Anda di halaman 1dari 167

PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA ANGGOTA P2MI

YANG MALAS BERIBADAH

Pendampingan Pastoral kepada Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam


Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan
Keaktifan Dalam Pelayanan dengan metode Rational-Emotive Therapy
di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I

TESIS

Diajukan kepada
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist Indonesia
(STT GMI)
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Teologi (M.Th)

Oleh:
JONNI AMAN SARAGIH
2021129

PROGRAM PASCA SARJANA TEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI GEREJA METHODIST INDONESIA
BANDAR BARU
2022
PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA ANGGOTA P2MI
YANG MALAS BERIBADAH

Pendampingan Pastoral kepada Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam


Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan
Keaktifan Dalam Pelayanan dengan metode Rational-Emotive Therapy
di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I

TESIS
Diajukan kepada
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist Indonesia
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teologi (M.Th)
Bidang: Konseling Pastoral

Oleh:
JONNI AMAN SARAGIH
2021128

Disetujui untuk disidangkan oleh:


Diketahui oleh: Ka. Prodi Pascasarjana
Ketua STT GMI Bandar Baru STT GMI Bandar Baru

(Antoni Manurung, M. Th) (Dr. Jonsen Sembiring, M. Th)


NIDN 2317107601 NIDN 2314066501

Peguji/Pembimbing 1 Penguji/Pembimbing 2

(Jaharianson Saragih, S. Th, M. Sc, Ph. D) (Dr. Jonsen Sembiring, M. Th)


NIDN. 2307096201 NIDN: 2314066501

Penguji 3

(Dr. Nelman Asrianus, M.Th)


NIDN: 828116401
ABSTRAK

Saragih, Jonni Aman 2022: Judul: Pendampingan Pastoral Kepada Anggota


P2MI Yang Malas Beribadah, dengan subjudul: Pendampingan
Pastoral kepada Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam Rangka
Meningkatkan Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan
Keaktifan Dalam Pelayanan dengan metode Rational-Emotive
Therapy di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4
Wilayah I. Tesis. Sekolah Tinggi Teologi (STT) Gereja Methodist
Indonesia (GMI) Medan.

Gereja tentulah mengharapkan semua jemaatnya menjadi jemaat yang rajin


mengikuti setiap ibadah yang ada di Gereja dan jemaatnya berperan aktif dalam
pelayannan Gereja. Secara khusus anggota P2MI yang adalah bapak dimana ditengah
keluarga menjadi salah satu panutan bagi anak-anaknya dan bagi yang lainnya.
Bapak yang sebagai imam dan pemimpin di tengah keluarga selayaknya menjadi
contoh dan teladan yang baik dan benar, memimpin keluarganya. Dan tentu akan
menjadi hal yang mengecewakan bagi Gereja dan keluarga bila kaum bapak/anggota
P2MI justru malas beribadah dan tidak aktif melayani. Anggota P2MI yang
mengalami malas beribadah yang terbawa sampai kepada aktivitas kehidupannya,
sehingga Kaum Bapak tersebut tidak mengalami pertumbuhan rohani, tidak adanya
kerajinan beribadah dan keaktifan dalam Pelayanan, membutuhkan suatu
pendampingan.
Pendampingan dan konseling pastoral dilakukan oleh konselor yang dapat
memberi perhatian dan dukungan terhadap orang yang membutuhkan. Dalam
pendampingan pastoral penulis menggunakan metode Rational Emotive Therapy
dan juga dua alat ukur dalam tiga variabel. Teori ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data dan membuka dirinya dari pikiran yang dibebankan
didalam kehidupannya, mendekati konseli untuk terbuka dalam Pertumbuhan
Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam Pelayanan, konseli mengeluarkan
semua permasalahan yang ada di dalam pikiran Kaum Bapak yang mengalami malas
Beribadah. Setelah mengalami pemulihan konseli mengalami perubahan dengan
meningkatnya Pertumbuhan Rohani, melalui Kerajinan Beribadah dan Keaktifan
Dalam Pelayanan.

Kata Kunci: Pendampingan, Malas Beribadah, Anggota P2MI dan Metode Rational-
Emotive Therapy.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Allah Bapa yang Maha

Kudus atas berkat dan anugerah-Nya serta penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi perkuliahan Magister Teologi di Sekolah Tinggi Theologia

Gereja Methodist Indonesia Bandar Baru dan karena kemurahan-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul: ”PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA

ANGGOTA P2MI YANG MALAS BERIBADAH”. Penulis menyadari sepenuhnya masih

banyak kelemahan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

khususnya dari para dosen dan juga teman mahasiswa di Sekolah Tinggi Theologia

Gereja Methodist Indonesia Bandar Baru agar pada kesempatan yang lain penulis

dapat membuat karya tulis yang lebih baik.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak

lepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak berupa moral,

material, dan lain sebagainya. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama proses penulisan

tesis ini, yakni:

1. Pimpinan GMI Wilayah I, Bishop Kristi Wilson Sinurat, S.Th., M.Pd yang

merekomendasi penulis untuk mengikuti program Pasca Sarjana Teologi.

2. Dosen Pembimbing I, bapak Jaharianson Saragih, S. Th, M. Sc, Ph. D, yang

telah membimbing , mengarahkan serta membantu memberikan ide dan

saran dalam penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Jonsen Sembiring, M. Th Selaku Kaprodi Sekolah Tinggi Teologi Gereja

Methodist Indonesia Bandar Baru dan juga sebagai Dosen Pembimbing II


yang telah banyak memberikan motivasi yang membangun dan juga

memberikan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Ketua Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist Indonesia bapak Antoni

Manurung, M. Th beserta seluruh Dosen di Sekolah Tinggi Teologi Gereja

Methodist Indonesia Bandar Baru.

5. Staff/Pegawai administrasi kantor Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist

Indonesia Bandar Baru yang memberikan pelayanan bagi penulis selama

perkuliahan dan penyelesaian tesis.

6. Gereja, Pimpinan Jemaat, Jemaat dan anggota P2MI GMI Marmahani Bandar

Maruhur Resor Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I.

7. Para rekan Pendeta serta warga yang berkontribusi selama perkuliahan dan

penyusunan tesis.

8. Isteri Spida Irmawati Purba, S.H dan buah hati kami; Aurellia PJ Saragih,

Anjeline PJ Saragih dan Algren DJ Saragih, yang selalu mendorong serta

menyemagati dalam perkuliahan dan penyelesaian penulisan tesis.

Akhir kata kiranya tulisan ini bermanfaatdengan baik untuk Gereja, P2MI dan pihak

lainnya untuk memajukan persekutuan P2MI dan kemajuan pelayanan dan

pertumbuhan Gereja. Tuhan memberkati.

Medan, 03 September 2022

Penulis

Jonni Aman Saragih


DAFTAR ISI
Abstrak.................................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................................................. v
Daftar Singkatan Alkitab.................................................................................................................. ix
Daftar Singkatan Umum................................................................................................................... x
Daftar Tabel ......................................................................................................................................... xi

Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................................... 1
1.2. Indetifikasi Masalah ..................................................................................................... 13
1.3. Pembatasan Masalah .................................................................................................... 14
1.4. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 14
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 15
1.6. Manfaat Penelitian......................................................................................................... 15
1.7. Metode Penelitian.......................................................................................................... 16
1.8. Sistematika Penulisan.................................................................................................. 17

Bab 2 Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual, dan Hipotesis....................................... 19


2.1 Kerangka Teoritis……............................................................................................................ 19
2.2 Pendampingan Pastoral….................................................................................................... 19
2.2.1 Pengertian Pendampingan ...................................................................................... 19
2.2.2 Pengertian Pastoral .................................................................................................... 23
2.2.3 Pengertian Pendampingan Pastoral..................................................................... 26
2.2.4 Dasar Teologi, Jenis dan Fungsi Pendampingan Pastoral ........................... 27
2.2.4.1 Pendampingan Pastoral Dalam Perjanjian Lama ............................. 27
2.2.4.2 Pendampingan Pastoral Dalam Perjanjian Baru............................... 32
2.2.5 Fungsi Pendampingan Pastoral ............................................................................. 36
2.3 P2MI ............................................................................................................................................ 38
2.3.1 Pengertian P2MI........................................................................................................... 38
2.3.2 Kaum Bapak Menurut Psikologi Perkembangan ........................................... 40
2.4 Malas Beribadah ..................................................................................................................... 41
2.4.1 Pengertia Malas Beribadah…………………………………………………………....... 41
2.4.1.1 Pengertian Malas ………………….…………………………………………….... 41
2.4.1.2 Pengertian Beribadah……………………………………………………........... 42
2.4.1.3 Pengertian Malas Beribadah…………………….…………………………..... 43
2.4.2 Faktor Penyebab Malas Beribadah ...................................................................... 44
2.4.3 Dampak Kemalasan Dalam Beribadah................................................................ 45
2.4.4 Pandangan Alkitab Terhadap Orang Yang Malas Beribadah...................... 45
2.5 Pertumbuhan Rohani .......................................................................................................... 47
2.5.1 Pengertian Pertumbuhan Dan Iman................................................................... 47
2.5.2 Dasar -Dasar Pertumbuhan Iman ....................................................................... 50
2.5.3 Pertumbuhan Iman Menurut Alkitab ................................................................ 51
2.6 Pelayanan ................................................................................................................................ 58
2.6.1 Arti Pelayanan Dalam Gereja.................................................................................. 58
2.6.2 Pelayanan Dalam Arti Umum ................................................................................ 59
2.6.2.1 Pelayanan Menurut Injil ........................................................................... 61
2.6.2.2 Pelayanan Yesus Sebagai Model Pelayanan Gereja ....................... 71
2.7 Rational Emotif Theraphy (RET)................................................................................... 75
2.7.1 Pengertian Rational Emotif Theraphy (RET) .............................................. 75
2.7.2 Hakekat Manusia Menurut Rational Emotif Theraphy (RET) ............... 76
2.7.3 Penyebab Berpikir Irasional……………………………………………………........ 77
2.7.4 Pikiran, Perasaan dan tindakan manusia adalah merupakan
suatu proses yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan ................................................................................................................ 78
2.7.5 Fungsi Dan Peran Konselor dalam Rational Emotif Theraphy (RET).... 79
2.7.6 Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Rational Emotif
Theraphy (RET) ....................................................................................................... 81
2.8 Kerangka Konseptual ..................................................................................................... 82
2.9 Pengajuan Hipotesis ....................................................................................................... 83

Bab 3 Metodologi Penelitian ......................................................................................................... 84


3.1 Pengertian Mixed Methods (Metode Campuran) ....................................................... 84
3.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................... 86
3.3 Penggunaan Alat Ukur ................................................................................................... 87
3.4 Metode Dan Instrumen Dalam Pengumpulan Data ............................................ 90
3.4.1 Jenis Kelamin .......................................................................................................... 90
3.4.2 Usia ............................................................................................................................. 90
3.4.3 Pekerjaan Dan Status .......................................................................................... 91
3.5 Populasi Dan Sampel ..................................................................................................... 92
3.6 Lokasi Penelitian ............................................................................................................. 92
3.7 Sekilas Sejarah Tentang GMI Marmahani Bandar Maruhur .......................... 92
3.8 Dinamika Pendampingan Pastoral Kepada Anggota P2MI Yang Malas
Beribadah Dalam Upaya Meningkatkan Pertumbuhan Rohani,
Kerajinan Beribadah Dan Keaktifan Dalam Pelayanan ..................................... 94

Bab 4 ANALISA DATA, UJI HIPOTESIS DAN REFLEKSI TEOLOGIS ................................ 96


4.1 Analisa Data .............................................................................................................................. 96
4.1.1 Deskripsi Masalah Klien ........................................................................................... 96
4.1.1.1 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
IP (Nama Samaran) .................................................................................... 96
4.1.1.2 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
EP (Nama Samaran) ................................................................................... 98
4.1.1.3 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
UP (Nama Samaran) ................................................................................... 100
4.1.1.4 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
RB (Nama Samaran) .................................................................................. 103
4.1.1.5 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
AD (Nama Samaran) .................................................................................. 106
4.1.1.6 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
EPT (Nama Samaran) ............................................................................... 108
4.1.1.7 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
SD (Nama Samaran) .................................................................................. 111
4.1.1.8 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak
YP (Nama Samaran) .................................................................................. 113
4.1.2 Pendekatan Konseling Dengan RET Untuk Kerajinan Beribadah dan
Meningkatnya Pertumbuhan Rohani .............................................................. 115
4.1.3 Pendekatan Konseling Dengan RET Untuk Meningkatkan
Kerohanian ................................................................................................................. 118
4.2 Keadaan Konseli Sebelum Dan Sesudah Pendampingan Pastoral .................. 119
4.2.1 Keadaan Tingkat Kerajinan Beribadah…………………………………………... 120
4.2.2 Tingkat Keaktifan Melayani…………………………………..………………………. 122
4.3 Perbandingan: Keadaan Kaum Bapak Sebelum Dan Sesudah
Pendampingan Pastoral Di Lakukan ............................................................................ 124
4.4 Uji Hipotesis ............................................................................................................................ 128
4.5 Refleksi Teologis .................................................................................................................... 129

Bab 5 Kesimpulan dan Saran......................................................................................................... 135


5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 135
5.2 Saran....................................................................................................................................... 138

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................. 142

LAMPIRAN............................................................................................................................................. 148
DAFTAR SINGKATAN ALKITAB

Nama-nama kitab dalam Alkitab

A. Perjanjian Lama
Kej. : Kejadian Kid. : Kidung Agung
Kel. : Keluaran Yes. : Yesaya
Im. : Imamat Yer. : Yeremia
Bil. : Bilangan Rat. : Ratapan
Ul. : Ulangan Yeh. : Yehezkiel
Yos. : Yosua Dan. : Daniel
Hak. : Habakuk Hos. : Hosea
Rut. : Rut Yl. : Yoel
1 Sam. : 1 Samuel Am. : Amos
2 Sam : 2 Samuel Ob. : Obaja
1 Raj. : 1 Raja-raja Yun. : Yunus
2 Raj. : 2 Raja-raja Mi. : Mikha
1 Taw. : 1 Tawarikh Nah. : Nahum
2 Taw. : 2 Tawarikh Hab. : Habakuk
Ezr. : Ezra Zef. : Zefanya
Neh. : Nehemia Hag. : Hagai
Est. : Ester Mal. : Maleakhi
Ayb. : Ayub
Maz. : Mazmur
Ams. : Amsal
Pkh. : Pengkhotbah

B. Perjanjian Baru
Mat. : Matius 1 Tim. : 1 Timotius
Mrk. : Markus 2 Tim. : 2 Timotius
Luk. : Lukas Tit. : Titus
Yoh. : Yohanes Flm. : Filemon
Kis. : Kisah Para Rasul Ibr. : Ibrani
Rm. : Roma Yak. : Yakobus
1 Kor. : 1 Korintus 1 Ptr. : 1 Petrus
2 Kor. : 2 Korintus 2 Ptr. : 2 Petrus
Gal. : Galatia 1 Yoh. : 1 Yohanes
Ef. : Efesus 2 Yoh. : 2 Yohanes
Flp. : Filipi 3 Yoh. : 3 Yohanes
Kol. : Kolose Yud. : Yudas
1 Tes. : 1 Tesalonika Why. : Wahyu
2 Tes. : 2 Tesalonika

Singkatan-Singkatan Umum

GMI : Gereja Methodist Inodnesia

P2MI : Persekutuan Pria Methodist Indonesia.

STT : Sekolah Tinggi Teologi

No. : Nomor
DAFTAR TABEL

Tabel I Data Klien .............................................................................................................................. 90

Tabel II Pekerjaan, Status Keluarga dan Tempat Tinggal ................................................. 91

Tabel III Keadaan Konseli Sebelum dan Akhir Konseling

Pastoral ............................................................................................................................... 119

Tabel IV Keadaan Tingkat Kerajinan Beribadah Kaum Bapak sebelum

Pendampingan Pastoral ................................................................................................ 120

Tabel V Keadaan Tingkat Keaktifan Melayani Kaum Bapak sebelum

Pendampingan Pastoral ................................................................................................. 122

Tabel VI Tingkat kerajinan Beribadah Kaum Bapak GMI Marmahani sebelum dan

Sesudah Pendampingan Pastoral dilakukan ........................................................ 125

Tabel VII Tingkat Keaktifan dalam Pelayanan Kaum Bapak GMI Marmahani

Sebelum dan Sesudah Pendampingan Patoral .................................................. 125

Tabel VIII Keterangan Peningkatan Keadaan Kaum Bapak.............................................. 126


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Tugas panggilan gereja di dalam dunia ini di jabarkan dalam tiga hal dalam apa

yang disebut “Tri Tugas Panggilan Gereja” yaitu: bersekutu (koinonia), bersaksi

(marturia) dan melayani (diakonia). Dalam ketiga tugas panggilan ini di harapkan

peran semua jemaat termasuk di dalamnya peran bapak-bapak untuk berperan

dalam melayani Tuhan dalam mewujudkan panggilan tersebut, yaitu bersekutu,

bersaksi dan melayani. Sehingga merupakan suatu kerinduan besar bagi setiap Gereja

agar kaum bapak-bapak rajin menghadiri ibadah-ibadah dan aktip dalam melayani di

Gereja dan dalam persekutuan-persekutuan Gereja.

“Persekutuan” yang berasal dari kata “koinonia” memiliki arti adanya

kesamaan atau berbagi. Orang percaya yang bersekutu adalah juga bersekutu dengan

Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus (1 Yoh. 1:3) dan dengan sesama (1 Yoh. 1:7).

Persekutuan yang tidak memandang kepada ras, warna kulit, suku dan latar belakang

seseorang, tetapi terbuka menyambut siapa saja. Persekutuan yang saling menerima

satu sama lainnya yang di dalamnya terjalin persahabatan erat antara anggota dalam

kasih Kristus dan antara mereka dengan Kristus.1 Dalam Gereja Methodist Indonesia

(GMI) ada enam poin yang menjadi tugas dan tanggung jawab sebagai anggota

jemaat;

1. Rajin membaca Firman Tuhan setiap hari

2. Rajin dan tekun berdoa setiap hari

1 ?
Nicky Gumbel, Berbagai Pertanyaan dalam Kehidupan, (Tangerang: Gospel Press, 2007), 315-316.
3. Rajin mengikuti setiap kebaktian, seperti Kebaktian Keluarga, Kebaktian Rumah

Tangga, Kebaktian Umum, Kebaktian Evangelisasi, Kebaktian Kebangunan

Rohani, dan kebaktian-kebaktian lainnya.

4. Setia mempersembahkan persepuluhan setiap bulan

5. Setia memberikan persembahkan lainnya

6. Berpartisipasi aktif dalam semua pelayanan di Jemaat GMI. 2

Pada poin yang ketiga diatas dengan jelas sebagai anggota jemaat GMI baik itu

bapak-bapak memiliki kewajiban untuk aktif menghadiri semua ibadah-ibadah yang

di selenggarakan Gereja. Bagi Gereja Methodist keaktifan semua jemaat itu dalam

mengikuti seluruh ibadah sangatlah ditekankan. Dan menjadi tugas para pendeta dan

majelis untuk memastikan seluruh jemaat aktif dalam mengikuti seluruh ibadah

Gereja. Hal itu ditekankan dalam Disiplin GMI yang isinya:

“Jika seorang anggota jemaat lalai dan mengabaikan janjinya serta tidak
menghadiri kebaktian dengan alasan yang tidak dapat di terima, maka pendeta
dan atau guru injil serta ketua komisi keanggotaan dan evanggelisasi
melaporkannya kepada panitia khusus yang dibentuk oleh komisi
keanggotaan dan evanggelisasi untuk mengusahakan agar orang yang lalai
tersebut dapat aktif kembali”. 3

Keaktifan jemaat dalam hal ini juga anggota P2MI dalam menghadiri ibadah yang

di selenggarakan Gereja merupakan hal yang di tuntut dalam pelayanan GMI.

Demikian juga peran para Pendeta yang adalah sebagai gembala dan pemimpin di

Gereja sangat perlu untuk menggembalakan jemaatnya, memastikan mereka

terlayani dan aktif menghadiri semua ibadah Gereja.

Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara

utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan

2 ?
Bab II Pasal 12 “Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Jemaat” dalam Disiplin GMI 2017 (Medan: Kantor
Pusat GMI, 2017), 41.
3 ?
Bab II, Pasal 14 “Administrasi Keanggotaan” dalam Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2017,
(Medan: Gereja Methodist Indonesia 2017). 42.
spiritual. Secara teori, bentuk pelayanan pengasuhan dalam pelayanan gerejawi ini

disebut pendampingan pastoral (pastoral care) dan konseling pastoral (counseling

pastoral).4

Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai

makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Mendampingi

merupakan suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu

didampingi. Istilah pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu,

menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan

mengutuhkan. Sedangkan istilah pastoral dalam bahasa Yunani disebut “poimen”

artinya “gembala” (Yohanes 10). Dalam pelayanan, terdapat beberapa istilah untuk

menggambarkan pelayanan pastoral yang dikenal sebagai “penggembalaan”. Suatu

istilah struktural untuk mempersiapkan para rohaniawan untuk tugas “pastoral” atau

tugas penggembalaan.5

Ada beberapa tipe penggembalaan yang merupakan pengertian tentang

penggembalaan di masyarakat Kristen Indonesia: Pertama, ada yang berpendapat

bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas membentuk watak

seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik; Kedua,

penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui pertemuan antar pribadi

atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dilakukan dalam khotbah dan

liturgi; Ketiga, khususnya di lingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti

pelayanan yang berhubungan dengan Sakramen; Keempat, khususnya anggota dari

kelompok Karismatik, bahwa penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan, yaitu

rohani yang mengakibatkan penyembuhan fisik dan lain-lain; Kelima, pelayanan

4 ?
Hendri Wijayatsih, Pendampingan dan Konseling Pastoral, Jurnal Fakultas Theologia Vol.
35. No. 1/2. April/Oktober 2011 dalam: Gema Teologi, (Yogyakarta: UKDW, 2011), h.3
5 ?
Aart van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 9-11.
kepada masyarakat, yaitu pelayaan sosial dan pelayanan berjuang melawan

ketidakadilan; Keenam, ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan di mana

manusia yang terlibat dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran Tuhan

Allah, yaitu pernyataan dari Allah; Ketujuh, konseling pastoral yang menggunakan

teknik-teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia khususnya psikologis. 6

Penulis menyimpulkan bahwa penggembalaan adalah suatu pelayanan

holistik (menyeluruh) yang diberikan kepada jemaat yang melibatkan seorang pastor

sebagai gembala yang membimbing jemaat ke arah pengenalan akan Tuhan dan

bermanfaat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak

Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan

Kristus (Efesus 4:13).

Sedangkan konseling pastoral merupakan perkembangan dari pendampingan

yang dilakukan dalam bentuk konseling, misalnya konseling psikologis. Konseling

pastoral adalah sebuah layanan percakapan terarah, menolong orang yang tengah

dalam keadaan krisis agar mampu melihat dengan jernih krisis yang dihadapinya. 7

Oleh karena itu seorang pendamping/konselor minimal memiliki pengetahuan dasar

tentang konseling, psikologi dan teori krisis serta dinamikanya.

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendampingan

pastoral memiliki aspek yang luas dalam kehidupan gereja, meliputi seluruh kegiatan

pelayanan yang ada dalam gereja, dan konseling pastoral menjadi salah satu bagian

dalam pendampingan pastoral tersebut. Dalam pelayanan gereja, pastoral adalah

peran penting dalam pelayanan. Oleh sebab itulah penulis menggunakan istilah

pendampingan pastoral dalam penulisan tesis ini.

6 ?
Aart van Beek, Pendampingan Pastoral, 11-12.
7 ?
Hendri Wijayatsih, Pendampingan dan Konseling Pastoral, 4.
Pendampingan harus terbuka dalam metode-metodenya. Selain itu, harus

bersifat transkultural, terbuka terhadap cara-cara yang baru untuk orang miskin dan

lemah, golongan etnis minoritas, wanita dan orang-orang dari kebudayaan asing.

Metode-metode pendampingan bersifat terbuka, artinya berusaha untuk memahami

perspektif orang lain dalam mendampinginya. 8 Krisis anggota P2MI di GMI dalam

aspek spiritual terlihat dari kurangnya keterlibatan anggota P2MI beribadah ke

gereja pada hari Minggu. Pada hari Minggu orang Kristen harusnya berhimpun

bersama untuk mendengar dan memperhatikan firman Allah, lalu memuji Allah,

bernyanyi, dan berdoa.9 Anggota P2MI di GMI diharapkan menjadi teladan yang baik

untuk memungkinkan anak-anaknya bertumbuh mencintai Tuhan dan melayani-Nya.

Dengan kata lain, anggota P2MI harus memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan

baru kemudian mengharapkan anaknya memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan.

Tuhan menahbiskan rumah sebagai lembaga untuk melatih anak-anak

bagaimana mereka seharusnya bertindak. Perkembangan spiritual dimulai di rumah,

tidak perduli betapa besarnya usaha gereja atau lembaga lainnya. 10 Dengan demikian,

anggota P2MI memainkan peranan penting di tengah keluarga Kristen, salah satunya

anggota P2MI bertanggung jawab atas perkembangan spiritual dari anggota

keluarganya.

Berangkat dari pandangan di atas, penulis melihat GMI perlu melakukan

pendampingan bagi anggota P2MI, sebagai bagian dari orangtua yang memiliki

tanggung jawab besar dalam keluarga. Pendampingan pastoral bagi anggota P2MI di

GMI bukan hanya untuk menolong anggota P2MI atas krisisnya dalam aspek spiritual

tetapi juga memperlengkapi anggota P2MI untuk dapat menjalankan tanggung


8
Howard Clinebal, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan Dan Konseling Pastoral (Yogyakarta:
Kanasius, 2002).33-34
9
Martin Luther, Katekismus Besar (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012).44.
10
JohnM Drescer, Tujuh Kebutuhan Anak (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001).121.
jawabnya sebagai orangtua di tengah keluarga Kristen. John menekankan, jika

keluarga ingin menjalankan kegiatan rohaninya secara serius, diperlukan tekad

menggantikan cara-cara lama dan menciptakan cara baru untuk bertumbuh bersama

dalam Iman.11

Penulis merasa metode pendampingan pastoral sebagai alat pendekatan,

untuk memahami dan kemudian menolong anggota P2MI perlu dikaji dan ditinjau

relevansinya. Dari berbagai macam metode pendekatan pendampingan pastoral,

Totok menggolongkan metode pendampingan pastoral dalam dua kategori. Pertama,

psikodinamika yang berorientasi pada dorongan dunia ketidaksadaran dan

rekonstruksi kepribadian. Kedua, eksperiensial dan relasional yang berorientasi pada

arti bagaimana menjadi manusia secara penuh dan utuh, kebebasan dan tanggung

jawab manusia, pilihan manusia, menciptakan nilai dan makna kehidupan,

kecemasan, rasa bersalah, kesadaran akan hakikat sebagai makhluk terbatas. 12

Pada umumnya pertumbuhan dan perkembangan gereja menjadi salah satu

target dalam pelayanan gereja atau jemaat, para hamba Tuhan mengajak,

mengimbau, membekali, dan memperlengkapi para majelis, aktivis, dan pengurus

gereja supaya dalam setiap persekutuan, ibadah, atau rapat majelis dapat bertumbuh

dan berkembangkan secara maksimal dengan daya, dana, dan sarana yang tersedia.

Para majelis atau aktivis gereja diharapkan dapat terus meningkatkan pelayanan

mereka sesuai dengan tugas dan panggilan mereka masing-masing. Banyak pelayan

Tuhan yang mengkhotbahkan berbagai tema seperti iman, kasih, anugerah,

peperangan rohani, nubuat, pembangunan gereja, pelayanan kedatangan Yesus, hal

berpuasa, berdoa, kelepasan, kesembuhan, pernikahan. Namun selain tema-tema

11
Marjorie L Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
2012).21.
12
Engel J.D, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2016).1.
tersebut, ada satu pelayanan yang luput dan seharusnya diberi perhatian oleh gereja

atau jemaat, terutama bagi para hamba Tuhan. Pelayanan itu adalah Pelayanan

“kepada kaum Bapak”. Khususnya bagi mereka yang dalam keadaan krisis

keharmonisan dalam berumah tangga, krisis ambivalensi terhadap kemajuan zaman

dan merasa luput dari tidak adanya perhatian gereja dan masyarakat sekitarnya

terhadap situasi dan kondisi mereka.

Dalam teks Perjanjian Lama Kitab Yosua. Yosua pernah memberikan contoh

untuk membuat keputusan, bahwa Yosua dan keluarganya akan tetap setia beribadah

kepada Tuhan, Yosua katakanan: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan

beribadah kepada TUHAN” (Yosua 24:15b). Bapak juga adalah menjadi imam 13 yang

memimpin kerohanian rumah tangganya seperti yang di perbuat oleh Yosu. Peran

bapak dalam keluarga sangat penting sampai-sampai Allah memakai peran itu untuk

menyebut diri-Nya, Bapa. Kepala keluarga adalah pemimpin dan pemandu dalam

keluarga dan bagai mana cara dia dalam memimpin pasti mempunya dampak

panjang bagi kehidupan keluarga.14

Perjanjian Lama mencatat bahwa di zaman Patriarkh bangsa Israel ayah atau

kepala keluarga bertindak sebagai imam bagi keluarganya, dengan

mempersembahkan kurban (Kejadian 8:20;12:7; Ayb 1:5). Peran bapak dan imam

merupakan dua peran yang berhubungan satu sama lain (Hak 17:10; 18:19). Maka

Kitab Suci mencatat adanya peran imam dan bapak dalam lingkup keluarga, yaitu

para bapak maupun imam dan bapak dalam lingkup bangsa Israel, yang dilakukan

oleh mereka yang menjabat sebagai imam, yaitu mereka yang berasal dari keluarga

atau keturunan Harun dan suku Lewi (Kel 19:22, 29:1-37; 40:12, Im 8:1-36). Dalam
13 ?
Edwin Louis Cole dengan Dough Brendel. Kesempurnaan Seorang Pria-- Penuntun Kepada Kelangsungan
Hidup Keluarga, (Jakarta: Metanoia, 2013), 80.
14 ?
Voddie Baucham JR., Family Shepherds Gembala-Gembala Keluarga, 1st ed. (Bandung: Pionir Jaya,
2012), 8
Perjanjian Baru, kita semua melalui sakramen Pembaptisan mengambil bagian dalam

ketiga misi Kristus, yakni sebagai imam, nabi dan raja.

Artinya kita semua yang dibaptis memperoleh peran imamat bersama (1 Pet

2:9) walaupun peran ini meniadakan adanya peran imamat jabatan. Imamat bersama

ini dilaksanakan dalam keluarga dengan menyambut sakramen-sakramen Gereja.

Namun dalam kesehariannya, orang tua secara khusus bapak menjalankan peran

sebagai imam dalam keluarga, yang adalah Gereja rumah tangga (ecclesia domestica).

Sama halnya dengan membangun persekutuan perempuan, persekutuan kaum

bapak juga perlu ditingkatkan dalam gereja GMI. Bagaimana mungkin ada ibu tanpa

bapak? Namun dalam gereja sering terjadi persekutuan ibu ada tetapi persekutuan

kaum bapak tidak ada. Hal ini telah merupakan salah satu masalah yang menonjol

dalam pelayanan gereja GMI. Di mana tidak seimbangnya kaum bapak yang hadir

dalam kebaktian minggu dibandingkan dengan kaum ibu. Tidak seimbangnya peran

kaum bapak dalam pelayanan gereja dibanding kaum ibu. Jika hal ini telah seimbang

maka telah ada kemajuan di dalam gereja tersebut. Pada umumnya persekutuan

kaum bapak di dalam gereja dianggap dengan adanya Paduan Suara Bapak (P2MI).

Padahal tidak semuanya kaum bapa yang hobby atau berminat koor. Maka untuk

membangun persekutuan kaum bapak di dalam gereja, pelayan gereja harus

memikirkan berbagai metode dan bentuk pelayanan yang tepat bagi kaum bapak. Jika

ada paduan suara kaum bapak di dalam suatu gereja hal ini telah menjadi basis

membina persekutuan kaum bapak, maka harus ditambahkan pula dengan

melakukan pendalaman alkitab bagi kaum bapak.

Membangun persekutuan kaum bapak pada dasarnya bertujuan untuk

membantu dan menolong kaum bapak agar mampu menjadi kepala keluarga yang

baik sebagaimana pesan Alkitab. Tentu sebagai bapak, mereka memiliki tanggung
jawab yang besar seperti: memenuhi kebutuhan keluarga, memberikan perlindungan

bagi keluarganya dan menciptakan komunikasi yang harmonis di dalam rumah

tangga mereka masing-masing. Dalam menjalankan tanggungjawab yang besar ini

kaum bapak harus memiliki iman yang kokoh.

Persoalan mengenai sedikitnya jumlah anggota P2MI yang beribadah di GMI

bukan merupakan persoalan baru yang mungkin disebabkan karena pandemi covid-

19 yang sedang melanda dunia. Karena, bahkan sebelum pandemi melanda dunia

kehadiran P2MI untuk beribadah di gereja pada hari Minggu lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah kehadiran Kaum Bapak laki-laki dan perempuan,

pemuda/i, dan kaum ibu yang beribadah ke gereja. Kenyataan yang demikian

ternyata juga disadari oleh beberapa jemaat GMI Marmahani, salah satunya oleh A.

Damanik saat ditemui di kediamannya.

