan orang berdosa. Contoh: Kalimat terakhir yang
diucapkan Yesus terhadap wanita yang kedapatan berbuat zinah ialah
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa
lagi mulai dari sekarang” (Yoh. 7:53-8:11). Jadi justru orang yang
berdosa harus didekati dan dikunjungi oleh seorang gembala. Hal ini
tidak berarti membenarkan perbuatan atau perkataan jahat dari orang
berdosa tersebut, melainkan seperti Yesus, kita menawarkan anugerah
Allah dan pengampunan dosa dan berusaha untuk membawanya
kepada pertobatan dan hidup baru. Sikap Yesus keras terhadap para
TEOLOGI PASTORAL 14
ahli Torat dan orang Farisi (Mat. 23:12-36, Mark. 12:38-40, Luk. 11:43).
Rupanya Yesus paling benci orang yang tahu tentang Allah dengan baik
seperti pemimpin-pemimpin rohani, tetapi yang menjadi sombong,
meninggikan dirinya dan munafik. Kita sering berpikir, dosa yang berat
adalah berbuat zinah, membunuh, dll. Tetapi bagi Yesus dosa
kesombongan, dan munafik rupanya termasuk dosa berat pula.

b. Ia tahu mengampuni orang lain.


Seorang gembala tahu mengampuni orang lain. Jika seorang
menyinggung perasannya, ia harus berpikir: “Barangkali memang benar
apa yang dikatakan tadi, walaupun tidak enak bagi saya. Memang saya
bukan seorang yang sempurna, bukan manusia tanpa kekurangan.” Dan
gembala itu akan mengampuni orang yang menyinggung perasaannya
atau berbuat apa-apa yang tidak baik terhadapnya. Hal itu tidak
gampang. Dalam Matius 18:21-22, Yesus mempercakapkan dengan
Petrus - seorang yang cepat marah – bahwa sampai 70 X7 seorang
harus mengampuni saudaranya. Angka 70X7 = “selalu”. Tetapi hal ini
begitu sulit sehingga murid-murid Yesus mengeluh, dan mereka
dinasehati lagi oleh Yesus, lalu mereka berkata “tambahkanlah iman
kami” (Lukas 17:3-5). Memang hanya dalam iman, yaitu dalam
pergaulan pribadi dengan Allah, kita dapat mengampuni saudara-
saudara kita tanpa menjadi marah dan tersinggung.

c. Ia tidak mau memperhatikan gosip/bisikan-bisikan tentang orang lain.


Seorang gembala tidak memperhatikan bisikan-bisikan. Jangan ia
tersangkut paut dengan fitnah atau bisikan bisikan. Jangan ia
menghukum seseorang berdasarkan apa yang orang lain bisikkan atau
ceritakan padanya. Kalau ia mendengar berita tentang orang lain
baiklah ia sendiri mencari tahu dulu tentang kebenaran berita itu
sebelum ia mempercayainya. Gembala juga harus mendekati dan
menasehati pemfitnah (tukang gosip) dalam jemaat dan coba mencari
tahu apa sebabnya mereka suka berbisik-bisik tentang orang lain.
Sering karena orang itu sendiri tidak puas dalam kehidupannya: orang
yang tidak kawin, tua dan kesepian atau sakit, mereka mencari
kepuasannya dengan berpikir-pikir dan omong-omong tentang kejadian
orang lain. Jelas orang tersebut perlu ditolong, berikan kegiatan-
kegiatan dalam jemaat, atau jalan keluar lainnya sehingga kompensasi
mereka ke arah yang baik. Tetapi yang paling penting ialah: Jangan
gembala atau istri gembala sendiri turut berbisik-bisik tentang orang lain
dengan maksud yang kurang baik, ataupun suka mendengar gosip dari
orang lain.

d. Ia suka mendengarkan.
Kita sudah bicarakan bahwa peranan sebagai gembala berbeda dengan
peranan sebagai pengkhotbah yang sedang berada di mimbar dan
memberitakan Firman Allah. Peranan gembala ialah melihat dan
mencari dimana domba berada. Ini berarti bahwa gembala mencari tahu
bagaimana situasi atau keadaan domba itu: apa persoalannya,

TEOLOGI PASTORAL 15
bagaimana hubungannya pribadi dengan Tuhan, dll. Seorang gembala
yang hanya suka berkhotbah, akan sulit untuk mendengarkan. Dia
hanya mau menasehati, “membawa kata-kata rohani” sebab sangka-
nya, itulah tugas gembala. Tetapi bila kata-kata rohani diucapkan
demikian saja tanpa lebih dulu mengerti/mendengarkan situasi yang
sebenarnya, maka kemungkinan besar nasehat, pun kata-kata rohani itu
tidak mengenai sasarannya. Oleh karena itu: kemampuan untuk
mendengarkan dan menahan diri harus dimiliki oleh seorang gembala.

3. Seorang gembala rajin keluar (Yeh. 34:16).


Masalah gereja sekarang adalah: kekurangan pendeta. Akibatnya:
pendeta terlalu sibuk mengatur jemaat dengan apa yang disebut
“Administrasi”. Administrasi penting sekali, tetapi jangan waktu seorang
pendeta hanya habis untuk administrasi, untuk menyiapkan khotbah-
khotbah, renungan dan lain-lain, di dalam kantor saja. Karena bila gembala
hanya berkhotbah saja mungkin Firman itu tidak akan begitu kena karena
gembala kurang kenal akan domba-domba itu.

Seorang gembala harus mau keluar untuk mengunjungi domba-domba,


tidak hanya ingin berkotbah, berdoa dan disambut dengan penuh hormat.
Tetapi keluar sebagai “saudara”, seorang biasa, yang rela mendengarkan
persoalan saudara-saudaranya, tentang suka dukanya, yang mau
memikirkan dan mengasihi mereka. Yang mau bersukacita dengan orang
yang bersukacita den menangis dengan orang yang menangis (Roma
12:15). Seorang gembala harus memberanikan diri untuk mencari
hubungan dengan segala macam manusia: kaya, miskin, pembesar, orang
biasa dan lain-lain.

4. Seorang gembala tidak harus menjadi seorang ahli ilmu jiwa (psikolog).
Walaupun pengetahuan tentang kepribadian manusia dapat menolong
seorang gembala, tapi tidak mutlak baginya untuk berstudi tentang “ilmu
jiwa”. Cukuplah kalau ia ada perhatian yang tulus dan berdasarkan kasih.
Kalau ia betul-betul memperhatikan saudaranya, maka dengan sendirinya
ia akan mencoba mengerti kelakuannya dan perkataannya, walaupun sulit.
Penggembalaan berdasarkan perhatian dan kasih akan lebih berdampak
dari pengetahuan mengenai ilmu jiwa semata.

D. PERINGATAN BAGI GEMBALA


Alkitab memberikan beberapa peringatan yang khusus untuk para
hamba Tuhan, sehingga para pendeta harus mewaspadai bidang-bidang yang
membahayakan pelayanannya. Hal itu antara lain ialah:

1. Menjauhkan diri dari cinta uang (II Tim 6:10-11, 1 Pet 5:2).
2. Jangan suka berhutang (meminjam uang), sebab akan merusak nama baik.
Orang yang meminjam, dikuasai oleh orang yang meminjamkan (Ams.22:7)

TEOLOGI PASTORAL 16
3. Menjauhkan diri dari pelanggaran susila dan keinginan-keinginan yang jahat
(II Tim 2:22, I Kor 6:18). Hindari godaan: Harta, Tahta, Wanita.
4. Menjauhkan dan menghindari perdebatan dan perbuatan yang bodoh (II
Tim 2:23, Tit 3:9). Jangan suka bertengkar. Hamba Tuhan juga harus
menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan yang menghabiskan waktu
untuk membicarakan hal-hal yang tidak baik.
5. Menghindari pengajaran-pengajaran palsu yang memecah belah (Tit 3:10,
Roma 16:17). Pengajaran palsu harus diluruskan. Memberi kesempatan
pada guru palsu akan merusak kredibilitas seorang hamba Tuhan.
6. Jangan menolak karunia-karunia rohani (I Tim 4:13-14, I Tim 1:3-4).
7. Harus memperhatikan kehidupan pribadi dan pengajaran (I Tim 4:16).
Banyak Pendeta jatuh/gagal karena kehidupan pribadi yang menyimpang.
Pengajaran yang baik akan memberi pertumbuhan iman di dalam Yesus
Kristus (I Kor 3:1-9).
8. Tidak menganggap diri pemimpin yang tertinggi tetapi jadilah pelayan
Kristus (I Pet 5:3-4). Para hamba Tuhan harus mengingat bahwa mereka
adalah gembala di bawah pimpinan Gembala yang tertinggi (Yesus Kristus).
9. Tidak mempromosikan diri sendiri tetapi Kristus (II Kor 4:3-6). Para hamba
Tuhan yang mempromosikan dirinya tidak layak menjadi pelayan Kristus.
10. Bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri melainkan Roh
Allah (I Kor 2:1-5, II Kor 4:7; 3:4-5). Kuasa pemberitaan sesungguhnya
datang dari Allah, bukan kuasa hamba Tuhan.
11. Tidak menjadi sombong (I Kor 10:11, II Kor 2:1-5, II Kor 4:7, 3:4-5).
Kesombongan selalu mendahului kejatuhan.
12. Hamba Tuhan harus betul-betul jujur (II Kor 1:12-22). Ketidakjujuran dalam
hal karakter akan menghancurkan kehidupan dan pelayannya.
13. Harus melayani jemaat, bukan hanya mengatur program (II Kor 3:1-3;8:2-13).
Jemaat lebih penting daripada program.
14. Jangan terlalu perasa dan mudah tersinggung.

E. MENGATASI KEJENUHAN DALAM PELAYANAN


Banyak pendeta meninggalkan pelayanan atau menjadi frustasi,
depresi, jenuh dan tidak efektif karena “burn-out” (habis terbakar). Burn-out
akan terjadi ketika pendeta merasa bosan, kehabisan tenaga dan kelelahan
secara tubuh, jiwa dan roh. Akibatnya ia kehilangan hati dan keinginan untuk
melayani. Hal itu akan terjadi bila kita: mendoakan hal-hal sesungguhnya
bukan keinginan hati, mengkhotbahkan hal-hal yang tidak kita praktekkan,
mengharapkan orang lain melakukan hal-hal yang kita sendiri segan
melakukannya.

Tanda peringatan untuk kejenuhan, erosi rohani atau “burn-out”:


 Menjadi frustasi, depresi dan kehilangan hati untuk melayani Allah.
 Bergantung pada kekuatan diri sendiri, bukan dari pada kekuatan Allah.
 Tidak pernah berkata TIDAK.
 Terlalu banyak target kegiatan dan banyak kegiatan luar.

TEOLOGI PASTORAL 17
 Terlalu banyak terlibat dalam pelayanan di berbagai bidang di mana ia
tidak memiliki karunia dan tidak termotivasi.
 Pengharapan yang tidak masuk akal dari diri sendiri, pelayanan dan
gerejanya.
 Tidak memiliki kehidupan rohani secara pribadi dengan Allah.
 Pelayanan rasanya itu-itu saja.
 Kehilangan gairah dalam menggali Firman Allah.
 Tugas penggembalaan terasa menjemukkan.
 Disiplin kerja kendor.

Bagaimanakah kita mencegah dan menyembuhkan burn-out?


Memang tidak ada formula yang mudah. Ini tergantung pribadi pendeta kepada
pencegahan burn-out. Namun ada beberapa saran di bawah ini:
 Langkah yang pertama, akuilah bahwa masa-masa seperti itu pasti akan
muncul dalam pelayanan Anda. Lihatlah para tokoh Alkitab pun mengalami
masa-masa seperti itu (Musa, Elia, Daud dll).
 Jika Anda mengalaminya, akuilah dengan jujur dan jangan mengambil
keputusan penting selama masih dalam keadaan seperti itu.
 Pikirkan cara untuk mengatasinya, berbicaralah dengan sahabat karib dan
doakan bersama. Cari waktu untuk beristirahat bersama keluarga dan cari
suasana yang baru.
 Bangun kehidupan rohani pribadi: miliki saat teduh, baca Alkitab, dan
berjalan bersama Allah supaya hidup selalu segar secara rohani dan doa
serta pelayanan tidak hanya dilakukan sebagai rutinitas yang menjemukan.
 Perhatikan fisik melalui makanan yang baik dan berolahraga serta cukup
beristirahat.
 Memelihara prioritas yang utama kepada Allah, keluarga dan gereja.
 Berdiri teguh, berfokus pada Yesus dan mengharapkan tujuan Allah.
 Mengingat kemampuan kita, karunia dan keterbatasan kita dan mencoba
melakukan dalam bidang dan karunia yang Tuhan telah berikan.
 Waspada terhadap pencobaan - khususnya terhadap hal seksual.
 Menjaga diri dari kesombongan dan mencari pujian dari orang lain.
 Jangan lupa panggilan Allah dalam hidup kita dan komitmen kita
kepadaNya ketika masalah muncul.
 Melayani dalam kekuatan Allah dan mengingat kesetiaanNya bahwa Ia
tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita karena kasihNya.
 Hidup selalu dalam pujian dan penyembahan kepada-Nya.
 Membentengi diri agar tidak terjadi kekeringan dan motivasi tujuan kita.
 Mempergunakan waktu dengan baik dalam berbagai segi pandangan
pelayanan, yakni untuk: belajar, berkhotbah, memimpin, menggembalakan,
konseling, dll.
 Belajar untuk berkata TIDAK dalam pekerjaan pelayanan dan aktivitas lain
dalam gereja dan memberi waktu untuk keluarga atau prioritas yang
terutama.
 Mengevaluasi pelayanan kita dalam gereja yang sudah berhasil dari terang
Firman Allah bukan seperti dipandang oleh dunia.
 Jangan terlalu banyak terlibat dalam pertemuan yang menghabiskan waktu.

TEOLOGI PASTORAL 18
 Melatih dan memperlengkapi orang-orang kudus, lalu menempatkan orang
yang bertanggung jawab dan terlatih dalam pelayanan.
 Belajar untuk terbuka kepada teman dekat yang sudah dewasa rohani
untuk mendiskusikan masalah, keperluan, kepahitan dan berdoa bersama.
Hal ini dapat menghibur dan memberikan dorongan secara pribadi.
 Belajar mencukupkan diri dalam segala hal.
 Mencari Allah untuk pertolongannya bukan kepada manusia.
 Jangan meniru pendeta lain atau jangan membandingkan dirinya dengan
mereka.
 Mengambil cuti untuk beristirahat, satu hari dalam satu minggu.

Ingatlah bahwa Tuhan tidak memanggil atau mengharapkan kita untuk


melakukan segala sesuatu yang sebetulnya dapat kita delegasikan kepada
anggota gereja. Pendeta yang mencoba melakukan segala sesuatu dengan
baik akan melihat dirinya sendiri tidak menyelesaikan dengan baik. Ini adalah
penyebab untuk masuk dalam frustasi, depresi, dan bisa saja gagal dalam
pelayanan. Pendeta yang menjadi segala sesuatu bagi segala orang, tidak
akan berarti apa-apa di hadapan Allah.

TEOLOGI PASTORAL 19
PASAL 4
PRIORITAS UTAMA SEORANG PENDETA
Seorang pendeta harus memiliki prioritas yang tepat dalam hidupnya.
Hal ini sangat penting sebab Pendeta harus mengatur/mengelola waktunya
dengan efektif dan produktif bagi pelayanan. Prioritas utama bagi seorang
hamba Tuhan adalah:

1. Allah
Prioritas yang pertama dan utama dalam kehidupan Gembala Sidang
adalah memiliki hubungan pribadi yang dekat dengan Allah. Yer 9:23-24, 1
Taw 28:8-9, Fil 3:7-10, 13-14. Dengan memiliki persekutuan dengan Allah,
Pendeta akan memperkuat kehidupan rohani secara pribadi maupun dalam
pelayanan penggembalaan. Hal ini mencakup hal sebagai berikut:
 Memiliki waktu untuk bersekutu dengan Allah (Kol 1:6-12, 4:2-4, Yak
5:16). Doa mempersiapkan pendeta untuk melayani di atas mimbar.
 Mencari wajah Tuhan. Kita harus mencari wajahNya dari pada
tanganNya yang memberikan berkat, maka kita akan menemukan
siapakah Dia sebenarnya.
 Menjaga kekudusan dan kemurnian hidup dalam segala sesuatu (II Tim
2:19-22, Ef 5:3, II Kor 7:1, Rom 8:12-13, II Kor 1:12-14). Kemurnian dan
kekudusan hidup menghasilkan kelayakan untuk melayani di depan
umum.
 Kehidupan maupun perjalanan hidup harus dipimpin oleh Roh Kudus
(dipenuhi dan berjalan dalam Roh Kudus) – KPR 11:24, Ef 5:18-20,
Rom 8:3-9. Kuasa dan pujian mengalir dari Roh Kudus.
 Menggali Firman Allah sendiri (Maz 119:97-104, Kol 3:16-17, II Tim
3:15-17). Firman Allah membuat kita bijaksana dalam hal keselamatan
dan menghasilkan pertumbuhan rohani.
 Senantiasa hidup oleh karena iman di dalam Kristus (II Kor 5:7, Kol 2:5-
7, Ibr 11:6). Iman bertumbuh melalui pengalaman.
 Memikirkan hal-hal bersifat kekal dan terus mengharapkan perkara-
perkara besar (Kol 3:1-4, II Kor 4:16-18, Mat 6:33, Luk 16:14-15).
Keberhasilan dalam penilaian Allah (bagi hambaNya) bertentangan
dengan penilaian dunia.
 Menyerahkan dirinya untuk mengabdi kepada pekerjaan Allah dan harus
mengijinkan Kristus tinggal bersama dengan Dia (1 Pet 3:15, Gal 2:20,
Rom 12:1).
 Memancarkan kehidupan yang menjadi teladan, disiplin, kesehatan dan
makanan yang baik (II Kor 6:19-20, I Tim 4:8, III Yoh 2, II Pet 1:5).
Seorang hamba Tuhan harus memiliki keseimbangan fisik dan mental
yang akan menolongnya efektif dalam pelayanan.
 Saling menghargai dan menghormati orang lain (Kol 3:16, Ibr 10:24,
Gal 6:1-5). Seorang gembala akan memberikan nasehat dengan penuh
kasih dan menegor/ mengoreksi serta membawa orang kepada jalur
kebenaran Allah.

TEOLOGI PASTORAL 20
2. Keluarga
Setelah pendeta memiliki hubungan yang dekat dengan Allah, prioritas
yang kedua bukan kepada pelayanan dalam gereja tetapi kepada
keluarganya. Ia harus memberikan perhatian utama kepada keluarga (Ef.
5:25-33, I Pet. 3:7, I Tim. 3:4-5). Ia harus mengatur komitmen dengan
istrinya supaya bertumbuh dan mendukung pelayanannya. Ia juga harus
mengasihi, melindungi dan memperhatikan istri dan anak-anaknya (Ef. 6:1-
4, Kol. 3:20-21, I Tim. 5:8). Jikalau seorang hamba Tuhan tidak mengatur
keluarganya, ia tidak berhak mengatur keluarga orang lain.

Petunjuk untuk menjaga keseimbangan antara pelayanan dan keluarga:


 Jika rumah Anda berdekatan atau menjadi satu dengan gereja
sebaiknya rundingkan dengan istri dalam menerima tamu atau anggota
yang terus keluar masuk ke gereja dan rumah Anda.
 Jadikan rumah Anda sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan
atau pendekatan dengan jemaat baru atau dengan anggota jemaat
kaum muda. Terlebih lagi mengundang pasangan yang baru menikah
agar dapat melihat teladan keluarga Anda.
 Seorang hamba Tuhan harus memimpin, melayani dan
menggembalakan keluarganya terlebih dahulu sebelum melakukannya
kepada jemaat (2 Tim3:1-5). Prioritas seorang gembala sidang harus
jelas yaitu: Tuhan, keluarga kemudian baru pelayanan, terutama dalam
hal membagi waktu.
 Jadilah suami, ayah dan gembala yang setia yang bertanggung jawab
dalam semua bidang kehidupannya.

Pelayanan seorang pendeta perlu didukung oleh istrinya. Karena hal ini
sangat penting, maka akan dibahas khusus dalam pasal 5.

Sikap apa yang perlu diambil bila anak pendeta bermasalah:


Orang tua tidak selalu dapat menguasai kelakuan anak-anaknya, sekalipun
mungkin telah dididik dengan benar. Terlebih jika ia telah menginjak usia
remaja. Jika anak Anda mengalami masalah dengan kelakuan dan tingkah
lakunya ada beberapa saran yang dapat Anda pertimbangkan:
 Janganlah kita frustasi dan meninggalkan pelayanan dan melepaskan
jabatan yang telah dipercayakan kepada Anda. Selesaikan dan
bereskan dengan hikmat Tuhan dan banyak berdoa, karena tak mungkin
Tuhan berdiam diri melihat kehancuran keluarga Anda.
 Seringkali penderitaan karena masalah ini membentuk hamba Tuhan
untuk semakin dekat dengan Tuhan. Bahkan semakin dipakai Tuhan
dengan lebih luar biasa.