P2MI ini yang paling susah, bahkan disemua daerah kehadiran P2MI untuk
beribadah di gereja sangat sedikit. P2MI hanya sedikit lebih menonjol
dikegiatan adat Batak, bahkan itu pun sudah mulai berkurang. Bahkan
dikegiatan adat pun kaum ibu sudah lebih di depan, permasalahannya P2MI
masih mempertahankan identitasnya sebagai kepala keluarga, namun dalam
segi kemampuan sebenarnya dapat dikatakan tidak mampu lagi. Demikian
juga di gereja, kehadiran P2MI sudah sangat minim untuk beribadah ke gereja,
bahkan di daerah lain yang saya perhatikan, kehadiran P2MI untuk beribadah
pada hari Minggu di gereja sudah sangat minim.15
Berkaitan dengan hal di atas, penulis menemukan fakta bahwa anggota P2MI

GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur mengalami hidup rohani yang suam-suam

kuku, malas menghadiri kebaktian (malas beribadah) dan tidak aktif melayani.

Kenyataan ini menimbulkan masalah dalam hidup mereka, yakni iman yang tidak

bertumbuh, pertengkaran dan tidak adanya keharmonisan di dalam keluarga, iri hati,

iman yang kekanak-kanakan, mudah menyerah, mendua hati dalam pelayanan,

berpikiran negatif, tidak aktif mengikuti persekutuan doa dan ibadah. Pada 6 Juni

15 ?
A. Damanik, Wawancara oleh penulis, (Bandar Maruhur, Indonesia, 3 Mei, 2021).
2021 pukul 19.00-21.00 WIB berlangsung pertemuan sharing pimpinan jemaat yang

dihadiri 10 orang P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur. Dalam pertemuan itu

dibicarakan kegiatan, program dan evaluasi P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur

yang meliputi kegiatan paduan suara (koor), kegiatan sharing pemahaman PA, doa

bersama, doa berantai, dan doa puasa. Kegiatan-kegiatan ini kurang dilaksanakan

pada waktu yang lalu, sehingga kegiatan tersebut perlu diarahkan menurut

ketetapan yang terdapat dalam Disiplin Gereja Methodist Indonesia, khususnya hal

yang berkaitan dengan anggota P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur.16

Anggota P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur yang menghadiri kebaktian

berjumlah 3-4 orang. Dan kenyataan ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota

P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur belum memiliki kesadaran akan pentingnya

suatu persekutuan di antara sesama saudara seiman.

Ada berbagai alasan yang menyebabkan mereka tidak menghadiri setiap

ibadah atau persekutuan di dalam kegiatan-kegiatan peribadahan, antara lain;

kelelahan karena sudah bekerja seharian, tidak sempat karena pekerjaan menyita

waktu, dan kemalasan. Kenyataan ini mengakibatkan kehidupan rohani anggota P2MI

tidak bertumbuh atau iman mereka lemah. Dengan kata lain, mereka mengalami

kelesuan rohani. Penulis juga menemukan bahwa anggota P2MI meninggalkan Tuhan

dengan tidak beribadah pada setiap hari Minggu; sebaliknya, mereka nongkrong di

warung kopi atau memancing. Kenyataan ini mengatakan potret lain yakni mereka

tetap melakukan kegiatan lain semisal bermain kartu atau kesibukan lainnya untuk

mencari uang atau jalan-jalan ke kota.

Richard Foster dalam bukunya yang berjudul “Celebration of Discipline”

sebagaimana dikutip oleh Jean Fleming, mengatakan “Apa saja yang terlibat saat
16 ?
Wawancara dalam pertemuan sharing dengan 6 orang anggota P2MI GMI Marmahani
Bandar Maruhur dengan Penulis, minggu 6 Juni 2021 pukul 19.00 -21.00 Wib.
memasuki masa-masa kelam bagi jiwa? Masa-masa kelam merupakan salah satu cara

Tuhan mendiamkan kita, membawa keheningan, supaya Dia dapat mengerjakan

perubahan batin di dalam jiwa.”17 Pada kenyataannya, banyak orang Kristen tidak

mengenal kedisiplinan rohani. V. Raymond Edman mengatakan bahwa zaman

sekarang ini adalah zaman yang tidak mengenal disiplin dan telah hilang tidak

berbekas. Dalam bidang rohani pun disiplin sudah merupakan sesuatu yang asing

bagi generasi yang sebagian besar buta terhadap firman Tuhan. Kita memerlukan

karakter Kristiani yang tangguh dan dapat terbentuk melalui kedisiplinan. 18

Oleh karena itu, untuk mengejar kekudusan hidup anggota P2MI GMI

Marmahani Bandar Maruhur harus melatih diri dalam melaksanakan disiplin rohani.

Pernyataan dalam 1 Tim. 4:7a yang berbunyi “Latihlah dirimu beribadah” merupakan

perintah Tuhan, bukan anjuran, yang mutlak perlu untuk pengembangan hidup

rohani.

Penulis menemukan juga bahwa kegiatan membaca Alkitab dan berdoa yang

dilakukan oleh sebagian anggota P2MI hanya merupakan rutinitas atau karena

perintah saja. Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa anggota P2MI mengalami

hidup rohani yang suam-suam kuku, malas menghadiri kebaktian dan tidak aktif

melayani. Dengan kata lain, disiplin rohani tidak diterapkan oleh anggota P2MI GMI

Marmahani Bandar Maruhur dalam kehidupan mereka.

Karena itu, penulis terdorong melakukan pendampingan pastoral terhadap

anggota P2MI untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan

Keaktifan Dalam Pelayanan dengan tujuan agar mereka melaksanakan disiplin

rohani. Melaksanakan disiplin rohani dengan setia akan berdampak pada keaktifan
17
Jean Fleming, Waktu Bersama Tuhan, (Yogyakarta: Katalis, 2011), 147-150.
18
Donald S. Whitney, Disiplin Rohani: 10 Pilar Penopang Kehidupan Rohani, (Bandung: Kalam
Hidup, 1994), 11-18.
dalam pelayanan di kalangan anggota P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur. Itu

berarti bahwa masalah anggota P2MI yang mengalami hidup rohani yang malas

menghadiri kebaktian dan tidak aktif melayani perlu mendapat penanganan khusus

dengan pendampingan pastoral agar kehidupan rohani mereka bertumbuh, kerajinan

mereka menghadiri kebaktian meningkat dan mereka aktif melayani. Ketiga masalah

itu terjadi karena mereka kurang melaksanakan disiplin rohani. Penulis

menggunakan pendampingan pastoral dengan menggunakan metode RET karena

cara ini efektif dalam mengatasi masalah anggota P2MI, karena secara umum laki-laki

lebih menggunakan logika dari pada perasaan dalam melakukan suatu keputusan.

Metode Rational-Emotive Therapy (RET) menekankan pada proses berpikir

konseli yang dihubungkan dengan perilaku serta kesulitan psikologis dan emosional.

Pendekatan RET lebih di orientasikan pada kognisi, perilaku dan aksi yang lebih

mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu.

Menurut pandangan pendekatan RET permasalahan yang dimiliki seseorang bukan

disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada sistem keyakinan,

bagaimana dia menilai dan bagaimana dia menginterpretasi apa yang terjadi

padanya.19

Pendampinagan pastoral dengan metode Rational Emotive akan disimulasikan

dengan langkah-langakah : (1) Mengelola Pandangan dan Pikiran Klien, yang meliputi

kegiatan mengidentifikasi masalah klien, menjelaskan dan menunjukkan bahwa

masalah klien bersumber pada keyakinan/cara berpikir yang irasional,

mendiskusikan arah perubahan keyakinan/cara berpikir irasional ke rasional,

mendiskusikan tujuan konseling, dan mengkonfrontasi keyakinan/cara berpikir

irasional, (2) Mengelola emosi dan afeksi, yang meliputi kegiatan membina

19
Hartono & Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling (Jakarta: Kencana, 2012), 131.
kesepakatan ke arah perubahan klien dan memelihara suasana konseling, (3)

Melaksanakan teknik relaksasi, dan (4) Mengelola Tingkah Laku.

Dari hasil penelitian awal yang dilakukan oleh penulis kepada anggota P2MI yang

mengalami malas beribadah dengan melihat permasalahan yang terjadi, penulis

mengambil pendekatan Rational Emotive Therapy. Melalui pendekatan tersebut

diharapkan dapat menolong Kaum Bapak yang mengalami malas beribadah. Dengan

demikian, penulis merumuskan judul: “PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA

ANGGOTA P2MI YANG MALAS BERIBADAH” dan Subjudul “Pendampingan Pastoral

Kepada Anggota P2MI Yang Malas Beribadah Dalam Rangka Meningkatkan

Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam Pelayanan dengan

metode Rational-Emotive Therapy di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur

Distrik 4 Wilayah I”.

1.2 Idetifikasi Masalah

Setelah latar belakang masalah dijelaskan, maka dilakukan identifikasi masalah,

yaitu memilih beberapa masalah yang paling layak dan penting untuk diteliti yaitu

sebagai berikut:

1. Ditemukan adanya anggota P2MI yang tidak hadir dalam kebaktian Minggu dan

persekutuan karena lebih memilih duduk-duduk di warung.

2. Kurangnya kesadaran anggota P2MI tentang arti dan makna beribadah untuk

meningkatkan karakter kerohaniannya.

3. Kurangnya Pendampingan Patoral terhadap anggota P2MI yang malas dan

kurang aktif dalam kegiatan rohani di jemaat GMI Marmahani Bandar maruhur.

4. Adanya rasa benci yang terjadi ditengah-tengah Kaum Bapak.

5. Tidak adanya kekompakan dalam anggota P2MI


1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang akan dibahas Pendampingan Pastoral kepada

Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan

Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam Pelayanan dengan metode

Rational-Emotive Therapy di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4

Wilayah I.

1.4 Rumusan Masalah

Pendampingan pastoral diperlukan untuk membimbing P2MI, agar memahami

makna tanggung jawab, sehingga diharapkan, P2MI mampu membentuk karakter

yang bertanggungjawab yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Berdasarkan

pemaparan diatas, penulis merumuskan enam masalah dengan membuat pertanyaan

yang akan membantu penulis dalam menulis karya ilmiah ini, yaitu:

1. Apa latar belakang penyebab anggota P2MI sehingga tidak hadir dan tidak

aktif dalam pelayanan di gereja?

2. Bagaimana tingkat kehadiran dan kekatifan pelayanan bapak-bapak P2MI di

gereja sebelum dan sesudah Pendampingan Pastoral dilakukan?

3. Hal-hal apa saja yang terjadi setelah proses pendampingan pastoral

berkontribusi

4. sejauh mana pendampingan itu berdampak dalam kualitas kerohanian bagi

peningkatan kerajinan beribadah dan keaktifan dalam pelayanan bagi anggota

P2MI dengan metode RET?

1.5 Tujuan Penelitian


Pendampingan dan Konseling Pastoral yang dilakukan konselor dalam

menangani Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam Rangka Meningkatkan

Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam Pelayanan dengan

metode Rational-Emotive Therapy di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur

Distrik 4 Wilayah I antara lain:

1. Untuk mengetahui apa pengertian, gambaran dan faktor penyebab umum

anggota P2MI yang malas beribadah.

2. Untuk mengetahui Apakah dampak malas Beribadah dengan perilaku psikis

dan rohani P2MI.

3. Untuk mengetahui Hal-hal apa saja yang terjadi setelah proses pendampingan

pastoral berkontribusi

4. Untuk mengetahhui sejauh mana pendampingan itu berdampak dalam

kualitas kerohanian bagi peningkatan kerajinan beribadah dan keaktifan

dalam pelayanana bagi anggota P2MI dengan metode RET.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis dan pembaca agar dapat digunakan sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya pada masa akan datang, dalam masalah-masalah dalam

pelayanan di lembaga/Gereja, khusunya dalam bidang pastoral.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi penerapan aksi

pastoral di tengah-tengah realitas kehidupan jemaat di GMI Marmahani Resor

Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I.

3. Sebagai masukan bagi pastor/pendeta yang melayani di lembaga/gereja,

dalam upaya memberikan ruang pendampingan pastoral yang seluas-luasnya

bagi kegiatan di Gereja dan Lingkungan Jemaat.


4. Hasil dari pada tulisan ini diharapkan mampu memberi sumbangsih

pemikiran Pastoral kepada lembaga/gereja dalam membentuk karakter yang

Kristiani bagi P2MI di GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4

Wilayah I.

1.7 Metode Penelitian

Dalam mengkaji pokok bahasan di atas, untuk mencapai sasaran yang

dikehendaki dalam upaya mencapai pemecahan permasalahan, maka penulis

menggunakan metode penelitian yaitu mixed methods (metode campuran). Metode ini

merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk

kualitatif dan kuantitatif.20 Untuk hal itu selaian wawancara mendalam kepada subyek

penelitian, penyusun juga akan memberikan kuisioner untuk mengukur

meningkatkan pertumbuhan rohani, kerajinan beribadah, dan keatifan dalam

pelayanan.

1.8 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, idetifikasi masalah,

rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual dan Hipotesa


20
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). (Bandung: CV. Alfabeta, 2013)404.
Bab ini akan membahas tentang: Kerangka teoritis, pendampingan pastoral,

pengertian pendampingan, pengertian pastoral, pengertian pendampingan

pastoral, dasar teologi, jenis fungsi pendampingan pastoral, pengertian

pastoral dalam perjanjian lama, pengertian pastoral dalam perjanjian baru,

fungsi pendampingan pastoral, P2MI, pengertian P2MI, Kaum Bapak menurut

psikologi perkembangan, ciri-ciri Kaum Bapak, Malas Beribadah, pengertian

Malas Beribadah , faktor penyebab terjadinya Malas beribadah, faktor-faktor

dan Alkitab pertumbuhan rohani, keaktifan bribadah, teori RET, pengertian

RET, kerangka konseptual dan Hipotesa.

Bab III Penelitian

Bab ini akan membahas tentang: metode penelitian, lokasi penelitian, letak

geografis, waktu penelitian, subyek penelitian alat pengumpul data, observasi

lapangan, interview, pelayanan pendampingan pastoral dan alat ukur variable.

Bab IV Analisa Data, Uji Hipotesis dan Refleksi Teologis

Bab ini akan membahas tentang: Keterangan sebelum uji hipotesis, hasil alat

ukur kemarahan, percaya diri dan meningkatkan kerohanian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan membahas tentang beberapa kesimpulan yang berdasarkan

seluruh penulisan dan saran-saran yang diberikan kepada berbagai pihak.


BAB 2

KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL dan HIPOTESIS

2.1 KERANGKA TEORITIS

Pada bab ini, akan dipaparkan landasan teori, kerangka konseptul dan

hipotesis yang menjadi langkah penting sebelum melakukan penelitian. Landasan

teori yang dipaparkan berkaitan dengan variabel dan indikator dalam penelitan,

yaitu: tentang pendampingan pastoral dan Anggota P2MI yang malas beribadah,

faktor-faktor malas beribadah yaitu: tidak adanya pertumbuhan rohani, tidak

beribadah dan tidak aktif dalam pelayanan. Kerangka konseptual mencakup langkah-

langkah dalam melakukan penelitian. Setelah landasan teori dan kerangka konseptual

dipaparkan maka akan dibuat hipotesis yang menjadi jawaban sementara sebelum

penelitian.

2.2 Pendampingan Pastoral

2.2.1 Pengertian Pendampingan

Istilah pendampingan (caring) biasanya dikaitkan dengan helping profession,

atau dalam bentuk kata kerja biasanya diterjemahkan menjadi merawat.

Pendampingan ini dilakukan untuk memperbaiki tingkat kerohaniannya.

Pendampingan ini mengacu pada relasi antara Allah sang Pencipta dengan “ the

universe” (alam semesta), dan dengan “the human being” (manusia) ciptaan-Nya.

Allah adalah maha pengasih dan maha penyayang. Allah adalah “the Supreme Care

Giver ” (Pendamping Agung), dari waktu ke waktu. Apabila diperlukan, Allah masuk

ke dalam hidup dunia dan hidup manusia, menerima kondisi dunia dan hidup

manusia sebagaimana adanya, mendengarkan teriakan dunia dan hidup manusia


(Kel. 2:23-25); dengan jalan menjelmakan diri, berinkarnasi dalam dunia dan hidup

manusia; melalui berbagai model untuk menolong manusia (Yoh. 3:6-17). Peranan

pendeta sebagai pastor di lembaga/gereja ini sangat dibutuhkan, untuk melakukan

tindakan atas situasi ini.

Ada beberapa pendapat yang berbeda terkait dengan pendampingan pastoral

dan konseling pastoral. Namun keduanya tidak perlu harus dipisah, sebab asas

keduanya merupakan satu kesatuan di dalam pelayanan pastoral. Van Beek

menyebutkan, bahwa kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang

sama-sama mempunyai makna pelayanan, yaitu pendampingan dan pastoral. Kata

pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi (to care), kata ini merupakan

suatu bentuk kegiatan yang bertujuan untuk menolong orang lain. Oleh karena itu

perlu pendampingan, sehingga terbentuk suatu interaksi yang sejajar dan relasi

timbal-balik. Dalam hal ini, pihak yang paling bertanggungjawab (sejauh mungkin

dengan kemampuan) adalah pihak yang didampingi.

Secara etimologis, konseling sendiri berasal dari kata counsel atau counseling

(Lat. counsilium dari kata dasar consilere) yang berarti perundingan, pertimbangan

atau musyawarah. Istilah ini dipakai untuk memahami atau mengambil inti sari dari

pembicaraan, pemikiran, atau ide orang lain. Counseling merupakan suatu

perembukan, perundingan yang diadakan bersama dengan orang lain untuk mencari

jalan keluar atau sebagai cara konselor membimbing konseli ke dalam suasana

percakapan konseli yang ideal, dengan tujuan supaya konseli betul-betul dapat

mengenal dan mengerti apa yang sedang tejadi pada dirinya sendiri, persoalannya,

kondisi hidupnya, dan keberadaannya, Sehingga ia mampu melihat tujuan hidup dan

mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran kekuatan seperti yang sudah diberikan

Tuhan kepadanya. Pendampingan menurut Van Beek memiliki aspek yang lebih luas,
di dalamnya mencakup nasihat dan bimbingan. Menurut penulis, pendampingan

merupakan suatu dimensi dari penggembalaan untuk menolong orang, agar dapat

mengembangkan kemampuan potensi diri dalam menghadapi masalah hidupnya.

Sebagaimana juga yang disebut oleh Van Beek, bahwa istilah pendampingan

memiliki arti sebagai sebuah kegiatan kemitraan, bahu membahu, menemani,

membagi/berbagi, dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan.

Pendampingan menyangkut juga persoalan fisik, mental, sosial dan spiritual. Menurut

Van Beek dalam pendampingan, contohnya di rumah sakit membutuhkan lebih dari

satu orang. Misalnya untuk satu orang ia membutuhkan pendamping medis yang

menolong aspek fisik, pendampingan spiritual yang dilakukan oleh rohaniawan,

pendampingan sosial oleh pekerja sosial yang mendampingi persoalan sosial.

Pendampingan seperti ini bersifat menyeluruh atau holistik.

Adapun kebutuhan holistik dalam pendampingan saling berhubungan, saling

ketergantungan, dan menuntut terbentuknya suatu relasi antar pendamping dengan

yang didampingi. Pendamping harus mempunyai fasilitas yang lebih dari orang yang

di dampingi, artinya seorang pendamping harus lebih sehat, memiliki keterampilan,

sehingga ketika terjadi interaksi, pendamping memiliki perspektif yang lebih luas.

Apabila salah satu kebutuhan holistik mengalami gangguan atau sakit, maka dapat

menimbulkan prilaku yang berbeda. Kenyataan ini digambarkan dan dijelaskan oleh

Van Beek sebagai berikut:

1. Masalah fisik cenderung menimbulkan masalah mental, misalnya seseorang

yang sakit akan lebih cepat depresi dan tersinggung.

2. Masalah mental cenderung menimbulkan masalah sosial, misalnya orang

yang tidak memiliki motivasi yang kuat tidak akan berhasil dalam karirnya
3. Masalah spiritual cenderung menimbulkan masalah sosial, misalnya

seseorang yang tidak pernah beribadah tidak merasa diberkati di dalam

kehidupannya baik di dalam keluarga maupun masyarakat

4. Masalah sosial cenderung menimbulkan masalah fisik, misalnya memang

yang tidak memiliki relasi yang baik dengan tetangganya cenderung mudah sakit hati

dan depresi.

5. Masalah mental yang menimbulkan masalah spiritual, misalnya seseorang

yang mengalami tekanan hidup cenderung menyalahkan Tuhan.

Dalam proses mendampingi, hendaknya peran pendamping bukanlah sebagai

penasihat, karena kurang menghargai subyektivitas klien. Dalam hal ini, arah dalam

proses pendamping hendaknya ditentukan oleh yang didampingi (konseli), karena ia

pusat perhatian dalam proses tersebut. Pendamping hanya berperan menolong dan

mendorong yang didampingi, agar mengungkapkan dan memahami perasaan-

perasaan yang sesungguhnya. Pendamping harus membuka kacamatanya sendiri dan

masuk dalam dunia yang didampingi, menghayati pengalaman yang didampingi tanpa

melakukan penilaian, walaupun pendamping tidak setuju pada ide yang didampingi.

Sikap empati pendamping akan membantu yang didampingi, untuk mengungkapkan

yang dirasakan, tanpa khawatir atau takut dihakimi. Disinilah pendamping

menerima yang didampingi apa adanya.

Lebih konkritnya, pendampingan berarti menolong orang lain, menumbuhkan

dan mengaktualisasikan dirinya secara penuh. Hal ini merupakan proses

perkembangan hubungan antara seseorang dengan orang lain. Pendampingan pada

dasarnya merupakan sebuah proses, yang dibuat dengan tujuan untuk menolong

klien yang sedang bermasalah atau tidak. Pendampingan dapat terus berlangsung

selama klien membutuhkan pertolongan, sehingga proses pendampingan tersebut


menuntut terbentuknya suatu relasi antara konselor dan konseli (klien) yang

tujuannya adalah membantu seseorang yang sedang mengalami kesulitan agar

mampu menguasai masalah yang dihadapi dan akan dihadapi.

Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa penggembalaan

(pendampingan pastoral) adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang

akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan, dan penggembalaan. Ungkapan

pendampingan bersifat memperbaiki, membawa kesembuhan bagi orang, atau

anggota gereja maupun dari persekutuan yang menderita gangguan fungsi dalam

dirinya. Pendampingan merupakan aspek penting dalam pelayanan. Pendampingan

pastoral merupakan suatu bentuk pelayanan gerejawi dalam proses penggembalaan,

yang dilakukan oleh pastor kepada seseorang dengan tujuan untuk merawat,

memelihara, menolong, melindungi, memperhatikan, mendorong dan menuntun

jemaat dengan penuh tanggung jawab, memberikan dukungan, sehingga mereka

dikuatkan.

2.2.2 Pengertian Pastoral

Pastoral berasal dari akar kata “Pastor” dalam bahasa Yunani disebut

“Poimen” atau “poimenos” yang berarti “gembala” atau pendeta. Gembala diartikan

seseorang yang memperlihatkan kepedulian yang penuh kasih sayang. Dalam bahasa

Inggris, kata gembala ialah sheeper, berakar dan' kata sheep yang artinya domba.

Dalam bahasa Ibrani ialah ro'e dari bentuk participle.21 Dalam bahasa Latin, pastoral

disebut “pastoraat” yang juga diartikan sama dengan “gembala”.22 Kata Pastoral

merupakan bentuk kata sifat dari pastor, seseorang yang bersifat pastor merupakan

21 ?
Pusat penelitian dan pengembanagn Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakrta:
Balai Pustaka, 1988), 652.
22 ?
Liston Butarbutar, Keluarga yang dipulihkan, (Jakarta, 2002), 70.
wujud dari seorang gembala yang bersedia merawat, memelihara, melindungi dan

menolong orang lain.23 Pengertian ini berkaitan erat dengan tradisi orang Yahudi

dalam Alkitab, yang menggambarkan sosok gembala yang tidak membiarkan

dombanya dalam keadaan terluka. Itulah sebabnya, istilah gembala dipakai kemudian

dalam tradisi gereja sampai saat ini dan menyebut pendeta atau pastor sebagai

gembala.

Secara konotasi gembala berarti merawat dan memelihara. Pengertian

Pastoral, merupakan istilah struktural untuk mempersiapkan para rohaniawan untuk

tugas penggembalaan.24 Susabda25 mendefinisikan pastoral sebagai pelayanan yang

diselenggarakan oleh gereja dan didasarkan atas iman Kristiani, untuk mencari dan

mengunjungi anggota jemaat, terutama orang-orang yang mengalami pergumulan

hidup melalui pemberitaan firman Tuhan. Hal ini tentu sangat relevan dengan apa

yang disebut oleh Capps26 bahwa tugas seorang pastor adalah memperhatikan

jemaatnya, bukan hanya menasihati tetapi memberikan dukungan melalui konseling

pastoral, ketika mereka mengalami permasalahan hidup. Tujuan pelayanan ini

dilakukan oleh gereja, supaya dengan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh pastor,

dapat menyadarkan jemaat akan imannya dan hidup dengan mengandalkan Tuhan. 27

Untuk sampai kepada tahap menasehati dan memberi dukungan terhadap

jemaat yang menghadapi permasalahan hidup, pastor tidak hanya berhenti pada aksi

kunjungan dan penjabaran firman saja. Tentu ada tahap yang harus dilalui, yaitu

melakukan konseling. Pada tahapan ini, pastor tidak hanya menjadi penasihat saja,

23 ?
Van Beek, Konseling Pastoral, (Semarang: Satyawacana, 1987), 34.
24 ?
Michael E. Cavanagh, The Counseling Experience, (USA: E-Brook/ Cole Publishing
Company, 1982), 1.
25 ?
Yakub B. Subsada, Pastoral Konseling Jilid II, (Malang: Gandum Mas, 1983), 19.
26 ?
Donald Capps, Repraming A New Method in Pastoral Care, (American: Fortress Press,
1990), 91.
27 ?
Tu’u Tulus, Dasar-dasar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Andi, 2007), 20-21.
akan tetapi pastor juga harus mampu memberi petunjuk, bahkan teguran, apabila

seorang anggota jemaat melakukan kesalahan dalam menjalani kehidupannya. Selain

dari pada itu, pastor juga berperan sebagai pendorong (motivator) dan juga pengajar.

Konseling juga bertujuan untuk memberi pandangan kepada seseorang yang sedang

mencari pandangan atau nasihat, ketika ia menghadapi kesulitan dalam menjalani

hidupnya, sehingga harapan yang ditimbulkan dari sebuah kegiatan konseling adalah

tuntunan untuk mempertimbangkan sesuatu. Dengan demikian dalam mengambil

keputusan tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan yang berulang-ulang. 28

Konseling juga adalah sebuah proses yang mengusahakan keseimbangan

struktur kepribadian konseli, dengan menciptakan rasa aman dalam jalinan

hubungan yang bersifat manusiawi dengan konselor dan mengusahakan penerimaan

pengalaman masa lampau yang menyakitkan, kemudian mengintegrasikan ke dalam

kepribadian yang telah berubah.29 Dengan melihat urain definisi pastoral di atas,

maka penulis menarik kesimpulan, bahwa kata “pastor” merupakan sebuah fungsi

pelayanan dalam lembaga/gerejawi yang dilakukan oleh pendeta atau gembala

jemaat. Tugas dan tanggung jawab seorang pastor adalah melakukan penggembalaan,

dengan memperhatikan pertumbuhan kerohanian jemaat, menumbuhkan tingkat

spiritualitasnya, meskipun berada dalam pergumulan dan masalah kehidupan. Untuk

menjalankan fungsi pelayanan tersebut, maka seorang pastor perlu menjalin

hubungan yang akrab dan terus menerus mengadakan konseling sebagai wadah
28 ?
Secara Etimologis, istilah Konseling atau counseling dalam kamus Webster’s New Collegiate
Dictionary disebut Consilium yang berarti perundingan, pertimbangan atau musyawarah. Istilah ini
dipakai untuk memahami atau mengambil inti sari dari pembicaraan, pemikiran, atau ide orang lain.
Counselingmerupakan suatu perembukan atau perundingan yang diadakan bersama denganorang lain
untuk mencari jalan keluar atau putusan yang menyelamatkan atau membebaskan. Dalam bahasa latin
konseling disebut sebagai consilium yang berasal dari kata consilere (Ing. To concult), yang berati
mencari pandangan atau nasehat orang lain yang berfungsi untuk pertimbanagn dan pembuatan
keputusan. E.P. Gintings, Konseling Pastoral, (bandung: Jurnal Info Media, 2009), 10, Lihat juga
Magdalena Tomatala, Konselor Kompeten, (Jakarta: Leadership Foundation, 2003), 1.
29 ?
Buku Carl Rogers yang berjudul Client Centered Psycotherapy dan dikutip kembali oleh E.P.
Gintings, Konseling Pastoral Penggembalaan Kontekstual, (Bandung, Bina Media Informasi 2009), 13.
musyawarah kerohanian, yang bertujuan untuk membangun sebuah upaya dalam

rangka memberi bantuan kepada jemaatnya, dalam rangka meningkatkan

kemampuan dan fungsi mental, agar dapat menghadapi persoalan batinnya.

2.2.3 Pengertian Pendampingan Pastoral

Pendampingan Pastoral (Pastoral Care) ini berlaku umum dan disediakan

untuk semua anggota komunitas beriman. Tujuan dari pendampingan ini adalah

untuk mengaktualisasikan kasih Allah dalam kehidupan komunitas beriman. Bentuk

pendampingan pastoral dalam kehidupan komunitas beriman bisa berwujud:

1. Kotbah yang memandu warga dengan tema-tema khusus sesuai pergumulan

jemaat saat itu.

2. Pelayanan liturgi, misalnya apa saja yang perlu kita tata dan persiapkan agar

jemaat merasakan kehadiran Allah dalam berbagai ibadah yang dilakukan di

gereja kita.

3. Pelayanan diakonia: bagaimana agar upaya pemberian bantuan kita kepada

sesama yang membutuhkan menjadi wahana olah batin meneruskan

kemurnian pelayanan Tuhan Yesus kepada dunia.

4. Perkunjungan rumah tangga: bagaimana menjadikan kegiatan ini sebagai

wahana Allah yang melawat umatNya.30

Namun dalam kehidupan ini, kita menyadari bahwa tak jarang kita

diperhadapkan pada situasi / krisis tertentu yang tidak mungkin dipenuhi melalui

pendampingan (Care). Dalam rangka menolong orang dengan kondisi yang krisis

inilah kemudian berkembang bentuk pendampingan khusus yang disebut konseling

pastoral (Pastoral Counseling). Contoh layanan konseling dalam komunitas beriman:


30 ?
R. J. Hunter, Pastoral Care and Counseling (Comparative Terminology) , (Nashville: Abingdon
Press, 1990), 845.
1. Konseling kedukaan

2. Konseling kepada warga jemaat yang sakit

3. Konseling keluarga, dll

Mengingat perkembangan zaman dan juga pergumulan warga jemaat, di

Indonesia juga mulai dikembangkan layanan-layanan konseling pastoral yang lebih

khusus, misalnya:

1. Konseling Pastoral melalui telepon dan web

2. Penyediaan rumah aman bagi anak dan perempuan korban kekerasan

dalam rumah tangga

3. Konseling Pastoral melalui surat

Dalam pendampingan dan konseling pastoral yang ada bukanlah dialog tetapi

trialog seperti yang tertuang pada bagan berikut ini :31

Allah

Sang Gembala Agung

Pendamping Pastoral Orang yang didamping

2.2.4 Dasar Teologi, Jenis dan Fungsi Pendampingan Pastoral

2.2.4.1 Pendampingan Pastoral dalam Perjanjian Lama

Di dalam Alkitab ada dua macam gembala, Pertama, orang yang

menggembalakan ternak. Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia, yaitu

gembala yang bersifat ilahi dan fana.32 Dalam Yeremia 2:8 pemimpin-pemimpin Israel
31
Wayne E Oates, Pastoral Counseling, (Philadelphia, Fortress Press, 1974), 1.
?

32 ?
Hal inilah yang membuat Pastoral Konseling yang dilakukan seorang Hamba
Tuhan/Pastor/Pendeta berbeda dengan Pastoral Konseling yang dilakukan oleh seorang konselor
umum, sebab Pastoral konseling bagi seorang hamba Tuhan/Pastor/Pendeta adalah pelayanan yang
dibedakan menjadi empat golongan yaitu iman, pemegang hukum, gembala dan nabi.

Gembala-gembala yang dimaksudkan termasuk raja, pangeran-pangeran, menteri-

menteri, panglima-panglima, pengawai-pegawai tinggi, kadang-kadang penguasa dari

bangsa-bangsa lain juga dibandingkan gembala (lih. Nah. 3:18; Yer. 25:34-37; Zakh.

10:3-11:3).33

Penggunaan kiasan domba dan gembala cukup dikenal dalam Perjanjian Lama,

dimana Daud (2 Sam. 7:8) dan Allah (Yer.31:10) dikiaskan sebagai gembala

sementara Israel digambarkan sebagai domba-dombanya.34 Pemakaian cara demikian

dalam kiasan yang lebih mendalam terdapat dalam Mazmur 23:80; Yesaya 40:44,56;

Yeremia 2,3,10,23,25,31; Yehezkiel 34:37. Memang masih ada lagi kitab-kitab dalam

Perjanjian Lama (PL) yang menceritakan tentang gembala, namun penulis akan

memfokuskan pada kitab Yehezkiel 34.

Dalam kitab Yehezkiel, kata “gembala” memakai kata “ro’eh” berasal dari kata

“ro’ah” yang berarti “memberi makan atau menggembalakan”.35 Kitab Yehezkiel

berasal dari zaman pembuangan Babilonia. Kitab ini berisi pesan-pesan yang

disampaikan Allah melalui Nabi Yehezkiel pada awal pembuangan antara 593 sM dan

571 sM.36

Secara garis besar, kitab Yehezkiel ini dibagi menjadi 3 (tiga)bagian besar.

Pertama, hukuman atas Israel (psl 1-24); kedua, hukumana atas bangsa-bangsa kafir

(psl 25-32); ketiga, pembaharuan Israel (psl 33-48). Pada bagian ketiga ini, tepatnya

dipercayakan Allah, dimana keberhasilan dari sebuah percakapan Pastoral Konseling tidak bisa
terlepas dari peranan Roh Kudus, hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan ayat-ayat Firman
Tuhan ataupun melalui doa-doa yang disampaikan dalam sebuah percakapan pastoral konseling.
33 ?
Hasil Karya Sidang lengkap ke-V DGI, Jesus Kristus Gembala Jang Baik (Djakarta, Mei 1964),
62.
34 ?
D.A. Darson, dkk (Consuiting editors), New Bible Comentary, 21 st Century Edition, (Egland,
Interwasity Press, 1994), 1047.
35 ?
Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich, The Theological Dictionary of the New Testament, (Grand
Rapids, Ml: Wm. B. Eerdmans Publishing Company), 2000.
36 ?
W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005), 383.
di pasal 34 muncul istilah gembala sebagai bagian dari pengharapan bangsa Israel

yang telah dijanjikan Allah untuk memperbaharui Israel. 37

Dalam Yeh. 34:1-16 kata “gembala” terdapat 14 kali dan kata “kambing

domba” juga terdapat 14 kali. Nilai seorang gembala ditentukan oleh kelakuannya

terhadap kambing dombanya.38 Seorang gembala bertanggungjawab atas ternaknya

untuk menggembalakan, merawat dan memelihara mereka. Pemimpin-pemimpin

zaman PL sering disebut ”gembala-gembala”39 bagi rakyat mereka. Tentu ini

dikaitkan dengan tugas mereka untuk menggembalakan, merawat dan memelihara

rakyat yang dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Bahkan Allah sendiri juga

disebut sebagai Gembala bagi umat-Nya, di mana Israel dapat memanggil Dia ketika

membutuhkan perlindungan dan bimbingan/pimpinan, mis. Maz. 80:1. 40

Kitab Yehezkiel 34 menggunakan metafora gembala untuk

mengkomunikasikan pesan ilahi yang dia terima. Penggunaan kata “gembala” dalam

Yeh. 34 merujuk kepada dua karakter yaitu ayat.l-10 merujuk kepada pemimpin-

pemimpin Israel, sedangkan ayat 11-31 merujuk kepada seorang pemimpin yang

dijanjikan Allah untuk orang Israel.41

Tindakan Allah untuk bangkit menjadi Gembala umat-Nya (ayat 11-16) dan

Janji-Nya untuk membangkitkan seorang gembala (ayat 23) dilatarbelakangi oleh

suatu keadaan yang menyedihkan dari para gembala Israel. Bukan hanya Raja

maupun pejabat (bdk. II Samuel 7:7; Yeremia 25:18-19) tetapi juga para nabi dan

imam-imam (bdk. Yesaya 56:11; Yeremia 23:9-1), yang tidak menjalankan tugasnya

37
W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, 383
38 ?
Hasil Karya Sidang lengkap ke-V DGI, Jesus Kristus Gembala Jang Baik, 63.
39 ?
Sebutan raja sebgai gembala bagi rakyatnya merupakan suatu kebiasaan yang dipakai di
daerah Timur Dekat Kuno pada masa itu. Leslie C. Allen, Word Biblical Comentary, Volume 29: Ezekiel
20-48, Electronic Edition, (Dallas, Texas: Word Books, Publisher, 1998) 1882.
40 ?
F.E. Gaeblein – ed, Expositor Bible Commentary, Electronic Edition, (Grand Rapids:
Zondervan Publishing House), 1992.
41 ?
Leslie C. Allen, Word Biblical Comentary, Volume 29: Ezekiel 20-48, Electronic Edition, 1998.
sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Kebobrokan moralitas pemimpin Israel yang

tidak bertanggung jawab atas umat ini juga sudah pernah disinggung oleh Yehezkiel

pada pasal 22.42

Pelayanan Yehezkiel sendiri merupakan implikasi dari berbagai tindakan

Manasye, Raja Yehuda yang telah mendatangkan kerusakan dalam bidang politik

maupun keagaman. Manasye telah melakukan apa yang benar-benar jahat di mata

Tuhan, kemerosotan moral bangsa benar-benar terjadi pada masa

pemerintahannya.43 Pada masa pemerintahnya, dia mendirikan mezbah-mezbah bagi

allah-allah asing seperti Baal, Asyera dan segala tentara langit. Dia juga

mengorbankan anaknya sebagai korban dalam api, dia melakukan ramal dan tenung,

berhubungan dengan pemanggil arwah dan yang paling buruk adalah dia

mencemarkan Bait Allah dengan mendirikan mezbah-mezbah untuk allah-allah asing

didalamnya (II Raj. 21:1-18). Kejahatan Manasye sebagai gembala umat telah

mengakibatkan kerusakan moral dan spiritual bangsa. Dalam pasal 34 ini Yehezkiel

menyatakan kesalahan pemimpin-pemimpin Israel dalam menjalankan tugasnya

sebagai gembala umat:

1. Mereka hanya mementingkan dirinya sendiri (ayat 2-3) mereka tidak

memperdulikan akan kesejahteraan umat tetapi justru memperhatikan diri

mereka sendiri.

2. Mereka memperlakukan umat dengan keras dan kejam (ayat 4).

3. Mereka memperlakukan umat dengan keji dan tidak termulia (ayat 5-6).

Dari apa yang dipaparkan dalam pasal 34 kita dapat melihat bagaimana kasih

Allah yang luar biasa dalam sejarah umat-Nya. Kita sudah melihat kegagalan manusia

42 ?
Kenneth Barker- Ed, The MV Study Bible, (Grand Rapid Michigan: Zondervan Publishing
House, 1992), 1274.
43 ?
Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih 2002), 330.
dalam menjalankan tanggung jawab dari Allah menyebabkan kehancuran dan

kecelakaan umat. tetapi Allah sendiri yang akhirnya bertindak menunjukkan kasih

karunia-Nya yang tiada berkesudahan atas umat-Nya. Allah melakukan yang terbaik

bagi umatNya dengan memberikan perjanjian abadi tentang kehadiran gembala sejati

yang dapat menjadi jawaban bagi kebutuhan umat.

Berdasarkan pasal 34, Yehezkiel memiliki ciri-ciri gembala yang dijanjikan

Anak Allah tersebut sebagai berikut:

1. Dia akan melepaskan umat dari kesewenang-wenangan pemimpin mereka (ay.

10).

2. Dia akan mencari domba-domba-Nya yang tercerai-berai, dan menyelamatkan

mereka dari segala tempat (ayat 11-15).

3. Dia akan menjadi hakim antara umat-umat-Nya (ayat 18-22).

4. Dia akan berasal dari keturunan Daud (ayat 23-24).

5. Dia yang akan memulihkan ibadah lsrael kepada Allah yang sejati (ayat 30-31.

Ayat-ayat ini mengandung pernyataan Allah berkenaan dengan karya gembala

yang akan memulihkan hati Israel kembali terpaut kepada Allah serta yang akan

menjadikan Allah sebagai Tuhan mereka dan mereka kembali menjadi umat-Nya.

Secara ringkas Adam Clarke menyebut ciri-ciri gembala tersebut sebagai

berikut: dia adalah seorang pemimpin yang tahu keadaan umatnya dengan sangat

baik. Dia mengenal dosa-dosa umatnya dan mengetahui dengan pasti konsekuensi

apa yang mengikutinya. Tidak hanya mengetahui tetapi dia juga tahu bagaimana

menyelesaikan permasalahan umatnya. Dan dia tahu bagaimana membuat cara

tersebut dapat dinyatakan dalam kehidupan umat-umatnya. 44

44 ?
Adam Clarke, Adam Clarke’s Comentary on The Old Testament, Electronic Edition, (Cedar
Rapids lawa: Parsons Technology, 1999), 1887.
Konsep Allah digambarkan sebagai Allah yang tidak tinggal diam, melainkan

memperingati dan memberi ancaman agar gembala menyadari tugas dan

tanggungjawabnya (Yes. 34:10).45 Jika tidak Allah sendiri yang akan mengambil alih,

Ia sendiri yang memimpin, memanggil, memberi makan, menyembuhkan dan

mendukung umatnya. Tuhan menjanjikan bahwa Ia akan mengangkat bagi mereka,

seorang gembala yang akan menggembalakan mereka, sehingga mereka tidak takut,

tidak terkejut dan tidak hilang seorangpun (Yes. 23:14). 46

Dari uraian di atas jelas bahwa sifat Allah yang peduli dengan umat

gembalaan-Nya di mana Allah menginginkan para gemabla (pemimpin Israel) juga

melakukan tugas penggembalaannya terhadap jemaat, sama seperti Allah yang sangat

mengasihi umat-Nya. Tugas seorang gembala bukanlah tugas yang gampangan, perlu

ada kasih dan pengorbanan, serta penyerahan diri kepada Allah.

2.2.4.2 Pendampingan Pastoral dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menerjemahkan istilah

“gembala” adalah “poimen” yang diambil dari bahasa Yunani. Arti kata “poimen”

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “gembala”, “gembala

dari kawanan umat”, “raja”, atau “pemimpin”.47 Dalam Injil Yohanes 10:11, dikatakan

bahwa “gembala yang baik adalah gembala yang rela memberikan nyawanya bagi

domba - dombanya”. Dalam 1 Petrus 5:2 dan Yohanes 21 :15-17 juga dinyatakan,

bahwa kawanan domba Allah dipercayakan kepada gembala. Gembala itu harus

memberikan pertanggungjawaban sebagai ungkapan kesetiaannya kepada Allah dan

45 ?
Abineno, Pedoman Praktis, 9.
46 ?
Derek Tidball, Teologi Penggembalaan, (Malang: Gandum Mas, 1998), 35-36.
47 ?
Lihat Barcalay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 136.
kepada dirinya sendiri, karena sebagai gembala ia harus hidup bersama dengan

pergumulan umat-Nya.48

Istilah “poimen” dipakai untuk menyatakan bentuk kepemimpinan yang benar

seperti dalam konteks Injil Yohanes pasal 10 tentang “Gembala yang Baik”, istilah itu

dipakai oleh Yesus untuk menyatakan, bahwa ada “gembala yang baik”. 49

Menjadi seorang gembala harus bekerja sampai lelah, waspada, berani, dan

mau mempertaruhkan hidupnya sendiri untuk domba-dombanya. Gembala dan

domba harus mempunyai hubungan yang baik yaitu; domba-domba mengenal

gembalanya (Yoh. 10:3-5,14), dan gembala harus mengasihi domba-dombanya.

Kegembiraan seorang gembala adalah mencari dan mendapatkan satu persatu

domba-dombanya yang hilang (Mat.18:12-14).50 Yesus adalah seorang gembala yang

mengerti akan domba-dombanya. Diharapkan, bahwa para konselor Kristen atau

para pemimpin jemaat harus bertanggung jawab untuk mengembalakan umatNya

dengan benar.51

Hal ini terjadi akibat persepsi lama yang tertanam pada masyarakat Yahudi,

bahwa orang-orang Yahudi hanya mengenal orang-orang Farisi dan ahli Taurat,

sebagai orang-orang yang diutus oleh Allah dan menganggap pengikut Yesus adalah

bidat sesat yang dipengaruhi oleh Gnostisisme. Itulah sebabnya orang-orang Farisi

dan ahli Taurat menganggap, bahwa ajaran dan diri mereka sendirilah yang benar

dan utusan Allah.52 Dalam Yoh. 10, Yesus mengajarkan perbandingan gembala yang

baik dan yang palsu. Dia memperhadapkan diri-Nya dengan gembala-gembala

48 ?
E.P. Gintings, Gembala dan Pengembalaan, (Kabanjahe, Abdi Karya, 2002), 6.
49 ?
F. D. Gealy, Interpreter Dictionary, (Nashville: Abindon Press, 1980), 295. Lihat juga Keith
Krim (ed), The Interpreter’s Dictionary of the Bible: An Illustrated Encyclopedia, (Nashville: Abingdon
Press, 1976), 930.
50 ?
M. Bons-Strom, Apakah Penggembalaan itu? Petunjuk Praktis Pelayanan Pastoral, (Jakarta:
BPK-GM, 1967), 16-19
51 ?
Tulus Tu’u, Dasar-dasar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: ANDI, 2007) 26.
52 ?
C. Gronen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 14.
upahan dengan memberikan sebuah pilihan bahwa gembala yang baik itu adalah

gembala yang mau memberikan nyawa-Nya kepada dombanya, mengenal dombanya,

dan domba-Nya sangat mengenal Dia, mencari domba yang hilang, dan akan

bersukacita, ketika domba itu ditemukan kembali.53

Penjelasan tentang gembala yang baik menyatakan, bahwa gembala yang baik

tidak bertindak untuk dirinya sendiri, akan tetapi bertindak untuk domba-dombaNya

(Pro Nobis), dan bertindak atas kehendak Bapa (pro Deo). Sebab antara gembala dan

domba akan saling mengenal, sama seperti Yesus yang dikenal Bapa, dan Yesus

mengenal domba-dombaNya, dan domba-dombaNya mengenal Dia. Yesus sebagai

gembala yang melakukan pendampingan digambarkan dalam Injil Yohanes, antara

lain:54

1. Yesus berempati, sikap empati ini pun diteguhkan dengan kata penguatan

terhadap Marta (ayat 17-32).

2. Yesus mengekspresikan sikap solidaritas dengan simpati penuh. Hal ini

dinyatakan dengan tangisan-Nya sebagai tanda turut memikul beban yang

ditanggung oleh konseli (Marialihat ayat 35). Di sini terlihat suatu prinsip

mendasar bahwa dalam kasus kematian sikap empati sangat diperlukan untuk

membagi dan meringankan beban konseli.

3. Mengatasi krisis (contohnya karena kematian) dengan sabda yang

membangkitkan (Ayat 40-44). Dalam kondisi kematian konselor perlu

menegaskan janji Allah dalam sabda-Nya, yang merupakan satu-satunya jalan

keluar untuk meneguhkan kembali (restorasi) konseli (Yoh. 11:25-27; Why.

14:13). Melalui Firman Allah akan ada penghiburan sejati dari Allah pada diri

53 ?
Crig S. Kenner, The IVP, Bible Backgroun Comentary New Testament, (USA: Intervarsity
Press, 1993), 290.
54 ?
Magdalena Tomatala, Konselor Kompeten, 34-35.
konseli, yang akan terjadi secara pasti tahap demi tahap, bahwa konseli akan

diteguhkan dan akhirnya membawa kemuliaan bagi Allah.

Dari uraian dan penjelasan mengenai dasar teologi pendampingan pastoral

menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka dapat disimpulkan, bahwa tugas

seorang gembala adalah melakukan pekerjaan pelayanan dengan ketulusan, cinta

kasih, dan berani berkorban untuk domba-dombaNya. Hal ini sejajar dengan apa yang

disebutkan Yesus, bahwa menjadi seorang gembala yang baik haruslah memiliki

tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan domba-dombanya. Gembala yang baik

sudah memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dan siap atas resiko itu.

Tingkat kepedulian yang dibangun oleh gembala yang baik tidak sama dengan

kepedulian gembala upahan. Gembala yang baik akan membela domba-dombanya

dari serangan- serangan serigala, yang akan menerkam dan memangsa dombanya.

Dalam hal ini, praktek pendampingan pastoral yang dilakukan oleh pastor

merupakan mandat dan tugas yang diberikan oleh Allah sebagai sebuah tanggung

jawab iman seorang gembala. Dasar teologia yang tepat adalah, Allah sebagai

gembala Israel menjadi patron dalam mengemban tugas penggembalaan. Allah hadir

sebagai gembala yang menghibur, merawat, menolong, mengajari, melindungi dan

mengangkat hambaNya untuk menjadi gembala sesuai dengan gambaran Allah.

Tuhan Allah telah menjadikan Yesus sebagai aktualisasi diriNya, untuk menyatakan

gambaran gembala yang baik, dan kasih menjadi sebuah dasar yang kokoh dalam diri

seorang gembala, melalui Yesus Kristus untuk diaktualisasikan dalam kehidupan

jemaat.

2.2.5 Fungsi Pendampingan Pastoral


John Foskett and David Lyall, berpendapat bahwa pendampingan pastoral

adalah merupakan karakteristik dari kehidupan gereja.55 Pendampingan pastoral

menjaga umat kristiani untuk tetap berada pada jalur tradisi kristiani, dalam

kehidupannya bermasyarakat dan bergereja. Sampai saat ini masih banyak pendapat

tentang definisi pendampingan pastoral. Bahwa pendampingan pastoral memiliki 4

fungsi yaitu:56

1. Fungsi Menyembuhkan (Healing)

merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk menuntun atau

membimbing orang yang dalam kondisi kesehatan mental spiritual yang buruk dan

memulihkannya pada kondisi yang baik seperti semula.

2. Fungsi Menopang (Sustaining)

merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk menolong dengan

memberi dukungan pada orang yang mengalami masalah yang mendalam, di mana

orang tersebut tidak dapat segera ke luar dari masalah tersebut, sehingga orang

tersebut dapat dengan tekun menghadapi masalahnya.

3. Fungsi Membimbing (Guiding)

merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk memberi bantuan

kepada orang yang sedang dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang harus

diambil, sebagai keputusan yang penting dalam hidupnya.

4. Fungsi Mendamaikan (Reconciling)

merupakan fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk mendamaikan

hubungan yang terputus atau konflik antara sesama manusia, atau hubungan antara

manusia dengan Allah, sehingga terjadi hubungan yang harmonis kembali.


55 ?
John Foskett & David Lyall, Helping the Helpers, Supervision and Pastoral Care (Tiptree:
Courier International, 1990), 345.
56
William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle, Pastoral Care In Historical Perspective, (New York:
Evanston, London: Harper & Row Publishers, 1967), 24-26.
Clinebell57 menambah satu fungsi pendampingan pastoral, yaitu fungsi

mengasuh (Nurturing), artinya fungsi pendampingan pastoral yang bertujuan untuk

memberdayakan seseorang untuk dapat mengembangkan “keilahiannya” di dalam

perjalanan hidupnya, baik di dalam suka maupun duka.

5. Fungsi mengasuh (Nurturing)

fungsi ini untuk membantu konseli menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa

yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan kembali. Fungsi ini juga dipakai

untuk membantu konseli menjadi penolong bagi orang lain yang mendapat kesulitan.

6. Fungsi Memberdayakan (Empowerment)58

untuk menolong individu dan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri, dan

hidup tidak dalam ketergantungan terhadap orang/pihak lain. Pemberdayaan ini

juga dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan orang atau kelompok

dalam memulihkan semangat masyarakat, mendorong pemerintah untuk lebih

menunjukkan tanggung jawabnya terhadap rakyat atau masyarakatnya, melakukan

pendidikan politik, dan memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan

perekonomian mereka berdasarkan sumber daya yang mereka miliki.

Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pendampingan pastoral, Don S.

Browning memberikan penekanan pada aspek moral, di mana ia menekankan adanya

suatu ciri yang melekat pada pendampingan pastoral dibanding dengan

pendampingan atau pelayanan yang non kristiani, yaitu bahwa pendampingan

pastoral membawa misi untuk memperbaiki moral dari pihak-pihak yang dilayani.

Pendapat ini sesuai dengan John T. McNeill yang mengatakan bahwa seorang akan

57
Horward Clinebell, Basic Type of Pastoral Care and Counseling, (Nashville: Abington Press,
1984), 43.
58
E.Y. Lartey, In Living Colour: An Intercultural Approach to Pastoral Care and Counseling, 68.
membawa kebenaran bagi Allah dan memberi pertimbangan pada manusia, dan

meluruskan jalan untuk tindakan-tindakan yang benar.59

Menurut penulis fungsi pendampingan pastoral yang dilakukan untuk

menyelesaikan permasalahan kepada anggota P2MI adalah menyembuhkan

(healing), membimbing (Guiding), dan mendamaikan (Reconciling). Dari ketiga

fungsi ini terlihat dari metode yang dipakai untuk tahap pendampingan pastoral yang

dilakukan dalam percakapan kepada anggota P2MI tersebut.

2.3 P2MI

2.3.1 Pengertian P2MI

Dalam Gereja Methodist Indonesia P2MI adalah sebuah organisasi persekutuan

pria, yang memiliki peraturan dan angaran dasar yang dimuatkan dalam Disiplin GMI.

Dalam anggaran dasar dijelaskan bahwa P2MI adalah sebuah organisasi yang

bernama “Persekutuan Pria Methodist Indonesia” disingkat P2MI dan menjadi

organisasi pria yang resmi dalam Gereja Methodist Indonesia. 60 Organisasi ini

bertujuan: Menuntun dan membangun pria Methodist dalam pelayanan untuk

keluarga, gereja, masyarakat, bangsa dan negara.61 Yang menjadi anggota P2MI

adalah pria anggota Jemaat GMI yang minimal telah berumur 21 tahun dan atau

sudah menikah dan terdaftar sebagai anggota P2MI.62 Namun dalam pelaksanaannya

secara umum anggota P2MI adalah pria yang sudah menikah atau yang secara umum

di sebut bapak-bapak. Pada bab III pasal 13 yang mengatur tentang hak dan

59
John T McNeill, A History of the Cure of Souls (New York, Evanston, London: Harper & Row
?

Publishers, 1965), 9.
60
Bab 1 Pasal I Poin 1. “Nama, Kedudukan Dan Waktu”. Dalam Disiplin GMI 2013. Badan Disiplin.
Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2013, (Medan: Gereja Methodist Indonesia 2013). 203.
61
Bab 1 Pasal 3 “Tujuan” dalam Disiplin GMI 2013. Panitia Disiplin. Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2013,
(Medan: Gereja Methodist Indonesia 2013). 203.
62
Bab III “Keanggotaan” Pasal 12 poin 1, Dalam Disiplin GMI 2013. Badan Disiplin. Disiplin Gereja
Methodist Indonesia 2013, (Medan: Gereja Methodist Indonesia 2013). 203.
kewajiban anggota dikatakan : setiap anggota wajib mengikuti segala kegiatan-

kegiatan P2MI untuk mewujudkan tujuan P2MI.63

P2MI secara resmi diterima sebagai bagian integral dari GMI pada Konferensi

Agung yang ke-8 pada tanggal 7 sampai 12 Oktober 1997 di Parapat. Kaum pria GMI

turut memberitakan keselamatan kepada umat manusia, menaungi, memberi peran

untuk menjadi murid Yesus. Mereka mengambil peran sebagai pelayan Kristus di

tengah-tengah keluarga, menghadiri kebaktian, masyarakat, bangsa dan negara

melalui sebuah persekutuan. Artinya, mereka diutus oleh Yesus Kristus untuk

memberitakan Injil Keselamatan ke seluruh muka bumi, supaya setiap orang yang

percaya menjadi muridNya. Kasih karunia Yesus Kristus dengan pertolongan Roh

Kudus telah menjadikan setiap orang Imamat yang Rajani serta mempersatukan

mereka dengan menghadiri kebaktian yang Am yang adalah Tubuh Kristus.64

Dengan demikian dapat di disimpulkan bahwa P2MI adalah satu organisasi

pria/laki-laki yang umumnya sudah menikah yang disebut bapak dan merupakan

anggota Jemaat GMI. Organisasi P2MI bertujuan: untuk menuntun dan membangun

pria Methodist dalam pelayanan untuk keluarga, gereja, masyarakat, bangsa dan

negara. Melalui organisasi ini kaum pria/bapak-bapak bersekutu dalam

mengembangkan pelayanan dan menumbuhkan imannya.

2.3.2 Kaum Bapak menurut psikologi perkembangan

Teori-teori konseling tidak terlepas dari konsep yang terdapat dalam ilmu

psikologi kepribadian. Menurut Koswara dalam buku yang berjudul Pemahaman

Tingkah Laku, menyatakan bahwa, “psikologi kepribadian murupakan salah satu


63
BAB III Pasal 13” Hak Dan Kewajiban Anggota” poin 1, Dalam Disiplin GMI 2013. Badan Disiplin.
Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2013, (Medan: Gereja Methodist Indonesia 2013). 203.
64
Disiplin GMI, Anggaran Dasar dan Rumah Tangga P2MI, (Medan: Panitia Disiplin GMI 2009,
Januari 2012), 228.
bidang dalam psikologi yang mempelajari perilaku manusia secara total dan

menyeluruh”. Sedangkan menurut Atkinson, merupakan “segala bentuk pola pikiran,

emosi, dan perilaku yang berbeda dan merupakan karakteristik yang menentukan

gaya personal individu dan memengaruhi interaksinya dengan lingkungan”. Menurut

Whiterington, menggambarkan kepribadian sebagai “keseluruhan tingkah laku

seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang tampak pada orang lain”.

Kepribadian bukan hanya yang melekat pada diri seseorang tetap lebih merupakan

hasil dari suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan kultural. Dengan

demikian, psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari perilaku manusai

dalam bentuk karakteristik personal individu yang khas dan terintegrasi baik berupa

pola pikir, emosi, dan perilaku yang sifatnya berbeda antara individu dan individu

lain serta memengaruhi interaksi individu dengan lingkungannya.65

Otak laki-laki 10% lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Dengan

kapasitas ini, laki-laki memiliki kemampuan motorik yang lebih kuat

jika dibandingkan dengan perempuan sehingga ia mampu melakukan kegiatan yang

memerlukan koordinasi antara mata dengan tangan. Laki-laki dan perempuan

memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi segala sesuatu. Jika perempuan

memiliki verbal center pada kedua bagian otaknya yang membuat perempuan suka

bergosip atau bercerita panjang lebar. Maka laki-laki memiliki verbal center di bagian

otak kiri saja sehingga ia lebih suka menganggap sesuatu itu mudah dan tidak terlalu

diambil pusing. Dengan perbedaan ini kita bisa memahami bagaimana cara laki-laki

dalam hal mengambil keputusan.66

65
Muh. Farozin, Pemahaman Tingkah Laku, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 3-4.
66
Risma Nurul Khotimah, Perbedaan Cara Berpikir Laki-laki dan Perempuan! hipwee.com
Pria berpikir dengan logika, bukan dengan emosi. Secara umum alasan dan

perasaan saling berkaitan satu sama lainnya, Oleh sebab itu manusia cenderung tidak

objektif dalam menilai sesuatu karena keputusan yang dibayangi perasaan. Men don't

do this. Mereka cenderung mengesampingkan perasaan mereka demi dapat

memberikan pemikiran yang logis dan objektif.67

2.4 Malas Beribadah

2.4.1 Pengertian Malas Beribadah

2.4.1.1 Pengertian Malas

Kata malas diartikan sebagai tindakan tidak mau bekerja atau tidak suka,

enggan untuk mengerjakan sesuatu. Kemalasan berasal dari kata sifat untuk

menunjukkan keadaan malas.68 Kata malas juga diartikan seseorang yang tidak

memiliki keinginan untuk serius dengan dirinya sendiri. Dia malas untuk belajar atau

bekerja, dia malas untuk menjaga apa yang dia makan dan minum, dia malas untuk

menjaga kesehatan dirinya, kemalasan adalah unsur perusak dalam hidup sehari-

hari.69

2.4.1.2 Pengertian Beribadah

Kata beribadah berasal dari kata Ibadah, ibadah dalam KBBI, adalah

perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan dalam

mengerjakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Jadi, arti beribadah yaitu

67
Dia Rahasia Cara Berpikir Pria yang Perlu Kamu Ketahui,
https://www.fimela.com/beauty/read/3753891/ssst-ini-dia-rahasia-cara-berpikir-pria-yang-perlu-kamu-ketahui
fimela.com
68
Malas, https://kbbi.web.id/malas.html, (diakses 1 Juli 2020).
69 ?
Apa Kata Alkitab Tentang Malas, https://masadepansuper.blogspot.com/2011/04/apa-kata-
alkitab-tentang-malas.html, (diakses 1 Juli 2020).
menjalankan ibadah, menunaikan segala kewajiban dan segala kewajiban yang

diperintahkan Allah.70

Ibadah bukanlah istilah yang asing bagi orang-orang pada umumnya,

terlebih bagi mereka yang hidup dan percaya kepada Tuhan. Ibadah selain bentuk

penyerahan hidup total kepada Tuhan, juga berhubungan dengan kehadiran dalam

pertemuan kebaktian di gereja lokal. Ibadah menjadi kebutuhan pokok, kebutuhan

yang terkait dengan iman seseorang, dan yang dapat memengaruhi perkembangan

kerohanian mereka.71 Pada dasarnya ibadah itu adalah perbuatan untuk menyatakan

bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya.72 Ibadah merupakan sarana untuk bersekutu dengan Allah, agar

seseorang lebih mengenal Allah, karena ketika manusia beribadah maka di situlah

Allah hadir dan menyatakan kehendak-Nya bagi mereka.73 Dari sini dapat dilihat

bahwa ibadah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan

pertumbuhan iman, yang juga dapat mendatangkan berkat bagi orang yang

melakukannya.

Dengan demikian arti beribadah adalah tindakan yang menunjukkan tunduk,

hormat dan kasih kepada Allah yang adalah satu-satunya yang layak kita sembah

karena Dia adalah pencipta dan penguasa alam semesta. Kita mengakui kedudukan-

Nya sebagai yang Mahatinggi dan memuliakan nama-Nya. Ibadah dalam hal ini tidak

saja melibatkan perasaan, tapi juga tindakan. Saat kita membaktikan diri kepada

Allah, kita berikrar bahwa dalam segala hal, kita akan menaati Dia sebagai penguasa

hidup kita.74
70
W.J.P Poerwardaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 211.
71
Gene A. Getz, Hiduplah dalam Kekudusan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992) 27.
72
Tim Penyusus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003) 588.
73
N. S. Meliala, Diktat Perkuliahan Tabernakel (Jember: JBC, 2007/2008) 8.
74
Apa Arti Ibadah Kepada Allah? https://www.apa-arti-ibadah-kepada Allah? jw.org, (diakses 1
Juli 2020).
2.4.1.3 Pengertian Malas Beribadah

Kemalasan dalam beribadah adalah seseorang yang tidak mempunyai

keinginan untuk memperhatikan dan giat dalam kehidupan rohaninya, sementara dia

menyadari bahwa melakukan ibadah atau hal-hal rohani itu adalah baik, misalnya:

mengikuti persekutuan P2MI, aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan P2MI atau

kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh gereja, setia berdoa dan membaca Alkitab.

Kemalasan juga menyebabkan cara hidup negatif, yaitu hidup yang terhenti dan tidak

efektif yang kesemuanya itu membuat rohani menjadi gersang dan kering.

Kemalasan rohani bukan saja dosa terhadap Allah, tapi juga dosa terhadap diri

sendiri.75 Dalam hal ini penulis memahami, bahwa kemalasan dalam beribadah akan

berdampak pada kehidupan, kepribadian yang ditunjukkan dalam perbuatan atau

tingkah laku yang negatif dan mudah terpengaruh dengan tindakan buruk, tidak baik

atau bahkan anarkis dan radikal.

2.4.2 Faktor Penyebab Malas Beribadah

Banyak hal yang menjadi penyebab seseorang malas beribadah, antara lain;

1. Cuaca. Sering kali orang menyalahkan cuaca sebagai sumber penyebab rasa

malas untuk beribadah. Padahal ibadah di hari Minggu ini adalah bagian dari

10 perintah Allah.

2. Sengketa. Memiliki masalah dengan orang lain bisa jadi menjadi penyebab

rasa malas beribadah ke gereja. Bukan hanya kepada sesama jemaat saja,

tetapi bisa saja hal ini terjadi akibat adanya perselisihan dengan pengurus

gereja atau bahkan dengan gembala.


75
Apa Kata Alkitab Tentang Malas, https://masadepansuper.blogspot.com/2011/04/apa-kata-
alkitab-tentang-malas.html, (diakses 1 Juli 2020)
3. Jarak.Beberapa jemaat yang tinggal di daerah terpencil umumnya mengalami

kendala dengan jarak. Sehingga akhirnya tidak berangkat beribadah.

4. Introvert. Beberapa jemaat pada dasarnya tertutup atau introvert, sehingga

mudah merasa malu dan takut saat harus datang ke gereja untuk bertemu

banyak orang.

5. Tidak Ada Kerinduan. Sebagian orang Kristen sering kali tidak sepenuhnya

mengikut Tuhan dengan sungguh dan tidak memiliki kerinduan akan Allah.

6. Kesibukan. Sudah merupakan hal yang umum jika banyak orang masa kini

sangat sibuk dengan berbagai macam acara. Karena itu sebaiknya singkirkan

dahulu hal yang berkaitan dengan duniawi dan fokus pada ibadah. Dengan

demikian maka kita bisa bijaksana memilih mana waktu untuk beribadah dan

mana waktu untuk bekerja maupun mengikuti acara lainnya.76

7. Situasi Lingkup persekutuan. Bagaimana situasi dalam lingkup

(komunitas)persekutuan di Gereja, baik atau buruknya juga menentukan

malas atau rajinnya seseorang mengikuti ibadah dan persekutuan. 77

8. Ketrampilan Dalam Berkhotbah dan Mengajar. Komunitas yang

menyenangkan dan Gembala yang sangat menyanyangi jemaatnya, tetapi ia

tidak terampil berkhotbah dan mengajar. Maka Kondisi seperti ini tidaklah

baik, orang-orang akan meninggalkan gereja yang demikian. Khotbah yg buruk

adalah hal yang mengerikan dalam sebuah jemaat. Alkitab memberikan syarat

khusus untuk seorang pemimpin, yaitu “cakap mengajar orang” (1 Timotuis

3:2).78

76
6 Penyebab Orang Malas Ke Gereja Yang Harus Dihindari, https://tuhanyesus.org/6-penyebab-orang-malas-
ke-gereja-yang-harus-dihindari
77
Article read, https://www.superbookindonesia.com/article/read/584, (diakses 17 Juni 2020).
78
.Benjamin. L. Corey, 10 Reasons Why People Leave Church. https://www.
kristenalkitabiah.com /10-alasan-mengapa-orang-meninggalkan-gereja/ (di akses 14 Maret 2015)
2.4.3 Dampak Kemalasan Dalam Beribadah.