3. Pelayanan dalam Gereja


Prioritas yang ketiga seorang hamba Tuhan ialah menggembalakan domba-
domba Allah dengan penuh perhatian. Seorang gembala harus
TEOLOGI PASTORAL 21
memfokuskan hal-hal yang utama di gereja lokal, dimana Tuhan telah
mempercayakannya kepadanya, yakni:
 Memimpin.
 Memberitakan dan mengajar Firman Tuhan.
 Memberi teladan.
 Menghibur, membangun dan menasehati.
 Memperlengkapi.
 Melaksanakan pekerjaannya (pernikahan, kematian, baptisan dan
perjamuan kudus) Kol 1:28-29, I Tes 1:4-8, 2:6-12.

Hari Minggu merupakan harinya Tuhan (The Lord‟s Day) tetapi seorang
hamba Tuhan harus mengambil hari libur dalam Minggu itu sebagai “hari
Sabat” hari istirahat untuk dia, misalnya: Senin. Seorang gembala tidak
harus selalu melibatkan dirinya dalam berbagai pelayanan dalam gereja
secara langsung (menangani semuanya seorang diri). Tetapi ia harus
memperlengkapi dan melatih orang lain agar iapun dapat memfokuskan diri
pada hal-hal yang utama seperti doa dan pelayanan Firman (Kis. 6:4, Ef.
4:11-12).

4. Pekerjaan Sekular
Jikalau seorang hamba Tuhan masih memiliki pekerjaan sekular, ia harus
memiliki pandangan dan motivasi yang benar dan prioritas utama dalam
pekerjaan tersebut sehingga ia dapat mengerjakannya dengan baik (KPR
18:1-5, I Tes 2:9, II Tes 3:7-15, Tit 3:14). Firman Tuhan tidak mengajarkan
secara jelas bahwa seorang hamba Tuhan didukung oleh gereja
sepenuhnya. Pekerjaan-pekerjaan sekular tidak bertentangan dengan
pekerjaan pelayanan Tuhan. Misalnya: Paulus bekerja sebagai pembuat
tenda (tent-maker) untuk menghidupi diri dan menunjang pelayanannya.
Namun jika tugas pelayanan telah demikian padat dan kebutuhan dasar
kehidupannya dapat dicukupi oleh gereja, sebaiknya seorang gembala
memberikan waktu sepenuhnya untuk pelayanan dengan bekerja di gereja.

5. Orang Lain dan Aktivitas/Kegiatan Lain.


Ini adalah prioritas Pendeta yang terakhir berhubungan dengan orang-
orang lain dan aktivitas-aktivitas yang lain. Ini termasuk pertemuan-
pertemuan antar denominasi dsb. Hal semacam ini perlu, tetapi
waspadailah agar hal itu tidak terlalu menyita waktu dan menjauhkan diri
kita dari pelayanan (II Tim 2:4, I Kor 10:23, Kol 1:10, Ibr 12:1-3, Mark 4:18-
20, II Kor 5:8-10). Seorang hamba Tuhan harus menggunakan waktunya
untuk hal-hal yang baik, yaitu sesuatu yang berharga yang diharapkan oleh
Kristus (Fil 1:9-11). Seorang hamba Tuhan harus memikirkan prioritas yang
utama dalam pelayanan agar produktif (II Pet 1:5-8).

Beberapa pedoman bagaimana seorang pendeta bisa menggunakan


waktunya secara efektif:
1. Hari kerja yang paling efisien itu seharusnya dimulai dengan saat teduh.
Ikuti teladan Yesus yang selalu memulai hari dengan doa (Mark 1:35).

TEOLOGI PASTORAL 22
2. Pakailah waktu pagi sampai siang untuk belajar.
3. Gunakanlah waktu siang sampai sore untuk membaca dan menulis surat,
mengurusi administrasi gereja, berkunjung atau menelepon.
4. Seleksilah undangan pelayanan yang diberikan kepada Anda agar jemaat
tidak terabaikan.
5. Milikilah sebuah buku agenda dan aturlah jadwal tugas Anda sehari-hari.
6. Pakai setiap waktu luang untuk hal-hal yang berguna. Tentukan satu hari
libur setiap minggu.

TEOLOGI PASTORAL 23
PASAL 5
ISTRI GEMBALA SIDANG

A. PERANAN DAN KETELADANAN ISTRI GEMBALA


Peranan istri amat besar dalam kehidupan hamba Tuhan. Rumah
tangga adalah lingkungan yang paling mempengaruhi kondisi rohani jemaat
Anda. Rumah dan keluarga Anda harus menjadi saluran berkat bagi jemaat
maupun lingkungan di sekitar. Libatkan istri Anda dalam pelayanan yang
sesuai dengan talenta dan bebannya. Istri gembala sangat efektif dalam
membantu keluarga-keluarga muda yang baru menikah. Sangat indah jika
suami-istri (gembala sidang) melayani dalam bidang yang saling mengisi dan
melengkapi sehingga jemaat merasa amat diberkati. Di bawah ini kita akan
mempelajari peranan dan keteladanan istri gembala sidang:

1. Teladan sebagai orang Kristen yang rohani.


 Orang yang rohani ialah seorang yang terus bertumbuh secara rohani
setiap hari. Ia adalah seorang yang sekalipun belum mencapi
kerohanian yang sempurna, tetapi tidak putus asa dan tidak berhenti
melayani Tuhan dalam pimpinan dan kekuatan Roh Kudus (Fil. 3:12-14).
Ia mengarahkan diri kepada tujuannya dalam Kristus, walaupun Iblis
berusaha menghalangi pertumbuhan itu dengan sifat putus asa dan
sikap sombong.
 Orang Kristen yang rohani memiliki ciri-ciri: kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-
lembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Buah Roh ini akan dibentuk
dan nampak bila kita dengan sengaja selalu tunduk dan taat kepada
pimpinan Roh Kudus. Kita juga harus menyangkal diri, memikul salib,
dan mengikut Yesus (Luk 9:23), tetap berdoa (1Tes 5:17), dan
melakukan firman dengan taat dan setia (Yak. 1:22).

2. Teladan sebagai istri yang baik.


 Penopang suami dalam pelayanannya.
 Pencipta suasana yang baik.
 Pendamping suami yang setia.
 Memiliki komunikasi yang lancar dengan suaminya.
 Ada kepuasan dalam hubungan seksual.
 Menjaga nama baik suami.

3. Teladan sebagai ibu rumah tangga yang baik


 Mendidik anak sesuai dengan Firman Tuhan.
 Menguatkan anak yang menghadapi tekanan khusus.
 Bijaksana dalam pembicaraan di depan anak.
 Menciptakan suasana rumah tangga yang penuh kasih.
 Memandang rumah tangga sebagai tempat pelayanan.
 Mengatur rumah dengan rapi.
TEOLOGI PASTORAL 24
 Mengatur ekonomi rumah tangga yang baik.

Seorang istri hamba Tuhan dalam peran dan kepribadiannya harus


hidup tulus ikhlas dan dengan sabar, hingga diterima dengan baik oleh jemaat.
Tiga cara praktis dalam memenuhi peran seorang istri gembala:
 Menetapkan prioritas, yakni: Tuhan, kemudian suami dan anak-anaknya.
 Mengatur waktu sesuai dengan prioritasnya.
 Memelihara keseimbangan hidup.

Ada empat pertanyaan yang perlu dipertimbangkan baik-baik sebelum


istri gembala mengambil sebuah keputusan, yaitu:
1. Apakah tindakan ini berkenan kepada Tuhan? (Kol.3:17, 23).
2. Apakah suami saya menyetujui saya melakukan ini? (Ef. 5:22).
3. Apakah akibat tindakan ini bagi suami dan anak saya? (Ams. 22:6).
4. Apakah akibat tindakan ini bagi orang lain? (1Kor. 9:19-23).
5. Apakah keputusan ini akan mengutungkan atau merugikan (diri sendiri,
keluarga, waktu, ekonomi, pelayanan, dll).

B. HUBUNGAN ISTRI GEMBALA DENGAN JEMAAT


Istri gembala sidang perlu mengenal dan mengasihi jemaat dengan tulus
dan tidak membeda-bedakan status sosial mereka. Untuk itu diperlukan sikap
yang ramah agar mudah mengenal anggota jemaatnya. Cara praktis untuk
menunjukkan kasih kepada jemaat ialah:
 Mengingat nama anggota jemaat;
 Mau menerima pendapat orang lain;
 Berusaha mengerti perasaan jemaat (menghibur, mendengar keluhan dan
memberikan nasihat /konseling).

Bila ada anggota jemaat yang sukar dikasihi, maka istri gembala sidang
harus mencari tahu penyebabnya dan mengerti jiwa orang itu. Mungkin ada
latar belakang hidup yang membentuk kepribadiannya itu. Ingatlah, bahwa
Tuhan mengasihi dia. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengasihi dia.
Kasih tidak berarti memiliki perasaan yang sungkan terhadap seseorang.
Tetapi kasih berarti bahwa kita selalu mencari hal yang paling baik bagi orang
yang kita kasihi.

Seorang istri gembala sidang yang mengasihi jemaat tentunya akan


terlibat dalam pelayanan praktis. Pelayanan praktis itu misalkan pelayanan
perkunjungan (bezuk) kepada: ibu yang melahirkan; keluarga yang berkabung;
orang yang mengalami musibah; orang yang bingung atau sedih; orang yang
sakit; orang yang bergembira; dll.

Ujian sifat kasih yang paling berat ialah harapan anggota-anggota gereja
bahwa istri gembala sidang akan rela mengampuni. Sekalipun pengampunan
merupakan hal yang sulit, dengan menyadari bahwa Yesus sudah
TEOLOGI PASTORAL 25
mengampuni kita dan dengan kuasa Roh Kudus, pengampunan mudah kita
lakukan. Beberapa alasan mengapa harus mengampuni, yaitu:
1. Tuhan memerintahkan kita untuk mengampuni saudara kita (Mat.18:21-22).
2. Bila tidak mengampuni sesama, Tuhan tidak mengampuni kita (Mat. 6:15).
3. Sikap tidak mengampuni merusak sifat rohani kita (Ef. 4:26-27).
4. Agar pelayan kita tidak munafik karena tidak mengampuni (Ef. 1:7; 4:32).

Beberapa langkah praktis untuk mengampuni seseorang, yaitu:


1. Carilah apa sebabnya orang itu bersalah pada kita.
2. Berusahalah melihat dan mengerti jiwanya.
3. Layanilah dia.
4. Berdoa agar kita dimampukan untuk mengampuni. Ingat contoh Yesus di
kayu salib.
5. Doakan orang yang perlu diampuni.
6. Dengan pimpinan Roh Kudus, tegur dia dengan kasih.

Dalam menghadapi berbagai situasi yang sukar dan berat. Seorang istri
gembala sidang perlu memiliki tiga sifat yang dapat menolongnya, yaitu:
1. Kemampuan untuk menguasai diri, khususnya menguasai mulutnya
(Ams.11:13; 15:1; Gal.6:1; Ef.4:29).
2. Memiliki hikmat (Ul. 6:6-9; Ams.11:2; Mat.7:24-26; I Tes.5:17; Yak.1:5,22).
3. Menyesuaikan diri dengan keadaan jemaatnya – ekonomi, sifat dan
kepribadian anggota jemaat (1Kor.9:22).

C. MASALAH YANG BIASA DIHADAPI ISTRI GEMBALA


1. Harta benda.
 Dalam dirinya  keinginan hidup mewah.
 Di luar dirinya  bagaimana menghadapi anggota yang curiga/iri.
Cara mengatasi masalah harta benda ini adalah:
 Menerima berkat Tuhan dengan rasa terimakasih.
 Memperkembangkan sifat rela membagi berkat dengan orang lain.
 Menyesuaikan diri dengan keadaan.

2. Dandanan
Istri gembala sidang harus menjaga tubuh dan dandanannya, sesuai situasi
dan kondisi dan tidak memakai perhiasan secara berlebihan.

3. Rasa rendah diri


Cara mengatasi:
 Menyadari bahwa kita berharga di hadapan Tuhan (Maz.8:6-7; I
Pet.1:18-19; I Kor.6:20; Ef.4:7, 11-12).
 Mengembangkan bakat dan karunia Roh yang Tuhan berikan (I Kor. 12).

4. Iri hati dan rasa diabaikan oleh suami.


Cara mengatasinya:
 Berdoa.
TEOLOGI PASTORAL 26
 Kembangkan komunikasi yang baik - Bicarakan perasaan itu dengan
suami dan minta pengertiannya.

5. Kritikan tentang suami atau anak-anaknya.


Cara mengatasi kritikan:
 Dengarkan apa kritikannya.
 Perhatikan, apakah kritikan itu benar atau salah.
 Bila kritikan itu benar, terima dan perbaiki kesalahan dengan kekuatan
Roh Kudus.
 Bila kritikan itu tidak benar, berikan penjelasan dan alasan yang kuat
dan akurat.
 Bila kritikan itu membangun, ucapkanlah “terima kasih.”
 Kuasai diri jangan sampai marah bila dikritik.

6. Sasaran pembicaraan orang lain.


Keluarga gembala sidang selalu menjadi sasaran pembicaraan orang lain,
baik itu tentang kelebihan maupun kekurangannya. Reaksi yang bijak akan
hal ini adalah menanggapi dengan senyuman atau tidak begitu
memperhatikannya, seolah-olah hal itu sesuatu yang tidak begitu penting.

7. Kesempatan untuk mencurahkan isi hati.


Seringkali istri gembala sidang tidak mempunyai tempat untuk
mencurahkan isi hatinya, karena ia sendiri dianggap sebagai teladan
seorang pemimpin rohani. Sehingga ia sendiri harus menyimpan rahasia
sendiri. Berikut ini terdapat cara untuk mencurahkan isi hati:
 Berdoa kepada Tuhan sebagai teman yang mengerti perasaan kita.
 Kembangkan komunikasi yang baik dengan suami.
 Carilah teman istri hamba Tuhan lain atau sahabat dalam jemaat.
 Adakan pertemuan se-daerah untuk istri-istri hamba Tuhan.
 Hubungilah teman yang jauh melalui surat-menyurat, telepon, dan
media komunikasi yang lain.

TEOLOGI PASTORAL 27
PASAL 6
PENDETA SEBAGAI PENGAJAR

Seorang Pendeta bertanggung jawab untuk memberitakan dan


mengajarkan Firman Allah (I Tim 4:13, 5:17, Ezra 7:10). Ada dua tujuan utama
pengajaran:

1. Memberi makanan rohani kepada domba-domba (anggota jemaat).


Ini berkaitan dengan pendidikan rohani yaitu memberi arahan kepada
jemaat dengan prinsip-prinsip doktrin sesuai dengan Firman Allah (Mat
28:20, Tit 2:1), melalui:
a. Khotbah.
Cirinya: Sumbernya Alkitab, monolog, menolong memberi inspirasi,
biasanya berkenaan dengan emosi  kehendak, tidak ada makalah.
b. Pengajaran.
Cirinya: Sumbernya Alkitab + buku-buku lain, dialog, memberi
informasi, berkenaan dengan pikiran  perasaan  kehendak,
biasanya ada makalah.

Fungsinya adalah untuk:


a. Memperlengkapi  melatih para anggota jemaat untuk hidup benar
dan berjalan menurut Firman Allah serta melayani di gereja-Nya (II Tim
3:16-17, Ef 4:11-16).
b. Mendidik  membawa para anggota jemaat kepada kedewasaan
rohani di dalam Kristus melalui pengajaran, konseling, teguran, nasehat
dan pimpinan (Kol. 1:28).
c. Mendorong  menggunakan Firman Allah untuk mendukung dan
menolong para anggota jemaat dan memberikan pengharapan,
keyakinan di dalam Tuhan sesuai dengan janji-Nya (Rom 15:1-4).

2. Menjaga domba-domba dari pengajaran/guru palsu guru palsu,


khususnya di dalam gereja. Ia juga harus berjaga-jaga dan mengingatkan
anggotanya mengenai pengajaran-pengajaran palsu di luar gereja.
Pengajaran merupakan suatu hal yang berharga dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (Yak 3:1).

Pengajaran di mimbar tidaklah cukup untuk membawa kedewasaan


rohani di dalam Kristus. Karena itu Pendeta harus mencari waktu lain dan cara
lain yang efektif untuk pengajaran Firman Tuhan. Disini ada beberapa saran
untuk memberikan pengajaran keseluruhan kepada semua anggota
jemaat/umum:

1. Sebelum/setelah ibadah Minggu.


Pendeta dapat mengajar pemahaman Alkitab 1,5 jam sebelum atau setelah
ibadah, dimana mereka bertemu di dalam gereja. Satu jam pertama untuk
membahas satu topik atau kitab tertentu dalam Alkitab, ½ jam berikutnya
TEOLOGI PASTORAL 28
dapat dipakai untuk tanya jawab, diskusi dan dialog. Dengan demikian ada
kelas “Sekolah Minggu” juga untuk jemaat dewasa dan bukan hanya untuk
anak kecil.
2. Ibadah Minggu malam.
Kalau memungkinkan pola ibadah malam setelah pujian dan penyembahan
dilanjutkan dengan pengajaran, bukan berkhotbah.
3. Tengah Minggu
Jika ada kebaktian di tengah Minggu, itu dapat digunakan untuk pengajaran
sistematik ekspositori firman Allah, disertai dengan doa dan penyembahan.
4. Dalam kelompok kecil.
Pendeta bisa mengajar para pria dan wanita dalam kelompok kecil. Ia juga
harus memuridkan, melatih dan memperlengkapi para pemimpin lain
(pengerja, pengurus, pemimpin kelompok kecil, dll.) untuk mengajar topik-
topik tertentu (Tit 2:3-4, II Tim 2:2) agar lebih banyak orang yang dapat
diajar dengan Firman Tuhan.

Ada beberapa petunjuk untuk meningkatkan kualitas khotbah:


1. Mulailah dengan merasa tidak puas dengan khotbah Anda. Jangan terlalu
percaya dengan pujian yang diberikan jemaat kepada Anda. Pengkhotbah
yang cepat puas tidak akan bertumbuh dan tidak akan menjadi sumber
kekuatan rohani bagi jemaat.
2. Jalan terbaik memperbaiki cara berkhotbah adalah dengan terlebih dulu
memperbaiki sang pengkhotbah. Hal ini bicara tentang karakter, kualitas
hidup dan kualitas hubungan dengan Tuhan.
3. Jangan segan-segan menerima kritik yang membangun.
4. Biasakan untuk mendengar ulang khotbah (lewat rekaman kaset), agar
Anda bisa terus menerus memperbaikinya.
5. Carilah kesempatan untuk mendengarkan khotbah orang-orang lain, baik
dari pengkhotbah ternama ataupun dari rekan-rekan kita sendiri.
Pelajarilah hal positif dan negatif dari khotbah-khotbah tersebut.
6. Bacalah buku-buku yang baik tentang Homiletika. Bacalah juga buku-buku
khotbah yang sudah diterbitkan.
7. Belajarlah untuk mengkhotbahkan tema-tema yang sama sekali baru buat
Anda. Jangan terlalu sering mengkhotbahkan tema yang sama dan
sejenis, tetapi mulailah jelajahi daerah-daerah yang baru dan segar agar
kemampuan Anda semakin berkembang.
8. Pelajari bahasa asli Alkitab dan jabarkan dengan sederhana. Di dalamnya
terdapat banyak gizi rohani guna pertumbuhan anggota jemaat.
9. Tuhan akan memberi kesempatan kepada kita untuk memperbaiki cara
berkhotbah,dengan cara mengijinkan kita menghadapi kejadian-kejadian
yang akan mendorong untuk lebih tekun berdoa dan merenungkan Firman
Tuhan.

Saran-saran praktis untuk mempersiapkan khotbah yang efektif:


1. Bersikaplah wajar.
2. Rencanakan pelayanan mimbar. Buatlah tema khotbah Minggu demi
Minggu, agar Anda tidak panik dalam mencari sesuatu untuk dikhotbahkan.