Dampak dari malas beribadah menimbulkan banyak hal masalah dalam hidup

mereka, yakni iman yang tidak bertumbuh, gossip, pertengkaran dan tidak adanya

keharmonisan di dalam keluarga, iri hati, iman yang kekanak-kanakan, mudah

menyerah, mendua dalam pelayanan, berpikiran negatif, tidak aktif mengikuti

persekutuan doa dan ibadah.

2.4.4 Pandangan Alkitab Terhadap Orang yang Malas Beribadah

Alkitab banyak menyoroti soal kemalasan. Dalam Kitab Amsal banyak

memberi hikmat terkait soal kemalasan dan sekaligus peringatan kepada orang

malas. Sebagian orang, kemalasan merupakan gaya hidup, karena itu kemalasan

merupakan dosa, akan tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan kalau Allah

memerintahkan manusia untuk bekerja. Dalam Amsal 6:6 mencatat; “Hai pemalas,

pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak”. Malas menjadikan

manusia “seperti tidak bernilai” bahkan kalah dengan semut. Ketika melihat orang

yang malas, Amsal meminta kita untuk belajar dari semut. Mengapa Amsal

melakukan ini? Supaya orang malas malu dan kembali rajin. Semut yang kecil begitu

rajin padahal tidak ada yang menyuruh, sedangkan manusia yang diciptakan

segambar dengan Allah, malah bermalas-malasan. Alkitab menyeruhkan kepada

setiap orang yang malas agar menggunakan setiap kemampuan dan kesempatan yang

Tuhan berikan dengan sebaik-baiknya dan sebenarnya.79

Kemalasan juga dikatakan berbahaya dan dapat membunuh diri sendiri.

Alkitab menyinggung ini dalam kitab Amsal 21:25 yaitu: “Si pemalas dibunuh oleh
79 ?
Apa Kata Alkitab Tentang Malas, https://masadepansuper.blogspot.com/2011/04/apa-
kata-alkitab-tentang-malas.html, (diakses 1 Juli 2020).
keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.” Kemalasan menimbulkan kerugian

bagi diri sendiri. Kemalasan dapat mematikan atau mengerdilkan kemampuan dan

potensi yang sebenarnya ada dalam diri kita. Hidup kitapun menjadi tidak berguna.

Kemalasan rohani akan mengakibatkan kita tidak lagi dekat dengan Tuhan. Alkitab

juga mengatakan dalam Ibrani 10:25 yakni: “Janganlah kita menjauhkan diri dari

pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi

marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari

Tuhan yang mendekat.”

Tidak ada tempat bagi kemalasan dalam kehidupan orang Kristen. Orang

percaya harus diajarkan bahwa; “...karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh

iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu;

jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9). Namun orang percaya bisa

menjadi malas jika ia mengira kalau Allah tidak mengharapkan adanya buah dari

kehidupan mereka yang sudah diubahkan itu. Allah menghendaki agar orang percaya

melakukan pekerjaan baik walau bukan karena perbuatan baiknya itu yang membuat

ia selamat, akan tetapi iman dari orang-orang percaya harus dibuktikan melalui

perbuatan baiknya (Yak. 2:18, 26).80 Kemalasan melanggar tujuan Allah bagi orang

percaya, yaitu untuk melakukan pekerjaan yang baik. Namun Allah memberikan

kuasa kepada orang-orang Kristen untuk mengatasi natur dosa untuk bermalas-

malasan dengan memberikan sifat baru kepada manusia (2 Kor. 5:17). Melalui sifat

baru itu, kita termotivasi untuk bertekun dan produktif karena kasih dari Allah.

2.5 Pertumbuhan Rohani

2.5.1 Pengertian Pertumbuhan dan Iman


80
Kemalasan Menurut Alkitab, https://www.qotquestions.org/Indnesia/kemalasan-
menurut-Alkitab.html, (diakses 1 Juli 2020).
            Kata pertumbuhan berasal dari kata ‘tumbuh’ yang artinya ‘hidup’ dan

‘bertumbuh sempurna’.  Pertumbuhan juga diartikan untuk menyatakan sesuatu

keadaan kemajuan.  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pertumbuhan

berasal dari kata ‘tumbuh’ yang artinya ‘bertunas, menjadi tanaman baru, beranjak

dewasa, menjadi tumbuh besar.81

Secara etimologi Iman (πίστιν– pisti) adalah rasa percaya kepada Tuhan. Iman

sering dimaknai “percaya” (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan sebagai

kepercayaan (kata benda).82

Arti kata ‘Iman’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan

terhadap Tuhan.83 Seseorang yang memiliki ketetapan hati dalam kepercayaan kepada

Allah. Iman kepada Allah berarti iman kepada FirmanNya84 kata Iman (Faith) memiliki

arti sebagai suatu kebenaran yang objektif, yang diwahyukan yang dipercaya

(Fides qual) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah (Fidesque).85

            Pengertian iman dalam Perjanjian Lama, yakni: Perkataan ‘iman’ dalam bahasa

Indonesia berasal dari bahasa Ibrani ‘aman’ yang dapat diterjemahkan dengan

‘firmness’ atau keteguhan, kekokohan dan ketetapan.86

Dalam Perjanjian Baru, perkataan yang dipergunakan menerangkan ‘iman’

atau ‘kepercayaan’ adalah ‘pistis’ (bahasa Yunani), berasal dari kata Pisteno, yang

artinya ‘saya percaya’ atau ‘saya mempercayai’.87

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari

segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dasar keyakinan ini adalah Firman Allah (Ibrani

81
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:  Kartika Surabaya, 1997), 129.
82
http://id.Wikipedia.org/wki/iman, diambil 25 Agustus 2022, pukul 22.00 wib.
83
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika Surabaya, 1997), 239.
84
Billy Joe Daugherty, Kuasa Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 4.
85
Gerald Licollins. Edward G. Farrugia, Kamus Teologia, (Yogyakarta: Kanasius, 1996), 113.
86
F.C. Grand dan H.H. Rawley, Dictionary Of The Bible, Edisi II, (Original Editor : James Hastings) T
dan T Clark and Charles Scribner).
87
Xavier Leon-Dufour, Eksiklopedia Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kansius, 1990), 281.
11:1). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita

harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman mengandung

unsur ilahi dan kemanusiaan. Iman adalah karunia Allah dan juga tindakan manusia.

Dasar iman adalah Firman Allah (Roma 4: 20-21). Tujuan iman adalah iman kepada

Yesus Kristus. Iman yang menyelamatkan adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai

Juruselamat.

  Menurut Arthurpink sebagaimana dikutip Wofford, “iman adalah dimana

ketaatan adalah bunga dan buah yang indah yang terjadi jika iman itu telah

dinyatakan dalam kenyataan”.88

Menurut Andrew iman adalah: “Kepastian bahwa apa yang dikatakan Allah itu

benar.  Apabila Allah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi, iman itu bersukacita

walaupun tidak melihat tanda-tanda apapun mengenai hal itu.  Bagi iman semuanya

sama-sama pasti.  Iman selalu hanya menurut pada apa yang telah dikatakan Allah

serta bersandar pada kuasa dan kesetiaanNya untuk menggenapi firmanNya. 89

Pengertian Iman menurut Thomas H. Groome, “Iman sebagai yang utama,

maksudnya disini adalah iman merupakan inti manusia yang mendasar, disposisi

fundamental dan membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman.” 

            Definisi Iman menurut Ichwei G. Indra, “dalam Ibr. 11:1 ada dua hal tentang

iman, yakni pertama iman adalah ‘dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.

Kedua iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. 90

Thomas H. Groome, dalam Daniel Nuhamara mengklaim bahwa, iman Kristen

sebagai suatu pengalaman yang nyata mempunyai tiga dimensi yang esensial,

88
Wofford, Kepemimpinan yang Mengubahkan, (Yogyakarta: Andi, 1990), 133.
89
Wofford, Kepemimpinan yang Mengubahkan, 133.
90
Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), 10.
yakni:1). Suatu keyakinan / kepercayaan; 2). Suatu hubungan memercayakan diri;

3).Suatu kehidupan yang dijalani dalam kasih agape.91

1. Iman sebagai kepercayaan (Believing)

Iman Kristen lebih dari sekedar kepercayaan, walaupun demikian harus

dikatakan bahwa iman Kristen mempunyai dimensi kepercayaan apabila ia

mendapatkan perwujudannya dalam kehidupan manusia. Aktivitas dari iman Kristen

menghendaki agar didalamnya ada suatu keyakinan dan percaya tentang kebenaran-

kebenaran yang diakui sebagai esensi dalam iman kristiani. Dimensi iman sebagai

kepercayaan tertuju pada dimensi kognitif.

2. Iman sebagai keyakinan (Trusting)

Dimensi iman sebagai keyakinan tertuju pada dimensi afektif yaitu mengambil

mengambil bentuk dalam hubungan memercayakan diri, serta yakin akan Allah yang

pribadi, yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus.

3. Iman sebagai tindakan (Doing)

Iman Kristen sebagai suatu respons terhadap kerajaan Allah dalam Yesus

Kristus, harus mencakup pelaksanaan kehendak Allah. Dimensi tindakan ini

memperoleh perwujudan dalam kehidupan yang dijalani dalam kasih agape, yakni

mengasahi Allah dengan jalan mengasihi sesama manusia.

2.5.2 Dasar – Dasar Pertumbuhan Iman

Yang dimaksud dengan ‘dasar-dasar iman’ disini adalah cara-cara yang

dapat menumbuhkan / menguatkan iman. Menurut Ichwei G. Indra, dalam Alkitab

sedikitnya terdapat 7 cara yang dapat menguatkan iman, yakni:92

1.    Ucapan syukur kepada Allah (Mzm 50:23)


91
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 43.
92
Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), h.15
Salah satu cara untuk dapat menguatkan iman adalah dengan menaikkan pujian dan

menyampaikan ucapan syukur kepada Allah.

2.    Mengakui Dosa Kepada Allah (Mzm.32:3, 5)

Ketika Daud memberitahukan dosa dan salahnya kepada Allah, ia bukan hanya

beroleh pengampunan dosa, tetapi imannya juga dikuatkan.

3.    Berdoa Kepada Allah (Yes.40:31)

Berdoa adalah hal yang paling penting, apalagi saat menantikan Tuhan dengan tenang

dan teratur didalam doa. Tanpa berdoa, iman tidak akan ada.

4.    Berpegang pada Firman Allah (Roma 10:17)

Iman timbul dari pendengaran, jika menginginkan iman tumbuh dan dikuatkan,

renungkanlah dan berpeganglah selalu pada Firman Allah.

5.    Gunakanlah Iman (Mat.25:29)

Iman harus digunakan, maka kehidupan akan berkemenangan setiap hari.

6.    Saksikanlah Iman (Rm.10:10)

Maksudnya adalah kesaksian tentang apa yang telah dilakukan Allah.

7.    Layanilah dengan Iman (Yak.2L:17)

Bekerja terus dan melayani Tuhan dan sesama dengan bersandar kepada pimpinan

Roh Kudus yang senantiasa memberikan kekuatan iman.

2.5.3 Pertumbuhan Iman Menurut Alkitab

Pertumbuhan iman adalah suatu proses dimana seseorang sudah menerima

Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak

Allah, lalu rindu mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah

dalam hidupnya setiap hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang

tersebut, kebenaran Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat


menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah (Matius 3:8). Nacy Poyah

mengatakan dalam bukunya bahwa: “Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan

tunas yang baru, terus bertumbuh dan berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang

benar akan Allah, sehingga hidup umat berkenan kepada Allah dalam segala hal dan

terus mengarah kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup

yang baik, untuk memuliakan namaNya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”. 93

1. Iman timbul karena seseorang mendengar Firman Kristus Iman timbul

dari pendengaran oleh Firman Kristus. (Rom. 10:17)

2. Iman timbul dari Berita Injil

Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku

datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh

berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita

Injil, (Filipi 1:27).

Bagaimana iman dapat tumbuh, sebagai contohnya dapat dilihat pada kisah

seorang wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun (Mark. 5:25-29) Adalah di

situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan.

Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya

semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya

keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang

Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan

menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan

sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa

badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Kalimat “Dia sudah mendengar berita-

berita tentang Yesus,” menjelaskan darimana iman perempuan itu mulai tumbuh.
93
Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), h. 30
Kabar-kabar yang dia dengar dari banyak orang bahwa Yesus menyembuhkan semua

orang dan semua penyakit membuat perempuan malang itu memiliki harapan baru

dan keyakinan baru bahwa penyakitnya pasti dapat sembuh asalkan dia ketemu

Yesus Kristus, bahkan dia berkata dalam hati “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan

sembuh.” (ayat 28).

Dalam buku Pendidikan Agama Kristen ‘Hidup dalam Anugrah-Nya’

dirangkum beberapa cara untuk menumbuhkan iman agar dapat terus hidup dalam

Yesus Kristus dan bahkan berbuah sesuai dengan yang diharapkan-Nya, yakni

sebagai berikut:94

1. Berdoa

Martin Luther menyebut doa adalah nafas hidup orang percaya. Dalam doa dapat

menyampaikan pengakuan akan kuasa dan kemuliaan serta kekudusan Tuhan,

pergumulan sebagai orang beriman, dan juga memohon pengampunan dosa

kepadaNya.

2. Membaca Firman Tuhan.

Manusia mengenal Allah yang menyatakan diriNya dalam sejarah keselamatan melalui

Firman dan karyaNya. KaryaNya dinyatakan melalui para nabi dan utusannya, dan

dikumpulkan dalam Alkitab. Membaca Alkitab adalah upaya dalam mengenal Allah,

menggali yang kehendak Allah.

3. Beribadah

Ibadah adalah pengabdian hidup dan pelayanan terhadap Tuhan dan sesama. Ibadah

adalah aktivitas hidup beriman. Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti

kepada Tuhan.

94
Kelompok Kerja PAK-PGI, Pendidikan Agama Kristen untuk Kelas 8 SMP, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006), 41.
Fowler dalam Thomas H. Groome, mengindikasikan bahwa ada enam tahap

yang berbeda yang dapat dikenali dan dilihat dalam kemampuan beriman manusia

yang berkembang, dimana setiap tahap memiliki strukturnya sendiri, setiap tahapan

saling berhubungan secara hierarki dan berurutan.

Adapun keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:95

1. Tahapan Pertama: Iman intuitif (Proyektif)

Tahapan dimana iman seseorang kira-kira dari usia empat sampai delapan tahun,

iman kepercayaan dibentuk secara intuitif dan dengan cara meniru suasana hati,

contoh dan tindakan – tindakan iman orang-orang lain yang dapat dilihat, terutama

orang tua.  

2. Tahapan Kedua: Mitis / Harfiah

Tahapan ini terjadi kira-kira antara usia tujuh atau delapan sampai sebelas atau dua

belas tahun. Tahapan ini adalah tahapan iman afiliatif dimana seseorang datang

dengan lebih sadar untuk bergabung dan menjadi anggota komunikasi iman.

3. Tahapan ketiga: Sintetis / Konvensional

Tahapan ini biasanya mulai pada usia 11 atau 12 tahun, bisa bertahan secara

permanen. Pada tahap ketiga, iman menafsirkan, menghubungkan diri dengan dan

membuat makna keluar dari kehidupan sesuai dengan petunjuk. Tahapan ini adalah

tahapan konvensional atau bersifat menyesuaikan diri.

4. Tahapan keempat:  Individual / Reflektif

Tahapan ini muncul hanya pada usia 35 sampai 40 tahun, dan banyak orang dewasa

tidak pernah mencapai tahap ini. Tahapan ini adalah kemampuan baru untuk berdiri

sendiri, dan kelompok miliknya dipilih berdasarkan refleksi dan bukan hanya

diterima.

95
Wofford, Kepemimpinan Yang Mengubahkan, (Yogyakarta:  Andi, 1990), 100.
5. Tahapan kelima: Iman Konjungtif

Kegiatan iman pada tahap ini jarang muncul sebelum setengah baya. Iman pada tahap

kelima melibatkan pemakaian kembali pola-pola komitmen dan cara-cara membuat

masa lampau, hal tersebut adalah untuk memperoleh kembali kebenaran-kebenaran

lama dengan cara yang baru.

6. Tahapan keenam: Iman yang Mengacu Pada Universalitas

Orang yang berada pada tahapan keenam ini tinggal di dunia sebagai orang yang

hadir untuk mengubah (transform). Pada tahap keenam, diri sendiri “Menggunakan

dan digunakan untuk mengubah realitas masa kini ke arah keadaan yang sebenarnya

yang transenden. Dalam istilah spiritual, tahap keenam adalah keadaan penyatuan

yang paling sempurna dengan Allah yang dapat dilakukan dalam kekekalan.

Melalui pemberitaan dan pengajaran firman Tuhan yang disampaikan dalam

persekutuan yang beribadah, pengetahuan yang benar tentang anak Allah semakin

mendalam, dan berkat kuasa Roh Kudus iman jemaat semakin bertumbuh.  Dalam

kitab Roma 10:17 dikatakan: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, pendengaran oleh

firman Tuhan.”

Kolose 2:6-7 adalah nasehat agar berakar dalam Kristus, bertambah teguh,

jangan goyah, bertumbuh dengan baik. Berikut ini adalah tahapan iman yang

bertumbuh, yakni:96

1. Iman yang berpengalaman (experience)

Selama percaya dan berdoa, dia memiliki pengalaman yang baru.

2. Iman yang memiliki kepribadian (personal)

Orang percaya yang dewasa, adalah orang yang menjadi hamba Yesus Kristus

dikuasai olehNya dan kepribadiannya seperti kepribadian Yesus.

96
Woo Young Kim, Yesuslah Jawaban, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005), 160.
3. Iman Komunitas (community)

Orang beriman tidak hidup sendiri, tetapi hidup serasi dalam kehidupan iman.

4. Iman yang dimiliki (owned)

Iman yang bisa mengorbankan diri dan menyerahkan diri untuk orang lain.

Kehidupan yang berkoban yang mencapai tahap pelayanan.

5. Iman Internasional (world)

Orang yang memiliki iman seperti ini adalah orang yang mengkhawatirkan dunia

dengan imannya.

Robert J. Keeley, memaparkan program yang menolong orang dewasa

menemukan cara untuk terhubung dengan anak-anak secara sistematis akan

bermanfaat dan tidak bertentangan dengan bimbingan pribadi.97

1. Mengenal Firman Tuhan

Salah satu hal yang mengagumkan tentang Alkitab adalah seseorang dapat membaca

Firman Tuhan, dan tanpa bantuan orang lain, menemukan siapa Tuhan dan mengenal

Yesus Kristus sebagai juruselamat. Alkitab adalah kitab yang begitu kaya dan

menakjubkan sehingga kita dapat selalu belajar darinya dan makin mengenal Tuhan

dan diri sendiri. Penggunaan tafsiran, penelitian, kajian arkeologis, dan buku sejarah

akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh mengenai waktu

dan tempat dari setiap kisah yang ditulis.  Melalui Alkitab dapat belajar melihat

orang-orang dan kisah-kisah tersebut sebagai orang-orang riil dan pengalaman

mereka sebagai pengalaman riil. Pemahaman ini merupakan bagian penting dari

persiapan untuk melayani anak-anak, karena jika ingin menghdirkan Firman Tuhan

sebagai dokumen yang hidup dan memberi hidup kepada anak-anak, kita perlu

mengenal kebenaran itu.


97
Robert J. Keeley, Menjadikan Anak-Anak Kita Bertumbuh Dalam Iman, (Yogyakarta: Andi,
2009), 9.
2. Mengenal Anak-anak

Untuk melayani anak-anak, terlebih dahulu harus memahami mereka, kebutuhan

khusus mereka, dan kemampuan mereka, kita dapat belajar tentang anak-anak dalam

Alkitab. Ada sejumlah perikop dimana anak-anak memainkan peran dan perikop

lainnya ketika Yesus berbicara tentang anak-anak. Namun, Alkitab tidak ditulis sebagai

buku pelajaran mengenai perkembangan anak, jadi perlu memperhatikan pendapat

psikolog dan pakar pendidikan mengenai anak-anak. Banyak hal mengenai cara belajar

dan cara berpikir anak telah ditulis. Teori perkembangan kognitif menjelaskan bahwa

kemampuan anak untuk berpikir terus bertumbuh dan berubah seiring dengan

pertambahan usia. Kita juga perlu memahami bagaimana anak-anak berubah secara

emosional, sosial dan moral sementara mereka bertumbuh menjadi dewasa.

Robert J. Keeley menguraikan enam prinsip dalam pelayanan kepada anak-

anak, antara lain:98

1. Iman anak-anak perlu dipupuk melalui seluruh komunitas iman, bukan

hanya melalui orang tua si anak.

2. Anak-anak perlu menjadi bagian dari seluruh kehidupan berjemaat

yang utuh.

3. Anak-anak perlu tahu bahwa Tuhan itu misterius

4. Kisah-kisah dalam Alkitab adalah kunci untuk menolong anak-anak

mengenal Tuhan, dan mengenal diri mereka sebagaimana adanya.

5. Iman dan perkembangan moral sama penting, tetapi keduanya tidak

sama.

6. Anak-anak harus menjadi bagian dalam ibadah jemaat.

98
Robert J. Keeley, Menjadikan Anak-Anak Kita Bertumbuh Dalam Iman, (Yogyakarta: Andi,
2009), 13.
Bertumbuh dalam iman adalah tujuan setiap orang percaya, bertumbuh dalam

iman adalah kehendak Allah dalam hidup orang percaya. Namun sering sekali iman

kita tidak dapat bertumbuh dengan baik dan benar karena ada hambatan atau

rintangan yang menghalangi. Berikut akan diuraikan aspek-aspek penghambat dalam

pertumbuhan iman, yakni:99

1. Dosa

Menurut Charles Ryrie, defenisi dosa tidak mencapai sasaran, kebejatan,

pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, penyimpangan terhadap

hukum dan kesenjangan meninggalkan jalan yang benar.

2. Tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan

3. Tidak percaya kepada Firman Allah.

4. Hidup dalam daging

Orang Kristen duniawi mengikuti keinginan daging (Gal.5:19-21). Menurut Charles

Ryrie cara orang Kristen duniawi merusak empat hal dalam hidup orang percaya,

yaitu: 1). Persekutuanl; 2). Sukacita; 3). Cara hidup; 4). Dosa-dosa mengakibatkan

kurangnya kepercayaan dalam doa.

2.6 Pelayanan

2.6.1 Arti Pelayanan dalam Gereja

Tugas pelayanan dalam Gereja pertama menyangkut orang kristen secara

perorangan dan sikap Kristus merupakan dasar kehidupannya. Sikap pribadi yang

pertama-tama merupakan tuntutan pribadi.

99 ?
Charles Ryrie, Teologia Dasar, (Yogyakarta: Andi, 1993), .28-135.
Gereja suatu lembaga yang berada di tengah-tengah masyarakat dituntut

untuk menampakkan sikap pelayanan Kristus. Berbicara pelayanan dalam Gereja

tidak bisa lepas dari Rasul Paulus, yang nampak pada surat-suratnya yang terdapat

dalam 1 Kor 12:28-30. Paulus menunjukkan rupa- rupa pelayanan di dalam umat.

Ada yang menerima kurnia sebagai rasul, kurnia sebagai nabi, dan ada kurnia sebagai

pengajar. Kurnia pelayanan yang berbeda-beda menurut pemberian Tuhan. Tidak ada

batasan yang jelas dari setiap tugas, karena menyangkut berbagai macam pelayanan

yang saling berkaitan.

Tujuan dari semua pelayanan ialah untuk pembinaan dan pembangunan umat.

Norma bagi setiap pelayanan ialah kesaksian warta gembira. Kesaksian harus

berlangsung dalam pengabdian dan membawa umat memasuki persekutuan dalam

Tuhan. Semua orang kristen bertanggung jawab bersama untuk membina diri sebagai

jemaat dengan cara serba berbeda menurut situasi hidup dan kurnia atau pelayanan

mereka.100

2.6.2 Pelayanan dalam Arti Umum

Arti kata “melayani” menunjuk pada sikap perbuatan melayani atau dengan

kata lain perbuatan dalam menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang

lain. Dengan arti seperti di atas maka penulis dapat memberikan gambaran bahwa

dalam pelayanan ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu tahu secara pasti siapa

yang dilayani, sarana prasarana yang dibutuhkan sehingga orang yang dilayani betul-

betul mendapatkan apa yang dibutuhkan. Orang yang melayani di andaikan orang

yang sudah mempunyai pengetahuan khusus atau memiliki kharisma mengenai

100
R. SJ. Hardawiryana, R. SJ, Membina Jemaat Beriman, (Jakarta: Dokpen MAWI, 1976), 18.
pelayanan. Sesuai dengan situasi di atas maka pelayanan juga mempunyai warna

yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan lingkungannya.101

Pelayanan merupakan suatu pengabdian yang menuntut dari pelayan itu suatu

keiklasan untuk melaksanakan dan diandaikan mempunyai kharisma sebagai

ungkapan roh yang menghidupkan. Demikianlah Hardawiryana mengemukakan

pendapatnya seperti dikutip sbb.

Pelayanan ialah bentuk pengabdian tertentu diamalkan secara agak tetap,

diakui dalam lingkup jemaat tertentu. Maka sifatnya lebih resmi daripada amal baik

bagi sesama begitu saja. Tetapi tak sedikit pula orang beriman yang menjalankan

pengabdian tanpa pengakuan resmi itu. Setiap pelayanan mengandaikan suatu kurnia

atau kharisma, sebab pada hakekatnya ialah ungkapan Roh yang menghidupkan dan

menggerakkan para anggotanya.102

Dari kutipan di atas pelayanan tidak menuntut balas dari orang yang telah

dilayani. Melayani lebih dihayati sebagai suatu panggilan hidup sebagaimana telah

dilakukan oleh Yesus sendiri. Bila pelayanan dihayati sebagai suatu panggilan, maka

pelayanan tidak dianggap sebagai suatu beban yang berat tapi dilakukan dengan

tujuan untuk memuliakan Tuhan dan menyucikan diri sendiri. Dalam hal ini dituntut

suatu kesadaran dan kerelaan yang besar untuk ikut ambil bagian meringankan

beban orang yang menderita tanpa mengharapkan suatu imbalan yang

menguntungkan diri sendiri.

Pelayanan merupakan suatu kegiatan khusus yang didukung oleh Gereja, yang

mengungkapkan kehadiran Allah dalam situasi manusiawi serta menguatkan hidup

lebih penuh dalam misteri Allah, dalam persekutuan dengan Allah dan manusia.

Dengan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan mempunyai unsur


101
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 573.
102
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, 14.
memuliakan Allah dengan memperhatikan sesama lebih serius lewat pelayanan, baik

dalam kelompok masyarakat maupun dalam kelompok Tarekat masing-masing dan

melihat Allah dalam diri orang-orang yang dilayani. Definisi yang diberikan ini

menghindari pengertian pelayanan secara fungsional atau relasional saja, meskipun

pada akhirnya pelayanan membuka diri manusia terhadap kenyataan relasional,

persekutuan manusia dengan Allah dan sesama dengan demikian semuanya

membawa konsekuensi.103

2.6.2.1 Pelayanan Menurut Injil

Kitab Suci merupakan sumber dasar pelayanan bagi orang Kristen. Guru satu-

satunya yang mereka ikuti adalah Yesus melalui pengajaran dan tugas pelayanan-

Nya. Ia memberi contoh bagaimana melayani tanpa membedakan pribadi, kelompok

dari segala tingkat dan latar belakang sosial terutama mereka yang miskin dan sakit,

kaum wanita dan anak-anak (Luk 4:18-19). Maka pada kesempatan ini akan

diuraikan beberapa pelayanan menurut Kitab Suci terutama dalam keempat Injil.

a. Pelayanan Menurut Injil Matius

“Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayan” (Mat

23:11) Matius berbicara seperti itu bermaksud untuk menghindarkan orang dari

kesombongan, orang yang kaya mempunyai kecenderungan jatuh pada kesombongan

maka untuk mengatasi hal tersebut Matius menyarankan yang terbesar menjadi

pelayan bagi sesama. Yesus melarang murid-muridNya memakai gelar kehormatan,

karena di Palestina gelar kehormatan merupakan tanda kebanggaan dan kurang

hormat kepada Allah. Seperti gelar rabbi karena hanya Yesus satu-satunya guru,

Bapa, gelar ini hanya untuk Allah.

103
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, 15.
Pemimpin yang meniru Yesus harus menjadi hamba jemaat. Hal ini sudah

dilakukan oleh Yesus sendiri ketika ia membasuh kaki para murid. Yesus datang ke

dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani ini membedakan dirinya

dengan penguasa yang ada di dunia, yang “menjalankan kuasanya dengan keras”

(Mrk 10:42) Yesus melakukan pelayanan tanpa mengharapkan balas jasa dari orang

lain, berani berkorban dalam segalanya. Hanya Yesus yang memberikan teladan dan

pesan kepada manusia dan bila dilakukan akan mengubah seluruh hidup manusia.

Yesus tidak pernah memandang orang lain lebih rendah dari diri-Nya.

Itulah sikap yang diharapkan oleh Yesus dari murid-muridNya. Setiap

pelayanan mengandaikan orang menjadi kecil (Mat 23:11) pemusatan ditujukan pada

orang lain yang dilayani, seperti seorang ibu memusatkan perhatiannya kepada

kebutuhan si anak, guru memusatkan pada kebutuhan murid, maka dimana seorang

pemimpin mencari untung menyalahi etika pelayanan. Berbeda dengan kekuasaan

yang ada di dunia ini yang masih memikirkan untung dan rugi dalam melakukan

pelayanan.104

Pertanyaan mengenai status dalam kerajaan yang akan datang dalam (Mat 20:

20-28) yang dilakukan oleh ibu Yohanes dan Yakobus, supaya anaknya mendapat

tempat terhormat dalam kerajaan. Yesus menjawab, bila ingin mengambil bagian

dalam Kerajaan-Nya mereka harus mengambil bagian meminum cawan

kesengsaraan, dan bukan hak-Nya untuk menempatkan seseorang pada tempat yang

terhormat dalam kerajaan. Yesus menggunakan kesempatan kemarahan para murid

(Mat 20:24) untuk menerangkan dan mengajar mengenai pelayanan kepada orang

lain sebagai jalan untuk menjadi pemimpin dalam jemaat-Nya.