TEOLOGI PASTORAL 29
Dengan membuat tema kita dapat mempersiapkan khotbah lebih awal dan
lebih baik. Tetapi jangan menolak bila Tuhan memberi beban atau petunjuk
tertentu untuk khotbah yang berbeda dengan tema yang sudah Anda buat.
3. Mulailah sedini mungkin dalam mempersiapkan khotbah. Agar ada lebih
banyak waktu, lebih banyak perenungan, lebih banyak ayat yang kita baca
sehingga khotbah yang kita buat lebih berbobot.
4. Gunakan suatu sistem arsip bahan khotbah yang rapi.
5. Mulailah dengan Firman Tuhan. Sebelum membaca buku-buku lain,
mulailah dengan Alkitab. Catat gagasan yang diberikan Roh Kudus dan
galilah ayat-ayat tersebut dari berbagai terjemahan, baru kemudian kita
membaca buku-buku lain/tafsiran.
6. Susunlah bahan khotbah dengan baik. Khotbah yang baik dapat disarikan
menjadi satu kalimat inti. Kemudian dikembangkan dalam point/ butir-butir
yang akan kita khotbahkan. Gunakan garis besar dan uraian khotbah,
sehingga jemaat akan mudah mengikuti dan mengingat khotbah Anda.
7. Biarlah Tuhan menggunakan Anda. Mempersiapkan khotbah adalah
pengalaman rohani dimana kita bergumul dalam mempersiapkannya. Roh
Kudus harus lebih dahulu berbicara kepada Anda, baru kemudian Ia dapat
berbicara melalui Anda.
8. Tetap pelihara hubungan yang erat dengan jemaat. Dengan demikian
akan membuat kita mengerti akan kebutuhan dan pergumulan mereka,
sehingga khotbah-khotbah kita dapat memberi jalan keluar dan jawaban
bagi mereka.
9. Selalu siap sedia. Kita harus mempersiapkan khotbah setiap waktu.
Bukalah hati dan seluruh panca indera Anda untuk siap menerima
gagasan-gagasan, ilustrasi atau pokok khotbah yang baru dari Tuhan. Ide-
ide seringkali timbul secara tiba-tiba, karena itu bawalah selalu buku saku
untuk mencatatnya.

TEOLOGI PASTORAL 30
PASAL 7
MENGELOLA PEKERJAAN TUHAN

Seorang gembala sidang juga harus memimpin rapat pengurus.


Kadang kala ada pendeta yang kurang suka mengadakan atau hadir dalam
rapat. Bagaimana sikap terbaik dalam situasi ini?
1. Pertama kita tidak boleh memisahkan antara pelayanan rohani dan tugas
organisasi/administrasi. Gereja adalah sebuah organisme, tapi juga sebuah
organisasi. Jika organisme tidak mempunyai susunan organisasi,
organisme itu akan mati. Namun jika organisasi menjadi hal terpenting,
maka gereja itu pun bakal mati. G. Campbell Morgan berkata, “Susunlah
organisasi seminimal mungkin, demi hasil karya yang semaksimal mungkin”
2. Gembala harus memandang rapat organisasi gereja sebagai kesempatan
untuk menggembalakan para pemimpin/pengurus gereja. Lebih banyak
keputusan yang penting dan positif untuk pertumbuhan jemaat yang diambil
dalam rapat dari pada kebaktian umum.
3. Belajar mengetuai rapat dengan baik. Rapat yang berguna itu selalu mulai
tepat waktu, mengikuti agenda yang dipersiapkan lebih dulu, tetap terarah
dan sedapat mungkin selesai tepat waktu.
4. Berusahalah mengadakan pertemuan atau rapat dengan para pemimpin/
pengurus gereja sedikitnya sebulan sekali. Selain untuk membicarakan
pekerjaan Tuhan, kita juga harus mendoakannya sungguh-sungguh. Doa
ibarat minyak pelumas bagi roda organisasi gereja. Seringkali rapat urusan
gereja menjadi semakin pendek ketika doa semakin banyak.

Bagaimana caranya saya dapat menemukan dan menatar calon


pelayan Tuhan dan pemimpin gereja?
1. Sampaikan Firman Tuhan mengenai panggilan pelayanan dan berdoalah
agar Allah membangkitkan pekerja yang terbeban untuk tuaian (Luk. 10:2).
2. Biasanya kurang bijaksana kalau gereja seolah-olah “pasang iklan” untuk
mencari pelayan. Yang menawarkan diri biasanya orang yang kurang
tepat. Lebih baik jika kita mengamat-amati jemaat dengan diam-diam
sambil mengharapkan petunjuk Tuhan.
3. Bila ada orang yang tampaknya berpotensi, uji dulu dengan tugas kecil
(Mat. 25:21), baru kemudian tambahkan dengan tugas pelayan lain.
Tekankan bahwa tugas itu penting dilaksanakan dengan serius.
4. Baik bila sekali setahun para anggota jemaat diminta untuk mengisi formulir
yang mendaftarkan berbagai bidang pelayanan yang ingin mereka masuki.
5. Lakukan proses pemuridan dengan sistem magang (II Tim 2:2). Ajak dan
bina seorang calon pemimpin untuk terjun dalam kehidupan dan pelayanan
Anda. Bila sudah mahir ia pun dapat membina orang lain.

TEOLOGI PASTORAL 31
Gembala sidang dalam gereja yang bertumbuh perlu dibantu oleh staf
gereja, misalnya sekretaris gereja, pengerja dll. Di sini ada beberapa petunjuk
dalam memilih dan membina staf gereja:

1. Dari awal hendaknya ditulis secara jelas dan tertib mengenai: tugas dan
tanggung jawab, wewenang, jam kerja: masuk dan pulang, hubungan kerja,
honor dan tunjangan, dll. Namun tugas bisa disesuaikan di kemudian hari,
dicocokkan dengan karunia rohani yang diberikan Tuhan, kesempatan dan
keperluan yang ada.
2. Jangan menambah terlalu banyak anggota staf sekaligus, sehingga timbul
kesan bahwa jemaat mempekerjakan begitu banyak staf gereja supaya
mereka sendiri tidak usah giat melayani lagi.
3. Jika ada beberapa orang staf gereja, adakan waktu pertemuan pada awal
Minggu untuk merundingkan masalah yang dihadapi, tujuan yang akan
dicapai, jadwal rencana seminggu ke depan. Baik sekali bila setiap orang
membuat laporan mingguan secara tertulis tentang pelayanan masing-
masing.
4. Tegur dan bimbinglah staf gereja yang tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik (Ams. 27:6). Jangan hanya mengomel di belakang, tapi
nasehati dan doronglah dia untuk menjadi lebih baik.

Beberapa pedoman mengenai masalah keanggotaan gereja:


1. Buatlah daftar jemaat yang rapi dan adakan pengabsenan jika perlu.
2. Tanamkan kepada jemaat bahwa gereja adalah keluarga, jadi jika ada
yang bermasalah atau undur, menjadi kewajiban bersama untuk
memperhatikan dan memulihkannya.
3. Jika ada jemaat yang sudah beberapa Minggu tidak hadir harus segera
dikunjungi.
4. Gembalakanlah jemaat dengan kasih, maka Tuhan akan menjalin ikatan
yang amat kuat dengan mereka.
5. Libatkan sebanyak mungkin jemaat yang sudah dewasa rohani dan
bertalenta dalam pelayanan.
6. Arahkan dan berilah tugas-tugas sederhana kepada jiwa-jiwa yang baru
bertobat. Mereka amat bersemangat, mereka akan lebih bertumbuh dan
efektif jika dimuridkan oleh jemaat yang sudah dewasa.
7. Biasanya jemaat gereja terdiri dari tiga jenis seperti ini:
a. 10% akan menjadi orang Kristen yang kerohaniannya dewasa, biarpun
gembala sidangnya tidak ada sama sekali. Mereka merupakan
sokoguru gereja.
b. 10% tidak melayani dengan setia, sekalipun rasul Paulus yang menjadi
gembala sidangnya.
c. 80% adalah anggota jemaat yang mudah terpengaruh bisa menjadi
pengikut yang dewasa ataupun yang malas.
Arahkan perhatian kepada yang 10% yang dewasa tadi agar mereka bisa
mempengaruhi/membimbing yang 80% sehingga menjadi dewasa juga.
Jika yang 80% menjadi jemaat dewasa maka mereka akan mempengaruhi
jemaat yang tidak setia.

TEOLOGI PASTORAL 32
Beberapa pedoman untuk melakukan tindak lanjut (follow up) terhadap
jiwa baru yang menghadiri acara kebaktian:
1. Sambut dan hormati jiwa baru dengan ramah dan antusias.
2. Mintalah para jiwa baru untuk mengangkat tangan pada acara perkenalan
dan berikan kartu perkenalan untuk diisi.
3. Ada beberapa gereja yang mengadakan ramah tamah sederhana setelah
kebaktian. Dalam kesempatan inilah pendeta, dan para pelayan atau
majelis berkenalan dengan lebih dekat lagi.
4. Adalah sangat baik jika gembala sidang adalah orang yang ramah,
terutama ketika menyambut jiwa baru yang pertama kali hadir. Buatlah
mereka merasa terkesan dan betah dalam sambutan, suasana dan
kebaktian di gereja Anda.
5. Pada hari Senin semestinya ada surat atau kartu pos khusus yang dikirim
dari gereja kepada setiap jiwa baru yang menghadiri kebaktian pada hari
Minggu kemarin.
6. Setiap gereja sebaiknya memiliki tim pelayanan besuk yang mendatangi
mereka.
7. Jika ada tamu di gereja kita yang merupakan jemaat dari gereja lain,
sebaiknya berbicara dengannya, atau kita memberi tahu gembala
sidangnya. Jika tamu tersebut memang ingin pindah ke gereja kita harus
dengan cara yang baik dengan ijin dan surat tertulis dari gembalanya.

Pelayanan musik di gereja haruslah mencerminkan dan menyatakan


kehidupan rohani. Pelayanan musik, Firman Allah dan Pendidikan Agama
Kristen haruslah saling mengisi dan melengkapi serta mempengaruhi keadaan
rohani di dalam hati setiap orang percaya. Beberapa pedoman untuk
meningkatkan pelayanan musik di gereja:
1. Jika ada problem di dalam pelayanan musik di gereja mungkin sekali ada
juga problem di hati jemaat. Ijinkan Roh Kudus bekerja dalam hati jemaat
secara lebih mendalam lewat khotbah Anda. Ajarkan apa arti dan maksud
dari pujian penyembahan. Pastikan bahwa syair sesuai dengan Firman
Tuhan dan melodi yang dimainkan selaras dengan syair yang dinyanyikan.
Pemain musik dan petugas pujian harus bersungguh-sungguh dalam
melakukan tugasnya sehingga pelayanannya merupakan kesaksian dari
hati ke hati.
2. Bedakan antara pelayanan dengan pagelaran. Karena pagelaran musik
hanya menyentuh tubuh dan jiwa, tetapi pelayanan musik gereja harus
menyentuh hati/roh jemaat agar terangkat kepada Tuhan. Untuk itu
dibutuhkan kesungguhan dari para pelayan untuk memiliki kehidupan
rohani dan hubungan yang baik dengan Tuhan.
3. Manfaatkan kebaktian-kebaktian doa untuk mengajar lagu-lagu baru
kepada jemaat.
4. Kaitkan setiap lagu rohani dengan Firman Tuhan. Setelah dinyanyikan cari
dan bahas ayat yang menjadi dasar dari lagu tersebut sehingga jemaat
lebih menghayatinya.

TEOLOGI PASTORAL 33
5. Doakan agar Tuhan membangkitkan pemain pemusik dan para pelayan
pujian yang handal serta berkomitmen di gereja Anda.
6. Sabarlah. Janganlah mengeritik pelayanan musik di depan umum.
Dekatilah secara pribadi untuk meningkatkan kerohanian dan keindahan
musik mereka.

Beberapa pedoman untuk mendorong jemaat agar lebih terlibat dalam


usaha penginjilan dan misi:
1. Ajarkan jemaat untuk mengerti tentang pentingnya penginjilan. Selidiki lalu
promosikan badan-badan PI tertentu (jika gereja Anda tidak memiliki badan
PI seperti itu) yang dapat didukung oleh jemaat dalam doa dan dana.
Pastikan uang sumbangan tersebut sampai ke tujuan dan mintalah laporan
berkala.
2. Ada dua cara untuk mendukung pengabaran dan pengutusan Injil:
- Secara rutin menyisihkan sebagian dari persembahan dan
persepuluhan setiap Minggu.
- Mempromosikan pengumpulan uang untuk tujuan tersebut pada
waktu-waktu tertentu.
3. Sewaktu-waktu undanglah seorang penginjil yang berpengalaman di
bidang itu untuk berkhotbah di gereja Anda.
4. Didiklah jemaat untuk terus perduli dan terlibat langsung dalam penginjilan,
latih mereka untuk bisa melakukannya. Adakan seminar Pekabaran Injil
jika dirasa perlu.

Sejauh mana gereja harus melibatkan diri dalam pelayanan sosial?


1. Tuhan Yesus dan jemaat mula-mula memberi teladan kepada kita untuk
berbuat baik kepada sesama (Kis 10:38; 9:36-42). Jadi gereja harus
memperhatikan dan melakukan pelayanan ini.
2. Pelayanan sosial tidak boleh menghambat/meniadakan pelayanan PI.
Kedua pelayanan ini harus berjalan beriringan. Pelayanan sosial akan
menjadi pintu masuk yang efektif bagi pekabaran Injil di kemudian hari.
3. Jangan lupakan pelayanan sosial bagi jemaat sendiri:
- Mengunjungi keluarga yang kekurangan.
- Mencarikan pekerjaan untuk orang yang menganggur.
- Memperhatikan dan membantu jemaat yang sakit.
4. Pilihlah orang-orang yang punya beban untuk hal ini menjadi diaken-
diaken. Mereka yang akan langsung menangani masalah ini. Jangan lupa
adakan dana dari gereja untuk keperluan ini.

TEOLOGI PASTORAL 34
PASAL 8
KUNJUNGAN DAN PERCAKAPAN PASTORAL

A. PERLUNYA KUNJUNGAN DAN PERCAKAPAN PASTORAL

Seorang gembala tidak cukup melayani di mimbar saja secara umum,


dia juga harus terlibat secara pribadi dalam kehidupan anggota jemaatnya.
Jikalau gereja tersebut kecil (mis. 100 orang) pendeta dapat menangani semua
pelayanan sebagai seorang pekerja penuh waktu. Jikalau gereja tersebut
cukup besar, ia memerlukan staf yang sudah dilatih untuk melayani khususnya
dalam pelayanan visitasi/perkunjungan untuk memperhatikan jemaat di rumah
mereka masing-masing.

Menurut Alkitab pelayanan perkunjungan adalah sangat penting karena:


 Dilakukan oleh Yesus (Luk. 8:1).
 Diikuti oleh Paulus (Kis. 20:22).
 Gembala yang tidak rajin memelihara anggota jemaatnya dijuluki gembala
palsu (Yeh. 34:4,18).
 Kunjungan terhadap yang menderita akan menentukan berkat/hukuman
seseorang (Mat. 25:31-46).
 Kunjungan/bezoek merupakan bagian yang penting dari ibadah yang murni
(Yak. 1:27).

Tujuan melakukan perkunjungan antara lain:


 Mengenal jemaat secara pribadi.
 Dapat menemukan kebutuhan sebenarnya dalam hidup dan keluarga
anggota jemaat tersebut.
 Membangun kepercayaan dan saling mempercayai.
 Memberi kesempatan jemaat untuk memberi kesaksian kepada pendeta
 Mengetahui bahwa gereja memperdulikan mereka.
 Menghibur orang yang kita kunjungi.
 Memberi dorongan untuk terlibat dalam aktivitas pelayanan gereja (Mat.
25:34-36; Gal. 6:9-10).
 Mengidentifikasi siapa yang memiliki potensi untuk pelayanan tertentu.

Penting bagi gereja untuk memiliki data lengkap jemaat, meliputi:


 Nama.
 Jenis kelamin.
 Umur.
 Alamat atau tempat tinggal.
 Nomor telepon.
 Data keluarga: nama istri/suami, anak-anak dan umur mereka.
 Pendidikannya, termasuk kursus Alkitab yang mungkin pernah diikutinya.
 Jenis pekerjaan dan alamatnya.
 Data tentang pertobatannya.
TEOLOGI PASTORAL 35
 Data anggota gereja dan surat baptisan.
 Karunia, talenta dan bakat.
 Pelayanan dalam bidang tertentu.
 Keterangan-keterangan kebutuhannya.
 Informasi yang lain.

Catatan dokumen di atas harus disimpan dalam urutan (alphabetika)


dalam komputer dan juga dalam map, dengan halaman buku khusus. Ada
banyak gereja tidak memiliki data-data atau informasi mengenai jemaat.
Bagaimana mungkin jemaat dapat dilayani jikalau tidak mengenal mereka?

Kadang ada keluhan yang diutarakan gembala: “Bagaimana saya dapat


menggembalakan, sedangkan tidak ada seorangpun yang mau menceritakan
persoalan pribadi atau hubungannya dengan Tuhan kepada saya?” Untuk itu
hal di bawah ini perlu diperhatikan:
1. Gembala memandang manusia dulu, lalu baru persoalan-persoalan.
Jadi tidak perlu hanya “memancing‟ persoalan saja atau mendorong jemaat
uintuk membuka hatinya dan meceritakan persoalannya. Yang penting:
Gembala betul-betul memperhatikan jemaatnya. Seorang gembala yang
penuh perhatian berdasarkan kasih Kristus, dengan sendirinya akan
menimbulkan keinginan anggota jemaat yang bersangkutan, untuk
membicarakan persoalan-persoalannya baik rohani maupun jasmani,
karena ia merasa gembala merupakan teman baginya, seorang saudara
dalam Kristus.
2. Gembala harus mengunjungi jemaat dengan teratur, supaya jemaat bisa
mengenal gembala dengan baik. Dengan demikian baru ia boleh
mengharapkan, bahwa jemaat akan membuka hatinya kepada gembala.

Perkunjungan pastoral termasuk ke: ke rumah, rumah sakit, penjara,


dan lain-lain. Dalam perkunjungan pastoral harus diperhatikan hal ini:
1. Bilamana tidak memungkinkan mengunjunginya di rumah karena
pekerjaannya, maka kunjungi dimana ia berada. Namun harus bijaksana
dan lihat situasi-kondisi.
2. Bagaimana bila gembala ingin mempercakapkan suatu hal dengan salah
satu anggota keluarga yang karena keadaan tinggal dengan beberapa
keluarga dalam sebuah rumah? Jalan keluarnya: Kunjungi rumah itu dan
bercakap dengan seluruh isi rumah itu dulu. Tanyakan mungkinkah
beberapa hari lagi kembali dan berbicara dengan keluarga tertentu (satu
keluarga saja) dan dengan bijaksana terangkan lebih baik anggota keluarga
yang lain tidak hadir dalam percakapan yang akan datang. Lalu pada hari
yang ditentukan kembali lagi dan memulai percakapan pastoral. Atau
mungkin anggota keluarga yang ada persoalan khusus dapat diundang ke
pastori atau kantor gereja untuk bercakap dengan tenang.

B. SIAPA YANG DIKUNJUNGI?


Yang perlu dikunjungi oleh gembala adalah:
TEOLOGI PASTORAL 36
1. Anggota-anggota jemaat.
2. Tamu-tamu yang menghadiri kebaktian.
3. Pendatang-pendatang baru di lingkungan Anda.
4. Tiap keluarga di wilayah Anda perlu dikunjungi dari rumah ke rumah, sambil
menunjukkan perhatian dan mengabarkan berita Injil.

Anggota jemat terdiri dari: domba-domba, anak-anak domba, yang sakit,


yang sesat, dll. Mereka harus mendapat perhatian khusus. Untuk itu harus
ada catatan khusus tentang mereka yang tidak hadir: yang sakit, yang lanjut
usia, tamu, dll. agar mereka dapat dilayani sesuai kebutuhan mereka masing-
masing. Kunjungi pribadi kepada anggota yang setia pun perlu walaupun tidak
sebanyak kunjungan kepada yang sakit, karena hal ini akan menyebabkan
mereka lebih setia dan tergerak untuk ikut dalam pelayanan Anda.

Perkunjungan rutin tiap keluarga dalam jemaat sekurang-kurangnya


satu tahun sekali. Karena itu majelis jemaat selalu berusaha agar daftar
anggota beres. Anggota jemaat yang baru (baru pindah) juga dikunjungi tidak
lebih dari tiga minggu sesudah mereka tiba dalam jemaat. Dari perkunjungan
rutin (untuk pertemuan pribadi antara gembala dan anggota) sering muncul
perkunjungan khusus, yaitu perkunjungan berhubungan dengan salah satu
persoalan tertentu: sakit, akan menikah, kesulitan dalam perkawinan,
lingkungan dan lain-lain.

Peter Wongso membedakan jenis perkunjungan sebagai berikut:


1. Perkunjungan rutin.
Melakukan perkunjungan rutin sesuai dengan banyak sedikitnya jemaat,
misalnya setiap minggu satu atau dua kali.
2. Perkunjungan orang sakit
Kita perlu tahu penderita sakit apa, di rumah sakit atau di rumah? Kemudian
kita menjenguk dia, berdoa baginya dan memberi nasehat seperlunya; tapi
harus hati-hati dalam memperkenalkan obat atau dokter.
3. Perlawatan kepada orang yang berkabung.
4. Perkunjungan khusus, kepada:
 Anggota baru.
 Orang yang undur atau murtad.
 Kelahiran seorang bayi.
 Pasangan yang baru menikah.
 Keluarga yang berselisih, dll.

Dalam perkunjungan, bilamana dibutuhkan maka Gembala juga perlu


melakukan pelayanan pembimbingan/konseling:
1. Konseling Umum/Masalah.
2. Konseling Pernikahan dan Keluarga.
3. Konseling Pekerjaan.
4. Konseling Pengajaran/Pendidikan.

TEOLOGI PASTORAL 37
C. SIAPA YANG MENGUNJUNGI?
Sebetulnya setiap perkunjungan orang Kristen kepada temannya
dengan maksud menolongnya atas nama Yesus Kristus sudah merupakan
perkunjungan Pastoral. Tetapi disini kita hanya akan membicarakan
perkunjungan resmi dalam jemaat yaitu perkunjungan pastoral yang diadakan
dengan teratur. Perhatikan: perkunjungan itu bukan semata-mata tugas
pendeta saja, tapi juga tugas majelis atau pengurus gereja. Jadi pendeta perlu
melatih dan memperlengkapi mereka, agar mereka dapat melaksanakan tugas
penggembalaan dengan baik (Ef. 4:11-13). Kesulitannya: Ada jemaat yang
menganggap “perkunjungan pastoral” baru resmi bila pendeta sendiri yang
datang. Ini harus diatasi dengan pengajaran Firman Allah.

Jumlah orang yang berkunjung jangan lebih dari 2-3 orang dan
diupayakan orang yang mengunjungi mempunyai bakat/karunia khusus untuk
membimbing. Suatu kelompok yang terlalu besar akan mematikan percakapan
yang mendalam. Mungkin keluarga yang dikunjungi tidak cocok dengan salah
satu pengunjung itu, sehingga percakapan tidak bisa lancar, maka pengunjung
tersebut tidak boleh tersinggung atau mempersalahkan keluarga tersebut.
Lebih baik pada waktu berikutnya kelompok lain lagi yang mengunjungi
keluarga tersebut.

Anggota jemaat yang aktif dan berbakat dapat dilatih untuk menjadi
anggota team perkunjungan tersebut, misalnya: sekali sebulan diadakan rapat
dari semua pengunjung itu, lalu diberikan keterangan tentang cara
mengunjungi secara pastoral dan kemudian pada akhir rapat, tiap-tiap
kelompok mendapat dua alamat, yang mereka harus kunjungi. Sebaiknya
untuk maksud itu dicari keluarga-keluarga yang tidak mempunyai persoalan
sulit dan tim perkunjungan harus menulis laporan pendek, supaya bila ada
kesulitan keluarga itu maka majelis/pendeta dapat mengetahuinya dan
melanjutkan pelayanannya. Pada rapat-rapat tersebut jangan lupa tekankan
tentang rahasia jabatan, yakni tidak boleh membocorkan rahasia pribadi yang
diungkapkan jemaat kepada tim perkunjungan untuk didoakan.

Ada pertanyaan: Apakah sebelum berkunjung perlu memberitahukan


sebelumnya atau tidak kepada orang/keluarga tersebut? Jawabannya: Lihat
sikon! Ada baiknya pakai berita, supaya mereka di rumah. Namun ada juga
yang tidak pakai berita supaya mereka tidak menghindar.

Sikap dari yang berkunjung:


 Bersikap ramah, sopan dan hormat dengan memperhatikan adat istiadat
keluarga yang dikunjungi
 Bersikap sebagai penolong, teman, pendengar dan bukan hakin
 Tegur dengan kasih bila perlu.

TEOLOGI PASTORAL 38
D. BEBERAPA PETUNJUK KUNJUNGAN PASTORAL
1. Mempunyai daftar perkunjungan dan pelaksanaan yang sistematis.
2. Mengadakan persiapan rohani sebelum berangkat. Berdoa, membawa
Alkitab, traktat atau warta gereja.
3. Perkunjungan dilaksanakan singkat, selama kurang lebih 15-20 menit.
Namun tidak boleh tergesa-gesa dan terkesan acuh tak acuh.
4. Bila bertemu dengan orang yang bersangkutan dan ia sedang sibuk boleh
mempersingkat waktu atau membantunya jika dapat.
5. Jangan membicarakan orang lain dan menyampaikan perkataan orang lain,
melainkan harus mengabarkan Kristus.
6. Banyak mendengarkan perkataan mereka, memberikan jawaban dan
petunjuk seperlunya.
7. Jika ada pertanyaan tentang Alkitab atau bersifat teologis, harus dijawab
secara obyektif. Jangan menimbulkan perdebatan.
8. Mendorong dan memupuk kebiasaan jemaat untuk membaca Alkitab,
berdoa, mengikuti kebaktian dan berilah teladan.
9. Bila ada orang yang mengaku dosa karena ketidaktenteraman hati nurani,
harus mendengarkan dengan sabar dan berilah ayat-ayat pengampunan
dosa, penghiburan serta ajaklah untuk berdoa. Karena pokok ini penting
maka akan dibahas secara khusus pada pasal 9.
10. Rahasiakan persoalan keluarga mereka, bahkan terhadap keluarga sendiri.
11. Akhiri dengan doa singkat, yang isinya sesuai dengan pembicaraan.

Selanjutnya, Warren Wiersbe memberikan beberapa petunjuk untuk


mengadakan program kunjungan/ pelawatan terhadap anggota jemaat sbb:
1. Berilah teladan kepada jemaat dengan mengunjungi mereka. Kita tidak
bisa menggembalakan jiwa-jiwa jika hanya duduk di belakang meja saja.
2. Utamakan untuk mengunjungi orang-orang yang sedang mengalami
pergumulan berat, diopname atau yang terbaring sakit di rumah. Cari tahu
dahulu keadaan orang yang akan kita besuk. Buatlah formulir besuk yang
dapat kita isi sehingga kita dapat mengetahui keadaan dan
perkembangannya jika akan dikunjungi lagi.
3. Tetapkan waktu besuk secara rutin dan catat nama-nama yang harus
dibesuk sesuai dengan prioritasnya. Juga pilih jam kunjungan yang paling
tepat sesuai dengan waktu yang dimiliki orang yang kita kunjungi.
4. Tetapkan sasaran yang ingin dicapai pada saat membesuk agar kunjungan
tidak membuang waktu/efisien.
5. Ikuti aturan rumah sakit pada saat Anda membesuk kesana. Bersikaplah
ramah dan kooperatif dengan para petugas rumah sakit.
6. Bersikaplah dan berkata-kata positif, antusias dan gembira pada saat
mengunjungi yang sakit, sehingga dapat membesarkan hati mereka.
Bacakan ayat-ayat Firman yang menguatkan dan memberi pengharapan
pada orang yang kita kunjungi dan akhiri kunjungan tersebut dengan doa.
7. Ajak, latih dan libatkan orang-orang yang dapat kita andalkan untuk
menjadi petugas besuk. Sehingga mereka dapat terus membesuk jemaat
lainnya jika gembala sidang berhalangan.

TEOLOGI PASTORAL 39
8. Beri kesempatan kepada petugas besuk untuk bersaksi tentang berkati
yang mereka telah terima dari kegiatan berkunjung ini.

D. ISI KUNJUNGAN PASTORAL


Perkunjungan pastoral bukan mengadakan ibadah seperti biasa, tetapi
memberikan perhatian khusus kepada rumah tangga/anggota ini, supaya ia
merasa disapa pribadi oleh Firman Tuhan. Mulailah pembicaraan dengan hal-
hal yang umum, baru kemudian mengarah pada hal yang bersifat rohani atau
berkaitan dengan pergumulan jemaat, misalnya: persoalan keluarga,
pendidikan anak, kehidupan rohani, ibadah, pekerjaan, dll. Pokok pembicaraan
tergantung pada jenis kunjungan yang kita lakukan. Tetapi dalam kunjungan
jenis apapun, keempat hal berikut harus ada:
1. Nasihat dan bimbingan.
2. Pengajaran dan teguran.
3. Penghiburan.
4. Pengajakan.

Waspada terhadap cara atau maksud kunjungan yang keliru:


 Jangan kunjungan rohani merosot menjadi kunjungan sosial/menjadi
kesempatan informasi issue belaka.
 Jangan lebih sering mengunjungi orang-orang tertentu kecuali karena sakit
atau mundur.
 Jangan akrab terlalu berlebihan dengan anggota jemaat tertentu sehingga
mereka tidak lagi menghormati Anda sebagai gembala sidang.
 Ketika berkunjung kepada orang-orang yang belum dikenal ternyata mereka
anggota gereja lain, katakan dengan jujur bahwa Anda mencari orang-
orang yang belum menjadi anggota gereja manapun juga.
 Jangan lupa pula mengunjungi anggota jemaat yang miskin (Ams. 14:21,
31; 19:17; Gal. 2:10; Yak. 1:27).

Ruth F. Selan, menjelaskan pelayanan perkunjungan sebagai berikut:


Sebelum mengadakan kunjungan, kita hendaknya siap dengan sungguh-
sungguh untuk melayani; telah memeriksa diri dan menyerahkan pelayanan
kita kepada Tuhan dalam doa bersama. Peranan Roh Kudus dalam
percakapan tidak terelakkan dan kita harus peka terhadap pimpinanNya.

1. Pendahuluan (menemui orangnya).


 Ciptakanlah suasana kepercayaan supaya anggota terbuka.
 Ekpresikan sikap menerima (anda menerima anggota sebagaimana
adanya).
 Menciptakan hubungan yang simpatik dimana kedua belah pihak bisa
saling mengerti.
2. Penyelidikan persoalan.

TEOLOGI PASTORAL 40
 Pendengaran dan pengamatan; menghubungkan fakta-fakta yang telah
diungkapkan.
 Mengevaluasi pengamatan, menilai.
 Mengajar, memberikan makna.
 Mendukung, meyakinkan dan mendorong.
 Bertanya untuk lebih mengetahui masalah.
 Memberikan pengertian bahwa kita sungguh mengerti masalah dan
keadaannya.
3. Pertemuan dengan Tuhan.
 Penghiburan dari Firman Allah.
 Nasihat dari Firman Allah (baca Firman Allah yang cocok).
 Teguran dalam kasih.
 Penyerahan, pengajakan dan doa.

4. Penutupan (menemui dunia)


 Memberikan kesanggupan untuk menghadapi tantangan atau masalah
karena Allah yang menyanggupkannya.
 Keyakinan bahwa kita selalu bersedia untuk menolongnya.
 Pastikanlah bahwa yang dibimbing mengetahui dengan jelas langkah-
langkah berikutnya untuk mengatasi masalahnya.

5. Praktek/Demontrasi.
 Mengisi kertas kerja.
 Memperagakan.
 Laporan kunjungan (pengisian).

E. HASIL KUNJUNGAN PASTORAL YANG BAIK


1. Kita dapat melihat anggota jemaat dalam keadaan yang sebenarnya
sehingga dapat melayani mereka dengan Firman Allah yang sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Kita mengadakan hubungan yang terbuka dan intim dengan para anggota
jemaat dan para simpatisan.
3. Kita mendapat kesempatan bersaksi dan memenangkan jiwa bagi Tuhan.
4. Para anggota jemaat merasa bahwa mereka dikasihi dan dihargai.
5. Memungkinkan adanya waktu yang ideal bagi kita untuk membimbing
anggota jemaat dan keluarganya secara pribadi.
6. Dengan berkunjung, para anggota jemaat diberi semangat agar setia
menghadiri kebaktian dan kegiatan gereja.
7. Merupakan sarana pembinaan dan pendewasaan para anggota.

TEOLOGI PASTORAL 41
TEOLOGI PASTORAL 42
PASAL 9
PENGAKUAN DOSA DAN PENGAMPUNAN

Dalam perbincangan pastoral, kadang-kadang ada jemaat yang


mengakui dosa-dosa yang telah dia lakukan sehingga perlu mendapatkan
bimbingan untuk menerima pengampunan dari Allah. Pasal ini akan
membahas hal tersebut.

A. PENGAKUAN DOSA

1. Apakah yang dimaksud dengan dosa?


 Bukan hanya perbuatan salah, seperti berzinah, mencuri, menipu, dll.
 Roma 3:10-18 Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Jadi dosa
adalah sikap manusia yang mengatakan: “Tidak mau” kepada Tuhan.

2. Apakah “pengakuan dosa itu?‟


 Syarat mutlak untuk menerima pengampunan ialah pengakuan dosa.
 Pengakuan dosa yang salah adalah jika Senin sampai Sabtu berdosa,
lalu Minggu bertobat dan mengaku dosa, begitu seterusnya.
 Pengakuan dosa harus disertai penyerahan yang mendalam. Ada
harapan akan kasih Tuhan yang rela mengampuni, menerima kita
kembali serta merubah karakter kita.

3. Fungsi pengakuan dosa dalam percakapan pastoral.


Seorang gembala sidang harus mengingat bahwa tujuan penggembalaan
ialah mengarahkan Firman Allah kepada anggota jemaat pribadi, dalam
situasi hidupnya. Hampir setiap manusia dikuasai dua perasaan dasar:
 Suka mempertahankan diri:
a. Dengan terang-terangan: memerintah, menonjolkan diri.
b. Dengan bersembunyi: berdiam diri, bersungut-sungut.
 Ketakutan untuk bersalah, mengalami kegagalan , menjadi malu.
Persoalan dalam rumah tangga, masyarakat, gereja atau dimana saja
karena: “Saya tidak mau kalah”,
Dalam percakapan pastoral setelah si A menyadari kesalahan dan
menyesali dosanya, maka gembala sidang harus mengabarkan tentang
anugerah pengampunan Allah (I Yoh. 1:9). Kemudian mendorong jemaat
agar dia segera memakai senjata-senjata iman untuk melawan godaan (Ef.
6:10-18) sambil berharap kepada Yesus Juruselamat.

B. DISIPLIN GEREJA
Disiplin/siasat gereja adalah cara Tuhan Allah menjalankan kuasa
rohani-Nya melalui gereja tersebut, dengan tujuan:

TEOLOGI PASTORAL 43
1. Memulihkan kembali seorang percaya yang sudah jatuh ke dalam dosa.
2. Memelihara kemurnian keanggotaan jemaat tersebut.
Jadi disiplin gereja bukan hukuman gerejani karena pelanggaran-pelanggaran
orang berdosa, yang dilakukan oleh inspeksi/ polisi rohani (Majelis, Pendeta).

Menurut I Korintus 5:1-13 disiplin gereja dijalankan:


1. Demi kebaikan orang yang dikenakan disiplin (ayat 1-5)
2. Demi kebaikan seluruh jemaat (6-8)
3. Demi kebaikan orang-orang sesat di sekitar gereja yang perlu mendengar
kesaksian para anggota gereja (9-13).

Matius pasal 18 menggambarkan unsur-unsur yang harus ada dalam


setiap tindakan disiplin gereja:
1. Harus ada sikap rendah hati (ay. 1-6).
2. Harus ada sikap jujur dan terus terang (ay. 15-17).
3. Harus ada ketaatan terhadap Firman Tuhan (ay. 18-19).
4. Harus ada sikap suka mengampuni (ay. 21-35).

Siapakah yang harus melakukan tindakan disiplin gereja itu?


1. Sebaiknya adalah gembala yang prihatin terhadap jemaatnya (Ibr. 13:17; I
Pet. 5:1-4). Walaupun dalam prosesnya bisa dibantu oleh majelis gereja.
2. Mereka harus diperlakukan sebagai anggota keluarga sendiri (I Tim 5:1-2)
3. Bila “pembicaraan pribadi” tidak menolong, praktekkan Galatia 6:1-3. Ajak
beberapa orang yang dewasa rohani (hamba Tuhan/majelis) untuk
menemani Anda (Mat. 18:15-18).
4. Bila tindakan tersebut tidak berhasil, dengan sangat menyesal seluruh
jemaat harus dilibatkan/diumumkan kepada jemaat (I Kor. 5).

Beberapa petunjuk praktis:


1. Sebelum menuduh seseorang tentang dosa yang besar, pastikan dulu
bahwa ada saksi-saksinya (I Tim. 5:19-25; II Kor. 13:1).
2. Jika ada kasus yang sungguh berat, atau jika orang yang bersangkutan itu
sungguh keras hati, ajaklah seorang saksi untuk ikut serta pada waktu
Anda pertama kali berusaha mengajak dia berbicara tentang dosa tersebut.
3. Berusahalah untuk tidak berprasangka atau berat sebelah.
4. Janganlah bertindak terlalu cepat. Ams. 18:13-17, II Tim. 5:22.
5. Adakan waktu untuk berdoa, berpikir dan menunggu, namun jangan
bersikap begitu hati-hati sehingga Anda tidak pernah bertindak.
6. Jangan mengharapkan bahwa Anda akan dapat mengetahui atau mengerti
semua seluk beluk mengenai setiap kasus yang rumit (I Tim. 5:24-25).

Kasus- kasus yang harus ditanggani melalui tindakan disiplin gereja:

1. Adanya doktrin yang salah.


 Harus dengan proses pengajaran dengan sabar (II Tim. 2:23-26).
 Bila proses pengajaran gagal, sampaikan teguran (Tit.1:10,14;Gal. 2:14)
 Langkah terakhir: menghindari yang bersangkutan (Rm. 16:17-18).
Memecat dari keanggotaan gereja (II Tim. 2:16-18; II Yoh. 9:11).

TEOLOGI PASTORAL 44
Hati-hati dalam bertindak karena ada yang disebabkan ketidaktahuan
terhadap Firman Allah. Ini berbeda dengan orang yang mengajarkan
atau mengikuti ajaran palsu dengan sengaja.

2. Dosa moral yang dilakukan secara terbuka (I Kor. 5:1-13; Gal. 6:1-4).
 Seluruh jemaat berdukacita.
 Orang tersebut diberi kesempatan mengaku dosanya, bertobat dan
berusaha memulihkan kembali keadaan yang semestinya.
 Jika menolak, ia dipecat dari keanggotaan gereja (kata usir dalam I Kor.
5:13 berarti menghalau, menggiring keluar).
 Tindakan ini baru diambil atas persetujuan jemaat dalam rapat resmi.
 Bila ia bertobat kembali, ia harus diampuni dan diterima kembali (II Kor.
2:6-11).
 Ingat prinsip: dosa yang tertutup, cukup dengan pengakuan dosa yang
tertutup pula, dosa yang terbuka perlu pengakuan yang terbuka pula
(tapi tidak perlu dibuka secara mendetail).

3. Pemecah belah jemaat (usaha berpihak-pihak yang diulang berkali-kali).


Dalam Titus 3:10 istilah “Seorang bidat” berarti: seseorang yang membuat
pilihan. Jadi bila ada anggota yang memaksa anggota lain untuk memihak
dia/lawannya maka ia seorang bidat yang menyebabkan perpecahan di
dalam jemaat. Titus 3:9-11 menjelaskan tindakan kepada orang tersebut:
harus dinasehati sekali, dua kali, lalu ketiga kali dipecat dari keanggotaan
gereja. Hati-hati jangan sampai gembala sidang yang menyebabkan
anggota berpihak-pihak.

4. Adanya dua anggota jemaat (lebih) yang berselisih (bercekcok).


Dorong salah satu untuk melakukan petunjuk Yesus di dalam Matius
18:15-18 dan Filipi 4:2-3. Jika keduanya tidak mau, baru perlu
dipertimbangkan tindakan disiplin gereja, misalnya dengan menetapkan
skorsing untuk jangka waktu tertentu dimana mereka tidak dilibatkan dulu
dalam pelayanan sampai mereka bertobat.

5. Adanya anggota gereja yang malas bekerja (II Tes. 3:6-16; I Tim. 5:8).
Hati-hati, selidiki apakah karena malas atau belum ada kesempatan untuk
bekerja.

Disiplin gereja yang dijalankan dengan suasana kasih sayang akan


menguatkan sebuah keluarga, sama juga dengan keluarga besar yakni jemaat.
Disiplin gereja dapat menguatkan: wewenang Firman Allah, sikap hormat
kepada Tuhan Yesus, iman anggota jemaat, dan kesaksian jemaat terhadap
orang luar. Namun jangan sekali-kali memakai meriam untuk membunuh
nyamuk, maksudnya jangan mengambil tindakan disiplin gereja yang lebih
berat dari kesalahan yang hendak didisiplinkan itu.

Menurut Paulus (II Tes. 3:6-16) ada beberapa cara untuk menjalankan
disiplin gereja:
 Dengan memperingatkan dan menasehati saja (12)

TEOLOGI PASTORAL 45
 Dengan menjauhkan diri (6-14)
 Akhirnya menegur di depan umum (15). Cara menegurnya pun harus
dilakukan seperti terhadap saudara.

Keputusan resmi tentang pemecatan dari keanggotaan gereja


merupakan langkah terakhir bila semua tindakan telah gagal. Yang harus
dikenakan siasat ialah: mereka yang tidak mau mendengarkan (Mat. 18:17b).
Bukan karena jemaat yang mengusir dia, tetapi karena ia sendiri tidak mau
menjadi anggota jemaat tersebut. Jadi disiplin gereja selalu berlaku “selama
seseorang belum mau mendengar”, bukan soal enam bulan atau satu tahun,
karena ini bukan hukuman duniawi. Pada saat ia bertobat kembali dan
menyesal akan sikap yang salah, pada saat itulah ia diampuni oleh Allah.