104
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 68.
Kepemimpinan dipandang sebagai kekuasaan menurut pola orang kafir, yaitu

memerintah dengan kekerasan dipertentangkan dengan kepemimpinan menurut

pola Yesus, hamba dari semua, sebagai pelayan yang berani mengurbankan diri demi

tebusan bagi banyak orang (Mat 20:25-27) gambaran tentang pelayanan kepada

orang miskin merupakan pelayanan kepada Yesus sendiri. Hal itu mendorong banyak

orang melakukan pelayanan (Mat 25:45) “sesungguhnya segala sesuatu yang tidak

kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukan

juga untuk Aku”.105

Matius mengajak semua orang untuk belajar rendah hati seperti Yesus dalam

pelayanan-Nya, Ia merendahkan diri tidak menggunakan statusNya sebagai anak

Allah untuk menjadi pelayan. Dengan meninggalkan statusNya Ia bisa mengambil

bagian secara penuh dalam pelayanan umatnya, ikut merasakan, menyentuh dan

mengalami sepenuhnya yang dirasakan oleh umatnya sehingga pelayanannya total

kepada manusia. Demikian juga yang diharapkan dalam pelayanan para suster

hendaknya mereka berani meninggalkan hak istimewanya sebagai seorang suster

dan berani merendahkan diri untuk menjadi seorang pelayan yang total seperti yang

telah diteladankan oleh Yesus sendiri.

b. Pelayanan Menurut Injil Markus

Gambaran tentang pelayanan terdapat dalam kitab Suci antara lain: Markus

yang memberi gambaran tentang pelayanan yang diberikan oleh Yesus Kristus bagi

manusia bahwa kedatangannya ke dunia “bukan untuk dilayani melainkan untuk

melayani dan untuk memberitakan bahwa nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak

orang” (Mrk 10:45) Yesus mengajak semua orang Kristen sebagai pengikutnya untuk

menjadi hamba seperti yang sudah dilakukanNya, untuk menjadi yang pertama dan
105
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 71.
terbesar adalah melayani kebutuhan semua orang seperti yang dilakukan oleh Yesus

tanpa membedakan satu dengan yang lainnya.106

Pesan Markus menjadi pemimpin berarti melayani kebutuhan saudara-

saudara apapun yang mereka butuhkan. Bahkan untuk menunjukkan kerelaan-Nya

yang luar biasa, tanpa mengingat lelah dan kebutuhan istirahat pribadi, semua

disisihkan untuk pelayanan istimewa, karena Ia merasa tergerak hati-Nya (Mrk 6: 30-

34) para murid Yesus ditarik oleh contoh dan teladan Yesus untuk ikut melayani

bersama Dia. Mengikuti Yesus berarti melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus

sendiri yaitu menjadi pelayan yang rendah hati.107

Apabila seseorang ingin menjadi orang besar, itu hal yang biasa tidak aneh,

justru merupakan tanda yang baik bahwa manusia berusaha untuk menjadi yang

lebih baik. Yang menjadi masalah ialah cara yang ditempuh oleh manusia itu baik

atau buruk. Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang

terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya (Mrk 9:35). Bila seseorang

mengikuti Yesus ia harus melakukan apa yang diajarkan oleh Yesus. Cara yang

dilakukan dan diajarkan Yesus ialah menjadi pelayan. Petunjuk menjadi pelayan itu

juga diberikan kepada kedua belas Rasul pilihan Yesus sendiri. Mereka diharapkan

meniru cara Yesus menjadi pelayan dan harus menguasai cara Yesus berkarya,

karena mereka akan menjadi teladan bagi anggota Gereja yang lainnya. 108

Kata pelayan sendiri oleh kedua belas rasul sudah tidak menarik lagi

mengingat bahwa mereka mempunyai hak istimewa sebagai seorang Rasul pilihan

Yesus sendiri. Bukankah nasib mereka harus baik? Bukankah mereka patut menerima

hormat dan yang lainnya. Namun semua pikiran itu menurut Yesus tidak pada
106
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 102.
107
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab…, 102.
108
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 142.
tempatnya, karena orang yang patut mendapatkan hormat ialah mereka yang

melaksanakan pelayanan dengan tulus.109

Barang siapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia

menyambut Aku. Dan barang siapa menyambut Aku, bukan aku yang disambut-Nya,

tetapi Dia yang mengutus Aku (Mrk 9:37). Adegan itu disaksikan oleh para Rasul,

sebab adegan itu tak lazim bagi bangsa Yahudi. Mereka cinta pada anak-anak dan

memandang mereka sebagai bukti berkat Allah, pemberi hidup. Tetapi bangsa Yahudi

berkeyakinan bahwa selama manusia masih anak, ia tidak berperan sama sekali

dalam masyarakat. Anak adalah urusan orang tuanya, tidak mempunyai hak apa-apa

dan tidak berarti.110

Apa yang disaksikan oleh mereka ketika Yesus memeluk anak dan begitu

mementingkannya, mereka terheran-heran. Dalam hal ini maksud Yesus sudah cukup

jelas. Para Rasul harus menyambut anak, mereka harus mementingkan anak-anak

yaitu orang-orang yang sama sekali tidak pernah dipentingkan dunia. Siapa anak

semacam itu ialah semua orang yang tidak mempunyai uang, tidak berpangkat, yang

diremehkan masyarakat. Dengan menyambut anak-anak itu rasul akan belajar untuk

melayani. Dengan melayani rasul akan menjadi terbesar, sesuai dengan keinginan

hatinya sendiri.111

Injil memberikan gambaran yang disebut orang kecil itu ialah mereka yang

dianggap tidak berarti oleh kebanyakan orang, mereka tidak terpelajar, tidak

berkedudukan, tidak berpangkat, agak bodoh, kurang pandai bicara, kurang berani,

tidak mampu memberla diri. Sering kali mereka dianggap rendah oleh mereka yang

tidak menganggap diri tidak rendah. Yesus sendiri mengatakan, “Ingatlah jangan

109
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 142.
110
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 143.
111
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 143
menganggap rendah seorang dari mereka yang kecil ini!” (Mrk 18:10). Yesus lebih

mementingkan soal hati, tetapi orang Yahudi tidak mementingkan hal batiniah,

mereka berpikiran sangat konkrit. Kalau Yesus mengatakan jangan menganggap

rendah orang kecil Ia melihat luka hati orang yang direndahkan itu dan itu tidak

sesuai lagi dengan pelayanan yang murah hati.112

Pelayanan diibaratkan juga seperti gembala yang mencari domba yang sesat.

Seorang gembala itu penuh prakarsa dan penuh perhatian demikian juga bila orang

melayani hendaknya penuh prakarsa yang memberdayakan orang yang dilayani.

Perumpamaan gembala yang mencari domba satu yang sesat itu merupakan

hal yang aneh. Karena kebanyakkan orang akan berkata biarlah yang satu sesat asal

yang lain tidak, tetapi Yesus justru mengajarkan hal lain, Ia tidak membiarkan yang

satu itu hilang. Dari perumpamaan ini jelas bahwa gembala yaitu orang yang

memimpin dan bertanggung jawab atas kawanan domba harus berdaya upaya untuk

mencari domba yang sesat. Inilah ajaran pelayanan yang memperhatikan hati. Domba

yang sesat denga dicari oleh gembalanya akan merasa dirinya diperhatikan dan tidak

dianggap remeh tapi ia merasa dihargai secara nyata. Seorang pelayan harus bisa

mengadakan pendekatan secara manusiawi kontak dari hati ke hati. 113

Pelayanan yang digambarkan oleh Injil Markus antara lain mendesak setiap

orang supaya belajar dari Yesus tentang makna radikal menjadi seorang murid

sekarang ini seperti tidak ada hari esok. Setiap orang harus memanfaatkan setiap

kesempatan untuk melayani orang lain dalam kasih bila mereka ingin menjadi

pengikut-Nya, hal itu menjadi salah satu kekhasan pesan Markus.

c. Pelayanan menurut Injil Lukas

112
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 155.
113
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 158.
Lukas menunjukkan hal lain tentang pelayanan yaitu pelayanan bukan hanya

yang bersifat praktis seperti yang dilakukan oleh Marta (Luk 10:40) tetapi bagaimana

secara pribadi kita mempunyai keterikatan yang mendalam akan Yesus dengan

memiliki waktu untuk mendengarkan SabdaNya (Luk 10:39) Karena tanpa doa

perhatian kebutuhan orang lain dapatkan bukanlah kasih. Dalam perumpamaan

orang Samaria yang baik hati dan cerita mengenai Marta dan Maria dimaksudkan

untuk memberikan ilustrasi ganda tentang pelayanan, tidak ada pertentangan antara

pilihan Marta dan Maria, sebab keduanya saling melengkapi, kisah ini tidak

bermaksud mempertentangkan pelayanan dan doa atau bahkan hidup aktif dengan

hidup kontemplatif. Di sini mau dikatakan bahwa mendengarkan sabda Tuhan

merupakan cara melayani Tuhan yang lebih tepat dan lebih perlu daripada

memenuhi kebutuhan jasmaninya secara berlebihan.114 Orang hendaknya

menyambut Tuhan dengan memberikan segala perhatian pada sabdaNya, berguru

padaNya, belajar dariNya. Orang Samaria menekankan kasih kepada sesama,

tindakan Maria menekankan kasih kepada Tuhan (Luk 10:38-42). Yesus memberi

pengarahan tentang pelayanan, membagi perhatian dan waktu untuk Allah demi

sesama dan melayani sesama demi Tuhan. Yesus sebagai Tuhan dan sesama menilai

dan menginginkan pelayanan yang sejalan, seimbang menurut kepentingan pada saat

itu.115

Dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37)

memberikan gambaran yang lengkap mengenai pemuridan Kristen dalam istilah

kasih kepada sesama yaitu pelayanan dan kasih kepada Yesus. Keduanya

digabungkan untuk melukiskan jalan kepada kehidupan kekal. Sebagai suatu

114
Stefan Leks, Stefan Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, 304.
115
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 136.
perumpamaan, cerita mengenai orang Samaria yang baik hati dimaksudkan untuk

menentang suatu pola pikir yang salah tetapi diterima, yaitu orang Samaria sebagai

anggota yang dihina dan dicemooh oleh orang-orang Yahudi melakukan pelayanan

kasih yang dihindari oleh para pemimpin agama Yahudi. Cerita ini memberikan suatu

contoh perbuatan kasih suatu pemenuhan perbuatan perintah kasih. Sementara

orang Lewi dan para Imam mengetahui secara jelas mengenai hukum Taurat dan

bagaimana menafsirkannya bagi orang lain tetapi mereka tidak mempunyai tujuan

yang mendalam sementara orang Samaria dengan melaksanakan kasih menunjukkan

bahwa ia mengetahui hukum.116

Disisi lain perumpamaan ini dibuat oleh Yesus untuk mengejutkan

pendengarnya yang bertanya siapakah yang disebut sesama manusia, orang yang

berada dalam keadaan setengah mati, terkapar, dan jadi korban perampokan itu

adalah orang Yahudi (Luk 10:30). Imam dan orang Lewi yang melihat orang itu

tetapi tidak menolongnya adalah sesama orang Yahudi, bahkan orang-orang yang

biasanya dianggap teladan oleh masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang hari-

harinya berkecimpung dalam dunia agama tetapi tidak menolong, dan orang Samaria

yang lewat adalah musuh bebuyutan orang Yahudi. Dengan pertanyaan itu

sebenarnya para ahli Taurat itu sudah tahu siapa sebenarnya sesamanya itu dan

pertanyaan itu untuk mencobai Yesus.

Tetapi Yesus memberi kejutan dan mengajak orang untuk masuk kedalam

dunia lain sehingga orang sadar bahwa ia belum tahu apa-apa. Yesus memberi

tekanan bahwa disini musuh bersedia menolong, sedangkan bangsa sendiri tidak

menolong (Luk 10:33). Yesus mau menunjukkan bahwa yang dimaksud sesama ialah

siapa saja yang menunjukkan belas kasihan dan menolong pada saat yang
116
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 135.
dibutuhkan. Bukan hanya untuk satu golongan saja manusia berbuat kasih tetapi

manusia juga harus melakukan kasih seandainya musuh memerlukan bantuan (Luk

10:34), mereka harus dengan rela hati melakukannya, dengan kata lain bahwa bila

manusia melayani bukan terbatas pada golongan sendiri tetapi harus juga melampui

batas golongan yang didasarkan atas kasih.

Perumpamaan lewat pertanyaan siapakah di antara ketiga orang itu,

menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan

penyamun itu?, hal itu mau menyadarkan kita bahwa sesama ialah orang yang

mendekati manusia lain sambil menolongnya. Bila seseorang sungguh-sungguh

mengasihi, ia tidak memerlukan dan tidak minta definisi sesama. Ia tidak pernah

bertanya-tanya siapa, bagaimana, kapan, di mana seseorang harus dikasihinya. Kasih

tidak mungkin diresepkan dan orang yang mengasihi paling menyadarinya.

Lukas mempunyai kecenderungan untuk menonjolkan kelembutan hati,

belas kasih Kristus terhadap orang miskin, itu sangat cocok untuk pelayanan masa

kini, Lukas sering menggunakan perumpamaan dalam mengajar supaya mudah

masuk kepada umat yang dilayaninya dan Lukas selalu menunjukkan rasa belas kasih

dan pengampunan dalam pelayanannya.

d. Pelayanan menurut Injil Yohanes

Yohanes memberikan contoh ketaatan Yesus menjadi model pelayanan karena

dalam melaksanakan kehendak-Nya Yesus tidak mengandalkan kesamaanya dengan

Allah. Dari teladan itu Yesus ingin mengajar kepada pengikutnya untuk melakukan

hal yang sama, dan yang jelas supaya umatnya tidak sombong. Yohanes juga

menekankan bahwa makanan Yesus adalah pemenuhan kehendak Allah. Bagian dari

kehendak itu adalah karya missioner dalam ladang yang sudah siap untuk dipanen.
“makananku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan

pekerjaanNya” (Yoh 4:34).

Panggilan untuk melayani merupakan ciri khas sebagai orang Kristiani untuk

melaksanakan perintah Yesus saling mengasihi sebagaimana dalam kutipan ini

“supaya saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:21) dengan

sendirinya bila Allah menghendaki umatnya melakukan pelayanan sebagimana di

kehendaki maka Allah akan memberikan rahmat dan kemampuan untuk

melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya. Jadi dengan kata lain Allah tidak akan

membiarkan umatnya berjalan tanpa bimbingan-Nya.117

Adegan pembasuhan kaki yang terdapat dalam (Yoh 13:1-30), memiliki makna

bahwa Yesus melakukan pekerjaan seorang hamba, demikian juga murid- muridNya

harus saling melayani. Meskipun pelayanan yang dilakukan oleh Yesus tidak

dimengerti oleh para murid dan baru dipahami setelah Yesus tidak ada. Pembasuhan

kaki sebenarnya mempunyai beberapa makna yaitu melambangkan kematian Yesus

sebagai hamba, untuk dapat ambil bagian dalam kematian Yesus syaratnya harus

melalui baptis. Untuk itulah kita dibaptis dalam kematian Yesus harus meniru

teladan-Nya untuk mengadakan pelayanan kepada sesama sebagaimana telah

dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri.118

Ajaran Yohanes sering berupa wejangan yang bersifat rohani, sebagian besar

wejangan dikaitkan dengan masa yang akan datang dan pada akhirnya segala ajaran

dikaitkan dengan wafat Yesus di kayu salib sebagai lambang kemuliaan-Nya. dalam

melaksanakan pelayanan, ia sering menggambarkan kedekatannya dengan Yesus

117
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 145.
118
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 188.
yang hidup di tengah-tengah muridnya, untuk memberi gambaran bahwa Bapa tidak

jauh dari manusia dan mudah didekati.119

2.6.2.2 Pelayanan Yesus sebagai Model Pelayanan Gereja

Pelayanan bukan suatu rumusan yang sudah jadi dan serba jelas segala

artinya. Banyak orang sedang mempelajari bahkan para teolog sedang mempelajari

latar belakang biblis serta perkembangan historis dari faham itu. Titik tolak paling

tepat adalah pelayanan dari Yesus. Dalam Yesus manusia menemukan pola dasar

segala bentuk kerasulan dan pelayanan. Kehidupan Yesus menunjukkan bagaimana

Dia memahami perutusan-Nya serta melaksanakannya. Untuk bisa melihat

bagaimana keempat Injil ini memberikan terangnya dalam pelayanan maka bisa

dipahami seperti berikut ini. Pelayanan terjemahan dari kata Yunani, diakonia, dalam

dunia Yunani Purba diakonia biasa dipakai untuk pelayanan di meja makan, sebagai

pelayanan pribadi kepada orang lain. Pelayanan ini yang terutama dijalankan oleh

hamba-hamba dan wanita dianggap sebagai pekerjaan yang hina. Orang-orang

merdeka dan orang-orang yang terpelajar tidak melayani di meja makan, mereka

justru dilayani oleh pelayan-pelayan.120

Dalam Perjanjian Baru “diakonia” sering dihubungkan dengan pekerjaan mem

persiapkan atau menghidangkan makanan di meja (Mrk 3:13, 31). Kata diakonia

dikatakan dengan jelas terdiri dari pemberian makanan, minuman, pakaian,

penginapan, kunjungan, dll (Mat 25:31-46). Yang baru dari Tuhan Yesus ialah bahwa

kata diakonia ini bukan saja Ia ambil alih tetapi juga mengisinya dengan suatu arti

119
Annie Jaubert, Mengenal Injil Yohanes, (Yogyakarta: Kanisius, 1980), 7.
120
Ch. J.L. Abineno, Melayani dan Beribadah di dalam Dunia, (Jakarta: Gunung Mulia, 1974), 44.
yang baru, diakonia sejak itu menjadi bentuk dan pola hidup dari tiap murid yang

mengikuti yang mengikuti pelayanan Yesus.121

Pelayanan dalam Gereja pertama-tama harus merupakan tanda kasih Allah

bagi manusia. Kerajaan Allah bukan alat penenang, tetapi justru harus bekerja keras

seperti yang dilakukan oleh Yesus sendiri. Yesus memang membawa damai tetapi

bukan damai yang mudah untuk dicapai tetapi yang dicapai bahkan dengan

perlawanan. Gereja dituntut untuk supaya tidak menjadi himpunan saleh tetapi

sebuah persekutuan yang menjadi inspirasi.122

Pelayanan Tuhan membiarkan alam bekerja menurut kodratnya (Mat 13:24-

43), sebagai mana biji-bijian yang ditanam akan menunjukkan hasil tanpa

menimbulkan pertentangan, karena Tuhan menghendaki tumbuh. Sebab Ia yang

mengatur jalannya alam pada jalannya alam manusia juga melihat penyelenggaraan

ilahi, yang mengarahkan segala pada tujuan keselamatan.

Manusia juga tidak boleh heran, kalau Tuhan menggunakan kesabaran, mulai

dari benih kecil dan menunggu waktu untuk bertumbuh dan menjadi besar, bahwa ia

bekerja tersembunyi dan tidak nampak mengagumkan, Tuhan bisa menunggu dengan

sabar, menunggu lama, sampai akhir zaman, tetapi akhirnya rencana Tuhan terjadi.

Kegiatan Allah yang nampaknya kecil seperti biji sesawi atau ragi yang sedikit, tetapi

akibatnya dalam kepenuhan pemerintahan Allah akan sangat besar. 123

Dalam Injil menunjukkan bahwa pelayanan harus ada unsur kerelaan, tanpa

mengingat lelah dan kebutuhan istirahat pribadi (Mrk 6:30-34). Semua disisihkan

121
Ch. J.L. Abineno, Melayani dan Beribadah di dalam Dunia, 45.
122
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), 456.
123
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 54.
untuk pelayanan. Berarti dalam pelayanan harus berani mengorbankan kepentingan

pribadi untuk pelayanan yang dilandasi oleh cinta.124

Yesus memberi pengarahan dalam pelayanan, membagi perhatian dan waktu

untuk Allah demi sesama dan melayani sesama demi Tuhan (Luk 10:38-42). Yesus

sebagai Tuhan dan sebagai sesama menilai, menginginkan pelayanan yang sejalan,

seimbang menurut kepentingan. Tuhan dilayani dengan didengarkan sebagai sumber

inspirasi dan hidup. Tuhan menilai lebih penting, kalau manusia membiarkan diri

dilayani oleh Tuhan dalam hal satu-satunya yang perlu, yang tidak akan diambil

daripadanya. Ini lebih baik daripada menyibukkan diri bagi sesama, seakan-akan

Tuhan memerlukan pelayanan manusia, dalam hal materiil padahal tidak sama

sekali.125

Sedangkan ketiga perumpamaan dalam Injil Lukas bisa menunjukkan tindakan

Allah yang mencari, menerima kembali, dan memperbaiki atau mengembalikan yang

hilang kepada tata keadaan dan hubungan yang hilang sangat tampak dalam

perumpamaan tentang anak domba yang hilang, dan memperbaiki tampak dalam

perumpamaan anak yang hilang. Tindakan Allah disini adalah tindakan yang aktif

mencari anak-Nya yang hilang. Tuhan tidak memikirkan hartanya yang habis untuk

mencari anaknya yang hilang. Demikian juga manusia dalam pelayanan hendanya

mencari bukannya menunggu tamu, bisa menerima kembali umat atau saudara kita

yang bertobat dan bukannya menolak, menyingkiri dan mengembalikan martabat

dan tata relasi kembali seperti semula sebagai anak-anak Allah dan memberi

kesempatan kembali untuk bertobat.126

124
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 47
125
Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.), (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (A.S.
Hadiwiyata, Penerjemah, 136.
126
Pr. E. Martasudjita, Pelayanan yang Murah Hati, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 30.
Ciri dari pelayanan Gereja bisa dilihat dari segi hidup religius ialah seperti

yang diperintahkan oleh Yesus sendiri yaitu supaya para muridnya selalu bersikap

sebagai yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua (Mrk 9:35).

Yesus sendiri memberi teladan serta menerangkan bahwa demikianlah kehendak

Bapa (Yoh 4:34). Oleh karena itulah pelayanan kristiani tidak berdasarkan

belaskasihan atau ketaatan kepada pemerintah, melainkan berdasarkan sikap hormat

terhadap Allah Pencipta, yang telah membuat manusia sesuai dengan citra-Nya dan

menghargai manusia apa adanya.127

Ciri kedua ialah kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru, dengan

sikap pelayanan Kristus, Gereja menyatakan diri sebagai murid Kristus. Pelayanan

secara konkrit Gereja merupakan ciri dari kristiani yang menimba kekuataan dari

teladan Yesus Kristus sendiri.128

Ciri ketiga ialah mengambil bagian dalam sengasara dan penderitaan Kristus,

yang tetap senasib dengan semua orang yang menderita. Ciri ketiga ini yang kuat

mendasari para suster Puteri Kasih dalam pelayanan. “Segala sesuatu yang kamu

lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan

untuk Aku” (Mat 25:40). Yesus menekankan pentingnya memperhatikan saudara kita

yang miskin dan terlantar. Ia juga menunjukkan bahwa diri-Nya saudara semua orang

terutama yang miskin dan terlantar.129

Ciri yang keempat yang menjadi sangat penting ialah kerendahan hati. Gereja

tidak boleh membanggakan diri dengan pelayanannya hendaknya Gereja tetap

sederhana mengakui dirinya sebagai hamba tidak berguna (Luk 17:10). Kerendahan
127
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), 105.
128
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996),451.
129
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), 451.
hati Gereja bukan merupakan suatu yang istimewa sebagi lambang kesucian tetapi

justru dengan sikap itu Gereja mau mengakui segala keterbatasanya dan

kelemahannya dalam pelayanan. Dengan demikian Gereja selalu berusaha terus-

menerus untuk menjadi seperti Yesus.130

2.7 Rational Emotive Therapy (RET)

2.7.1 Pengertian Rational Emotive Therapy (RET)

Menurut Andi Mappiare, Rational Emotive Therapy (RET) adalah suatu

rancangan terapeutik dalam konseling atau psikoterapi.131 Kemudian W.S. Winkel

dalam bukunya Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan memberikan

pengertian Rational Emotive Therapy adalah corak konseling yang menekankan

kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan

berperilaku, serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam

dalam cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara

berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam

perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya berfikir dan

memanfaatkan akal yang sehat.132

Teori ini kembangkan pada tahun 1950-an oleh Albert Ellis, seorang ahli

clinical psychology (psikologi klinis).133 Dalam Rational Emotive Therapy ini

mementingkan berfikir rasional sebagai tujuan terapeutik, menekankan modifikasi

atau pengubahan keyakinan irasional yang telah merusak berbagai konsekuensi

130
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), 452.
131
Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2010), 156
132
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta:
Media Abadi, 2004), 429.
133
Drs. Dewa Ketut Sukardi, MBA, MM, Pengantar Pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 51.
emosional dan tingkah laku. Atau secara ringkasnya seorang klien didukung untuk

menggantikan ide-ide yang tidak rasional dengan ide yang lebih rasional untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam hidupnya.134

Adapun tujuan utama Rational Emotive Therapy ini adalah menghilangkan

kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan diri. Dan untuk mencapai

perilaku yang rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi diri.135 Dalam konseling rational

emotive, seorang konselor harus menempatkan dirinya sebagai seorang pribadi yang

lebih aktif untuk menelusuri masalah yang dihadapi seorang klien.

2.7.2 Hakekat manusia menurut Rational Emotive Therapy (RET)

Rational Emotive Therapy (RET) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan

bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur

maupun untuk berpikir irasional dan jahat.136 Ada beberapa pandangan terkait

hakikat manusia yang diajukan oleh Albert Ellis, yang mewarnai teori Rational

Emotive Therapy ialah sebagai berikut:137

Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan juga tidak rasional.

Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecenderungan untuk berpikir yang rasional

atau logis, disamping itu juga ia memiliki kecenderungan untuk berpikir tidak

rasional atau tidak logis. Kedua kecenderungan yang dimiliki oleh manusia ini akan

tampak dengan jelas dan tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata.

Dengan kata lain, dapat dijelaskan apabila seseorang telah berpikir rasional atau logis

134
Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2010), 156
135
Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, 157.
136
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010),
238.
137 ?
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 146-147
yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah laku rasional

dan logis pula, atau disebut sebagai manusia yang sehat.

Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu berpikir yang tidak rasional atau tidak

bisa diterima akal sehat maka ia menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional, atau

dalam Rational Emotive Therapy (RET) disebut sebagai manusia yang tidak sehat.

Pola berpikir semacam inilah oleh Ellis yang disebut sebagai penyebab seseorang itu

mengalami gangguan emosional.

2.7.3 Penyebab Berpikir Irasional

Albert Ellis mengungkapkan beberapa faktor (penyebab) manusia berpikir

tidak rasional, diantaranya:

1. Bahwa seseorang itu pada hakikatnya ingin dihargai, dicintai ataupun

disayangi oleh setiap orang.

2. Bahwa seseorang itu memiliki kecenderungan untuk ingin yang serba

sempurna dalam hidupnya.

3. Bahwa diantara manusia ini tidak semuanya tergolong baik, dan ada pula

manusia yang tergolong jahat, kejam, dan jelek.

4. Manusia memiliki kecenderunagn memandang bahwa malapetaka yang terjadi

sebagai suatu yang tidak diinginkan.

5. Ketidaksenangan, ketidakpuasan, ataupun ketidakbahagiaan pada seseorang

itu dipandang bersumber dari kondisi luar dirinya semata.

6. Seseorang memiliki kecenderungan untuk hidup bergantung kepada orang

lain.

7. Seseorang memiliki kecenderungan lebih mudah menghindari tanggung jawab

(kesulitan-kesulitan) daripada menghadapinya.


8. Seseorang memiliki kecenderungan untuk tidak menghiraukan masalah-

masalah orang lain. Karena dipandang oleh seseorag bahwa masalah orang

lain itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sendiri.

9. Pengalaman masa lalu dipandang sebagai suatu factor yang menentukan

tingkah laku masa kini (sekarang).

10. Seseorang memiliki kecenderungan untuk mencari pemecahan suatu masalah

yang sempurna.

2.7.4 Pikiran, perasaan, dan tindakan manusia adalah merupakan suatu

proses yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Rational Emotive Therapy (RET) memandang bahwa manusia itu tidak akan

bisa lepas dari perasaan dan perbuatannya. Perasaan seseorang senantiasa

melibatkan pikiran dan tindakannya. Tindakan selalu melibatkan pikiran dan

perasaaan seseorang. Apabila seseorang merasakan sesuatu, maka ia memikirkan dan

bertindak tentang sesuatu itu. Demikian pula sebaliknya. Karena itu untuk

memahami bentuk-bentuk penyimpangan tingkah laku tertentu pada seseorang,

maka hendaknya dipahami bagaimana ia berperasaan, berpikir, menerima dan

melaksanakan sesuatu itu, serta apa yang ada dibalik semua itu.

Individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasanya,

serta potensi mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang diterimanya secara

tidak kritis.

Individu itu dilahirkan dengan membawa potensi-potensi tertentu, ia memiliki

berbagai kelebihan dan kekurangannya serta keterbatasannya yang bersifat unik.

Sesuai dengan prinsip diferensiasi bahwa seseorang itu tidak ada yang identik atau

sama persis. Rational Emotive Therapy (RET) memandang bahwa individu itu
memiliki potensi untuk memahami kelebihan-kelebihan dan keterbatasan-

keterbatasannya itu. Namun disela-sela kelebihan dan keterbatasan itu individu

harus memiliki potensi untuk berpandangan yang rasional dan realistis, agar individu

itu mampu melakukan adaptasi diri dengan baik.

2.7.5 Fungsi dan peran konselor dalam Rational Emotive Therapy (RET)

Fungsi konselor dalam Rational Emotive Therapy ini adalah mengajak dan

membuka ketidaklogisan pola berpikir klien dan membantu klien mengubah

pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus

terang.138

Peran konselor dalam proses konseling rasional emotif akan tampak jelas

dengan langkah-langkah konseling sebagai berikut:139

a. Langkah pertama

Dalam langkah ini konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa

masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. Disini

klien harus belajar untuk memisahkan keyakinan rasional dari yang tidak rasional.

Pada tahap ini peranan konselor adalah sebagai propagandis yang berusaha

mendorong, membujuk, meyakinkan, bahkan sampai kepada mengendalikan klien

untuk menerima gagasan yang logis dan rasional. Jadi, pada langkah ini peran

konseling ialah menyadarkan klien bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya

disebabkan oleh cara berpikirnya yang tidak logis.

b. Langkah kedua

138
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta:
Media Abadi, 2004), 429.
139
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Eresco, 1997), 144-
145.
Peranan konselor adalah meyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang

dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. Maka dari itu dalam konseling

rasional emotif ini konselor berperan untuk menunjukkkan dan menyadakan klien,

bahwa gangguan emosional yang selama ini dirasakannya akan terus menghantuinya

apabila dirinya akan tetap berpikir secara tidak logis. Oleh karenanya klienlah yang

harus memikul tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masalahnya sendiri.

c. Langkah ketiga

Pada langkah ketiga ini konselor berperan mengajak klien untuk

menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional. Konselor tidaklah

cukup menunjukkan klien bagaimana proses ketidaklogisan berpikir ini, tetapi lebih

jauh dari itu konselor harus berusaha mengajak klien mengubah cara berpikirnya

dengan cara menghilangkan gagasan-gagasan yang tidak rasional.

d. Langkah keempat

Peranan konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan

menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Konselor berperan untuk

menyerang inti cara berpikir yang tidak rasional dari klien dan mengajarkan

bagaimana caranya mengganti cara berpikir yang tidak rasional dengan rasional.

2.7.6 Teknik-teknik yang digunakan dalam Rational Emotive Therapy (RET)

Sebagaimana telah diuraikan dimuka bahwa inti dari konseling rasional emotif

adalah menghilangkan cara berpkir yang tidak logis yang dapat menimbulkan

gangguan emosional. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan berberapa teknik

konseling rasional emotif sebagai berikut:140

a. Teknik pengajaran

140
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 145-146.
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien.

Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor

untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan

bagaimana ketidaklogisan berpikir itu secara langsung menimbulkan gangguan

emosional kepada klien.

b. Teknik konfrontasi

Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien dan

membawa klien kearah berpikir logis empiris.

c. Teknik persuasif

Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena

pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba

meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa

yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.

d. Teknik pemberian tugas

Dalam teknik ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan

tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada

klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan

dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berpikirnya.

2.8 Kerangka Konseptual

Dalam menjalankan penelitian ini, maka perlu menyusun kerangka koseptual

atau landasan pemikiran. Kerangka konseptual ini merupakan pedoman penulis

untuk meneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Landasan pemikiran ini juga

PENDAMPINGAN PASTORAL ANGGOTA P2MI YANG


MALAS BERIBADAH
membantu pemilihan konsep-konsep yang dibutuhkan demi pembentukan

hipotesis.141

Faktor Diri Sendiri


(Internal)

DAMPAK

Tidak bertumbuh Tidak adanya Tidak adanya


dalam Rohani kerajinan beribadah pelayanan

Rational-Emotive Therarpy

Pendampingan Pastoral kepada anggota P2MI yang malas beribadah dalam


rangka meningkatkan pertumbuhan Rohani, kerajinan beribadah dan keaktifan
dalam Pelayanan dengan metode Rational - Emotive Therapy (RET) di P2MI
GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.9 Pengajuan Hipotesis

Sebelum melakukan penelitian, dibutuhkan sebuah hipotesis sebagai salah

satu argument yang mendukung pada penelitian selanjutnya. Hipotesis adalah

jawaban sementara atas masalah yang akan diselesaikan, sebelum dibuktikan melalui

pengumpulan data, pengelolahan data, sampai kepada analisis data. Hipotesis akan

membantu proses penelitian, untuk memberikan akses kearah pemecahan masalah

dan proses pengumpulan data yang akan dilakukan. Hipotesis bukanlah jawaban

mutlak, artinya hipotesis masih harus dibuktikan kebenarannya. Setiap pernyataan

tentang sesuatu hal, adalah bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya,

141
I. Made wiranta, Pedoman penulisan Usulan penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:
Andi), 23-24.
sementara disebut empiris. Hipotesis adalah pernyataan tentatif 142 yang merupakan

dugaan atau terkaan tentang apa yang diamati dalam usaha untuk memahami.

Dengan mengacu pada bagian latar belakang masalah dalam tulisan ini, dan

untuk mengarahkan pembahasan lebih tepat dan terarah, maka disini penulis

merumuskan sebuah hipotesa adalah:

“Jika pendampingan pastoral menggunakan teori RET dilakukan kepada anggota

P2MI yang malas beribadah, maka akan meningkatkan pertumbuhan rohani,

kerajinan beribadah dan keaktifan dalam pelayanan di P2MI GMI Marmahani Resor

Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I”

142
S. Nasution dan Thomel M, Metodologi Research, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1995), 68.
BAB 3

Metodologi Penelitian

Penelitian merupakan cara yang sitematis untuk menjawab masalah-masalah yang

sedang diteliti. Kata sistematis adalah merupakan kata kunci yang berkaitan dengan metode

ilmiah yang berarti ada prosedur di tandai dengan keteraturan dan ketuntasan.

3.1 Pengertian Mixed Methods (Metode Campuran)

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam penulisan tesis ini,

penulis menggunakan metode penelitian yaitu Mixed Methods (metode campuran).

Metode ini merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau

mengasosiasikan bentuk kualitatif dan kuantitatif.143 Selaian wawancara mendalam

kepada subyek penelitian, penyusun juga akan memberikan kuisioner untuk

mengukur meningkatkan pertumbuhan rohani, kerajinan beribadah, dan keatifan

dalam pelayanan. Selain wawan cara mendalam dengan konseli penulis juga akan

membagikan angket kepada konseli.

Metode ini penulis gunakan bertujuan untuk mengembangkan teori

pendampingan Pastoral di dalam gereja. Ada beberapa catatan penting yang menjadi dasar

mengenai sifat-sifat metode penelitian, hal ini berkaitan dengan ciri dan karakteristik metode

penelitian secara umum dalam tesis ini, yaitu:

1. Bersifat kritis dan analistis: menunjukkan adanya proses yang tepat dan benar untuk

mengidentifikasi masalah, dan menentukan metode untuk pemecahan masalah

tersebut.144 Dengan menampilkan secara akurat karakteristik dari individu setiap

anggota P2MI. Untuk mengetahui karakteristik individu, kekuatan wawancara dan

143
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). (Bandung : CV. Alfabeta, 2013)404.

144
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
?

2006), 36.
observasi menjadi kekuatan yang utama dalam menganalisis keadaan setiap individu

dan peristiwa yang sedang terjadi.

2. Bersifat sistematis: memiliki metode yang bersistem, yaitu cara dan tata urutan serta

bentuk kegiatan yang jelas.145 Selain menggunakan sistem wawancara dan observasi

lapangan, adapun sistem yang digunakan selanjutnya adalah dengan menggunakan

artikel, buku pendukung penelitian, dokumen, dan sumber internet yang

berhubungan dengan peristiwa yang sedang diteliti. Selanjutnya, penulis juga akan

menjelaskan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan, termasuk lokasi, waktu dan

tempat peristiwa dalam poin selanjutnya.

3. Bersifat logis: argumentasi yang digunakan harus secara ilmiah, kesimpulan yang

dibuat secara rasional di dasarkan pada bukti-bukti yang tersedia dan dapat diterima

akal. Objektif: objektivitas menghasilkan penyelidikan yang dapat dicontoh oleh

ilmuwan lainnya dalam studi yang sama, dengan kondisi yang sama pula. Konseptual

dan teoritis: untuk mengarahkan proses penelitian yang dijalankan, maka penulis

membutuhkan pengembangan konsep dan struktur teori, agar hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.146 Keempat sifat ini berkaitan dengan

kesimpulan yang akan dibuat dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap Anggota

P2MI yang kurangnya kerohanian.

4. Bersifat empiris: metode yang dipakai didasarkan pada kenyataan dan fakta

dilapangan.147 Adapun metode ini sangat relevan digunakan untuk meneliti kenyataan

dan fakta dilapangan. Hal ini diperkuat melalui pemahaman bahwa metode ini

bertujuan utama untuk menangkap arti secara mendalam dari suatu peristiwa, gejala,

fakta, dan masalah tertentu.

Dari uraian di atas, maka tesis ini perlu melakukan penelitian kepustakaan ( library

research). Adapun penelitian kepustakaan yang dilakukan bertujuan untuk memahami mutu
145 ?
Gempur Santoso, Metodologi Penelitian Kuatitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2005), 4.
146 ?
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, 17.
147 ?
Gempur Santoso, Metodologi Penelitian Kuatitatif dan Kualitatif, 5.
peristiwa yang akan diteliti melalui buku-buku, dokumen dan bahan literiasi lainnya. Penulis

memulai penelitian kepustakaan dengan menguraikan secara lengkap tentang Pendampingan

Pastoral sebagai teori, kaum Bapak sebagai subjek penelitian, dan malas beribadah

menjadikan sebagai peristiwa yang berlangsung.

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan analisis yang mendalam, dilakukan juga

wawancara yang bersifat pendampingan. Sedangkan untuk mengukur keberhasilan sebuah

pendampingan, penulis memberikan angket pengukuran kepada konseli.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik

triangulasi, yaitu gabungan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Teknik dalam triangulasi yaitu:

1. Wawancara

Wawacara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi

saling berhadapan salah seorang yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau

ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya. 148

Dalam jenis wawancara ada beberapa macam yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur,

dan tidak tersrtruktur.149 Penulis menggunakan jenis wawancara terstruktur. Dengan

wawancara terstruktur setiap responden diberikan pertanyaan yang sama dan penulis akan

mencatatnya. Penulis akan menyiapkan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya untuk

memudahkan proses wawancara dan memperoleh hasil yang diinginkan. Informan utama

dalam wawancara ini adalah kaum Bapak (anggota P2MI) yang malas Beribadah.

2. Dokumentasi

148
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 50.
149
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, 317.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. 150 Dokumen ini sebagai

pelengkap atas hasil observasi dan wawancara. Bentuk dari dokumen ini beraneka ragam,

seperti tulisan, gambar ataupun sebuah karya monumental. Dengan metode dokumentasi ini

penulis mencari dan mendapatkan data-data tertulis laporan tentang kesalahan yang

dilakukan oleh kaum Bapak (P2MI) dan juga laporan-laporan perilaku kaum Bapak (P2MI).

3. Kuesioner

Kuesioner adalah Suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu

masalah atau bidang yang akan diteliti. Tujuan menggunakan kuesioner adalah memperoleh

informasi yang relevan mengenai suatu masalah secara serentak. 151

Menurut Sugiyono kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangakat pertanyaan atau pernyataan yang tertulis kepada responden untuk

dijawabnya.152

3.3 Penggunaan Alat Ukur

Pada penelitian mengenai anggota P2MI yang malas beribadah dan kurangnya

keaktifan dalam kegiatan dan pelayanan dalam gereja di GMI Marmahani, penulis

menggunakan metode dengan cara menyebarkan angket sebagai salah satu alat ukur

di dalam meneliti masalah yang terjadi terkait mengapa anggota P2MI di GMI

Marmahani tidak rajin untuk mengikuti ibadah dan bagaimana tingkat keaktifan

mereka dalam melayani di gereja. Adapun angket tersebut dibuat dengan

mengajukan 10 pertanyaan untuk tiap variabel, baik saat melakukan percakapan

konseling, maupun setelah konseling berlangsung. Masing-masing pertanyaan

memiliki nilai dengan skor yang telah ditentukan. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan kepada setiap anggota P2MI masing-masing akan dihitung berdasarkan skor

150
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, 326
151
Cholid dan Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 76.
152
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, 135
atau nilai yang telah disiapkan oleh penulis. Adapun skor yang telah dirancang itu

sebagai berikut:

SKOR/NILAI TINGKATAN
0 – 10 Sangat Rendah
11 – 20 Rendah
21 – 30 Tinggi
31 – 40 Sangat Tinggi
Berdasarkan skor atau nilai yang telah dirancang tersebut, maka akan

diperoleh informasi yang akurat dari diri setiap Kaum Bapak. Adapun tujuannya

adalah supaya mudah untuk melihat tingkat krisisi kerajinan beribadah dan

minimnya tingkat keaktifan melayani dari setiap anggota P2MI. Melalui pertanyaan

yang akan diajukan, dalam bentuk angket, penulis juga menyusun lima pilihan

jawaban yang harus dipilih oleh anggota P2MI tersebut. Tiap-tiap jawaban dalam

angket juga memiliki nilai. Adapun lima pilihan jawaban tersebut, yaitu:

JAWABAN BOBOT NILAI


Tidak Pernah 0
Pernah 1
Kadang-kadang 2
Sering 3
Selalu 4

Penulis telah menyusun dua puluh bahan informasi untuk mengukur tingkat

kerajinan beribadah dan keaktifan melayani anggota P2MI. Adapun bahan informasi

tersebut terdiri dari 20 bahan informasi berupa pertanyaan dalam bentuk angket,

dan setiap 10 pertanyaan dalam angket dibagi sesuai dengan yang di ukur. Masing-

masing yang di ukur mendapatkan 10 pertanyaan, yakni pada ukuran kerajinan

beribadah dengan 10 pertanyaan, dan pada ukuran keaktifan melayani juga terdiri
dari 10 pertanyaan. Adapun masing-masing yang akan diukur dapat dilihat dalam

tabel berikut:

Indikator untuk Tingkat Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Melayani

NO UKURAN INDIKATOR

1. Mengikuti ibadah

2. Tidak tidur saat khotbah

3. Berpegang pada Firman Tuhan

4. Tepat waktu

5. Nyaman menikmati ibadah


1 KERAJINAN BERIBADAH
6. Tekun

7. Kesadaran

8. Tidak pilih-pilih

9. Disiplin dan Fokus

10. Ingin tahu lebih dalam Firman Tuhan

1. Berpartisipasi dalam kegiatan

2. Ikut Serta Melayani

3. Bersedia menjadi pengurus

4. Tidak terlambat

5. Senang beribadah
2 KEAKTIFAN MELAYANI
6. Bermisi/Bersifat Perduli

7. Mengunjungi teman yang malas

8. Tidak pasif/berpangku tangan

9. Terampil dalam memimpin ibadah

10. Terampil dalam Berdoa


3.4 Metode dan Istrumen dalam Pengumpulan Data

Metode penelitian adalah cara digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data

penelitiannya sedangkan istrumen penelitian alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih sistematis.

3.4.1 Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini penulis secara khusus memfokuskan kepada laki-laki yaitu kaum

Bapak. Itu sebabnya penulis membatasi jenis kelamin sampel hanya kepada laki-laki/Bapak-

Bapak. Dengan demikian jenis kelamin dari sampel yang akan diteliti oleh penulis adalah

delapan orang laki-laki.

3.4.2 Usia

Dalam penelitian yang akan dilakukan di GMI Marmahani, penulis akan membatasi

usia Bapak yang akan menjadi konseli, yaitu kaum Bapak yang berusia anggota P2MI (35-65

tahun. Table di bawah ini akan menunjukkan nama (telah disamarkan), jenis kelamin dan

usia konseli.

Tabel I
Data Klien
No. Nama Jenis Kelamin Usia

1. IP Laki-laki 43 tahun

2. EP Laki-laki 50 tahun

3. UP Laki-laki 40 tahun

4. RB Laki-Laki 60 tahun

5. AD Laki-Laki 40 tahun

6. SD Laki-laki 48 tahun

7. EPT Laki-laki 50 tahun

8. YP Laki-laki 30 tahun
Dalam penentuan sampel ini, penulis tidak membatasi jumlah konseli pada laki-laki

untuk dipilih, karena penulis lebih berfokus kepada permasalahan malas beribadah kepada

anggota P2MI yang akan menjadi tujuan konseling pastoral.

3.4.3 Pekerjaan dan Status

Ditinjau dari status pendidikan dan status kekeluargaan, berdasarkan data yang

diperoleh dari GMI Marmahani, diketahui bahwa kebanyakan konseli berasal dari keluarga:

Tabel II

Pekerjaan, Status Keluarga dan Tempat Tinggal

No. Nama Pekerjaan Status Keluarga Tempat Tinggal

1. IP Serabutan Menikah Bandar Maruhur

2. EP Petani Menikah Bandar Maruhur

3. UP Pabrik Menikah Bandar maruhur

Cerai dan Menikah

4. RB Petani belum mempunyai Bandar Maruhur

anak

5. AD Pedagang Menikah Bandar Maruhur

6. SD Pedagang Menikah Bandar Maruhur

7. EPT Petani Menikah Bandar Maruhur

8. YP Pedagang Menikah Bandar Maruhur


3.5 Populasi dan Sampel

Populasi unit yang akan diteliti untuk di analisis sifat-sifatnya. Populasi terdiri

dari kelompok yang menjadi pusat perhatian penelitian. Sedangkan sampel adalah

bagian dari objek penelitian secara keseluruhan yang diharapkan dapat mewakili

karakteristik objek secara keseluruhan.153 Adapun populasi atau kelompok yang akan

penulis teliti adalah dimaksud anggota P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur.

Menurut data yang ada, jumlah anggota P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur

yang disebut sebagai populasi adalah sebanyak 13 orang sementara lebih kurang 8

orang dari antara populasi tersebut tergolong pada anggota P2MI yang malas

beribadah dan kurang aktif dalam pelayanan di gereja.154 Dari 8 orang anggota P2MI

tersebut, yang menjadi sampel atau sebagai mewakili karakteristik objek penelitian

penulis adalah sebanyak 8 orang.155

3.6 Lokasi Penelitian

Gereja Methodist Indonesia Jemaat Marmahani Bandar Maruhur Resor Bandar

Maruhur Distrik 4 Wilayah I berdiri sejak tahun 1962 yang beralamat di Jalan Besar

Negeri Dolok Desa Bandar maruhur Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun.

3.7 Sekilas Sejarah Tentang GMI Marmahani Bandar Maruhur

Cikal bakal berdirinya GMI Marmahani Bandar Maruhur berasal dari beberapa

penduduk yang ingin masuk beragama Kristen dari yang sebelumnya belum terdaftar

di Gerejamanapun bahkan belum memeluk agama Kristen. Bersamaan dengan misi

153
Consuelo G. Sevilia, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), 160-161
154
Dokumen Laporan Konferensi Resor GMI Marmahani Resor Maruhur Distrik 4 Wil. 1
tentang data statistik keanggotaan, pada Konferensi Resor terkini tahun 2022.
155
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 61-62
Gereja Methodist Indonesia yang membuka lahan PARPEM (Partisipasi Pembangunan

GMI) di Dusun Damakitang Desa Bandar Maruhur.

Berdirinya GMI Marmahani Bandar Maruhur di mulai dengan beberapa

pendahulu seperti; keluarga Jadiam Purba yang menjadi Pangulu (Kepala kampung

pertama) masa itu, adiknya Keluarga Tinggi Purba yang di gelari oppung Gereja

karena beliaulah yang dipercayakan mengkordinir dan memimpin Ibadah. Dan

pertapakan Gereja berasal dari keluarga ini, adiknya JL Purba, suami dari adik

perempuan mereka Utin Saragih yang menjadi bendahara Gereja. Keluarga Taraman

Purba, Keluarga Tamat Purba. Dan beberapa jemaat dari berbagai dusun pada masa

itu yang jaraknya lumayan jauh.

Seiring berjalannya waktu GMI Marmahani Bandar Maruhur terus mengalami

perkembangan dan pertumbuhan, terkhusus dari segi jumlah anggota jemaat.

Bahkan dari Gereja ini lahirlah beberapa pos-pos kebaktian yang anggota jemaatnya

berasal dari jemaat ini sebelumnya. Awalnya di sebabkan jarak yang lumayan jauh

dari Kampung mereka kegereja, maka mereka membuka pos kebaktian di daerah

mereka dan akhirnya berdirilah beberapa Gereja GMI, seperi; GMI Misbou

Damakitang, GMI Sibakkudu, Pos Pelayanan GMI Bongbongan Bawang dan Pos

Pelayanan GMI Sidiam-diam. Dan dalam perkembangannya pertambahan jumlah

jemaat juga terjadi dari jemaat jemaat Gereja-Gereja lainnya yang ada disekitar

mereka.

Pada tahun 2021 tercatat jumlah Jemaat GMI Marmahani Resor Bandar

maruhur telah beranggotakan 31 KK, Jemaat GMI Misbou Damakitang 54 KK, Jemaat

GMI Sibakkudu beranggotakan 75 KK, Jemaat GMI Bongbongan bawang 24 KK dan

jemaat GMI Efata Sidiamdiam 16 KK. Dan masing-masing telah memiliki gedung
gereja permanen. Mengenai kehidupan pekerjaan jemaat GMI Marmahani Bandar

Maruhur terdiri dari beberapa kategori yaitu petani, pedagang, dan satu orang PNS.

3.8. Dinamika Pendampingan Pastoral Kepada Anggota P2MI yang malas beribadah dalam

upaya Meningkatkan Pertumbuhan Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam

Pelayanan

Pendampingan Anggota P2MI yang malas beribadah merupakan suatu cara yang

digunakan dalam upaya mengembalikan anggota P2MI pada kondisi keberfungsian sosial dan

dapat terpenuhi semua hak-haknya. Pendampingan yang diberikan kepada Anggota P2MI

yang malas beribadah memiliki tujuan utama yaitu untuk memposisikan Anggota P2MI pada

kondisi meningkatkan pertumbuhan Rohani, kerajinan beribadah dan keaktifan dalam

pelayanan. Adanya ciri-ciri khusus untuk Anggota P2MI yang didampingi yaitu, Anggota

P2MI yang berusia 35-65 tahun yang mengalami malas beribadah. Adapun tahap-tahap

pelaksanaan pendampingan mulai dari perekrutan klien sampai tahap terminasi sebagai

berikut:

1. Persiapan, Pada persiapan untuk kegiatan pendampingan ini pertama kepada jemaat

mendapatkan informasi perihal keberadaan kaum bapak anggota P2MI yang malas

beribadah dan tidak aktif melayani dari majelis Gereja. Kemudian penulis

mempelajari penyebab atau alasan kemalasan beribadah dan ketidak aktifan

melayani dan merencanakan pendampingan. Setelah melakukan perencanaan,

kemudian pendamping menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan pada saat

melaksanakan pendampingan.

2. Pelaksanaan pendampingan, setelah melakukan perencanaan, kemudian tahap

selanjutnya adalah melaksanakan pendampingan. Pendampingan yang dilakukan


disesuaikan dengan kebutuhan anggota P2MI yang malas beribadah. Pendampingan

dilakukan dengan cara home visit tidak ada materi khusus yang diberikan karena

pendampingannya berupa sharing dan kuesioner. Pendekatan yang digunakan dalam

pendampingan adalah pendekatan personal, dengan maksud untuk memahami kaum

Bapak secara individu. Dalam proses pendampingan, suasana dibangun sangat akrab,

kekeluargaan, santai dan non formal agar kaum bapak nyaman dan leluasa untuk

menyampaikan permasalahannya. Peran pendamping dalam kegiatan pendampingan

adalah sebagai mediator, pembela, motivator dan fasilitator. Kriteria utama untuk

menjadi pendamping anggota P2MI adalah memiliki kepedulian tinggi terhadap

anggota P2MI serta mengerti dan memahami hak-hak mereka.

3. Evaluasi, Evaluasi pendampingan bertujuan untuk mengetahui kelangsungan proses

beserta faktor pendukung dan penghambatnya, hasil serta dampak yang ditimbulkan

dari proses pendampingan, sehingga diperoleh dasar yang kuat untuk menetapkan

langkah selanjutnya (apakah perlu diterminasi, dirujuk atau dilanjutkan kembali

proses pendampingannya). Evaluasi dapat dilakukan antara lain dengan cara

melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan pendampingan, melakukan

test/meneliti kemajuan atau perubahan yang dicapai penerima manfaat maupun

keluarganya.

4. Terminasi dan rujukan, Terminasi dilaksanakan ketika tujuan telah dicapai dan

pelayanan telah lengkap, ketika kegiatan lebih lanjut tidak ada lagi, ketika

permintaan-permintaan klien berhenti, ketika referal dibuat untuk sumber-sumber

pertolongan yang lain dan pekerja sosial sudah tidak akan terlibat lama lagi.
BAB 4
ANALISA DATA, UJI HIPOTESIS, dan REFLEKSI TEOLOGIS

4.1 ANALISA DATA

4.1.1 Deskripsi Masalah Klien

4.1.1.1 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapal IP (Nama

Samaran)

Bapak IP sudah menikah dengan seorang perempuan yang bernama ES dan

telah meliki dua orang anak. Namun isteri bapak IP kurang sehat tetapi mereka tidak

begitu terbuka dengan penyakit isterinya. Bapak IP merupakan seorang pekerja yang

gigih dia mengambil banyak jenis pekerjaan yang penting menghasilkan uang untuk

keluarganya. Sambal dia juga mengolah sedikit kebunnya dan diluar waktu ke kebun

dia mengambil kerja serabutan.

Dalam kehidupan sehari-hari bapak IP bukan type bapak yang suka main judi

atau mabuk mabukan. Baginya sayang uang itu di pergunakan untuk mabuk-

mabukan atau di belikan rokok, atau bermain judi. Dia tahu tanpa itu dia juga masih

tetap bisa bergaul dengan banyak orang.

Kehadiran bapak IP untuk beribadah juga tidak aktif dan tergolong malas

beribadah, hal ini menurut bapak IP hanya karena dia berpikir bahwa dia tidak bisa

memberi yang terbaik seperti jemaat atau kawan-kawan lainnya dalam pemberian

dan dalam pelayanan kepada sesama jemaat atau persekutuan P2MI. Bapak IP

berkata: kadang aku berpikir di rumah orang mewahnya hidangan mereka kalau

partonggoan Gereja atau partonggoan bapa (Kebatian Rumahtangga atau kebaktian

P2MI) jadi takut awak hadir marminggu (beribadah Minggu) nanti dimintakan pula

partonggoan dirumahku, ditolak salah, tidak di tolak juga salah. Jadi udahlah biarlah
dulu seperti itu pak pendeta. Dalam hal ini penulis melihat bahwa bapak itu memiliki

kecenderungan untuk ingin yang serba sempurna dalam hidupnya. Ketika itu tidak

terpenuhi lahirlah pemikiran irasional. Hari pertama konselor datang untuk menyapa

dan ingin bertanya bagaimana kabar konseli. Di hari pertama ini juga konseli sudah

membuka permasalahan yang ada. Konseli menerima kedatangan konselor sebagai

pendeta untuk mengunjungi jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli, itu terjadi pada

pertemuan kedua, konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli

sudah mau mengikuti dan diajak untuk beribadah P2MI, akhirnya konseli mau

mengikuti ibadah dan setelah pulang beribadah konselor memberi masukkan dalam

pembicaraan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk datang. Setelah beberapa kali datang beribadah konselor

mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah pendampingan penulis berusaha menunjukkan kepada klien

bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak

rasional. Bahwa dalam beribadah tujuan utama para jemaat tentu bukanlah makanan

dan minum (Snake) yang di hidangkan, tapi beribadah dan mendengarkan Firman

Tuhan. Jemat tidak berpikir seperti apa yang dipikirkan oleh bapak IP. Karena pada
kenyataannya tidak semua juga jemaat itu ketika ibadah di rumahnya memberikan

pelayanan konsumsi (Snake) yang mewah dirumahnya, tapi justru apa yang bisa dan

mampu ia berikan saja. Lima hari kemudian Penulis kembali menjumpai bapak IP di

rumahnya, bapak IP tersenyum dan berkata: saya akan berpikir seperti Maria pak

pendeta, bahwa mendengar Firman Tuhan harus menjadi yang lebih utama(Luk

10:39). Dan saya yakin juga itu yang paling di inginkan jemaat bukan apa jedah

(snake) kita yang di pikirkan. Biarlah komitmen itu dipegang dan beribadah dengan

baik kepada Tuhan. Pertemuan di tutup dengan doa.

4.1.1.2 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak EP (Nama Samaran)

Bapak EP sudah menikah dengan seorang perempuan SS dan telah dikaruniai

sepasang anak laki dan perempuan. Bapak EP seorang pengepul atau tokeh sawit,

dari segi penghasilan bapak EP memiliki penghasilan yang terbilang baik sekali.

Namun bapak EP juga adalah orang yang malas beribadah bahkan dikatakannya tidak

aktif beribadah. Isteri bapak EP adalah seorang pengurus PWMI (persekutuan wanita

Methodis Indonesia) di Gereja GMI Marmahani. Yang selalu aktif dalam pelayannan

Gereja dan dalam setiap kegiatan-kegiatan Gereja.

Kemalasan beribadah bapak EP ini menurut beliau karena di mulai adanya

rencana dari persekutuan P2MI merencanakan menabung dan merencanakan

menempah baju seragam P2MI. Dalam pertemuan/rapat banyak perdebatan dan

bapak EP ingin supaya baju itu berkualitas bagus maka harus dibeli yang harga

mahal. Sebahagian berpikir yang sedang-sedang sajalah yang penting ada

kebersamaan di P2MI. Akhirnya membeli baju seragam gagal dan bapak EP merasa

kecewa karena usulnya tidak di terima padahal itu adalah untuk kebaikan dan

penampilan baik bagi P2MI menurut dia. Dan akhirnya membuat ia malas bertemu
dengan beberapa orang anggota P2MI dan lainnya termasuk bertemu di Gereja.

Penulis melihat bahwa bapak EP berpikir dia tidak di hargai dan di hormati sehingga

usulannya di tolak.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana

kabar konseli. Di hari pertama ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang

ada. Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli itu terjadi untuk

pertemuan kedua, konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli

sudah mau mengikuti dan diajak untuk beribadah di P2MI, dan akhirnya konseli mau

mengikuti setiap ibadah dan konselor senantiasa memberi masukkan dalam

pembicaraan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk datang. Setelah beberapa kali datang beribadah konselor

mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah ini penulis berusaha menunjukkan kepada bapak EP bahwa

masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.

Bahwa ketidak sepakatan dalam menerima usulan dari bapak EP untuk membeli baju

yang bagus dengan harga yang lebih mahal itu bukanlah karena bapak-bapak tidak
menghargai dan menghormati beliau. Tapi ada hal hal lain yang mereka sampaikan

yang tidak dipertimbangkan oleh bapak EP seperti jumlah uang kas yang tidak

mungkin di habiskan semua untuk membeli baju sementara ada rencana kegiatan

lainnya juga yang membutuhkan dana untuk pelaksanaannya. Hal itu juga memang

disampaikan dalam pertemuan itu menurut EP tapi dia tidak berpikir seperti itu. Dari

pertemuan kedua konselor melakukan pendekatan dengan terus datang ketempat

kerjanya untuk berbicara dengan bapak EP . Konselor bertukar pikiran dengan Bapak

ini bahwa tidak semua jemaat sanggup untuk membeli baju dengan harga yang

disampaikan Bapak EP karena mengingat bahwa gaji dari rekan-rekan lainnya sedikit

dan banyaknya kebutuhan yang diperlukan. Setelah lima hari kemudian penulis

menemui bapak EP di tempat usahanya dan bertanya tentang keadaan sesudah

pertemuan enam hari yang lalu. Dengan sedikit tersenyum bapak EP mengatakan;

“Tongon do hatamu ai lae”(betulnya yang lae katakana itu) bahwa banyak hal yang

paling perlu kita lakukan di Gereja kita bukan masalah baju, apalah itu? paling berapa

kali tampil udah itu dah malunya awak make lagi kalua ngak ganti. Yang murah

meriah juga bagusnya itu. Tapi yang utama ibadah kita memuliakan Tuhan. Penulis

angkat jempol dan mengatakan beribadahlah dengan setia kepada Tuhan, itu yang

utama. Penulis permisi sesudah berdoa.

4.1.1.3 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak UP (Nama Samaran)

Bapak UP telah menikah dengan WS dan telah di karunia 2 orang putri. Bapak

UP adalah seorang karyawan di pabrik sawit yang mengawasi bagian tertentu pada

pengolahan sawit. Dari segi penghasilan bapak ini memiliki gaji yang lumayan di

pabrik tersebut. Pekerjaannya menuntut banyak bergaul untuk pendekatan dengan

banyak lapisan masyerakat dan type-type manusia untuk menjaga keamanan


jalannya pabrik dari gangguan-gangguan orang. Sehingga bapak UP akan tampil hadir

di berbagai pesta-pesta di derah kecamatan bahkan di luar kecamatan. Supaya pabrik

dianggap bergaul dengan banyak masyerakat. Dan pergaulan itu juga membuat UP

sering ikut bermain judi karena di ajak kawan-kawan yang lain.

Dan inilah menurutnnya yang menjadi alasan dia tidak bisa aktif dalam

beribadah karena terlalu sibuk kemana-mana baik undangan adat, ormas-ormas,

kebersamaan pemuka masyarakat, dll. Bapak UP mengatakan: “Anggo au do tulang

sengdong nahape ibagas pikiranku pakon uhurhu da” (Kalau aku tulang ngak ada

yang kemana-mana dalam pikiranku dan hatiku) bagusnya semua tapi itulah

maklumlah akan keadaanku yang sibuk, harus ku ikutinya semua kesibukan sosial,

adat, dan lain-lainnya demi tempat kerjaku.

Pada hari pertama ini penulis menilai bahwa bapak UP dengan memberikan

alasan-alasan yang semuanya memberatkan baginya adalah bentuk dari seseorang

yang memiliki kecenderungan untuk menghindari tanggung jawabnyanya sebagai

anggota Gereja.

Hari kedua konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana

kabar konseli. Di hari kedua ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang ada.

Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli itu terjadi untuk

pertemuan kedua konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli
sudah mau mengikuti untuk beribdah P2MI. Konselor selalu berusaha memberikan

masukkan dalam setiap pendampingan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk datang beribadah. Setelah beberapa kali datang

beribadah konselor mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah ini konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa

masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.

Penulis menilai bahwa bapak UP sebenarnya bukan tidak memiliki waktu untuk

datang beribadah tetapi dia tidak memiliki keinginan untuk datang beribadah. Karena

kata pepatah mengatakan: Dimana ada kemauan disitu ada jalan. Bapak UP harus

pertama meyakini bahwa dia harus beribaha karena itu adalah perintah Tuhan dan

aturan dari Gereja. jadi jangan pikirkan tidak ada waktu, atau tidak sempat tapi

pikirkan bahwa aku harus beribadah karena itu kewajiban saya sebagai umat dan

sebagai jemaat.

Bahwa apa yang dipikirkan bapak UP yang berpikir dia tidak memiliki waktu

karena kesibukan. Dan mumgkin akan mempengaruhi pekerjaannya hal itu tidak

benar, karena pada kenyataanya banyak waktu yang di kerjakannya untuk duduk-

duduk di warung dan tempat-tempat lainnya. Dan meyakinkan bapak UP kalua dia

mengatur waktu dengan baik pasti di bisa melakukan semuanya dengan baik.

Termasuk beribadah dengan baik di Gereja dan persekutuan P2MI. Bapak UP

mengatakan akan saya pikirkan saran tulang. Pertemuan di akhiri dengan berdoa.
Lima hari kemudian penulis kembali menemui bapak UP dan bertanya tentang

hasil pertemuan enam hari lalu, apakah ada yang dipirkan tentang hal itu. Sambal

melihat kepada penulis bapak UP mengatakan:”saya sudah pikir-pikirkan tulang,

yang tulang katakan memang betul itu karena tidak ada ke inginannya itu, kalau ada

keinginan ngakpun terus datang setiap hari minggu, pasti bisanya beribadah dengan

baik. Jadi saya akan upayakan beribadah setiap minggunya dengan baik Tulang,

terima kasihlah saran Tulang”. Penulis meminta supaya bersama berdoa.

4.1.1.4 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak RB (Nama Samaran)

Bapak RB merupakan seorang kepala keluarga yang menikah dengan ibu RS

(nama Samaran). RB sebelumnya juga sudah pernah menikah dengan seorang

perempuan yang bernama SS (nama samaran). Pernikahan itu berjalan dengan baik,

baik itu pemberkatan pernikahan maupun dalam pesta adat. Namun tidak tahu

kenapa pernikahan itu hanya berlangsung lebih kurang tiga bulan dan si perempuan

pun meninggalkan suaminya dan tidak tahu kemana dia pergi. Semua keluarga

berusaha menemukan si perempuan namun ia tidak di temukan rimbanya. Semua

keluarga juga tidak mengetahui apa penyebab isteri pertamanya itu meninggalkan

suaminya begitu saja. Tapi ada kemungkinan menurut beberapa keluarga RB bahwa

si perempuan itu kemungkinan terkejut melihat sikap dan kehidupan sehari-hari dari

RB yang agak pendiam dan suka bermain judi.

Memang bapak RB orang yang pendiam tidak suka banyak berbicara dia lebih

suka bertindak sendiri-sendiri tanpa harus berkomunikasi dengan isterinya. Seperti

pergi keluar rumah tanpa memberitahu isteri dan pulang malam, bahkan pulang pagi

tanpa memberitahu si isteri. Mereka menikah karena ada perjodohan yang dibuat
oleh orang tua mereka karena ada keluarga yang memperkenalkan sosok si

perempuan kepada keluarga RB.

Pernikahan bapak RB yang kedua dengan ibu RS juga belum di karunia

seorang anak. Bapak RB adalah seorang anggota P2MI di GMI Marmahani Bandar

Maruhur, namun keaktifan bapak RB dalam beribadah di Gereja sangat tidak Nampak

bahkan bisa dikatakan hanya beberapa kali yaitu pada saat tahun baru. Padahal isteri

dari RB adalah guru sekolah minggu di Gereja yang mengharapkan supaya RB aktif

beribadah bersama-sama dengannya melayani di Gereja.

Penyebab RB malas menghadiri ibadah menurunnya adalah melihat sosok

yang melayani di gereja itu adalah orang-orang yang di bawah umurnya dan

mengatakan; “siapa rupanya mereka itu, anak-anak kemarin sorenya, masak mereka

yang mengajari saya? Lebih pandainya aku dari mereka. Tapi kalau mereka pendeta

atau guru injil oke lah, ini kan dibawah bawah awaknya itu”. Makanya aku malas

bergereja (beribadah)”. Dalam hal ini penulis memahami bahwa penyebab berpikir

irasional bapak RB adalah ia ingin di hargai sebagai orang yang lebih tua dari yang

lainnya.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana

kabar konseli. Di hari pertama ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang

ada. Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli itu terjadi untuk

pertemuan kedua konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli
sudah mau mengikuti untuk diajak untuk beribdah P2MI, konselor senantiasa

memberi masukkan dalam pendampingan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk selalu hadir beribadah . Setelah beberapa kali datang

beribadah konselor mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Pada sesi ini penulis berusaha menunjukkan kepada RB bahwa masalah yang

dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. Bahwa dalam

melayani, itu bukan masalah siapa yang lebih tua umurnya, siapa yang lebih pintar,

siapa yang lebih kaya. Tetapi siapa yang bersedia memberi dirinya untuk terpanggil

menjadi pelayan di Gereja. Kalau masalah umur dalam Alkitab (1 Timotius 4:12) juga

di katakana bahwa Timotius masih muda, banyak yang lebih tua dari Timotius. Tapi

Tuhan melalui Rasul Paulus mempercayakan pelayanan kepada Timotius, dan

Semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk kemuliaan manusia atau pelayan

Tuhan. Pelayanan itu tidak hanya di percayakan kepada Pendeta Atau Guru Injil

tetapi kepada Jemaat juga diharapkan aktif dan melayani. Konselor melakukan

pendekatan kepada Bapak RB dengan terus datang kerumahnya, juga ikut dalam

kegiatan yang bisa dijangkau konselor. Setelah konseli berkata bahwa hanya pak

pendeta mau dekat dengan saya tanpa memandang usia dan kedewasaan saya.

Setelah itu konselor dengan giat terus mendekatinya dan merubah pikiran si bapak

tadi supaya bapak ini terpengaruh, setelah itu konselor mengajaknya dalam kegiatan

P2MI dan memperlihatkan bahwa ikut ibadah dan juga aktif dalam pelayanan itu

tidak harus menilai seseorang tetapi hati konseli yang sudah dekat/mengenal dengan
Tuhan. Setelah beberapa hari akhirnya si Bapak mau ikut dalam kebaktian P2MI dan

aktif dalam pelayanan.