Kedudukan orang yang dikenai disiplin sama seperti orang yang belum
mengenal Allah atau seorang pemungut cukai (Mat. 18:17b). Orang yang
belum mengenal Allah adalah bukan orang Kristen, jadi kita harus bersaksi
pada mereka agar mereka menjadi anggota tubuh Kristus. Karena itu mereka
yang dikenai disiplin gereja harus dikunjungi oleh anggota jemaat dan
diundang untuk menghadiri kebaktian-kebaktian dan mendengar Firman Allah
seperti halnya jiwa baru.

TEOLOGI PASTORAL 46
PASAL 10
PENDETA SEBAGAI PELAYAN

Seorang gembala adalah seorang pelayan, yang hadir untuk memenuhi


dan melayani kebutuhan jemaat secara pribadi ataupun menyelenggarakan
kebaktian khusus untuk kepentingan para jemaat. Disini pendeta berperan
sebagai seorang yang memperhatikan keperluan fisik, mental, emosi dan
rohani para anggotanya. Ia juga menjadi seorang sahabat yang mengasuh,
melindungi dan membesarkan hati para jemaatnya. Seorang pendeta sebagai
pelayan membimbing para anggotanya dengan penuh kasih.

Salah satu gambaran Alkitabiah yang terbaik untuk menjelaskan fungsi


pendeta sebagai pelayan dapat dilihat dari dua pasal tentang gembala yakni:
Mazmur 23 dan Yohanes 10. Dua bagian Alkitab tersebut memberikan
penjelasan dan beberapa hal dasar sebagai berikut:
 Mengasihi domba-dombanya.
 Menjaga.
 Menuntun dan memimpin.
 Menyediakan.
 Menghadirkan diri.
 Memiliki hubungan secara pribadi.
 Mengenal dengan baik.
 Rasa aman.
 Rasa memiliki.
 Mengorbankan hidupnya demi domba-dombanya.
 Kesatuan dan kerja sama antara gembala dan domba.

Ketika gembala mengasihi dan memimpin domba-dombanya, para


domba akan mengikutinya dengan ketaatan dan kerelaan. Gembala tidak
menggunakan tongkatnya untuk memukul dombanya tetapi melayani mereka
demi kepentingan domba-dombanya tersebut. Yesus berkata: “Aku mengenal
domba-Ku dan domba-Ku mengenal Aku …… Domba-Ku mendengar suara-Ku
……. dan mereka mengikutinya” (Yoh. 10:14, 27). Untuk melayani secara
efektif gembala harus mengenal anggotanya dan mengetahui kebutuhan
mereka secara pribadi.

Seorang gembala harus melihat posisinya sebagai seseorang yang


diberi hak istimewa oleh Allah untuk menggembalakan domba-domba. Ini
berarti Pendeta tidak “menyembunyikan dirinya di belakang mimbar” tetapi
harus menggunakan waktu dan memiliki hubungan di luar mimbar, bukan pada
hari Minggu saja. Pelayanan kepada jemaat harus diwujudkan dan dinyatakan
dengan berbagai cara, sebab pendeta langsung bertanggung jawab kepada
Tuhan sebagai Gembala Agung.

Pendeta sebagai pelayan harus:

TEOLOGI PASTORAL 47
1. Memiliki pelayanan pribadi, memelihara dan menjaga para jemaat di dalam
gereja karena Tuhan telah mempercayakan kepadanya (1 Pet. 5:1-4).
2. Memperlengkapi dan melatih dombanya untuk melakukan pelayanan
praktis kepada orang lain di bawah pimpinan dan pengawasannya (Ef. 4:11-
12; II Tim. 2:2). Yang harus diperlengkapi dan dilatih terutama ialah: para
penatua, para majelis/diaken dan para pengerja sukarelawan. Setiap
pelayan Tuhan memiliki fungsi dan peran yang berbeda untuk
memperlengkapi kaum awam. Tidak ada perbedaan nilai atau kelayakan
dari sudut pandang Allah, hanya perbedaan fungsi saja. Seorang Pendeta
harus melihat dirinya sebagai pelengkap, pelatih bagi orang lain (Fil. 4:9).

Ada beberapa bidang pelayanan khusus yang perlu dilakukan oleh


seorang pendeta, seperti:

A. PELAYANAN KEPADA ORANG SAKIT


Beberapa petunjuk umum untuk hal itu:
 Sensitif terhadap kondisi pasien.
 Menjalankan peraturan rumah sakit.
 Mengingat kunjungan harus singkat (10-15 menit).
 Menanyakan langsung mengenai perawatan yang sebenarnya.
 Menunjukkan kasih yang tulus dan perhatian.
 Membagikan Firman Alkitab yang tepat baginya untuk: menghibur,
menguatkan, membesarkan hati dan memberikan pengharapan.
 Jangan menekan perasaan dan emosinya – biarlah mereka
mengekspresikan luka hatinya.
 Jangan terburu-buru menjanjikan sesuatu atau menggunakan kata-kata
hampa keagamaan seperti “percaya pada Tuhan” atau “segala sesuatu
dapat berjalan dengan baik”.
 Doakan secara singkat yang bisa menyentuh hati. Menghibur secara tulus
bahwa mereka bisa memiliki harapan dari Allah.
 Bertemu dan berdoa dengan keluarga yang bersangkutan jikalau ada
kesempatan.
 Perhatikan proses kesembuhan.
 Tindak lanjuti dan upayakan bahwa kebutuhan nyata dari si pasien/jemaat
yang sakit dapat dibantu oleh gereja. (Roma 12:9-13; II Kor. 1:3-9).

Mengapa orang sakit harus digembalakan? Ada berbagai jawaban:


1. Supaya cepat sembuh. Ini motivasi kunjungan yang baik, tapi bila bila itu
tujuannya maka tiap-tiap perkunjungan yang tidak dikuti kesembuhan yang
bersangkutan berarti perkunjungan tersebut gagal.

Prof. Roscam Abbing membedakan lima jalan kesembuhan:


a. Melalui istirahat dan makanan yang baik
b. Melalui obat-obatan
c. Karena perubahan sikap batin dari si sakit, umpama: ketegangan dan
kegelisahan diganti dengan damai sejahtera
TEOLOGI PASTORAL 48
d. Roh Kudus bisa mengubah sikap batin seorang sakit dengan demikian
kuat dan dalam, sehingga perubahan sikap itu tidak lagi dapat diartikan
melalui psikologi (dijamah Roh Kudus sehingga mengalami sukacita
dan damai sejahtera serta penuh pengharapan).
e. Kesembuhan langsung dari Tuhan (mujizat atau karunia kesembuhan).
Apapun jalannya, semua akibat campur tangan Tuhan!

2. Supaya si sakit yang tidak sempat ke gereja dapat mendengar Firman.


Pendeta atau majelis atau anggota jemaat tidak hanya melakukan “rutin”,
tetapi benar-benar membawa si sakit, perhatian, kasih, supaya ia merasa
tetap sebagai angota persekutuan dari jemaat walaupun tidak bisa ke
gereja dan juga merasa Tuhan tetap dekat dengan dia.

3. Supaya si sakit tetap tinggal dekat pada Tuhan.


Ada 3 tujuan penggembalaan kepada orang sakit menurut Roscam Abbing:
a. Supaya si sakit tetap hidup beriman.
Sering orang sakit marah atau kecewa kepada Tuhan karena ia merasa
sudah setia tetapi Tuhan memberikan penyakit. Kita harus jelaskan
bahwa kita tidak boleh menghitung “jasa” kepada Allah. Lagi pula Iblis
lah sumber penyakit. Namun Allah turut bekerja dalam segala hal untuk
mendatang kan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia (Rm. 8:28).
b. Supaya iman si sakit diperdalam.
Kita harus berusaha agar si dakit tidak lagi bertanya apa sebabnya saya
sakit, melainkan: “Untuk apa saya sakit?”. Agar ia dalam sakitnya
memakai kesempatan untuk lebih mendekatkan diri dan mengenal
pribadi dan kasih Tuhan.
c. Supaya iman si sakit berbuah dalam situasi sakitnya.
Supaya ia tetap bersikap “positif”, mengucap syukur, percaya kasih
Tuhan, tetap bersukacita, tidak putus asa, walaupun keadaan jasmani
merosot (seperti Rasul Paulus). Menjadi kesaksian iman bagi dokter,
perawat, keluarga, orang sakit lainnya dan pengunjung lainnya.

B. PELAYANAN KEDUKAAN
Jikalau ada anggota jemaat meninggal, pendeta harus mengekspresikan
kasih dan simpati Kristen kepada orang yang sedang berada dalam dukacita
(Rm. 12:15). Kematian dan penguburan sering memberikan kesempatan untuk
memberitakan Injil dengan singkat dan jelas mengenai arti dan tujuan
kehidupan (Ibr. 9:27). Bagi yang meninggal sudah terlambat untuk dapat
merubah nasibnya tapi belum terlambat bagi yang ditinggalkannya. Nyatanya,
pelayanan penguburan dan upacara peringatan kematian bukan untuk orang
mati tetapi untuk orang hidup!

Beberapa petunjuk untuk melayani orang yang sedang berdukacita


karena kematian anggota keluarganya:
1. Jika kita mendengar ada anggota jemaat yang meninggal, segeralah
hubungi/datangi keluarganya. Dampingi mereka selama beberapa waktu.
TEOLOGI PASTORAL 49
2. Mengijinkan mereka mengekpresikan dukacita mereka dengan air mata.
3. Nyatakan kasih yang tulus, simpati dan kasih karunia Allah bagi mereka.
4. Membagikan ayat-ayat Alkitab yang cocok dan berdoa bagi mereka.
5. Janganlah menggunakan ungkapan-ungkapan agamawi dan menampakkan
diri seolah-olah menjawab semua pertanyaan mereka.
6. Setiap kebaktian yang diadakan merupakan kebaktian penghiburan untuk
menguatkan hati keluarga yang ditinggalkan. Layanilah mereka dengan
tenang dan sungguh-sungguh. Usahakan agar kebaktian tidak terlalu lama.
7. Usahakanlah untuk banyak mendengar ketika sedang menemani mereka,
berikan empati yang mendalam.
8. Cari tahu sebanyak mungkin kisah kehidupan orang yang meninggal, ambil
hal-hal yang positif dari hidupnya untuk dapat dituangkan dalam khotbah
penghiburan, sehingga menjadi teladan bagi yang masih hidup.
9. Setelah selesai penguburan jangan berpikir sudah selesai, perlu follow-up
untuk keluarga yang berdukacita itu. Layani mereka untuk memberi
kekuatan dan penghiburan bagi mereka.
10. Jika dalam kebaktian-kebaktian penghiburan ada banyak orang yang hadir
belum mengenal Yesus, dapat dipakai kesempatan untuk menginjili
mereka. Jangan lupa bahwa upacara penguburan selalu berfokus pada arti
dan tujuan hidup dan memberikan jawaban dalam Tuhan (Pkh. 3:1-14;
12:13-14; KPR. 17:22-31).

Petunjuk mengenai acara ibadah dalam pelayanan pemakaman:


 Jadikanlah upacara penguburan singkat, sekitar 30 menit saja termasuk
pujian, fiman dan doa.
 Gunakan lagu-lagu dan hymne yang cocok dan sampaikanlah khotbah
singkat, jangan panjang lebar.
 Bacalah ayat-ayat yang relevan, misalnya: Mzm. 23; 116:15-16; Ayb. 1:20-
21; Yoh. 14:1-4; Rm. 8:28-39; I Tes. 4:13-18. Bagikan firman Allah yang
mengena di hati mereka, agar mereka sadar bahwa setiap orang akan mati
dan “akan berhadapan dengan Allah” (Am. 2:12-13). Gunakan ayat-ayat
seperti: Mzm. 90:1-12; Luk. 12:13-21; 23:32-43; Yoh. 3:16-18; 11:1-48; Ibr.
2:5-15; I Kor. 15:50-58; ayat-ayat ini menjelaskan hidup dan masa depan
orang percaya. Luk. 16:19-31 ini adalah pasal yang paling bagus untuk
orang-orang yang tidak percaya adanya surga dan neraka. Mintalah juga
urapan Roh Kudus agar Firman yang diberitakan: menghibur, mendorong
dan menguatkan orang percaya, sekaligus pula menantang dan
memperhadapkan orang yang tidak percaya pada kebenaran Firman.
 Ungkapkan hal yang positif mengenai orang yang meninggal, namun
jangan memuji secara berlebihan.

C. PELAYANAN PENGGEMBALAAN TERHADAP KAUM MUDA


Latar belakang dan penyebab timbulnya persoalan remaja/generasi
muda masa kini menurut Peter Wongso adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya pengetahuan.
TEOLOGI PASTORAL 50
Luasnya telekomunikasi dan majalah, peningkatan pengetahuan, yang
diketahui oleh anak usia 5-6 tahun pada masa kini lebih banyak daripada
anak-anak berusia 10 tahun pada masa lampau.
2. Ketidak-seimbangan jiwa kehidupan manusia dengan materinya. Tiga
macam keadaan tentang materi pada masa kini.
a. Kaya raya: Fasilitas kenikmatan tidak seimbang dengan keadaan jiwa.
b. Pertengahan: Fasilitas lumayan, tapi belum kaya raya.
c. Kekurangan: Belum dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang
minimal, sehingga timbul pertentangan.
3. Pertentangan antara sosialisme dan demokrasi.
Sosialisme bertujuan untuk mengutamakan kepentingan umum, demokrasi
mencari kehendak rakyat. Berhubung kedudukan pribadi harus tunduk
pada kepentingan umum, maka timbullah pertentangan. Banyak sekali
orang yang memakai kedok demi kepentingan umum untuk mencapai
tujuan pribadi.
4. Kejahatan sosial yang semakin meluas. Disebabkan oleh hal-hal yang
porno, narkoba, perceraian, kaum muda kehilangan kesejahteraan dalam
keluarga yang menimbulkan ketidakpuasan.
5. Kehancuran moral dan etika.
Karena keluarga, guru maupun hukum sudah kehilangan wibawa, etika
tradisi sudah kehilangan kemampuan mengikat, ditambah lagi dengan
merusaknya sifat manusia yang tidak suka melakukan yang benar, semua
ini karena ada yang mengusulkan etika baru (new morality) yang
merupakan etika tanpa moral.
6. Kegagalan program pendidikan.
Kegagalan program pendidikan tertentu dalam pengkhususan suatu bidang
pendidikan, dalam mencapai sasarannya secara tepat dan sempurna
mengakibatkan ia kehilangan fungsi dari keahliannya serta kepercayaan
pada diri sendiri.
7. Kepadatan penduduk dan perbedaan mencolok antara miskin dan kaya di
dalam kota, menimbulkan bahaya persaingan yang besar, mementingkan
diri sendiri dan individualisme.
8. Reaksi kehidupan mekanik.
Pekerja menjadi bagian dari sebuah mesin, manusia kehilangan wibawa.
9. Pergolakan politik Internasional.
Kudeta, pemogokan para pekerja, demonstrasi para pelalajar, hura-hara.
10.Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan, pemanfaatan atom, kemajuan
telekomunikasi yang memperpendek jarak yang ada di bumi dan
modernisasi menjadi sasaran utama dan tuntutan utama manusia.
11.Penyangkalan terhadap kewibawaan.
Orangtua, sekolah, masyarakat, hukum pemerintah, tidak dapat mengikuti
jaman, sehingga kehilangan wibawa dan kepercayaan, sehingga hal-hal
yang baru belum mendapat kepercayaan dari masyarakat.
12.Kegagalan pendidikan di sekolah maupun dalam rumah tangga.
Pendidikan demi untuk memperoleh angka, pendidikan demi uang, bekerja
dan mencari uang demi hidup, tidak ada pendidikan dalam keluarga, maka
hilangnya citra tradisional.
13.Timbulnya eksistensialisme.

TEOLOGI PASTORAL 51
Menekankan humanisme atau antropologisme. Dikatakan bahwa manusia
dapat menguasai semesta alam, sebagai yang terpandai di antara segala
mahluk. Tidak mengakui adanya Allah, mengilahkan diri sendiri sehingga
menentang segala peraturan, organisasi, etika, ilmu pengetahuan, filsafat,
masyarakat, negara, hukum, moral, gereja bahkan Tuhan. Banyak kaum
muda yang terpengaruh oleh pandangan tersebut, sehingga menuhankan
diri sendiri, melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri,
merasa dirinya mampu menanggung resiko sendiri. Senantiasa menyangkal
dan meremehkan kebenaran, wahyu Allah.
14. Ketidakteraturan perubahan jaman.
Timbullah kegelisahan, cemas, frustasi, ketakutan, sehingga merasa putus
asa dan tidak berarti terhadap kehidupan dan dunia, atau berusaha mencari
pelampiasan, atau menjadi frustasi, tak bergairah, terjadilah pesimisme.

Selayang pandang atas keadaan kaum muda di luar kekristenan: Pada


umumnya kaum muda yang kurang berpengalaman akan merasa bingung
atas arah kehidupan mereka.
1. Ada yang tekun belajar, terbenam dalam ilmu pengetahuan, acuh tak acuh
terhadap berita dunia, negara dan Allah. mereka hanya menuntut selembar
ijasah demi memperoleh pegangan dalam pencarian nafkah.
2. Ada yang meniru kehidupan cara Barat, menuntut kenikamtan materi
sehingga berpakaian yang aneh-aneh, sulit membedakan pria dan wanita,
hatti dipenuhi oleh segala nafsu, akhirnya menjadi hamba nafsu materi.
3. Ada yang membiarkan diri dalam kepasifan, tidak berusaha mencari
kemajuan, keluar masuk tempat dansa, akhirnya timbullah kaum hippies.
Mereka pada umumnya tidak puas terhadap kenyataan, namun terpaksa
tunduk pada kenyataan. Akhirnya menggunakan minuman keras, obat
keras, kehidupan sex yang tak terkendalikan untuk membius jiwanya
sendiri. Sebagai suatu pemberontakan tak bersuara. Mencari kesenangan
dan kepuasan yang semu di dalam khayalan dan kepuasan sementara.
4. Ada yang berkelompok membentuk “gang”, merampok dengan kekerasan,
hidup dalam kegelapan atau dengan keributan untuk melampiaskan
keinginannya dan menunjukkan kedewasaannya.

Selayang pandang atas keadaan kaum muda dalam gereja:


1. Pemuda yang pandai umumnya melanjutkan pelajarannya ke luar negeri,
sehingga dirasakan kekurangan generasi penerus.
2. Pemisahan antara orang dewasa dan kaum muda.
Pandangan kaum muda sering ditolak, pekerjaannya tidak dihargai, usulnya
ditentang atau sebaliknya usul kaum dewasa yang ditolak. Akhirnya saling
tidak mengerti, saling menuduh, saling menyerang sehingga mereka
meninggalkan gereja.
3. Kebaktian dan majalah gerejani tidak dapat menarik perhatian kaum muda.
Mimbar dan bacaan belum dapat memenuhi kebutuhan mereka, bahkan
tidak dapat mengatsi masalah remaja dengan kebenaran Alkitab. Akhirnya
kaum muda menjadi orang yang menentang Firman Tuhan.

TEOLOGI PASTORAL 52
4. Mengikuti kebaktian hari minggu hanya karena terikat dalam pernikahan,
menolak persekutuan yang lain. Kesempatan yang baik tidak digunakan
oleh gembala sidangnya, maka terlepaslah ikatannya.
5. Biasanya seorang pemuda yang baru masuk gereja sangat berkobar-kobar,
suka ikut pelayanan. Maka, apabila bimbingan, atau kurang memperoleh
pengertian, mereka akan menjadi dingin, patah semangat dan
meninggalkan gereja.
6. Cara persekutuan pemuda pemudi perlu dikoreksi.
Perhatikan cara yang sesuai dengan watak mereka yang tidak suka
kestastisan. Ingatlah bahwa apabila tidak ada perubahan-perubahan, tidak
akan mungkin memperoleh potensi baru.
7. Apabila gereja tidak mampu mencukupi kebutuhan rohani kaum muda, pasti
akan terjadi ketidakpuasan, yang menimbulkan keinginan untuk
meninggalkan gereja. Maka seorang gembala perlu terus menerus
menambah ilmu.