Pertemuan ditutup dengan berdoa bersama bapak RB. Lima hari kemudian

penulis kembali menemui bapak RB sambil tersenyum dan agak tertawa bapak RB

menyambut penulis dan mengatakan: “mantap”. Penulis mempertanyakan apa yang

dipikirkan ke depan setelah pertemuan yang lalu? ia mengatakan akan menerima

pelayan-pelayan yang masih muda, itu karena mereka adalah “juak-juak ni Naibata do

homa” (pelayan pelayan Tuhan juga) untuuk memimpin persekutuan dalam ibadah

Gereja. Saya juga sadar bahwa saya juga orang yang tidak pantas berdiri didepan

sebagai contoh, karena kelakuan ku juga banyak yang tidak baik. Saya akan beribadah

walaupun sebagai jemaat ajalah dulu lae. Pertemuan di akhiri dengan doa dan

bersalaman lalu pulang.

4.1.1.5 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapal AD (Nama Samaran)

Bapak AD telah menikah dengan IR namun sampai tulisan ini dibuat keluarga

ini belum mendapatkan anak dari hasil pernikahan mereka. Walaupun memang

mereka juga telah mengadopsi anak kandung dari abang kandung dari bapak AD.

Abang bapak AD telah lama meninggal kemudian isteri dari abang bapak Ad

meninggalkan anak-anaknya karena tidak sanggup menghidupi keluarga dan anak-

anaknya, maka ana-anak itu diambil oleh bapak AD menjadi anaknya dan sudah

masuk daftar keluarga mereka di data kependudukan.

Pekerjaan bapak AD dulu adalah pengepul atau tokeh pisang barangan

namun pisang barangan tidak bertahan lama kemudian diapun beralih membuka

toko kelontong di rumah yang dia bangun kembali. Bapak AD adalah orang yang aktif

dalam kemasyerakatan dia selalu di panggil untuk marhobas (memotong memasak


daging) kalau ada acara adat, karena dia paham tentang pembagian jambar-jambar

(bagian daging Babi atau lembu yang dibagi sesuai aturan adat) dan patuh teguh

dengan aturan adat-adat.

Kemalasan bapak AD beribadah menurutnya hanya karena dia melihat

kawan-kawan yang lain juga malas beribadah. “iyak sideape malas do marminggu

partonggoan pe hu rumah diri seng roh sidea” (iyah merekapun malasnya beribadah

kebaktian rumah pun dirumah saya mereka tidak hadir) malas aku melihat semuanya

itu tulang (paman) biarlah begitu.

Penulis melihat bahwa bapak AD Seseorangyang memiliki

kecenderungan untuk hidup bergantung kepada orang lain seperti yang dikatakan

Albert Ellis. Dan ini membuat dia berpikiran irasional.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana kabar

konseli. Di hari pertama ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang ada.

Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli, itu terjadi untuk

pertemuan kedua, konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli

sudah mau mengikuti dan diajak untuk beribdah P2MI, dan setelah pulang ibadah

konselor memberi masukkan dalam pembicaraan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau
mengambil komitmen untuk selalu datang beribadah. Setelah beberapa kali datang

beribadah konselor mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah pertama ini penulis berusaha menunjukkan kepada klien

bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak

rasional. bapak AD telah menggantungkan imanya kepada orang lain, bapak AD telah

mencontoh dan mengikuti hal-hal yang tidak baik dari orang-orang tertentu. Dan ini

merupakan kekeliruan yang besar, seharusnya yang di ikuti atau yang dicontoh

adalah orang-orang yang baik dan benar.

Keinginan Tuhan dan juga keinginan Gereja bahwa semua jemaat itu rajin

mengikuti setiap kebaktian/ibadah gereja jadi jangan kita buat orang lain menjadi

ukuran kerajina beribadah kita. Orang lain itu banyak masalahnya juga yang perlu

kita kuatkan dan bantu. Setidaknya kita menjadi contoh bagi yang lainnya tentang ke

aktifan kita beribadah. Sehingga orang lain melihat ini yang baik seperti yang di

kerjakan bapak AD. Pertemuan di tutup denagan doa bersama.

Enam hari kemudian penulis kembali mendatangi bapak AD di rumahnya dan

menanyakan bagaimana hasil dari pertemua sebelumnya. Bapak AD mengatakan;

“Betul yang tulang katakan kenapa malah saya mencontoh yang tidak baik, maka saya

berpikir saya akan menjadi contoh yang baik bagi orang lain bila perlu Tuhan pakai

menolong orang lain untuk ber iman kepada Tuhan. Dan rajin beribadah”. Penulis

menjabat tangan AD dan mengajak berdoa bersama.

4.1.1.6 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapal EPT (Nama Samaran)

Bapak EPT sudah menikah dengan ibu WS dan dikaruniai tiga orang anak

laki-laki dan anaknya sebagian sudah berhasil satu mejadi anggota TNI satu lagi lulus
di perpajakan dan satu masih tingkat SLTA. Isteri bapak EPT adalah seorang guru

(PNS) dan kesibukan bapak EPT sebagai petani dan memiliki mobil langsir. Dalam hal

ekonomi bapak EPT sangat lumayan memiliki penghasilan cukup tinggi.

Menurut bapak EPT Kemalasan bapak EPT untuk aktif beribadah disebabkan karena

melihat rekan-rekannya yang tetap tidak aktif beribadah, pada hal, ia katakan: “Sudah

saya buat contohnya diri saya rajin beribadah, di P2MI juga, sudah saya ajak, tapi

kawan-kawan tidak berubah tidak menghargai usaha saya itu, jadi gimana lagi

menurut lae, akhirnya ya udahlah akupun jadi malas beribadah, capek saya“.

Bapak EPT berpikir bahwa dia telah menjadikan dirinya contoh seharusnya

yang lain menghargai itu dengan mengikutinya, tetapi dia melihat tidak ada yang

mengikutinya, berarti tidak ada dari mereka yang menghargainya. Hal ini menurut

pemahaman penulis bahwa seseorang itu pada hakikatnya ingin dihargai, dan ketika

itu tidak terjadi bisa menimbulkan pikiran irasional dan prilaku irasional juga.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan bertanya bagaimana kabar konseli.

Di hari pertama ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang ada. Konseli

menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli, pada pertemuan kedua

konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam pembicaraan kepada

konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan suasana yang baik.

Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli sudah mau diajak

untuk beribdah di P2MI, dan setelah pulangnya konselor memberi masukkan dalam

pembicaraan kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor


dan pada akhirnya konseli mau berkomitmen untuk setia datang beribadah. Setelah

beberapa kali datang beribadah konselor mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah ini penulis berusaha menunjukkan kepada klien bahwa

masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.

bahwa hasil dari usaha bapak EPT menjadi contoh dan teladan yang menurutnya

seharusnya di ikuti orang lain ukuranya tidak kepada manusia. Tapi itu merupakan

kewajiban kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan untuk tetap beribadah

kepada Tuhan dan menjadi teladan bagi orang lain. Tanpa harus melihat ukurannya

dari respon orang dengan mencontohnya langsung, mungkin hari ini biasa saja belum

kelihatan tapi itu bisa kelihatan di kemudian hari.

Tetap melakukan yang baik dan menjadi contoh dan teladan bagi orang lain.

Seperti yang di harapkan dalam Firman Tuhan agar seperti Timotius tetap menjadi

teladan. Dalam nas itu di katakan: “Jadilah teladan bagi orang-orang percaya” (1

Timotius 4:12). Artinya itu adalah kewajiban kita orang-orang percaya untuk menjadi

teladan. Dan tidak mengukurkannya berdasarkan apakah ada orang lain/jemaat

mengikutinya atau tidak. Tapi tetaplah lakukan yang terbaik menjadi teladan yang

baik. Pertemuan di akhiri dengan berdoa bersama karena kebetulan bapak itu ada

yang mau di kerjakan.

Enam hari kemudian penulis mendatangi bapak EPT di rumahnya. Bapak EPT

menyambut dengan mengatakan: “Horas Lae, naha kabar” penulis menjawab: “kabar

baik lae”. Penulis menanyakan bagaimana hasil dari pertemuan yang lewat? bapak

EPT mengatakan: “betulah yang lae katakana, saya seharusnya tidak melihat kepada

orang lain tentang perbuatan iman saya, karena memang kewajiban saya, kewajiban

orang beriman untuk beribadah dengan baik kepada Tuhan, tanpa mengukurkannya
kepada siapapun, jadi saya akan tetap memberi contoh yang baik dalam ibadah dan

pelayanan saya”. Lalu pertemuan diakhiri dengan doa karena bapak EPT sedang

bersiap-siap untuk berangkat dengan keluarga.

4.1.1.7 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak SD (Nama

Samaran)

Bapak SD sudah menikah dengan ibu RS dan telah dikaruniai tiga orang anak

laki-laki pekerjaan bapak SD selain berkebun, dan beternak lembu bapak ini juga

pengepul atau tokeh karet (Getah) namun sekarang sudah sangat berkurang pohon

karet, karena masyerakat sudah banyak beralih kepada menanam kelapa sawit. Maka

dia lebih banyak mengurus ladang dan ternaknya.

Bapak SD memang orang yang memiliki sifat pendiam, bapak ini tidak suka

banyak bicara dan terkadang hanya menjawab dengan senyum saja. Kehadiran dan

keaktifan beribadah bapak SD memang sangat kurang. Ketika penulis menanyakan

perihal mengapa bapak SD malas mengadiri ibadah ia mengatakan: “iya hanya

memang lagi malasnya ajanya itu pendeta, ngak adanya penyebab yang lain-lain,

doakan pak pendeta sajalah supaya aku jangan malas beribadah itu sajanya itu”.

Namun penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang hal penyebab malas beribadah

itu, dengan menanyakan hubungannya dengan anggota P2MI lainnya. Bapak SD

mengatakan: “itulah juga yang kukesalkan dengan kawan-kawan ini terkadang sulit

sekali mengambil kebersamaan dalam program kegiatan P2MI, seprtinya lang dong

na martoruhni uhur (ngak ada yang merendahkan hati).” Sehingga banyak usulan

tapi tidak ada keputusan gantung semua, contohnya kesepakatan membuat baju

seragam gagal dan lainnya. Penulis melihat bapak SD sangat kecewa melihat sikap

dan keadaan beberapa anggota P2MI. Ketidak senangan, ketidak puasan, ataupun
ketidak bahagiaan pada seseorang bisa menimbulkan pikiran irasional dan prilaku

irasional.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana

kabar konseli. Di hari pertama ini konseli sudah mulai membuka permasalahan yang

ada. Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli, itu terjadi pada

pertemuan kedua dan konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli

sudah mau diajak untuk beribadah P2MI, akhirnya konseli mau mengikuti ibadah

dan setelah pulang beribadah konselor memberi masukkan dalam pembicaraan

kepada konseli.

Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk senantiasa beribadah P2MI. Setelah beberapa kali

datang beribadah konselor mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Bahwa kekecewaan bapak SD kepada anggota P2MI yang lain bukan mejadi

alasan untuk mengalihkan hukuman itu kepada Tuhan. Orang boleh kecewa kepada

orang lain tetapi tidak menjadikannya itu alasan untuk melawan Tuhan. Kewajiban

orang yang percaya kepada Tuhan adalah untuk tetap memberikan dan melakukan
yang terbaik kepada Tuhan. Tanggung jawab kita kepada Tuhan tidak diukurkan

kepada sifat dan kebiasaan sebahagian orang.

Enam hari kemudian penulis menemui bapak SD di teras rumah beliau. Dan

menyapa dengan kata “Horas”, dan menanyakan tanggapannya sebagai hasil dari

pertemuan bebera hari yang lalu. Bapak SD mengatakan: “memang salah ma au

sandokahon lae jadi hu uhumi Tuhan halani lang sosok uhurhu mangidah hasoman

par bapaon (memang salahlah aku selama ini ya lae, jadi kuhukum Tuhan karena

hanya ketidak cocokan hatiku melihat teman kaum bapak). Jadi kedepan ini saya

akan memuliakan Tuhan dengan rajin beribadah kepada Tuhan”. Penulis mengangkat

jempol sebagai tanda bahwa keputusannya itu baik.

Karena bapak SD juga akan melakukan pekerjaannya, maka pertemuan di akhiri

dengan berdoa bersama.

4.1.1.8 Proses Pendampingan Pastoral Terhadap Bapak YP (Nama Samaran)

Bapak YP sudah menikah dengan seorang perempuan yang bernama RD dan

mereka telah di karuniai dua orang anak perempuan. Bapak YP adalah seorang

pedagang untuk pangkalan Gas elpiji yang ukuran 3 Kg. Di Desa itu dia menjadi

pemasok gas elpiji untuk rumah tangga. Memang selain dia ada juga yang menjual gas

datang ke desa tersebut.

Bapak YP juga adalah orang yang sering ikut bermain judi bahkan kadang dia

pulang malam sekali bahkan sampai pagi, apalagi kalua ada pesta yang memakai

organ tunggal atau disebut keyboar. Maka bapak ini suka mengikutinya karena di

sana pasti ada orang yang bermain judi. Dan ada juga biduan dangdut yang bisa

diajak berjoget ada minuman dan lain-lain. Memang orang tua laki-laki dari bapak YP

semasa hidupnya adalah orang yang sangat dikenal sebagai pemain judi, asal di ajak
pasti dia akan ikut. Orang tua dari bapak YP adalah seorang pensiunan PNS di kantor

kecamatan.

Penyebab keberadaan bapak YP yang malas beribadah ketika penulis

tanyakan, ia katakan tiadak ada karena ada apa-apa. Tapi karena saya tau siapa diri

saya yang penuh dengan dosa dan orang pun tahu siapa saya banyak dosa. Saya

berpikir jangan-jangan nanti saya datang ke Gereja di bilang orang pula kepada saya:

ngak salah masuk kantor ini ?, makanya saya berpikir ya udahlah. Tidak usahlah aku

ke Gereja kupikir. Itunya itu pak pedeta ngak ada yang lain-lain dalam pikiran dan

hatiku baiknya semua mereka jemaat. Ketika penulis menanyakan apakah memang

sudah ada bukti orang yang pernah mengatakan hal seperti itu kepada bapak YP, dia

katakana memang belum pernah ada. Saya hanya memikirkan mungkin itu lah yang

akan terjadi. Hal ini bapak YP memiliki pikiran pikiran negative tentang orang lain

yang padahal itu tidak ada.

Hari pertama konseli datang untuk menyapa dan ingin bertanya bagaimana

kabar konseli. Di hari pertama ini juga konseli sudah membuka permasalahan yang

ada. Konseli menerima kedatangan konselor sebagai pendeta untuk mengunjungi

jemaatnya.

Setelah beberapa hari konselor datang ke rumah konseli untuk berkunjung

dan memberikan masukkan demi masukkan untuk konseli itu terjadi untuk

pertemuan kedua konselor sedikit demi sedikit memasukkan teori RET dalam

pembicaraan kepada konseli, konselor melihat konseli dengan keadaan yang baik dan

suasana yang baik. Dalam pertemuan ketiga konselor melihat bahwa keadaan konseli

sudah mau mengikuti ibadah P2MI, dan setelah pulangnya konselor memberi

masukkan dalam pembicaraan kepada konseli.


Setelah beberapa hari dari pertemuan keempat konselor datang dan

mengunjungi konseli, konselor melihat bahwa konseli tersenyum kepada konselor

dan konseli tau apa tujuan konselor datang dan pada akhirnya konseli mau

mengambil komitmen untuk datang. Setelah beberapa kali datang beribadah konselor

mengajak konseli untuk ikut melayani.

Sesi Follow Up

Dalam langkah pertama penulis berusaha menunjukkan kepada bapak YP

bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak

rasional. Disini bapak YP harus belajar untuk memisahkan keyakinan rasional dari

yang tidak rasional. Bahwa apa yang dipikirkan bapak YP itu adalah hal-hal yang

menurut penafsirannya saja. Sehingga dia memandang semua orang sebagai yang

akan menghinanya, pemikiran irasional yang akan merusak persepsinya terhadap

jemaat, penyebabnya itu dari pikiran YP saja dan ia harus merubah pikiran irasional

itu.

Penulis mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan

menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Bahwa jemaat jemaat tidak

pernah berpikir yang aneh-aneh terhadap bapak YP. Justru Gereja membutuhkan ke

aktifan beribadah dan kehadiran serta pelayaan bapak YP di Gereja GMI Marmahani

Bandar maruhur.

Setelah enam hari penulis menemui kembali bapak YP di rumahnya, dan

dengan sedikit tersenyum bapak YP menyalam penulis. Penulis bertanya bagaimana

keadaan bapak setelah beberapa hari lalu , bapak YP mengatakan: saya bermohon

kepada Tuhan agar mengapuni dosa-dosaku dan aku akan beribadah dengan rajin di

Gereja Kita. Sambal tersenyum penulis mengajak berdoa menutup pertemuan.


4.1.2 Pendekatan Konseling dengan RET untuk Kerajinan Beribadah dan

meningkatnya Pertumbuhan Rohani

Berdasarkan hasil analisis data di atas, diketahui bahwa konseli yang memiliki

konsep diri negatif terdapat 8 orang. Kaum Bapak yang berada pada konsep diri

negatif setelah diberikan treatment tersebut sebanyak 5 kali pertemuan mengalami

peningkatan pertumbuhan Rohani, kerajinan Beribadah dan Keaktifan dalam

pelayanan. Berdasarkan hal ini terlihat bahwa konseling dengan pendekatan RET

menggunakan teknik self talk ini dapat meningkatkan konsep pertumbuhan Rohani,

kerajinan Beribadah dan Keaktifan dalam Pelayanan.

Berbagai permasalahan dalam malasnya beribadah yang di alami kaum Bapak

diantaranya rendahnya pertumbuhan rohani, tidak adanya kerajinan beribadah dan

tidak adanya keaktifan dalam pelayanan di gereja terkhusus di P2MI. Berdasarkan

konseling yang telah dilakukan, diketahui bahwa kaum bapak tersebut belum pernah

mengalami hal tersebut secara langsung, ia mengaku mereka hanya datang dan

setelah itu pulang juga sering tidak hadir dalam ibadah P2MI. Pada kaum Bapak yang

menjadi sampel penelitian itu terjadi dan memang sudah diakui oleh Kaum Bapak.

Berdasarkan permasalahan tersebut terlihat bahwa Kaum Bapak tidak mampu

untuk berfikir secara rasional. Berdasarkan hasil skor pengukuran skala kerajinan

beribadah dan keaktifan Pelayanan yang diperoleh Kaum Bapak yang dijadikan

sampel yaitu IP, EP, UP, RB, AD, EPT, SD, YP mengalami peningkatan, ini terlihat dari

skor pada kondisi baseline konsep malas beribadah. Setelah diberikan konseling

berupa konseling pendekatan RET menggunakan teknik self talk sebanyak 5 kali

pertemuan konsep diri Kaum Bapak mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut

memang tidak terlalu banyak, namun setelah konseling skor yang diperoleh ke
delapan sampel tersebut sudah berada pada kategori pertumbuhan rohani juga

kerajinan beribadah.

Penyebab rendahnya konsep Kaum Bapak adalah tidak adanya pertumbuhan

rohani, kerajinan beribadah, juga tidak aktif dalam pelayanan dan merasa dirinya

tidak sebanding dengan orang lain, hal inilah yang membuat Kaum Bapak menjadi

pesimis.

Rendahnya konsep diri Kaum Bapak diduga disebabkan oleh pandangan

negatif individu terhadap dirinya, respon orang lain terhadap dirinya. Ketidak

mampuan Kaum Bapak dalam memandang dirinya secara baik merupakan salah satu

penyebab rendahnya konsep diri yang paling terlihat dari Kaum Bapak. Jika Kaum

Bapak sudah memandang dirinya tidak baik maka Kaum Bapak tersebut akan

bertingkah laku seperti apa yang ia pikirkan. Sesuai dengan yang di ungkapkan oleh

Desmita156

“perilaku individu selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila
individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan
untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan
ketidakmampuannya tersebut.”

Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa individu bertingkah laku

sesuai dengan pandangannya terhadap dirinya. Jika individu memandang dirinya

positif maka positiflah individu tersebut, namun jika individu memandang dirinya

secara negatif maka negatif pulalah individu tersebut.

Sebagaimana juga dikemukakan oleh Verderber157 ada tiga faktor yang

mempengaruhi konsep diri, yaitu “self apprial, reaction and responses of others, role

you play. Self apprial yaitu kesan individu terhadap dirinya, reaction and responses of

156
Desmita, Psikologi Pendidikan, (STAIN Batusangkar Press: Batusangkar, 2014), 176.
157
A. Sobur, Psikologi Umum, (Pustaka Setia: Bandung, 2003), 505
others yaitu reaksi serta respon orang lain terhadap dirinya, role you play yaitu peran

yang dimainkan oleh individu itu sendiri.”

Berdasarkan pendapat di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi

konsep diri seseorang, diantaranya kesan atau pandangan individu terhadap dirinya

sendiri, jika individu memandang dirinya positif, maka positiflah konsep dirinya dan

sebaliknya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsep diri yaitu reaksi atau

respon orang lain terhadap dirinya, jika individu menerima respon yang negatif dari

orang lain terhadap dirinya maka individu dengan konsep diri yang negatif akan

memandang negatif juga dirinya dan peran yang dimainkan oleh individu itu sendiri.

Peran dari bimbingan dan konseling di lembaga/gereja adalah untuk

memfasilitasi perkembangan potensi Kaum Bapak dalam mencapai tugas-tugas

perkembangannya termasuk pengembangan konsep diri yang lebih positif.

Tujuannya adalah agar Kaum Bapak mampu meraih cita-citanya dengan

merencanakan kehidupannya di masa mendatang, serta mampu mengembangkan

potensi yang dimiliki secara optimal, dapat menyesuaikan diri secara baik dengan

lingkungnya dan mampu mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dalam

segala aspek kehidupan.

4.1.3 Pendekatan Konseling dengan RET untuk meningkatkan Kerohanian

Setelah pendampingan pastoral diterapkan kepada anggota P2MI, maka jelas

terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan. Meningkatnya kerohanian

anggota P2MI mengikuti ibadah dan persekutuan menunjukkan dari menurunnya

angka pemikiran irasional dan meningkatnya kepercayaan diri anggota P2MI. Hal ini

membuktikan bahwa kuatnya pengaruh dan dampak dari pendampingan pastoral


yang dijalankan, sehingga mengalami perubahan peningkatan seperti yang

diharapkan.

Penulis mengamati, bahwa kendati demikian, tidaklah serta-merta ke 8

anggota P2MI tersebut begitu antusias untuk melayani, masing-masing sesuai dengan

bakat atau potensi yang mereka miliki, dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini

membutuhkan waktu, kesabaran dan proses pendampingan yang berkelanjutan agar

mereka lebih mantap dan kuat dalam komitmennya.

4.2 Keadaan Konseli sebelum dan sesudah Pendampingan Pastoral

Setelah konselor merangkumkan hasil dari penelitian dan melihat keadaan

konseli sebelum melakukan RET dan sesudah melakukan RET berikut tabelnya:

Tabel III

Keadaan Konseli Sebelum dan Akhir konseling

No Nama Konseli Sebelum Konseling Akhir Konseling

Tidak aktif dalam ibadah Berjanji mengutamakan


P2MI dan juga ibadah mendengar firman Tuhan.
1. IP minggu. Dan akan semangat
beribadah serta mau ikut
melayani.

2. Merasa tidak dihargai karena Sudah mulai merubah


EP pendapat yang diberikannya bahwa pendapat yang tidak
tidak diterima anggota P2MI diterima bukan berarti
tidak menghargai orang
lain.

3. UP Karna kesibukan kerja dan Akhirnya konseli membagi


tidak meluangkan waktunya waktunya untuk beribadah
untuk ibadah minggu dan juga ibadah
P2MI

4. RB Konseli kesal karena ia Sudah membuang


merasa paling senior harus di pemikiran itu dan akhirnya
hormati dan harus di dengar. mau ikut beribadah.

5. AD Terpengaruh oleh kawan- Berjanji akan tetap rajin


kawannya yang malas beribadah meski yang lain
beribadah. malas beribadah

6. Kecewa karena teladan Akan tetap rajin beribadah


kerajinannya beribadah tidak dan melayani. Sekalipun
EPT
di ikuti oleh anggota yang tidak di contoh anggota
lain yang lain.

7. Malas Beribadah karena Akan rajin beribadah dan

kecewa dengan sikap anggota tidak perlu kecewa dengan


SD
yang dianggap tidak sikap teman yang malas.

merendahkan hati

8 Karena konseli peminum dan Konseli akhirnya merubah


YP
penjudi. dirinya sendiri dengan

adanya tekad yang kuat

4.2.1 Keadaan Tingkat Kerajinan Beribadah

Tabel IV

Keadaan Tingkat Kerajinan Beribadah Kaum Bapak Sebelum Pendampingan Pastoral

Nama

No Konseli Usia L/P Tingkat Kerajinan Konseli Skor Keterangan


(Inisial)

1 IP 43 L 2 1 0 2 2 2 2 2 1 1 15 Rendah

2 EP 50 L 2 1 0 0 1 0 0 2 2 0 8 Sangat Rendah

3 UP 40 L 1 2 2 0 2 0 2 3 2 0 14 Rendah

4 RB 60 P 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 17 Rendah

5 AD 40 L 1 0 0 1 1 0 2 3 0 0 8 Sangat Rendah

6 EPT 55 L 2 2 2 1 2 1 3 3 1 0 17 Rendah

7 SD 48 L 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 15 Rendah

8 YP 30 L 2 1 0 2 2 1 1 3 2 1 15 Rendah

Pada tabel 4 di atas dapat lihat bahwa ada 10 pertanyaan yang di jawab oleh

Kaum Bapak dengan memilih jawaban salah satu angka yang sudah disedikan oleh

penulis, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, sesuai dengan uraian yang penulis buat di bab 3

sebelumnya.

Berikut penjelasan arti angka 0 – 4 yang telah penulis sediakan.

Keterangan: 0 = Tidak pernah

1 = Pernah

2 = Kadang-kadang

3 = Sering

4 = Selalu

Penulis menguraikan penilaian test untuk tingkat kerajinan Kaum Bapak beribadah

adalah:

1). Nilai 0 – 10: Pada tahap ini, tingkat kerajinan konseli untuk beribadah sangat

rendah

2). Nilai 11 – 20: Pada tahap ini, tingkat kerajinan konseli untuk beribadah rendah
3). Nilai 21 – 30: Pada tahap ini, tingkat kerajinan konseli untuk beribadah tinggi

4). Nilai 31 – 40: Pada tahap ini, tingkat kerajinan konseli untuk beribadah sangat

tinggi

Dari pengolahan data sesuai dengan acuan ukuran nilai yang terdapat di atas,

maka tingkat kerajinan anggota P2MI dalam beribadah di jemaat GMI Marmahani,

dapat dikelompokkan lewat tabel di bawah ini, yaitu sebagai berikut:

Nama Konseli
No Skor Keterangan
(Inisial)

1 IP 15 Rendah

2 EP 8 Sangat Rendah

3 UP 14 Rendah

4 RB 17 Rendah

5 AD 8 Sangat Rendah

6 EPT 17 Rendah

7 SD 15 Rendah

8 YP 15 Rendah

Dari hasil data yang ditunjukkan di atas dapat dilihat bahwa tingkat kerajinan

anggota P2MI beribadah di GMI Marmahani adalah tergolong sangat rendah dan

membutuhkan intervensi pendampingan konseling pastoral.

4.2.2 Tingkat Keaktifan Melayani

Tabel V

Keadaan Tingkat Keaktifan Melayani Kaum Bapak Sebelum Pendampingan Pastoral


Nama

No Konseli Usia L/P Tingkat Keaktifan Melayani Konseli Skor Keterangan

(Inisial)

1 IP 43 L 1 0 0 2 2 2 1 1 1 0 10 Sangat Rendah

2 EP 18 L 2 2 0 2 2 0 0 1 1 1 11 Rendah

3 UP 17 L 1 0 0 0 2 2 2 1 0 1 9 Sangat Rendah

4 RB 15 L 2 1 1 0 2 1 1 0 1 1 10 Sangat Rendah

5 AD 15 L 1 0 0 1 2 1 1 0 0 1 7 Sangat Rendah

6 EPT 14 L 2 0 0 1 1 2 0 2 1 1 10 Sangat Rendah

7 SD 13 P 1 0 1 2 2 2 2 2 1 1 14 Rendah

8 YP 17 L 0 1 0 2 2 1 0 1 0 1 8 Sangat Rendah

Pada tabel 5 di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa dari 10 pertanyaan yang

di jawab oleh anggota P2MI dengan memilih jawaban salah satu angka yang sudah

disediakan oleh penulis, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, dengan penjelasan angka dari 0 – 4 yaitu:

Keterangan: 0 = Tidak pernah

1 = Pernah

2 = Kadang-kadang

3 = Sering

4 = Selalu

Penulis menguraikan penilaian test untuk tingkat keaktifan Kaum Bapak melayani

adalah:

1). Nilai 0 – 10: Pada tahap ini tingkat keaktifan Kaum Bapak dalam melayani sangat

rendah

2). Nilai 11 – 20: Pada tahap ini tingkat keaktifan Kaum Bapak dalam melayani

rendah
3). Nilai 21 – 30: Pada tahap ini, tingkat keaktifan Kaum Bapak dalam melayani tinggi

4). Nilai 31 – 40: Pada tahap ini, tingkat kerajinan konseli untuk beribadah sangat

tinggi

Dari pengolahan data sesuai dengan acuan ukuran nilai yang terdapat di atas,

melalui tabel di bawah ini, maka tingkat keaktifan anggota P2MI dalam melayani di

jemaat GMI Marmahani Resor Maruhur Distrik 4 Wil. 1, dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

No Nama Konseli Skor Keterangan

(Inisial)

1 IP 10 Sangat Rendah

2 EP 11 Rendah

3 UP 9 Sangat Rendah

4 RB 10 Sangat Rendah

5 AD 7 Sangat Rendah

6 EPT 10 Sangat Rendah

7 SD 14 Rendah

8 YP 8 Sangat Rendah

Melalui data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat keaktifan anggota P2MI

melayani tergolong dalam kategori sangat rendah dan membutuhkan pendampingan

konseling pastoral supaya anggota P2MI menjadi aktif melayani. Dengan keadaan

seperti ini penulis dapat berhasil memberikan konseling kepada Kaum Bapak untuk

membantu meningkatkan pertumbuhan rohani.


4.3 Perbandingan: Keadaan Kaum Bapak Sebelum dan Sesudah Pendampingan

Pastoral Dilakukan

Pada tahap ini, penulis membuat tabel perbandingan tentang keadaan anggota

P2MI GMI Marmahani Resor Maruhur Distrik 4 Wil. 1 sebelum dan sesudah

dilakukannya pendampingan pastoral. Perbandingan tersebut akan jelas terlihat

dalam tingkat kehadiran anggota P2MI beribadah dan tingkat keaktifan anggota P2MI

melayani. Berikut ini data yang telah penulis peroleh melalui hasil angket yang

dibagikan kepada ke 8 anggota P2MI, dan penulis telah melakukan pengolahan data

tersebut dalam bentuk tabel sehingga dapat lebih jelas terlihat perubahan atas

pengaruh pendampingan pastoral.

Tabel VI Tingkat Kerajinan Beribadah

Kaum Bapak GMI Marmahani Sebelum dan Sesudah Pendampingan Pastoral Dilakukan

Nama KERAJINAN BERIBADAH

No Konseli Sebelum Pendampingan Sesudah Pendampingan

(Inisial) Pastoral Skor Pastoral Skor

1 IP 2 1 0 2 2 2 2 2 1 1 15 3 3 4 4 3 2 3 2 4 3 31

2 EP 2 1 0 0 1 0 0 2 2 0 8 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 28

3 UP 1 2 2 0 2 0 2 3 2 0 14 3 4 4 4 3 3 3 2 4 3 33

4 RB 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 17 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 35

5 AD 1 0 0 1 1 0 2 3 0 0 8 3 3 3 4 3 3 4 3 4 2 32

6 EPT 2 2 2 1 2 1 3 3 1 0 17 4 4 4 4 4 3 4 2 4 2 35

7 SD 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 15 3 3 4 4 4 3 4 2 4 3 34

8 YP 2 1 0 2 2 1 1 3 2 1 15 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 33

Tabel VII Tingkat Keaktifan Dalam Pelayanan


Kaum Bapak GMI Marmahani Sebelum dan Sesudah Pendampingan Pastoral Dilakukan

Nama KEAKTIFAN MELAYANI

No Konseli Sebelum Pendampingan Sesudah Pendampingan


(Inisial) Pastoral Skor Pastoral Skor

1 IP 1 0 0 2 2 2 1 1 1 0 10 4 3 1 4 3 4 3 3 3 4 32

2 EP 2 2 0 2 2 0 0 1 1 1 11 4 3 0 4 3 3 2 2 2 3 26

3 UP 1 0 0 0 2 2 2 1 0 1 9 4 3 1 4 4 4 3 3 2 3 31

4 RB 2 1 1 0 2 1 1 0 1 1 10 4 3 1 4 4 4 3 3 3 3 32

5 AD 1 0 0 1 2 1 1 0 0 1 7 3 2 0 4 3 3 3 2 2 3 25

6 EPT 2 0 0 1 1 2 0 2 1 1 10 3 2 0 4 3 3 2 2 2 3 24

7 SD 1 0 1 2 2 2 2 2 1 1 14 3 2 0 3 3 3 2 2 2 3 23

8 YP 0 1 0 2 2 1 0 1 0 1 8 3 2 1 4 3 3 2 3 3 3 27

Tabel VIII Keterangan Peningkatan Keadaan Kaum Bapak

KERAJINAN BERIBADAH KEAKTIFAN MELAYANI


Nama
SEBELUM SESUDAH SEBELUM SESUDAH
No Konseli
PENDAMPINGAN PENDAMPINGAN PENDAMPINGAN PENDAMPINGAN
(Inisial)
Skor Ket Skor Ket Skor Ket Skor Ket

Sangat Sangat Sangat


1 IP 15 Rendah 31 10 32
Tinggi Rendah Tinggi

Sangat
2 EP 8 28 Tinggi 11 Rendah 26 Tinggi
Rendah

3 UP 14 Rendah 33 Sangat 9 Sangat 31 Sangat


Tinggi Rendah Tinggi

Sangat Sangat Sangat


4 RB 17 Rendah 35 10 32
Tinggi Rendah Tinggi

Sangat Sangat Sangat


5 AD 8 32 7 25 Tinggi
Rendah Tinggi Rendah

Sangat Sangat
6 EPT 17 Rendah 35 10 24 Tinggi
Tinggi Rendah

Sangat
7 SD 15 Rendah 34 14 Rendah 23 Tinggi
Tinggi

Sangat Sangat
8 YP 15 Rendah 33 8 27 Tinggi
Tinggi Rendah

Deskripsi Keadaan Kaum Bapak dan Peningkatannya

1. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat kerajinan beribadah Kaum

Bapak sebelum pendampingan pastoral dilakukan oleh penulis, menunjukkan

angka yang rendah bahkan sangat rendah, apa lagi ditingkat keaktifan

melayani, sudah pasti menunjukkan angka yang sangat rendah.