Introspeksi terhadap pelayanan kaum muda dalam gereja:


1. Dibimbing sesuai umur, supaya memiliki landasan yang kuat dalam Firman.
2. Selesaikanlah masalah remaja, lepaskan mereka dari kebingungan.
Usahakan mengerti keadaan biologis, psikologis, emosi tekad, kegemaran
dan pemikiran mereka, supaya dapat bersatu dengan kehidupan dan
kepercayaan mereka.
3. Dengan bijaksana memanfaatkan karunia kaum muda, serta memupuknya.
4. Pembagian tugas merata supaya tidak ada orang yang terlampau berat dan
tidak ada yang terlampau ringan.
5. Melatih serta memajukan bakat-bakat kepemimpinan kaum muda.
6. Pelayanan kaum muda harus bersemangat, sistematis, berpandangan luas,
kreatif dan ada ide-ide yang baru.

Tugas mendesak dari gereja pada masa kini:


1. Ada pembimbingan kaum muda yang mengumpulkan pemikiran-pemikiran
dan pendapat bagi perkembangan kaum muda (Consultan Committee For
Youth Ministry).
2. Gereja bekerjasama dengan Sekolah Theologia dalam mendidik tenaga-
tenaga khusus.
3. Mendorong kaum muda maupun dewasa supaya saling mengerti, saling
percaya dan saling menghargai.
4. Perhatikan pelayanan literatur.
5. Mengadakan seminar-seminar khusus yang membicarakan pelayanan
kaum muda.
6. Mempertinggi ilmu pengetahuan, kepandaian para penginjil dan
mengadakan kesempatan untuk mendorong mereka dalam persekutuan

Beberapa pedoman untuk membina kaum muda di gereja:


1. Mulailah dengan mengasihi mereka, dan janganlah merasa takut terhadap
mereka. Mereka memang suka blak-blakan dan idealis, jadi Anda harus
jujur, tulus dan tidak memakai kedok jika berhadapan dengan mereka.

TEOLOGI PASTORAL 53
2. Belajarlah menjadi pendengar yang baik. Memang kritik dan usul mereka
suka aneh-aneh. Namun dengarkan dengan sabar (Anda tidak harus
setuju) tapi tetaplah bersikap positif dan terima hal-hal yang baik yang
mereka kemukakan.
3. Doakanlah kaum muda gereja Anda.
4. Biarlah anak-anak muda sendiri turut merencanakan dan melaksanakan
program kaum muda. Ciptakan suasana/lingkungan yang menarik dan
menggairahkan untuk mereka.
5. Segala sesuatu dalam pelayanan kaum muda harus memiliki tujuan rohani.
Setiap kegiatan jangalah hanya sekedar acara yang tidak memberi dampak
rohani. Ajarkan mereka untuk mengenal dan mendalami isi Alkitab, tolong
mereka agar dapat mengerti dan menerima diri sendiri dan ajarkan cara
untuk mengatasi masalah mereka.
6. Kebersamaan Anda dengan kaum muda merupakan modal yang berharga
yang ditanam untuk masa depan gereja. Doakan dan siapkan orang-orang
yang terpanggil dalam bidang ini untuk memimpin dan membina kaum
muda.
7. Cari keterangan yang paling baru tentang mereka. Kapan mereka ulang
tahun, ujian, naik kelas, jadi bintang kelas dll. Perhatian untuk hal-hal ini
amat bermanfaat bagi mereka.
8. Jika anak kaum muda sulit untuk dijangkau dan dibimbing, tetaplah layani
mereka dengan kasih. Masa muda merupakan masa yang amat sulit dan
penuh pergumulan, mereka butuh kasih dan pengertian Anda.
9. Berusahalah supaya program kaum muda direncanakan sedini mungkin.
Kaum muda mudah bosan, karena itu rencanakan kegiatan yang bervariasi.
10. Janganlah terlalu mudah menjadi gundah hati. Seringkali beberapa anak
muda menjengkelkan dan sulit dibimbing, tetapi seringkali justru merekalah
yang berhasil dan berdampak hidupnya di kemudian hari.
11. Kumpulkan buku dan majalah yang memuat bahan-bahan yang berguna
demi membina kaum muda.
12. Ajarilah mereka cara untuk memenangkan jiwa.

D. PELAYANAN PENGGEMBALAAN TERHADAP LANSIA


Beberapa hal dalam pelayanan terhadap kelompok lanjut usia (lansia)
 Banyaknya keluhan tentang macam-macam penyakit oleh mereka yang
usia lanjut tanda tubuh mereka sudah makin menjadi lemah.
 Harapan untuk sembuh makin kecil, pergumulan terhadap rasa takut mati
ada, baik dalam hati maupun diucapkan terang-terangan. Oleh karena itu
Gembala harus menghibur mereka yang dalam pergumulan tentang
kematian.
 Bimbing mereka kepada penyerahan sejati kepada Yesus Kristus dan
katakan: “Selama kakek/nenek hidup Tuhan telah menyertai dan sampai
sekarangpun Tuhan tetap menyertai.” Bacakan ayat-ayat dari II Kor. 4:8-
10; Yoh. 14:1-4; Maz. 37:25; 39:5; 71:8; 90:10, 91:16; Dan. 12:8,9,13;
II Tim. 4:7-8; Tit. 2:2,3

TEOLOGI PASTORAL 54
 Perlu kunjungan teratur: 1 kali sebulan didelegasikan kepada yang lain
umpamanya: Januari oleh Majelis, Pebruari oleh kaum wanita, Maret oleh
kaum muda, April oleh gembala sidang, dst.
 Tiap-tiap kunjungan ada nyanyian, pembacaan Firman Allah dan doa
syafaat untuk si sakit dan keluarganya.
 Orang tuli, tulis di kertas apa yang ingin diucapkan oleh gembala sidang.
 Bila sudah tidak dapat diajak berkomunikasi lagi, pegang tangan dan tinggal
beberapa saat di dekat yang bersangkutan sampaikan perhatian yang tulus
dan kasih anda.
 Layani Perjamuan Kudus bila masih dapat makan roti dan minum anggur.
 Bila mereka punya tape recorder, keluarganya dapat merekam khotbah
untuk didengar kembali.
 Sesekali ada pertemuan lansia di dalam jemaat (misalnya 4 bulan sekali)
atau di tempat rekreasi. Bisa pula dibentuk kelompok sel khusus lansia.

E. PELAYANAN PENGGEMBALAAN TERHADAP ORANG SULIT


Dalam setiap gereja selalu saja orang yang sulit diajak hidup rukun, dan
rasanya sering menyulitkan seorang gembala. Walaupun jumlahnya tidak
banyak, namun mereka bagaikan “duri dalam daging” yang kita harapkan
segera dilalukan oleh Allah dari hadapan kita. Tapi mereka juga adalah domba
“nakal” yang harus digembalakan. Bagaimana caranya?

1. Hadapi dalam suasana kasih. Nyatakan kebaikan hati Anda sambil terus
bersikap terang dan berani menegur (Ef 4:15). Hargailah mereka dan
carilah sifat-sifat mereka yang baik, bukan yang jelek.
2. Mungkin orang-orang yang sulit itu sungguh mempunyai kebutuhan rohani,
jadi berusahalah melayani mereka sedapat-dapatnya, tetapi janganlah
waktu kita habis hanya untuk melayani mereka. Dan jangan terus
memusatkan perhatian Anda kepada orang-orang sulit ini, nanti bisa timbul
kepahitan dan sikap membela diri.
3. Kebanyakan orang-orang ini berbuat aneh-aneh sebenarnya karena ingin
mencari perhatian semata. Penuhilah kebutuhan ini sehingga dapat masuk
ke dalam perkara yang lebih rohani. Sungguh-sungguh melayani dan
mendoakan mereka.
4. Jika Anda harus berkhotbah dan bertindak sesuatu, janganlah menjadi takut
karena ada beberapa pengkritik yang mengintai Anda tetapi lakukanlah
dengan mantap dan berani sesuai keyakinan Anda.
5. Bila perlu hadapilah para pengkritik dengan kasih dan terus terang (minta
hikmat Tuhan dalam menghadapi mereka). Kritik mereka mungkin timbul
karena ada luka lama (baik dengan orang lain atau dengan Anda sendiri)
yang belum dipulihkan. Tangani mereka dengan hati-hati dan doakan terus
mereka agar dipulihkan Tuhan.

TEOLOGI PASTORAL 55
6. Jika Anda menerima surat kaleng/telephon gelap yang mengintimidasi,
abaikan saja. Jangan sampai sukacita kita dicuri oleh kegelisahan dan
intimidasi.
7. Jika ada anggota jemaat yang menjadi marah kepada kita (mungkin karena
kesalahan Anda) dan ingin keluar dari persekutuan jemaat, maka Anda
harus menghampirinya dan berdamai dengannya.
8. Jika orang ini berkeras untuk keluar sekalipun Anda sudah berusaha
menyelesaikan masalahnya, sebaiknya jangan Anda paksa untuk kembali
ke persekutuan. Jika terus dalam gereja Anda maka orang ini akan terus
membuat ulah. Walau demikian tetaplah bersikap baik agar ia tidak punya
alasan untuk menjatuhkan Anda.
9. Kadangkala ada keluarga-keluarga atau beberapa orang yang membentuk
kelompok-kelompok ekslusif (klik-klikan). Jangan memihak salah satu
kelompok itu. Tetapi tetaplah mengasihi dan mendoakan mereka, mohon
supaya Tuhan mengubah hati dan sikap mereka.
10. Ada juga orang yang punya tafsiran aneh dalam suatu ayat dan
mempengaruhi orang lain untuk percaya hal yang sama. Berundinglah
dengan dia dan jelaskan kekeliruannya. Jika ia menolak dan tafsirannya
membahayakan jemaat sebaiknya berikan disiplin gereja.

TEOLOGI PASTORAL 56
PASAL 10
PENGGEMBALAAN DALAM PERNIKAHAN
DAN PERCERAIAN

A. PENGGEMBALAAN BAGI YANG AKAN MENIKAH


Persiapan pernikahan memberikan kesempatan kepada pendeta untuk
melayani calon mempelai secara rohani dan emosi agar mereka memiliki
komitmen yang benar setelah memahami makna pernikahan Kristen. Adat
pernikahan sangat beragam, tetapi sekarang hal itu menjadi upacara universal.
Penekanan yang kuat terhadap “pernikahan di dalam gereja” dibandingkan
dengan dilaksanakan di tempat lain (misalkan di rumah atau di gedung) tidak
Alkitabiah.

Pernikahan Alkitabiah merupakan komitmen perjanjian seumur hidup di


hadapan Allah dan manusia antara seorang pria dan seorang wanita yang tidak
sempurna namun masing-masing berusaha mengusahakan yang terbaik bagi
yang lain. Ayat-ayat kunci untuk pernikahan: Kej. 2:20-25; Ul. 24:1-5; Kidung
Agung; Mal. 2:13-16; Matius. 19:1-12; Roma 7:1-3; I Kor. 7:1-40; Ef. 5:18-33;
Ibr. 13:4; I Pet. 3:1-7.

Beberapa petunjuk untuk mempersiapkan pemuda dan pemudi masuk


dalam pernikahan:

1. Persiapan umum berupa teladan dari cara hidup gembala sidang serta
pelayanan Firman Allah.
 Rumah tangga gembala sidang, pendeta dan pelayan Tuhan harus
menjadi teladan yang terlihat bagi jemaatnya.
 Siapkan suatu rangkaian khotbah-khotbah tentang pernikahan dan
rumah tangga (paling tidak dalam beberapa kebaktian setiap tahunnya).
Sangat efektif sekali jika pembahasan ini diberikan dalam ibadah kaum
muda. Sediakan pula buku-buku, kaset dan vcd-vcd tentang pernikahan
kristen dalam perpustakaan di gereja Anda.

2. Persiapan khusus untuk pasangan pemuda dan pemudi yang sudah siap
merencanakan pernikahannya.
 Buatlah jadwal untuk pertemuan dengan pasangan-pasangan yang akan
menikah (konseling pra nikah). Mereka wajib mengikutinya.
 Galilah dan selesaikan masalah yang ada di antara mereka agar tidak
menjadi sumber keributan di kemudian hari.
 Dorong mereka agar sering berdoa dan membahas firman bersama
selama masa persiapan, agar terbiasa jika sudah menikah.
 Jika ada yang menikah karena “kecelakaan” (lebih dulu hamil), maka
harus ada tindakan-tindakan khusus. Temuilah mereka dan bimbing
mereka untuk pertobatan dan menerima pengampunan dari Tuhan. Ajak

TEOLOGI PASTORAL 57
jemaat untuk dapat menerima dan mengampuni mereka juga. Pastikan
dan dorong mereka untuk saling mencintai dengan tulus karena
biasanya hubungan seperti ini hanya didasari oleh nafsu.
 Jika pasangan yang darurat seperti ini tidak mau menikah, harus
dipertimbangkan masa depan anak mereka. Carilah jalan keluar yang
terbaik.

Pendeta yang memimpin upacara pernikahan harus mengingat hal ini:


1. Tidak baik seorang beriman menikah dengan tidak seiman (II Kor. 6:14-18; I
Kor. 7:12-16; 7:39-40).
2. Pendeta juga harus memiliki pandangan pribadi yang jelas mengenai
perceraian, pernikahan ulang dan apakah ia akan melayani mereka yang
bercerai atau tidak. Ini akan menolong dalam konseling keluarga dengan
mereka yang memiliki masalah pernikahan.
3. Pendeta harus memiliki waktu yang cukup untuk konseling pra nikah
dengan yang akan menikah atau sudah bertunangan. Konseling pra nikah
harus berfokus pada:
 Menegaskan kepastian keselamatan dua pihak itu.
 Menanyakan latar belakang dan hubungan keluarga agar tidak
menimbulkan masalah pernikahan.
 Menegaskan kepada kedua mempelai untuk mengambil komitmen untuk
mengasihi Allah dan sesama.
 Melihat kedewasaan rohani dan kestabilan emosi dari keluarga.
 Menjelaskan tujuan pernikahan menurut Allah, dan menunjukkan bahwa
Allah membenci perceraian.
Intisari Konseling Alkitabiah bagi yang akan menikah:
 Saling menghargai dan bertanggung jawab sebagai suami dan istri
termasuk penundukan diri.
 Konsep Alkitabiah mengenai kasih terfokus pada komitmen, kerja sama
yang baik, pesekutuan dan komunikasi.
 Mereka harus meninggalkan keluarganya masing-masing dan bersatu
dengan pasangan hidupnya agar menciptakan suatu keluarga yang baru
 Peranan dan fungsi yang berbeda antara suami dan istri.
 Kenikmatan hubungan seks dalam pernikahan yang diajarkan Alkitab,
dan melarang perzinahan dan tidak kesetiaan.
 Menikmati bersama suka dan duka dalam pernikahan.
 Menerima keberadaan bersama.
 Kalau ada konflik, mencari solusi dan pengampunan.
 Mempergunakan keuangan dengan baik.
 Saling bertumbuh secara rohani dan berdoa bersama-sama.
 Peranan suami-istri terhadap anak-anak .
 Belajar bagaimana menciptakan suasana pernikahan yang segar.
 Memanggil pendeta untuk konsultasi jikalau masalahnya makin rumit.
4. Upacara pernikahan tergantung pada kebudayaan, namun harus:
 Berfokus pada Yesus dan dua mempelai itu.
 Menghormati Allah dan Gereja.
 Ada nyanyian dan pembacaan Alkitab yang sesuai.

TEOLOGI PASTORAL 58
 Jangan mengkhotbahkan atau jangan mengadakan konseling pra
nikah pada upacara pernikahan.
 Jadikanlah sebagai suatu perayaan yang penuh sukacita karena
ditetapkan dan diberkati oleh Allah.
 Harus dilihat sebagai pelayanan yang kudus.

Urutan-urutan persiapan pernikahan secara khusus:


1. Konseling pernikahan. Beri daftar pertanyaan.
2. Bila berbeda agama, perlu diinjili. Itu sebabnya penting sekali bimbingan
pra nikah diberikan sejak dini.
3. Sudah melakukan hubungan suami-istri atau belum.
Belum  diberkati. Sudah  diteguhkan. Ini adalah policy/kebijakan gereja
4. Surat dari gereja peneguhan/pemberkatan pernikahan.
5. Catatan sipil.

Pandangan Warren W. Wiersbe tentang “Pernikahan Darurat”:


Jika Anda telah melayani cukup lama sebagai gembala sidang, pasti Anda
akan dihadapkan pada masalah “pernikahan darurat”, misalnya karena telah
terjadi kehamilan. Setiap kasus itu sebaiknya dijajaki secara tersendiri.
Umumkanlah bahwa Anda tidak akan meneguhkan pernikahan siapapun
sebelum memberi penyuluhan kepada kedua mempelai terlebih dahulu.
Mungkin ada orang tertentu yang akan mendesak supaya ada pengecualian,
namun sebaiknya Anda tetap berpegang pada prinsip itu. Bila memang timbul
keadaan darurat, pertimbangkanlah situasinya dan kondisinya dengan teliti,
lalu bertindaklah sesuai dengan petunjuk dari Tuhan. Sebagai hamba Tuhan,
kita sedang menghadapi pribadi-pribadi, bukan pion-pion yang dapat dipindah-
pindahkan pada papan catur. Kadang-kadang ada pernikahan yang hari ini
rasanya mustahil berhasil baik, namun kemudian ternyata menggembirakan
hati. Kadang-kadang bimbingan yang Anda berikan itu harus dijadwalkan
sesudah peneguhan daripada sebelumnya. Tetapi itupun lebih baik daripada
tidak ada bimbingan sama sekali. Dalam menghadapi masalah “pernikahan
darurat” itu, tanggung jawab Anda yang pertama adalah, bantuan rohani untuk
kedua orang yang bersangkutan, serta pelayanan kepada seluruh keluarga
mereka masing-masing. Masalah ini mungkin lebih sering muncul dalam
generasi sekarang daripada dalam generasi masa lalu dan kadang-kadang
tidak menimbulkan rasa malu seperti dulu. Begitu Anda tahu memang ada
masalah ini, segeralah bertemu secara pribadi dengan kedua orang yang
bersangkutan. Berusahalah membimbing mereka sehingga mereka ingin
mencari pengampunan dan penerimaan dari Tuhan.
Apakah mereka memang harus menikah?
 Jika mereka sudah merencanakan pernikahan dan rupanya cukup cocok
seorang dengan yang lain, sebaiknya mereka segera menikah. Tetapi
belum tentu bijaksana jika mereka segera menikah hanya oleh karena
pemudi itu sedang hamil. Hendaknya mereka menikah oleh karena mereka
rela bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan karena mereka yakin
bahwa hal pasangannya itu merupakan rencana Allah bagi hidup mereka.

TEOLOGI PASTORAL 59
 Adakah kemungkinan bahwa kehamilan di luar pernikahan itu justru
menjadi pertanda adanya sesuatu yang kurang beres dalam hubungan
mereka berdua? Bagaimana kalau mereka menikah hanya supaya bayi itu
mempunyai orangtua yang sah, lalu kemudian mereka bercerai lagi?
Bukankah tindakan yang demikian itu hanya akan menambah banyak dosa
mereka, sedangkan mereka sudah berbuat dosa?
 Seandainya mereka tidak menikah, haruslah ada pertimbangan yang
matang tentang masa depan bayi itu. Kadang-kadang terjadi bahwa wanita
yang hamil itu ingin memelihara bayinya sendiri, bukan karena ia sayang
akan anaknya melainkan karena seolah-olah ia ingin menghukum dirinya
sendiri. Sikap itu bakal menimbulkan keadaan yang sulit untuk si anak.
 Kadang-kadang lebih baik jika bayi yang dilahirkan d luar pernikahan itu
diangkat oleh sepasang suami istri Kristen yang sungguh-sungguh mau
menerima dia. Gembala sidang dapat menolong mencarikan orangtua
angkat itu, namun si pemudi harus mengambil keputusannya sendiri. Jika
ia rela melepaskan anaknya, pemudi itu dapat seolah-olah mulai lagi
menjalani kehidupannya dengan harapan baru. Tetapi setiap kasus
semacam ini mempunyai corak tersendiri, jadi tidak ada petunjuk seragam
yang dapat diterapkan secara umum.
 Bagaimana kalau pemudi atau pemuda itu, ataupun kedua-duanya adalah
anggota gereja? Kita harus bijaksana dan tidak perlu diumumkan kepada
semua anggota gereja. Tetapi dari segi lain, kita tidak boleh menganggap
enteng dosa yang telah mencemarkan persekutuan gereja itu. Biasanya,
jemaat gereja sering tahu lebih dahulu daripada para pengurus bila ada
anggota gereja yang hamil di luar nikah. Jadi, rahasia itu sudah bocor lebih
dahulu. Gembala perlu membimbing kedua orang itu ke arah suasana
pengampunan, bukan hanya dari pihak Tuhan Allah, melainkan juga dari
pihak jemaat. Tetapi jika ada anggota jemaat yang tidak mau mengaku
salah atau tidak mau minta pengampunan, mungkin harus dipertimbangkan
perlunya mengambil tindakan disipilin gereja terhadap mereka.

B. PENGGEMBALAAN BAGI YANG BERCERAI


Sangat disayangkan jika ada anggota jemaat yang bercerai, bahkan
ada pula yang menikah lagi setelah itu. Tetapi hal ini memang kadang terjadi
di setiap gereja. Bila ada pasangan dalam jemaat yang akan bercerai:

1. Gembala sidang memanggil mereka untuk membicarakan hal ini:


 Bagaimana pandangan Firman Allah terhadap perceraian (Mal. 2:16).
 Apa akibat dari perceraian itu: terhadap suami, istri, anak-anak, harta
milik, gereja, dll.
 Komunikasi yang berkali-kali agar cinta kasih dapat dipulihkan.
 Bila terpaksa, anjurkan berpisah dulu untuk sementara agar dapat
merenung lebih dalam, tapi jangan bercerai dulu.
2. Bila terjadi perceraian.
 Tetap mengasihi, membimbing mereka untuk tidak menikah dulu.
- sebab ada kemungkinan untuk bersatu (rujuk).
- memikirkan akibat cerai, dan mulai beradaptasi.
TEOLOGI PASTORAL 60
3. Menikah lagi.
 Walaupun kita perlu menganjurkan agar orang yang telah bercerai
sedapat mungkin untuk tidak menikah lagi, namun setiap kasus harus
dibahas dan diputuskan secara khusus.
 Kasihi, dan bimbing walaupun kita tidak setuju apa yang dia lakukan.
 Pernikahan kembali bisa dipertimbangkan untuk dilakukan bila:
1. Salah satu pasangan telah meninggal dunia,
2. Salah satu pasangan telah menikah kembali dengan orang lain,
3. Orang itu diceraikan karena perbedaan agama oleh pasangannya,
4. Pasangannya hidup terus menerus dalam perzinahan yang
mengakibatkan terjadi perceraian.

 Bila dinikahkan lagi, buat surat peneguhan gereja.


Mengenai apakah pernikahan mereka yang kedua harus diteguhkan
atau tidak Anda harus benar-benar yakin akan bimbingan Tuhan.
Jangan sampai kita meneguhkan pernikahan yang Tuhan tidak restui
demikian juga sebaliknya.
 Jangan tergesa-gesa menikahkan orang yang belum Anda kenal.

TEOLOGI PASTORAL 61
PASAL 11
PENDETA SEBAGAI KONSELOR

A. DASAR ALKITABIAH UNTUK KONSELING


Konseling merupakan tugas seorang pendeta dalam memberikan:
1. Nasehat: untuk persoalan tertentu, isu-isu dsb.
2. Saran, langkah-langkah atau rekomendasi: untuk dipilih oleh yang
bersangkutan.
3. Bimbingan: untuk memberi pengetahuan kebenaran dan pengalaman.
Ayat yang berkaitan: II Sam.16:15-17:14; I Raja-raja 12:1-15; II Taw.8:10-
12; KPR.5:33-40.

Konseling Alkitabiah memberi pimpinan kepada seseorang untuk:


 Mencapai kesimpulan yang benar dari sudut pandang Allah.
 Meresponi dengan tepat dengan ayat-ayat Alkitab.
 Mengubah kelakuan atau cara berpikir sesuai Firman Allah.
 Mengingatkan tujuan tanpa membuat kesalahan/kekeliruan.
 Memimpin untuk bertumbuh secara rohani.
 Menyelesaikan persoalan dengan prinsip-prinsip Allah.

Sebelum mengkonseling orang, seorang Pendeta harus menyadari bahwa:


 Allah adalah sumber kebenaran dan hikmat. Dialah konselor yang agung.
Dan.2:20-23; Yes.9:6; 40:13-14; Ayub 42:1-3; Roma 11:33-36; Kol.2:2-3.
 Ia harus bergantung pada Roh Kudus sebagai pendamping konselor yang
akan memberikan hikmat serta membimbing pada kebenaran. Yoh.14:15-
17; 16:13; I Kor.2:10-16.
 Firman Allah memiliki segala kebenaran dan hikmat yang diperlukan oleh
pendeta sebagai konselor untuk keperluannya. Maz.19:7-14; 119:1-5; I
Kor.4:6-7; II Tim.3:15-17.
 Tujuan konseling hanya dapat direalisasikan jikalau orang tersebut
mengambil tindakan yang tepat. Yohanes 13:17.
 Ketika orang datang kepada pendeta sebagai seorang pemimpin rohani
yang akan memberikan nasehat yang diperlukan, mereka akan bertanya:
“Apa kata (nasehat) Tuhan dalam situasi ini? Jadi Pendeta harus berbicara
untuk Tuhan dari Firman Tuhan.

B. PRINSIP ALKITAB UNTUK KONSELING


Sebagai seorang konselor, Pendeta bertanggung jawab untuk:
 Mendengarkan.
 Menasihati.
 Memperingatkan.
 Melatih/mengajar.
 Mendorong/memotivasi.
TEOLOGI PASTORAL 62
 Mengoreksi dan menegur.
 Menghibur dan melindungi.
 Mengarahkan konseli untuk melihat masalah/kondisinya dari sudut pandang
Allah.
 Berbicara dengan penuh kasih.
 Memimpin dan mengarahkan konseli untuk mendapatkan jawaban/solusi
yang sesuai dengan Firman Allah. Kol.1:28-29; 3:15-17; II Tim.5:11-14; I
Kor.7:12-13; 7:25-28; Ef.4:25-32.

Apakah konseling yang sebenarnya itu? Konseling Alkitabiah adalah:


 Tidak memberitahukan apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan.
 Tidak memaksa pendapat pribadi kita untuk orang lain.
 Tidak meyakinkan orang itu bahwa konselor sendiri yang benar.
 Tidak memberikan nasihat yang bertentangan dengan Firman Allah.
 Tidak menawarkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadi konselor.

Beberapa prinsip-prinsip dasar untuk konseling:


 Berdoa sebelum memulai dan sesudah mengakhiri konseling.
 Mendekati konseli dengan roh rendah hati dan bergantung pada Allah.
 Meyakinkan mereka untuk memiliki penyerahan total pada kebenaran.
 Selalu mendengar dengan peka, dan meresponi ketika berkomunikasi. Ini
membuat konseli merasa bahwa pendeta memperhatikan mereka.
 Usahakanlah menemukan jalan keluar dari masalah yang didiskusikan.
 Meyakini bahwa Fiman Allah akan memberikan jawaban setiap masalah.
Jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman.
 Mengaplikasikan kebenaran Firman dengan penuh kasih untuk solusi itu.
 Menasihati orang itu dengan beberapa pilihan yang baik berdasarkan
Firman Allah.
 Meyakinkan bahwa orang tersebut harus mengambil keputusan/tindakan
yang benar.
 Perhatikan keinginan untuk bunuh diri dan tanda-tanda kerasukan yang
mempengaruhi konseli. Hal macam ini harus ditangani lebih profesional.
 Jangan memberikan konseling kepada lawan jenis dengan pintu tertutup.
 Jangan terharu dengan lawan jenis secara emosi.
 Bila membahas masalah seks, tidak perlu mengetahuinya secara detail.

C. PRAKTEK ALKITABIAH UNTUK KONSELING


Hal praktis yang diperlukan saat konseling:
1. Atur waktu untuk konseling. Usahakan jangan menerima konseling yang
menyita waktu atau tanggung jawab keluarga.
2. Batasi waktu konseling tidak lebih dari 1 jam. Jika pembicaraan belum
tuntas, bagi dalam beberapa sesi pertemuan
3. Jikalau masalah keluarga, lebih baik berbicara kepada suami/istri secara
terpisah kemudian keduanya, jikalau mereka mau.

TEOLOGI PASTORAL 63
Mengadakan session/pertemuan:
1. Sambut konseli dengan ramah, lalu buka pertemuan dengan doa.
Pertemuan juga perlu ditutup dengan doa.
2. Meminta konseli untuk memberikan penjelasan mengenai masalah yang
dihadapi.
3. Mendengarkan dengan peka sambil meminta hikmat Allah agar dapat
menganalisa masalah dengan tepat.
4. Gunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasikan hal yang
dibahas dan mencoba untuk mencapai akar persoalan itu.
5. Mengingatkan konseli bahwa Tuhan mengerti lebih baik dari pada kita.
6. Mencoba menentukan masalah yang berdasarkan pada:
 Perasaan/emosi yang tidak baik.
 Kelakuan atau hubungan yang salah.
 Pemikiran atau kepercayaan yang tidak benar.
7. Bangun hubungan yang baik dengan konseli:
 Jangan menyerang/menghakimi/memojokkan konseli secara pribadi.
 Jangan beranggapan bahwa pendeta mengetahui segalanya.
 Jangan memberikan jawaban teologis tapi tidak praktis.
 Jangan memberi pengalaman pribadi sebagai standar kebenaran.
 Jangan merasa kita lebih suci daripada konseli.
 Jangan rendah diri karena konseli adalah orang kaya atau berpangkat.
8. Nyatakan kebenaran dalam kasih dan tunjukkan Firman yang relevan
baginya.

Jikalau persoalan adalah berdasar pada:


1. Perasaan/emosi yang salah.
 Menghadapkan konseli dengan solusi dari prinsip Firman Tuhan.
 Mengingat bahwa ketentraman datang dari hubungan baik dengan
Kristus.
 Menunjukkan kepada mereka kenyataan situasinya.
 Menolong mereka untuk melihat dari sudut pandang Allah.
 Mendorong mereka untuk bertindak dalam iman dan kebenaran.

2. Tingkah laku yang salah.


 Tunjukkan kelakuan yang salah berdasarkan Firman Allah dan
menasihati/ koreksi kelakuan mereka menurut Firman Allah.
 Dorong konseli agar berkomitmen untuk mendisiplinkan perubahan
kebiasaan mereka.
 Tantang mereka untuk bergantung kepada kuasa Roh Kudus.
 Mengingatkan bahwa sesuatu yang salah tetap salah, walaupun orang
lain melakukannya. Im.18:1-5; I Pet. 1:14-15; Ef.5:8-11.

3. Pikiran/kepercayaan yang salah.


 Menunjukkan pola pikir atau kepecayaan yang tidak Alkitabiah.
 Menginstruksikan mereka dari Firman Allah tentang cara berpikir yang
benar mengenai situasi itu.
 Mengingatkan untuk memperbaharui pikiran mereka dengan Fiman.
 Mengajarkan mereka mengenai nilai diri yang berharga dalam Kristus.

TEOLOGI PASTORAL 64
 Sadarkan bahwa pikiran yang salah menyebabkan kelakuan yang salah.
 Keadaan/situasi pada umumya tidak menyelesaikan masalah, jadi yang
penting adalah pembaharuan pikiran. I Kor.2:12-16; Yes.55:8-9;
Rom.8:5-8; II Kor.10:4-5; Fil.4:6-9,10-13; I Pet.1:3-5; II Pet.1:2-4.

Beberapa petunjuk umum:


1. Lihat akar dosa dari masalah, dan pimpin konseli untuk mengakui dosa,
memohon ampun, bertobat dan lari dari dosa. Maz.51:1-17; I Yoh.1:5-9.
2. Mengingatkan konseli bahwa orang percaya telah dilepaskan dari kuasa
dosa – mereka tidak perlu berbuat dosa kecuali mereka mau
melakukannya. Roma 6:1-2; 8:12-14.
3. Menunjukkan kepada konseli bahwa pelayanan Roh Kudus berada dalam
hidup orang percaya dan hadir dalam penyembahan. Gal. 5:16-25;
Ef.5:18,20; Kol.3:15-17.
4. Menegaskan kuasa Firman Allah itu berguna untuk: mengajar, menyatakan
kesalahan, memperbaiki kelakuan serta mendidik orang dalam kebenaran.
II Tim.3:15-16; Ibr.4:12; Maz.19:7-14.
5. Konseli harus memfokuskan pikirannya pada Kristus dan tinggal dalam
Kristus. Kol.3:1-4; Ibr.12: 1-3; Mat.6:33; Yoh.15:4-8; Gal.2:20.
6. Konseli harus mengenal dan mempraktekkan kebenaran untuk mendapat
jawaban/jalan keluar. II Pet.1:5-9; Yoh. 13:17.
7. Menegaskan kasih Allah, pemeliharaan dan perhatian secara pribadi
kepada konseli. I Yoh.4:7-12; I Pet.5:7.
8. Mengarahkan konseli untuk saling mengasihi dan saling melayani.Fil. 2:1-5.
9. Menerima rencana Allah yang sempurna, walaupun kita belum memahami
sepenuhnya. Mat.16:21-23; Roma 8:28.

TEOLOGI PASTORAL 65
PASAL 12
PENDETA SEBAGAI PEMIMPIN

A. GAMBARAN PEMIMPIN ALKITABIAH


Alkitab secara jelas memberikan gambaran tentang seorang pemimpin
dalam gereja. I Tim.3:4-5; 5:17; Tit.1:5; I Tes.5:12; I Pet.5:1-4; Ibr.13:7,17.
Ayat-ayat itu berkaitan dengan tugas pendeta sebagai pemimpin, gembala,
administrator, orang yang mengatur, menuntun, mengawasi. Dalam PL, Allah
memilih orang tertentu untuk memimpin umat Allah dan memberikan tanggung
jawab serta karunia dan kuasa kepadanya untuk melakukan tugas itu.
Ul.29:10; Yo.1:6; I Sam.12:2.

Pemimpin rohani adalah orang yang:


 Dipisahkan Allah; Allah memberi petunjuk firmanNya. I Tim.1:12; Tit.1:5.
 Dipilih berdasarkan kerohanian yang berkualitas, berbeda dengan kriteria
dunia. Kel.18:21; I Tim.3:1-7
 Tunduk dan bertanggung jawab kepada Allah. Mat.28:18-20, II Kor.13:10;
Ibr.13:17; Roma 14:4.
 Seorang hamba Tuhan bagi umatNya, untuk tujuan Allah, menurut cara
Allah. Mrk.10:35-45; II Kor.4:5; KPR 13:36.
 Dipisahkan untuk menjadi teladan hidup bagi jemaat-Nya. Ibr.13:7; I
Kor.11:1; I Tim.4:12.

B. LARANGAN BAGI PEMIMPIN ALKITABIAH


Seorang pemimpin rohani tidak boleh:
 Menjadi Tuhan atas umat dipimpinnya (janganlah memerintah atas mereka
seenaknya) 1Pet. 5:3; 2Kor.1:24; Tapi memimpin dengan cara melayani
 Menjadi diktator tapi menangani segala hal dengan roh yang lemah lembut.
 Menindas umatnya, tetapi menggunakan kuasanya untuk saling
membangun dan menguatkan. II Kor. 13:10.
 Memimpin orang lain untuk mengikuti dirinya tetapi mengikuti Kristus.
Seorang pemimpin Alkitabiah akan memajukan nama Kristus bukan
pelayananya atau dirinya sendiri.
 Menunjukkan posisinya atau menyombongkan diri. I Kor.3:9; II Kor.12:1-
10; Gal.6:13-14. Seorang pemimpin Alkitabiah sombong tidak layak
dihadapan Allah.
 Menyesatkan orang dari kebenaran dan prinsip Firman Allah. Yer.23:13-14;
Yes.3;12; Yak.3:1; Mat.23:14. Yang menyesatkan umatnya harus
bertanggung jawab kepada Tuhan.
 Mengikuti nasehat orang yang tidak beriman yang tidak sesuai Firman
Allah. Maz.1;1-2; I Raj. 12:1-15; II Tim.3:1-5; I Kor.15:31-35. Pemimpin
Alkitabiah harus hidup di lingkungan yang beriman dan dengan orang yang
takut akan Allah.
TEOLOGI PASTORAL 66
 Mengkompromikan kebenaran/prinsip Firman Allah, untuk mendapatkan
keuntungan atau posisi. II Kor.4:1-2.
 Membandingkan kesuksesannya dengan orang lain. I Kor.3:8; Roma 14:4;
9:12; II Kor.10:12-13. Seorang pemimpin Alkitabiah harus mengukur dirinya
dengan Kristus bukan orang lain.
 Memimpin umatnya untuk melayani tujuan pribadinya. Seorang pemimpin
Alkitabiah memimpin umatnya untuk melayani tujuan Tuhan. Mark 10:42-45

C. PRINSIP ALKITABIAH UNTUK KEPEMIMPINAN


Pemimpin Alkitabiah haruslah seorang yang:
 Mentaati dan melayani Allah, bukan hanya manusia. KPR.5:27-33. Seorang
pemimpin Alkitabiah harus bertanggung jawab kepada Allah
 Mencari persetujuan Allah bukan manusia. Luk.16:15; Gal.1:10-11.
 Dihargai/dihormati oleh jemaat karena ia:
o Melayani dengan jujur dan setia. II Kor.1:12.
o Melayani dengan sungguh-sungguh, penuh kasih, sabar. II Kor.6:6.
o Pekerja keras. I Tes.5:12-14.
o Hidup dengan beriman dan memberi teladan hidup. I Tim.4:15.
o Bertumbuh secara dewasa. I Tim.4:15.
o Memperbaiki dan melengkapi satu sama lain. Roma 1:11-12.
o Tidak mencari keuntungan dari orang lain. Fil.2:3-4.
o Mendengarkan nasihat orang lain. Ams.19:20.
o Menghargai perbuatan orang lain. Luk.6:31.
o Mengajar dan memimpin dengan baik. I Tim.5:17; 4:14.
 Mengutus atau menyerahkan tanggung jawab kepada orang yang beriman
yang cocok/tepat dalam melakukan pekerjaan pelayanan. Contoh: Musa.
Kel.18:13-27. Orang yang dipilih harus sebagai berikut:
o Orang yang takut akan Tuhan
o Memiliki kesetiaan, kemampuan dan dapat dipercayai.
o Cakap mengajar Firman Allah.
o Menunjukkan teladan hidup.
o Melatih orang lain untuk mengerjakan pekerjaan.
o Bertanggung jawab kepada pemimpin.
 Melihat dirinya sebagai pelatih dan memperlengkapi orang lain. Seorang
pemimpin Alkitabiah akan melatih orang yang beriman untuk pekerjaan
Tuhan dan membawa pelayananNya kepada orang lain melatih orang lain.
Pendeta harus menjadi seorang murid Yesus, yang memproduksikan murid
lain. I Tim.2:2; Fil.4:9; Ef.4:11; Kol.1:7.
 Melayani sebagai team work dan teman sekerja II Kor.1:24; 8:23. Paulus
menunjukkan dirinya sebagai seorang pemimpin dengan penuh kuasa
tetapi ia melibatkan orang lain dalam pelayanannya untuk saling
melengkapi. Jadi pemimpin harus mengajak orang lain untuk menjadi satu
tim dalam pelayannya. Nehemia 2:11-12.
 Mencari nasihat dan memberi nasihat seperti seorang beriman. II Taw.32:1-
3; Ams.19:20; II Kor.8:10.

TEOLOGI PASTORAL 67
 Berlaku bijaksana berdasarkan pada fakta. Neh.5:1-13; I Sam.23:1-5.
Seorang pemimpin harus berpikir secara benar.
 Memimpin dalam kuasa Allah bukan kuasanya diri sendiri. II Kor.3:4-6;
13:4: Kol.1:28. Seorang pemimpin yang memimpin dengan kekuatan sendiri
tidak akan produktif.
 Firman Allah menjadi penuntun hidupnya. I Kor.3:4-6; I Tes.4:15. Bukan
apa kata manusia, tetapi apa kata Tuhan itulah kebenaran yang dia ikuti.
 Melayani dengan roh lemah lembut. KPR.20:19; I Kor.3:5-7.
 Memiliki roh pengajaran. Mat.11:29; Fil 3:12; 4:12-13.
 Memberikan hormat dan kemuliaan untuk Tuhan akan apa yang telah
dicapai dalam pelayanan kita. II Sam.5:12; Roma 15:17-18.

D. PRAKTEK KEPEMIMPINAN ALKITABIAH

Pendeta Sebagai Pemimpin Dalam Rumah

Peranan pendeta sebagai pemimpin rohani di dalam rumahnya


merupakan panggilan yang tertinggi dan kesempatan yang besar. Peranan ini
mempengaruhi pelayanannya karena orang melihat keteladanannya dalam
keluarga. Pemimpin rohani harus memiliki waktu untuk hidup bersama-sama
dengan keluarga.

1. Terhadap Istrinya.
 Ia harus mengajar perkara rohani kepada istrinya. Kor.14:33-35
 Mencukupkan kebutuhan jasmani dan menciptakan suasana aman yang
stabil dalam keluarga. I Tim.5:4,8.
 Mengatur keluarganya dengan baik. I Tim.3:4-5
 Menghargai istrinya dan menghormati sebagai seorang pendamping
dalam pelayanan hidupnya. I Pet.3:7; I Kor.9:3-6; Mal. 2:14.
 Menanyakan masalah keluarganya yang dihadapi istri dan berdoa
baginya. Rom.16:3-5; KPR.18:26.
 Melayani dan mengasihi istri seperti Kristus mengasihi GerejaNya.
Ef.5:25-33; Ams.18:22.
 Setia dan memenuhi kebutuhan biologis istri. I Kor.7:1-6; Ams.5:18-19.
 Memimpin dengan penuh kasih. Kol.3:18-19; Ef.5:21.

Istri pendeta harus melihat dirinya sebagai seorang pendamping yang


sepadan dengan suami yang diberikan Allah baginya. Hal ini akan
menjadikan istri seorang yang produktif dalam rumah dan dapat
membesarkan serta mendidik anak-anaknya dengan baik. I Pet.3:1-7;
Tit.2:3-5. Bagian Alkitab yang perlu dipahami dan dilaksanakan oleh istri
pendeta termasuk: Ams.31:10-31; I Tim.2:9-15; 3:11.

2. Terhadap anak-anaknya.
 Mengingat bahwa mereka adalah anugerah Tuhan dan milik Tuhan.
Maz. 127; Mat. 18:1-5.
TEOLOGI PASTORAL 68
 Mengajar anak-anak untuk mengasihi Allah dan mentaati kebenaran
Firman Allah. Im. 6:1-9; Ef. 6:4.
 Membesarkan, memelihara dan melatih anak dalam ajaran Tuhan. Kej.
18:19; Ams. 22:6. Seorang anak yang dididik dengan Firman Allah tidak
akan menyimpang dari jalan Tuhan.
 Mendorong mereka untuk mencapai kemampuan dan karunia mereka
bagi Tuhan. Ams. 4:10-19; 3:1-10 .
 Mendisiplinkan dan mengoreksi mereka dalam kasih untuk kebaikan.
Ams. 3:11-12; 23:13-14; Ibr. 12:5-11.
 Mendoakan pertumbuhan rohani mereka. Ayub 1:4-5.
 Memimpin mereka untuk menghargai orang tua dan menghormati
segala otoritas. Kel. 20:12; Ef. 6:1-3; Ams. 7:1-2; 23:22; Tit. 3:1-3.
 Memperhatikan dan mengontrol mereka untuk tidak melakukan
kekerasan/ pemberontakan. Ams. 4:1-6; 22:15; I Tim. 3:4; Tit. 1:6.

Anak-anak cenderung bertumbuh seperti orangtuanya. Setiap ayah dapat


memberikan hal positif atau hal negatif dalam kerohanian anak-anaknya.
Seorang pendeta mendidik dan melatih anak-anaknya dengan apa yang dia
katakan dan lebih dari itu, dengan apa yang dia lakukan.

Pendeta Sebagai Pemimpin Dalam Gereja

1. Dalam kebaktian.
Seorang pendeta harus memperkembangkan atmosfer/suasana yang baik
dalam kebaktian gereja, khususnya pujian dan penyembahan yang murni.
Sikap maupun penampilan ibadahnya akan mempengaruhi seluruh jemaat.
Maz.95:1-7; 100:1-5; Neh. 2:1-3; Ams. 15:13. Jikalau pendeta tidak
mengambil langkah untuk memimpin ibadah mak para jemaat tidak akan
mengikuti. Setiap aspek dalam ibadah: doa, pujian, penyembahan,
pemberitaan Firman, tantangan/undangan, persembahan, dsb. harus dilihat
sebagai bagian dari penyembahan. Tata cara liturgi tidak terlalu penting
dibandingkan dengan suasana dan dampak dari kebaktian.

2. Baptisan Air.
 Seorang pendeta harus melakukan pelayanan baptisan air karen itu
adalah perintah Tuhan Yesus sendiri (Mar. 16:15-16). Tuhan sendiri
dibaptiskan untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah (Mat. 3:13-
17). Para rasul pun melakukan baptisan.
 Sedapat mungkin lakukan baptisan selam sebab itu adalah hal yang
paling tepat untuk menggambarkan kenyataan rohani dalam firman Allah
dan dipraktekkan dalam Perjanjian Baru. Baptisan berasal dari istilah
kata kerja bahasa Yunani „‟bapto”, artinya membenamkan, mencelupkan
(Luk. 16:24; Yoh. 13:26, Why. 19:13). Kata bendanya „baptisma‟ berarti
membenamkan (imersion).
 Memberikan konseling mengenai dasar kekristenan, terutama yang
menyangkut keselamatan dan baptisan air. kepada mereka yang akan
dibaptis supaya mereka mengerti arti baptisan itu. Pada waktu

TEOLOGI PASTORAL 69
bimbingan itu dapat dilihat apakah ada kesungguhan dan perubahan
hidup dalam diri orang tersebut. Kalau ia benar-benar mempunyai tanda
diselamatkan baru dibaptis.
 Membaptiskan mereka sesegera mungkin setelah mereka menerima
keselamatan, ketika pengalaman itu masih segar.
 Baptisan merupakan pengakuan kepada umum dan ketaatan pada
Kristus. Untuk beberapa denominasi baptisan adalah tanda yang
diminta sebagai syarat keanggotaan.
 Menggunakan baptisan kolam dalam gereja jikalau memungkinkan. Jika
tidak, dapat dipergunakan kolam renang, sungai, danau atau laut.
 Meminta para anggota jemaat terlibat dalam upacara baptisan untuk
menyanyi dan berdoa bersama.
 Memastikan pakaian (untuk baptisan) yang tepat/cocok dan sopan.
 Mengatur ruang untuk mengganti pakaian.
 Mengundang teman atau saudara untuk menghadirinya, apakah mereka
orang percaya atau tak percaya tidak masalah. Ajarkanlah kepada
mereka secara singkat tentang makna baptisan air. Roma 6:3-12.
 Mengingatkan mereka baptisan air tidak dapat menyelamatkan
seseorang. Keselamatan tidak tergantung pada baptisan, melainkan
hanya kepada anugerah karena iman kepada Kristus. Baptisan adalah
suatu meterai/tanda bahwa oknum ini menjadi milik Tuhan. Meterai atau
cap ini agar yang bersangkutan tidak lupa bahwa ia adalah anak angkat
Allah berdasarkan kasihNya.
 Baptisan bayi dipraktekkan dalam beberapa gereja tertentu, tetapi tidak
memiliki dasar kebenaran yang kuat. Keselamatan adalah oleh karena
iman pada Yesus Kristus dan dialami secara pribadi. Yesus sendiri
dibaptiskan setelah dewasa, jadi sebaiknya seorang bayi atau anak kecil
bukannya dibaptiskan tapi diserahkan kepada Tuhan seperti teladan
Tuhan Yesus Kristus (Luk. 2:22-23).
 Melakukan “baptisan darurat” kepada orang tidak beriman yang hampir
mati tidak dibenarkan. Jelaskan kepada keluarga yang bersangkutan hal
ini dengan bijaksana, bahwa bukan baptisan yang menentukan
keselamatan seseorang tetapi hati yang percaya kepada Yesus Kristus.

3. Perjamuan Kudus.
 Sakramen Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Mat.
26:26-29; Mark. 14:22-25; Luk. 22:14-20; I Kor. 11:23-26). Perjamuan
Kudus menyatakan hubungan Tuhan dengan jemaat sebagai umat yang
telah ditebus sehingga kita mempunyai bagian hidup yang sama di
dalam Tuhan (I Kor. 11:23-25).
 Perjamuan Kudus dipimpin oleh seorang pendeta dapat dilakukan baik
di gereja ataupun di luar gereja, baik dalam ibadah Minggu atau pun
ibadah khusus. Berapa seringnya tergantung aturan denominasi dan
kebiasaan gereja: bisa tiap Minggu, tiap bulan, tiap tiga atau empat
bulan sekali, dll.
 Perjamuan kudus dapat dilakukan dengan cara:
o Jemaat yang datang ke tempat meja perjamuan atau ke mimbar.
o Para majelis mendatangi jemaat dengan membawa roti dan anggur.

TEOLOGI PASTORAL 70
o Peralatan tergantung yang ada, yang penting ialah simbol dari Tubuh
dan Darah Kristus (roti/krakers, juice anggur) dapat digunakan.
Demi kesehatan lebih baik menggunakan gelas kecil daripada gelas
besar yang diminum bersama dalam Perjamuan Kudus.
 Mengingat dalam pikiran bahwa Perjamuan Kudus:
o Tidak dapat menyelamatkan.
o Yang terlibat harus betul-betul bertobat dan percaya pada Kristus
o Untuk memperingati pengorbanan Kristus di kayu Salib dan
menyambut kedatangan Kristus kedua kalinya.
o Memberi waktu agar jemaat mengakui dosa-dosanya.
o Ini merupakan suatu kebaktian perayaan yang penuh sukacita.
o Merayakan hal ini supaya menjadi satu dalam Tubuh Kristus dan
dengan anggota jemaatnya.
 Pelayanan harus meliputi:
o Berfokus pada pribadi dan karya Kristus.
o Menyanyikan lagu-lagu yang tepat.
o Berdoa, dan pengakuan dosa (Maz. 51, 139:23-24)
o Pembacaan Firman Tuhan (I Kor. 11:17-32).

Pandangan berbagai aliran tentang Perjamuan Kudus.


1. Konsep Perjamuan dari Roma Katolik
Mereka percaya “Transubstansiasi”, yaitu roti dan cawan setelah
diberkati oleh Pastor berubah menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus
yang sesungguhnya. Konsep yang demikian dimulai dalam konsili pada
tahun 1215. Dengan demikian Perjamuan Kudus dianggap sebagai saat
penerimaan tubuh kudus yang disebut Misa. Ini merupakan upacara
yang tidak saja menambah iman tetapi juga menghindarkan manusia
dari dosa. Juga dapat mencapai roh-roh yang berada dalam api
penyucian.
2. Konsep Perjamuan dari Martin Luther. Dia tidak setuju dengan konsep
transubstansiasi Katholik. Luther menyatakan konsep “Konsubstansiasi”
yang berarti, setelah diberkati, ada dua unsur dalam Perjamuan Kudus
yaitu roti dan tubuh Kristus serta anggur dan darah Kristus.
3. Konsep Perjamuan dari Zwingli. Ia berpendapat bahwa Perjamuan
Kudus hanya merupakan lambang atau peringatan akan kematianNya
bagi umat manusia, tidak ada arti rohani tertentu selain peringatan sja.
Ketika jemaat melakukan Perjamuan Kudus, mereka memperingati
Kristus dan kematianNya. Pendapat ini dianut oleh sebagian besar dari
aliran Protestan.
4. Konsep Perjamuan dari Calvin. Ia membedakan tanda yaitu roti dan
anggur dan apa yang ditandakan yaitu tubuh dan darah Kristus. Yang
kita makan ialah roti dan yang kita minum ialah anggur, tapi secara
rohani kita meyakini ada persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus.
Orang yang menerima Perjamuan Kudus diterangi oleh Roh Kudus
sehingga mempunyai hubungan secara rohani dengan Kristus.
5. Konsep Pentakosta yang ekstrim. Menganggap roti dan anggur memiliki
kekuatan magis untuk menyembuhkan penyakit dan mengusir setan.
Sebetulnya kuasa Allah memang bisa dialami termasuk kesembuhan

TEOLOGI PASTORAL 71
dari penyakit oleh bilur Kristus (I Pet. 2:24) tapi bukan karena roti dan
anggur melainkan karena iman kepada Yesus Kristus.

Sebaiknya kita memahami bahwa dalam Perjamuan Kudus yang kita


makan adalah roti biasa dan yang kita minum adalah anggur biasa (tidak
ada kekuatan magis di dalamnya), namun secara rohani kita meyakini ada
persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus. Di samping itu, kita pun
dapat mengalami mujizat kesembuhan secara jasmani dalam perjamuan
kudus, bila kita beriman kepada Kristus.

4. Penyerahan Anak.
Firman Allah tidak mengajarkan baptisan anak, tetapi mengajarkan
kebaktian penyerahan anak. Yang harus ditekankan ialah:
 Orangtua menyerahkan anaknya kepada Allah.
 Komitmen orang tua untuk membesarkan anaknya dan mendidik dalam
Tuhan.
 Komitmen Gereja harus terfokus untuk mendukung dan memelihara
iman anak dan orang tua.
 Kebaktian ini memberikan kesempatan untuk mengajar prinsip dan nilai
Alkitabiah dalam keluarga. Kebaktian macam ini dapat diadakan
beberapa bulan sekali atau setidaknya setahun sekali dengan anak-
anak dan orang tuanya. Kebaktian ini dapat juga diadakan oleh pendeta
dalam rumah/keluarga.

5. Kebaktian Khusus.
Ada banyak kesempatan untuk mengadakan kebaktian khusus dalam
gereja untuk membangun kerohanian jemaat. Kebaktian itu bisa
merupakan ibadah penyegaran rohani ataupun perayaan Paskah dan Natal.
Ini adalah kesempatan yang sangat unik dan sangat berbeda tetapi berarti
dalam cara mengadakan kebaktian. Bisa kreatif (menggunakan musik,
drama, pemutaran film, dsb.) tetapi jangan lupa untuk menggunakan Firman
Allah yang tepat. Hal ini sangat baik dan efektif jikalau direncanakan
dengan teliti.

Pendeta Sebagai Pemimpin di Atas dan di Antara Anggota Jemaat

Sebagai pemimpin pendeta harus memberikan contoh di dalam gereja


kepada anggota jemaatnya. Perbedaan antara pendeta dan anggota jemaat
adalah masalah fungsi dan waktu saja bukan dalam arti nilai dan kelayakan.
 Setiap anggota gereja adalah pelayan Kristus.
 Setiap anggota jemaat memiliki nilai kontribusi sebagai anggota Tubuh
Kristus.
 Para anggota gereja saling memerlukan satu sama lain.
 Setiap anggota Gereja harus diperlakukan dengan kasih, hormat dan
penghargaan yang sama satu sama yang lainnya.

TEOLOGI PASTORAL 72
 Pekerjaan pendeta yang utama dalam gereja ialah untuk meperlengkapi
orang-orang kudus untuk melakukan pelayanan dan memajukan
pertumbuhan rohani dari gereja. I Kor.12:1-31; Roma 12:3-21; Ef.4:11.
 Pendeta adalah seorang pelayan yang bekerja sama dengan para anggota
jemaatnya.

1. Dengan Para Pendeta Lain.


Sebagaimana Paulus memperlakukan Timotius dan Titus, pendeta-pendeta
yang lain dapat diperlakukan dengan saling menghormati sebagai teman
sekerja dan pelayan Kristus. Roma 16:21; Fil. 1:1; II Kor. 8:23. Mengadakan
fellowship/persekutuan antara gereja-gereja dan denominasi-denominasi
lain merupakan hal yang biasa dalam kehidupan para pendeta.

Dalam gereja lokal, jikalau ada, maka pendeta yang lain (misalnya: pendeta
pembantu, dsb.) harus berada di bawah pengawasan Pendeta Senior.
Tentu ia tidak bertindak sebagai diktator. Paulus secara tegas mengatakan
bahwa otoritasnya atas para pemimpin-pemimpin di dalam gereja memiliki
tuuan yang jelas yaitu untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan. II
Kor. 13:10.

2. Dengan Para Penatua dan Diaken.


Walaupun dalam otoritas rohani seorang pendeta adalah pemimpin di atas
pengurus dan jemaat, namun sebagai sesama penatua jemaat, pendeta
harus mengikut-sertakan para penatua lain dalam pengambilan keputusan.
Pendeta harus membangun hubungan yang baik dalam pekerjaan
pelayanannya. Kebanyakan penatua tidak menjadi pendeta sepenuh waktu
(full-timer), namun pendeta harus menghargai dan menghormati para
penatua sebagai teman/partner kerja dalam tanggung jawab yang Tuhan
telah berikan padanya.

Para diaken diberikan tanggung jawab dan peranan yang khusus dalam
gereja (KPR. 6:1-7). Para pelayan dan diaken berada di bawah
pengawasan para penatua. Tidak bijaksana bila segala sesuatu tentang
diakonia ditangani oleh pendeta secara pribadi. Para diaken adalah orang
yang memenuhi syarat dan memiliki fungsi peranan yang berbeda dalam
pelayanan di gereja.

3. Sebagai Pejabat Denominasi.


Prioritas utama seorang pendeta adalah gembala bagi domba-dombanya
yang Allah percayakan kepadanya, jadi dia harus membatasi diri dari
kegiatan rapat/pertemuan denominasi sehingga tidak mengabaikan
panggilannya yang utama. 1 Pet. 5:1-4.
Pendeta yang terlalu terlibat dengan organisasi harus mengambil sikap
untuk memilih sehingga pelayanannya bisa lebih terfokus. Pilihan tersebut
adalah mengutamakan pekerjaan pelayanan denominasinya atau
gerejanya.
Pendeta Sebagai Pemimpin Dalam Masyarakat

TEOLOGI PASTORAL 73
Alkitab mempunyai pengajaran yang jelas mengenai peranan pendeta
dalam masyarakat. KPR 15:1-21; Ibr.13:17; I Pet.5:1-4; II Tim.2:3-4. Ada dua
mandat Allah yang harus dilakukan oleh orang percaya, yakni:
1. Mandat Pembaharuan  Rohani  Kekal (Mat. 28:19-20). Ini adalah
mandat yang dikerjakan bersama dengan saudara seiman untuk
menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus.
2. Mandat Pembangunan  Jasmani  Sementara (Kej. 1:28). Ini adalah
mandat yang dikerjakan bersama dengan sesama umat manusia tanpa
melihat agamanya, untuk membangun bumi dan masyarakat supaya
menjadi lebih baik.

Peranan pendeta dalam masyarakat antara lain:


 Bertanggungjawab kepada hukum negara. Roma 13:1-7.
 Menghargai/menghormati dan berdoa untuk para penguasa dan pimpinan
pemerintahan. I Pet.2:13-17; I Tim.2:1-7; Tit.3:1-2.
 Jadilah teladan untuk orang percaya maupun orang yang tidak percaya
dalam masyarakat. I Pet.2:11-12; I Tim.4:12 .
 Memancarkan kehidupan yang saleh sehingga ia memiliki nama baik di
tengah masyarakat. I Tim.3:7.
 Bersedia berbicara hal-hal rohani/moral sesuai Firman Tuhan dalam
masyarakat.
 Mendukung pelayanan sosial kemasyarakatan demi kesejahteraan sesama,
seperti berupaya mengentaskan kemiskinan, memberikan kesempatan
pendidikan, dsb.

Pendeta yang berperan positif bagi kemajuan orang banyak akan dilihat
dan dihargai oleh masyarakat sebagai seorang hamba Allah. Ini membuka
kesempatan kepada orang-orang untuk datang mendapatkan nasehat rohani
berkaitan dengan masalah moral. Namun pendeta juga harus menjaga diri
agar tidak terlibat dalam politik praktis dan kegiatan sosial kemasyarakatan
semata sehingga mengabaikan pelayanan terhadap jemaat di gerejanya.
Tugas utama pendeta adalah mengubah hati manusia yang berdosa dengan
kuasa Firman Allah dan Roh Kudus, dan bukan mengurusi posisi politik,
filsafat, atau status sosialnya. Keterlibatan terlalu dalam di bidang politik akan
mengaburkan peran pelayanannya sebagai gembala. Bila ada seorang
rohaniwan ingin lebih nyata berkiprah dalam dunia politik untuk membangun
bangsa dan pemerintahan yang bersih, sebaiknya dia memfokuskan diri dalam
bidang itu dan tidak merangkap jabatan sebagai pemimpin rohani dalam gereja
(pendeta) agar hasilnya bisa maksimal.

Kiranya tuntunan yang telah dipelajari ini memberikan bekal yang


berharga bagi Anda yang ingin melayani dalam pelayanan Pastoral/
Penggembalaan.

TEOLOGI PASTORAL 74
DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L. Ch., Pelayanan Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Adams, Jay E. Shepherding God’s Flock, Grand Rapids: Baker Book House,
1980.

Bons-Storm, M. Apakah Penggembalaan Itu?, Jakarta: BPK Gunung Mulia,


1982.

Larson, Bruce. Pelayanan Penggembalaan yang Ideal, Malang: Gandum


Mas, 1996.

Mahan, Oliver Mc. Gembala Jemaat yang Sukses, Jakarta: GBI.

Mock, Dennis. “Makalah Pelayanan Pastoral”

Riggs, Ralph M. Gembala Sidang yang Berhasil, Malang; Gandum Mas.

Selan, Ruth F. Pedoman Pembinaan Warga Jemaat. Bandung: Kalam


Hidup.

Senduk, H.L. Pedoman Pelayanan Pendeta 1-2, Jakarta: Yayasan Bethel,


1985.

Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan, Malang: Gandum Mas, 1995.

Wiriadinata, Ny. Eddy. Istri Gembala Sidang, Bandung: Lembaga Literatur


Baptis, 1989.

Wiersbe, Warren W. Memimpin Gereja Secara Mantap, Bandung: Lembaga


Literatur Baptis.

Wiersbe, Warren W. Prioritas Seorang Pendeta, Malang: Gandum Mas,


1982.

Wongso, Peter. Theologia Penggembalaan, Malang: SAAT, 1983.

TEOLOGI PASTORAL 75

Anda mungkin juga menyukai