2. Setelah pendampingan pastoral diterapkan kepada Kaum Bapak, maka jelas

terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan (lihat. Pada tabel).

Kerajinan Kaum Bapak mengikuti ibadah dan persekutuan menunjukkan

angka yang tinggi bahkan ada ditingkat sangat tinggi. Hal ini membuktikan

bahwa kuatnya pengaruh dan dampak dari pendampingan pastoral yang

dijalankan, sehingga mengalami perubahan peningkatan seperti yang

diharapkan dan meningkatkannya pertumbuhan Rohani juga.


3. Penulis mengamati, bahwa kendati demikian, tidaklah serta merta ke 8 Kaum

Bapak tersebut begitu antusias untuk melayani, masing-masing sesuai dengan

bakat atau potensi yang mereka miliki, dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal

ini membutuhkan waktu, kesabaran dan proses pendampingan yang

berkelanjutan agar mereka lebih mantap dan kuat dalam komitmennya.

4. Indikasi selanjutnya adalah terbukti bahwa memang kerajinan Kaum Bapak

dalam mengikuti ibadah menunjukkan peningkatan.

4.4 Uji Hipotesis

Ada pun landasan yang menjadi hipotesis yang telah penulis rumuskan

sebelumnya pada bagian bab 2 dari tulisan ini, adalah:

““Jika pendampingan pastoral menggunakan teori RET dilakukan kepada anggota

P2MI yang malas beribadah, maka akan meningkatkan pertumbuhan rohani,

kerajinan Beribadah dan keaktifan dalam Pelayanan di P2MI GMI Marmahani Resor

Bandar Maruhur Distrik 4 Wilayah I”

Berdasarkan hasil akhir dari penelitian dan pengelolaan data sebelum

pendampingan pastoral dilakukan kepada anggota P2MI yang malas beribadah,

menunjukkan hasil sebagai berikut:

1. Tingkat kerajinan beribadah: dari 8 anggota P2MI yang penulis teliti, 6

anggota P2MI memiliki nilai rendah, sedangkan 2 diantaranya sangat rendah.

2. Tingkat kekatifan melayani: dari 8 orang yang penulis teliti, 2 orang memiliki

nilai rendah, sedangkan 6 orang lainnya sangat rendah.

Melalui pendampingan pastoral yang dilakukan oleh penulis, telah berdampak dan

menunjukkan peningkatan kehadiran dan keaktifan Kaum Bapak juga pertumbuhan

rohani, yaitu sebagai berikut:


1. Dari ke 8 Kaum Bapak, penulis melakukan pendampingan pastoral konseling,

menunjukkan: bahwa tingkat kerajinan beribadah untuk 7 Kaum Bapak

mengalami peningkatan sangat tinggi. Ditemukan 1 orang diantaranya

menunjukkan nilai tinggi.

2. Tingkat kekatifan melayani: pendampingan pastoral yang penulis lakukan

terhadap ke 8 Kaum Bapak, ada 3 orang mengalami peningkatan yang sangat

tinggi, dan 5 orang diantaranya mengalami peningkatan yang tinggi.

Maka penulis menyimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini telah membuktian

kebenaran dari hipotesis. Kebenaran ini dapat dibuktikan dari fakta yang penulis

amati secara langsung yaitu: mereka mulai mengambil bagian untuk turut serta

dalam pelayanan di gereja.

4.5 Refleksi Teologis

Yosua 24:15. Secara umum peristiwa Yosua terjadi pada masa Amenhotepa II

(tepatnya antara 1450-1423 SM), dan masa itu disebut sebagai zaman perunggu

akhir.158 Kitab ini bercerita tentang bangsa Israel memasuki tanah kanaan dan cara

membagi-bagi tanah itu kepada suku-suku Israel yang dipimpin oleh Yosua yang

menggantikan Musa setelah kematian Musa. Kitab Yosua menceritakan secara rinci

bagaimana mereka menyeberangi Sungai Yordan dan merebut kota Yeriko, sebagai

basis untuk serangan selanjutnya. situasi sosial, ekonomi, agama, dan politik

merupakan dominasi oleh pengaruh Mesir kepada bangsa-bangsa yang dikuasainya.

pada masa Yosua hingga Hakim-hakim, agama-agama kefasikan dan kemusyrikan

sangat berkembang di Kanaan, tingkat kebebasan dan kekejaman yang mengerikan,

sifat dursila dari dewa-dewa Kanaan telah membuat para penganutnya terjerumus ke

158
Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. (Malang: Gandum mas, 2004), 563
dalam ritus-ritus yang paling rendah seperti pelacuran baik wanita, maupun pria,

penyembahan ular, dan pesembahan kurban bayi.159

Kitab Yosua 24 merupakan bagian yang menceritakan suatu upacara besar

seluruh orang Israel oleh karena mereka telah memasuki dan menduduki tanah

Kanaan. Di dalam upacara tersebut atas arahan Yosua, seluruh bangsa Israel

menyatakan kebulatan tekat dan janjinya hanya beribadah kepada Allah saja 160.

Kesatuan Israel dalam konteks Yosua bukan oleh ikatan politik atau yuridis antara

keduabelas suku Israel. Mereka bergabung manjadi satu hanya karena adanya ibadah

bersama kepada Tuhan dan adanya keinginan untuk menaati-Nya. Ikatan perjanjian

kepada Tuhan untuk beribadah dan setia kepadaNyalah yang telah mempersatukan

mereka.

Yosua mengumpulkan mereka di Sikhem, dan mendesak mereka untuk

meninggalkan dewa-dewa kafir, baik itu dewa-dewa kafir bangsa-bangsa yang ada di

sekitar mereka atau juga kekafiran yang sebelumnya ada pada mereka. Tuntutan

untuk lepas dari pengaruh kekafiran inilah membuat mereka harus berbeda.

Kesatuan agamalah yang mempersatukan suku-suku Israel dan menumbuhkan

perasaan bertanggung jawab satu terhadap yang lain di antara mereka 161.

Mereka menjadi umat yang kudus. Dalam pemahaman Deutronomik (yang

juga merupakan sumber kitab Yosua) konsep kudus dipahami pertama-tama bukan

perihal moralitas tetapi lebih mengacu kepada kekhususan mereka dipisahkan dari

yang lainnya. Konsep inilah yang kita lihat berdasarkan etimologinya. Jadi kudus di

sini mengacu pada pada ide tentang pemisahan dalam satu hal atau yang lainnya.

159
Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. (Malang: Gandum mas, 2004), 564
160
Wismoady Wahono, Di SIni Kutemukan (Jakarta: BPK GM, 2000), 115.
161
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK GM, 1996), 99-100.
Ketika digunakan Allah mengacu pada keterpisahan-Nya dalam keagungan-Nya di

atas manusia162.

Yosua memperlihatkan komitmen yang kuat dengan berkata “...kami akan

beribadah kepada Tuhan!”. Suatu indikasi yang sangat kuat dalam karakter Yosua

ialah bahwa dia seorang pribadi yang sangat setia pada Tuhan, sehingga dia tidak

akan terpengaruh dengan jawaban dan pandangan orang lain maupun sesamanya

umat Israel. Dia ingin melakukan pemurnian hidup Israel yakni umat yang berdiri

hanya oleh karena persekutuan dengan Allah saja163. Pemurnian itu atau ibadah dan

ketaatan pada Allah akan tetap dia lakukan meskipun hanya dia dan keluarganya saja.

Peran bapak-bapak dalam sebuah agama secara khusus dalam agama Kristen

sangatlah sentral memiliki nilai yang sangat penting, karena dalam tradisi ke timuran

(patriakhal) bahwa bapak itu adalah pemimpin paling tidak secara khusus dalam

rumah tanggangganya. Yang memimpin keluarganya untuk memberikan arah

kebijakan kepada keluarganya.

Bapak juga adalah menjadi imam164 yang memimpin kerohanian rumah

tangganya seperti yang di perbuat oleh Yosua. Peran bapak dalam keluarga sangat

penting sampai-sampai Allah memakai peran itu untuk menyebut diri-Nya, Bapa.

Kepala keluarga adalah pemimpin dan pemandu dalam keluarga dan bagai mana cara

dia dalam memimpin pasti mempunya dampak panjang bagi kehidupan keluarga. 165

Dalam hal ini peran bapak-bapak sangat di harapkan untuk menjadi contoh

dan teladan iman bagi banyak orang. Berpartisipasi aktif dalam menghadiri ibadah-

ibadah dan dalam mengambil bagian dalam melayani. Peran bapak-bapak sebagai

162
Harry Mowvley, Penuntun ke dalam Nubuat Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 2001), 122.
163
Nelson, Josiah in the Book of Joshua (Chicago: Chicago Journals), 540.
164
Edwin Louis Cole dengan Dough Brendel. Kesempurnaan Seorang Pria-- Penuntun Kepada Kelangsungan
Hidup Keluarga, (Jakarta: Metanoia, 2013), 80.
165
Voddie Baucham JR., Family Shepherds Gembala-Gembala Keluarga, 1st ed. (Bandung: Pionir Jaya,
2012), 8
pemimpin dan imam di tengah-tengah keluarga dan lingkungannya sangat di

harapkan menjadi contoh dan teladan iman bagi keluarga dan orang lain. Peran

kaum bapak dalam banyak bidang selalu diharapkan ke aktifanya keberadaan kaum

bapak seharusnya mewujud dalam banyak hal dalam kepimpinan, dalam kebijakan,

dalam bertindak dan lain sebagainya.

Namun bagaimana jikalau bapak itu tidak bisa menjadi contoh dan teladan

bagi keluarga dan bagi orang sekitarnya?. Tentu hal ini menjadi suatu masalah yang

besar bagi kehidupan bergereja dan bermasyerakat. Di dalam tugas dan tanggung

jawab sebagai anggota GMI salah satunya adalah rajin mengikuti setiap ibadah-

ibadah yang di adakan oleh Gereja. Dan jikalau ada anggota jemaat yang malas

beribadah maka pendeta dan majelis akan mengupayakan agar anggota jemaat itu

aktif kembali. Dalam mengupayakan keaktifan ini kembali maka Gereja dalam hal ini

pendeta, majelis dan lain-lainnya membutuhkan model pastoral yang akan di

pergunakan untuk mendampingi jemaat yang malas beribadah untuk dapat rajin

beribadah dan aktif melayani.

Seturut dengan itu anggota P2MI yang juga adalah jemaat memiliki tugas dan

tanggung jawab untuk aktif mengikuti setiap ibadah-ibadah di Gereja. Memang

seperti Josua dan bangsa Israel dalam Kitab Josua dimana mereka menghadapi

banyak tantangan iman dari dunia sekitar mereka. Berhadapan dengan penyembahan

berhala, praktik-praktik agama kanaan dengan dewa dan dewinya, kedursilaan,

kebebasan dan lainnya yang bisa membuat iman berpaling dari Tuhan.

Anggota P2MI juga berhadapan dengan banyaknya tantangan iman dari dunia

sekitar mereka seperti godaan lebih memilih duduk duduk di warung dengan teman-

teman, memancing, jalan-jalan, bermalas-malasan, menceritai orang lain, dan lain


sebagainya. Banyak tantangan untuk menjadi anggota P2MI yang rajin dan aktif

dalam pelayanan. Tetapi tantangan itu akan hilang jika anggota P2MI telah

berkomitmen seperti Josua, untuk tetap setia beribadah kepada Tuhan, rajin

beribadah dan aktif melayani Tuhan.

Berefleksi dari Yosua 24:15, bagaimana Yosua berkomitmen untuk tetap setia

beribadah meskipun banyak godaan untuk tidak beribadah kepada Tuhan. Adalah

bagaimana kita menolong dan mendampingi anggota P2MI yang mengalami masalah

tidak rajin beribadah dan aktif melayani untuk memperoleh kesadaran dan

keberanian bahwa mereka harus mampu mengambil keputusan untuk menentukan

tetap setia beribadah kepada Tuhan, dengan cara rajin beribadah dan aktif dalam

pelayanan. Dan tidak selalu hidup di bawah bayang-bayang pemikiran irasional

terhadap anggota P2MI lainnya, Program P2MI, keputusan keputusan rapat P2MI dan

lain-lainnya.

Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana kita menyampaikan Firman

Tuhan dan doa-doa kepada mereka agar mereka boleh semakin dimampukan

menjadi manusia yang bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri. Salah satu

kekhususan pendampingan pastoral Kristen adalah bahwa dalam setiap proses

pendampingan yang dilakukan peranan Roh Kudus selalu terlibat membantu mereka

dalam proses menumbuhkan kesadaran dan keberanian berkomitmen seperti Yosua.

Dengan proses pendampingn pastoral melalui pendektan RET, anggota P2MI ditolong

untuk menjadi anggota P2MI yang memiliki pertumbuhan rohani, dengan rajin

beribadah dan aktif dalam Pelayanan. Dibuktikan dengan terjadinya peningkatan atas

variabel yang di teliti.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dari bab I sampai dengan bab IV dalam tesis ini, maka ada

beberapa hal yang dapat disimpulakan tentang Pendampingan Pastoral kepada

Anggota P2MI yang Malas Beribadah Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan

Rohani, Kerajinan Beribadah dan Keaktifan Dalam Pelayanan dengan metode

Rational-Emotive Therapy di P2MI GMI Marmahani Resor Bandar Maruhur Distrik 4

Wilayah I

5.1 Kesimpulan

1. Dalam konseling, media utama untuk menyelesaikan masalahnya adalah aspek

“human skill” yang meliputi: kemalasan, ketidakdisiplinan, suka menunda

pekerjaan, kurang bertanggung jawab, merasa terlalu pandai, menganggap

remeh pekerjaan, patah semangat “ngambek” kurang berani menghadapi

kenyataan merasa rendah diri, kurang mampu bekerja sama, kurang mampu

berkomunikasi, kurang proaktif, kurang berpikir panjang, kurang mampu

mengatur waktu, kurang ada kesadaran diri, kurang berani mengambil

keputusan, suka mengikuti arus, terlalu memikirkan diri sendiri, kurang

mampu memimpin, kurang mampu mengemukakan ide atau opininya, ketidak

mampuan mengendalikan diri. Melaksanakan disiplin rohani dengan setia

akan berdampak pada keaktifan dalam pelayanan di kalangan anggota P2MI

GMI Marmahani Bandar Maruhur. Itu berarti bahwa masalah anggota P2MI

yang mengalami hidup rohani yang suam-suam kuku, malas menghadiri

kebaktian dan tidak aktif melayani perlu mendapat penanganan khusus


dengan pendampingan pastoral agar kehidupan rohani mereka bertumbuh,

kerajinan mereka menghadiri kebaktian meningkat dan mereka aktif

melayani.

2. Kemalasan beribadah memberikan dampak yang kurang baik dalam

pertumbuhan rohani dengan bertumbuhnya rohani tentunya dapat

menyehatkan dan mengembangkan manusia dalam seluruh aspek

kehidupannya. Dengan kata lain melalui Pendampingan pastoral dan

konseling berperan untuk menolong seseorang di dalam setiap tahap

perjalanan hidupnya serta memberdayakan orang untuk mengembangkan

perilakunya, termasuk perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang dianut, sebagai

suatu proses dalam kehidupannya. Namun akibat kemalasn beribadah

kehidupan sikonselipun mengalami ketidak percayaan diri terhadap teman

satu perekutuan dan sudah barang tentu akan menarik diri dari kelompok

persekutuan tersebut. Kemalasan beribadah memberikan dampak buruk

untuk pertumbuhan nilai-nilai spritualis kehidupan. Setelah dilakukannya tes

dengan menggunakan alat ukur bahwa Kaum Bapak terlihat sebelum dan

sesudah dilakukannya konseling.

3. Penulis melakukan pendampingan pastoral dengan menggunakan teori RET.

Rational Emotive Therapy dimana konselor selalu mengedepankan

persaudaraan (brotherhood) tanpa melihat status dan kondisi yang dihadapi

si koneseli. Konselor selalu memberikan kesempatan untuk mencertiakan

setiap apa yang menjadi penyebab malas ibadah dalam persekutuan, namun

tentunya konselor setiap akhir percakapan selalu mengarahkan dan

membimbing supaya tetap membuka diri terhadap persekutuan.

Pendampingan pastoral dengan tehnik Rational Emotive Therapy dalam


rangka meningkatkana keaktifannya dalam perseuktuan, pelayanan Gereja

dan meningkatkan kehidupan rohani, konselor menggunakan ketrampilannya,

dengan cara yang empati, tulus hati, dengan pandangan-pandangannya yang

luas, dan dengan tanggap menolong konseli untuk melihat secara lebih

obyektif akan dirinya sendiri, dan memberi kesadaran akan perlunya untuk

merubah perilakunya. Konselor memberi respon terhadap perkataan klien

supaya klien dapat mengeksplorasi dan mengenali masalah dirinya sendiri.

Dalam tahap ini, orientasi konselor adalah pada pertolongan pada klien untuk

mengeksplorasi dan mengenali, bukan untuk memberi tanggapan-tanggapan.

Jadi di sini konselor bersama-sama dengan klien berusaha untuk

mengidentifikasikan masalah yang sebenarnya terjadi. Pendampingan pastoral

meliputi semua aspek pelayanan, termasuk doa, penyembahan, dan aksi sosial

serta menjadi alat yang lebih baik di dalam poses transformasi dalam diri

manusia. Semua proses pendampingan pastoral ini terjadi dengan pertolongan

Roh Kudus, dimana setalah melakukan pendampingan pastoral yang dilakukan

konselor, konseli kemabli memberikan perhatian dan waktunya untuk hadir

dalam persekutan P2MI serta mulai aktif dalam kehidupan berjemaat serta

membuka diri terhadap orang lain dengan mau berbaur dan berinteraksi

terhadap satu dengan yang lainnya.

4. Dengan menggunakan pendampingan pastoral melalui metode RET. Rational

Emotive Therapy adalah corak konseling yang menekankan kebersamaan dan

interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan berperilaku,

serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam

cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara

berperasaan dan berperilaku. Dari penjelasan ini, tampak bahwa tugas utama
seorang konselor dalam pendampingan pastoral adalah mengatasi masalah di

balik emosi yang ada pada klien, dengan menolong dan membimbing emosi

yang kurang baik menuju emosi yang cerdas. Dengan kecerdasan emosinya,

maka klien dituntun untuk lebih berkepala dingin dan rasional di dalam

menghadapi masalahnya. Misalnya dari kemalasan menjadi kerajinan, dari

kurang disiplin menjadi disiplin, dari keangkuhan atau kesombongan menjadi

kerendahan hati, dari tidak dapat bekerja sama menjadi dapat bekerja sama.

Dan semuanya dilakukan berdasarkan etika kristiani yang memegang prinsip-

prinsip kebenaran firman Tuhan. Tetapi setelah dilakukan pendampinan

pastoral denan menggunakan teori RET. Rational Emotive Therapy maka

terjadi perubahan terhadap sikonseli yang dulunya malas, tidak percaya diri,

tidak berdisiplin, tidak berpikir rasional maka terlihat dari sikap diri konseli

semakin baik dan tingkat pertumbuhan rohani menjadi mulai bertumbuh dan

bertumbuh dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran utama dari proses konseling

ini adalah perubahan perilaku yang konstruktif.

5. Kehadiran pendampinagan pastoral dengan metode Rational Emotif Theraphy

pada anggota P2MI Marmahani Bandar Maruhur telah memberikan dampak

yang luar biasa bagi mereka sehingga membuat anggota P2MI menjadi rajin

beribadah dan aktif melayani. Pendampinagan ini boleh tetap dilakukan di

tengah tengah pelayanan kedepan selanjutnya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penilitian, saran-saran penting

berikut perlu disampaikan kepada berbagai lembaga demi kemajuan pelayanan bagi

anggota P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur dan Sekolah Tinggi Theologi GMI

Bandar Baru.
1. Kepada P2MI GMI Marmahani Bandar Maruhur

Anggota P2MI perlu menyadari bahwa keberadaanya sebagai seorang bapak,

sebagai imam dan pemimpin keluarga yang menjadi teladan iman bagi anak-anaknya

dan orang lain sangat diharapkan oleh Gereja, jemaat dan lainnya. Demikian juga

perlu di pahami bahwa Cara berpikir yang irasional akan melahirkan sikap, tindakan

dan perbuatan yang irasional. Dan hal itu akan menimbulkan hal-hal yang buruk

dalam sebuah persekutuan atau organisasi Gereja.

Permasalahan malasnya Anggota P2MI untuk aktif dalam pelayanan dalam

persekutan sangat berdampak dalam petumbuhan spitualitas. Anggota P2MI perlu

berkomitmen seperti Yosua, akan tetap setia beribadah kepada Tuhan walaupun

banyak tantangan dan godaan dari dunia sekitarnya. Namun tantangan dan godaan

dari sekitarnya tidak mampu mengalahkan kesungguhannya beribadah kepada

Tuhan Allah. Dengan komitmen yang kuat, berpikir rasional maka anggota P2MI akan

tetap rajin beribadah dan aktif melayani.

2. Kepada GMI Marmahani Bandar Maruhur

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ternyata Permasalahan anggota

P2MI dalam kehidupan rohani yang suam-suam kuku, malas menghadiri kebaktian

dan tidak aktif melayani merupakan masalah yang sangat besar dalam pertumbuhan

rohani.

Pendampingan pastoral memiliki pengaruh terhadap perubahan hidup rohani

yang malas menghadiri kebaktian dan tidak aktif melayani dialami oleh anggota

P2MI. Hal ini membuktikan bahwa pendampingan pastorl kepada setiap anggota

mempengaruhi kerohanian, kerajinan, keaktifan mereka.


Maka penulis memberi saran kepada pimpinan jemaat GMI Marmahani

Bandar Maruhur sebagai berikut: Konseling merupakan alat yang sangat baik bagi

suatu organisasi atau gereja. Pendampingan pastoral merupakan alat yang sangat

baik bagi suatu organisasi atau gereja maupun individu untuk mengatasi masalah

yang dihadapi seseorang yang berada dalam kondisi yang tidak sehat secara mental

atau spiritual. Setelah proses konseling berlangsung dengan baik, maka masalah

dapat diselesaikan, yang berarti tugas pendampingan pastoral telah selesai. Namun

ada kemungkinan bahwa konseling tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang

singkat, karena menimbulkan kesadaran seseorang untuk menerima keberadaannya

kadang kala memerlukan proses yang cukup panjang. Perlunya memberikan

pengenalan dan pelatihan kepada setiap anggota P2MI dalam bidang pendampingan

pastoral agar mereka semakin setia melayani Tuhan.

3. Kepada STT GMI

Persoalan hidup rohani yang tidak bertumbuh, malas menghadiri kebaktian, dan

tidak aktif melayani yang terjadi pada anggota P2MI Marmahani Bandar Maruhur

merupakan fakta. Oleh karena itu, penulis memberikan saran kepada STT GMI Bandar

Baru Sibolangit sebagai berikut:

1. Perlunya perhatian khusus dari pihak kampus STT GMI, untuk memperlengkapi

mahasiswa/i dalam menghadapi masalah-masalah tersebut dengan

menambahkan waktu praktek lapangan di gereja.

2. Perlunya memfokuskan pengajaran pendampingan pastoral dalam perkuliahan

tentang masalah tersebut melalui metode pastoral RET sehingga mahasiswa/i

pasca sarjana dapat membimbing, mengasuh dan mengutuhkan setiap anggota

P2MI.
3. Perlunya melanjutkan kerjasama antara STT GMI dan Gereja-gereja GMI dalam

hal praktek-praktek lapangan untuk melakukan pendampingan pastoral terhadap

P2MI di GMI yang dilakukan oleh para mahasiswa/i.

4. Kepada Lembaga Gereja Methodist Indonesia

Melalui pembahasan dalam tulisan ini, bahwa ternyata gereja membutuhkan

seorang pembina yang khusus membina dan mendampingi Kaum Bapak, maka

penulis menyarankan agar lembaga Gereja Methodist Indonesia (GMI) menempatkan

tenaga pelayan ataupun pembina khusus kepada Kaum Bapak dan P2MI di GMI.

Sebagai tenaga pembina khusus mendampingi kaum Bapak dan P2MI yang memang

sudah memiliki pengetahuan atau kemampuan di dalam pendampingan pastoral

terhadap mereka.

5. Kepada Peneliti Selanjutnya

Saran penulis kepada peneliti selanjutnya bila ada yang akan mengadakan

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pembahasan ini, agar mengadakan

pendampingan pastoral terhadap Kaum Bapak/P2MI yang spiritualitasnya rendah

serta kaitannya dengan pertobatan.


DAFTAR PUSTAKA

Abineno, Ch. J.L. Melayani dan Beribadah di dalam Dunia, Jakarta: Gunung
Mulia, 1974.
Allen, Leslie C. Word Biblical Comentary, Volume 29: Ezekiel 20-48, Electronic
Edition, Dallas, Texas: Word Books, Publisher, 1998.
B. Subsada, Yakub. Pastoral Konseling Jilid II, Malang: Gandum Mas, 1983.
Barker, Kenneth – Ed. The MV Study Bible, Grand Rapid Michigan: Zondervan
Publishing House, 1992.
Baucham JR, Voddie. Family Shepherds Gembala-Gembala Keluarga, 1st ed.
Bandung: Pionir Jaya, 2012.
Beek, Van, Konseling Pastoral, Semarang: Satyawacana, 1987.
Butarbutar, Liston Keluarga yang dipulihkan, Jakarta, 2002.
Capps, Donald. Repraming A New Method in Pastoral Care, American: Fortress
Press, 1990.
Cavanagh, Michael E. The Counseling Experience. USA: E-Brook/ Cole
Publishing, Company, 1982.
Cholid dan Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Clarke, Adam. Adam Clarke’s Comentary on The Old Testament, Electronic
Edition, Cedar Rapids lawa: Parsons Technology, 1999.
Clebsch William A. dan Charles R. Jaekle, Pastoral Care In Historical
Perspective, New York: Evanston, London: Harper & Row Publishers, 1967.
Clinebal, Howard, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan Dan Konseling Pastoral.
Yogyakarta: Kanasius, 2002.
Clinebell, Horward. Basic Type of Pastoral Care and Counseling, Nashville:
Abington: Press, 1984.
Cole, Edwin Louis dengan Dough Brendel. Kesempurnaan Seorang Pria--
Penuntun Kepada Kelangsungan Hidup Keluarga. Jakarta: Metanoia, 2013.
Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT
Refika Aditama, 2010.
Darson, D.A. dkk (Consuiting editors), New Bible Comentary, 21 st Century
Edition, Egland, Interwasity Press, 1994.
Daugherty, Billy Joe. Kuasa Iman, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004.
Drescer, John M. Tujuh Kebutuhan Anak. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001.
Dufour, Xavier Leon. Eksiklopedia Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kansius,
1990.
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih 2002.
Farozin, Muh. Pemahaman Tingkah Laku, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Fleming, Jean. Waktu Bersama Tuhan, Yogyakarta: Katalis, 2011.
Foskett, John & David Lyall, Helping the Helpers, Supervision and Pastoral
Care, Tiptree: Courier International, 1990.
Gaeblein F.E. – ed, Expositor Bible Commentary, Electronic Edition, Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1992.
Gealy, F. D. Interpreter Dictionary, Nashville: Abindon Press, 1980.
Getz, Gene A. Hiduplah dalam Kekudusan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Gintings, E.P. Konseling Pastoral, Bandung: Jurnal Info Media, 2009.
Gintings, E.P. Gembala dan Pengembalaan, Kabanjahe, Abdi Karya, 2002
Gintings, E.P. Konseling Pastoral Penggembalaan Kontekstual, (Bandung, Bina
Media, Informasi 2009.
Grand, F.C. dan H.H. Rawley, Dictionary Of The Bible, Edisi II, Original Editor:
James Hastings.
Gronen, C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984.
Gumbel, Nicky. Berbagai Pertanyaan dalam Kehidupan, Tangerang: Gospel
Press, 2007.
Hadiwiyata, A.S. (Penerjemah) Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius, 1989.
Hardawiryana, R. SJ, Membina Jemaat Beriman, Jakarta: Dokpen MAWI, 1976.
Hartono & Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana, 2012.
Hasil Karya Sidang lengkap ke-V DGI, Jesus Kristus Gembala Jang Baik,
Djakarta, Mei 1964.
Hinson, David F. Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab. Jakarta: BPK GM, 1996.
Hunter, R. J. Pastoral Care and Counseling (Comparative Terminology) ,
Nashville: Abingdon Press, 1990.
Indra, Ichwei G. Dinamika Iman, Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993.
J.D, Engel. Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling. Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 2016.
Jaubert, Annie. Mengenal Injil Yohanes, Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya:  Kartika Surabaya, 1997.
Keeley, Robert J. Menjadikan Anak-Anak Kita Bertumbuh Dalam
Iman, Yogyakarta: Andi, 2009.
Kenner, Crig S. The IVP, Bible Backgroun Comentary New Testament, USA:
Intervarsity Press, 1993.
Kim, Woo Young. Yesuslah Jawaban, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005.
Kittel, Gerhard. Gerhard Friedrich, The Theological Dictionary of the New
Testament, Grand Rapids, Ml: Wm. B. Eerdmans Publishing Company 2000.
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi,
Yogyakarta: Kanisius,1996.
Krim, Keith (ed), The Interpreter’s Dictionary of the Bible: An Illustrated
Encyclopedia, Nashville: Abingdon Press, 1976.
Lartey, E.Y. In Living Colour: An Intercultural Approach to Pastoral Care and
Counseling, Jakarta: Metanoia, 2013.
Lasor, W.S. Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005.
Licollins, Gerald. Edward G. Farrugia, Kamus Teologia, Yogyakarta: Kanasius,
1996.
Louis Cole, Edwin dengan Dough Brendel. Kesempurnaan Seorang Pria—
Penuntun Kepada Kelangsungan Hidup Keluarga, Jakarta: Metanoia, 2013.
Luther, Martin. Katekismus Besar, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012.
Mappiare AT, Andi. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010.
Martasudjita, Pr. E. Pelayanan yang Murah Hati, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
McNeill, John T. A History of the Cure of Souls, New York, Evanston, London:
Harper & Row Publishers, 1965.
Meliala, N. S. Diktat Perkuliahan Tabernakel, Jember: JBC, 2008.
Mowvley, Harry. Penuntun ke dalam Nubuat Perjanjian Lama. Jakarta: BPK-
GM, 2001.
Nasution S. dan Thomel M, Metodologi Research, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
1995.
Nelson, Josiah in the Book of Joshua. Chicago: Chicago Journals.
Newman Jr, Barcalay M. Kamus Yunani-Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2003.
Nuhamara, Daniel. Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Oates, Wayne E. Pastoral Counseling, Philadelphia, Fortress Press, 1974.
Panitia Disiplin, Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2013, Jakarta: Badan
Disiplin GMI 2013.
Panitia Disiplin, Disiplin Gereja Methodist Indonesia 2017, Medan: Badan
Disiplin GMI 2017.
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Poyah, Nacy dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004.
Preifer, Charles F. The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester.
Malang: Gandum mas, 2004.
Pusat penelitian dan pengembanagn Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa
Indonesia, Jakrta: Balai Pustaka, 1988.
Ryrie, Charles. Teologia Dasar, Yogyakarta: Andi, 1993.
S. Whitney, Donald. Disiplin Rohani: 10 Pilar Penopang Kehidupan Rohani ,
Bandung: Kalam Hidup, 1994.
Santoso, Gempur. Metodologi Penelitian Kuatitatif dan Kualitatif, Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2005.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Stefan Leks, Yesus Kristus Menurut Keempat Injil Jilid 5, Yogyakarta: Kanisius,
1987.
Strom, M. Bons-Apakah Penggembalaan itu? Petunjuk Praktis Pelayanan
Pastoral,
Sudjana, Nana. Tuntunan Penyusun Karya Ilmiah: Makalah Skripsi-Tesis-
Disertasi, Bandung: Sinar Baru, 1998.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : CV.
Alfabeta, 2013.
Sukardi, Dewa Ketut. Pengantar Pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Thompson, Marjorie L. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2012.
Tidball, Derek. Teologi Penggembalaan, Malang: Gandum Mas, 1998.
Tim Penyusus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Tomatala, Magdalena Konselor Kompeten, Jakarta: Leadership Foundation,
2003.
Tulus, Tu’u. Dasar-dasar Konseling Pastoral, Yogyakarta: Andi, 2007.
van Beek, Aart. Pendampingan Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Wahono, Wismoady. Di SIni Kutemukan. Jakarta: BPK GM, 2000
Wijayatsih, Hendri. Pendampingan dan Konseling Pastoral, Jurnal Fakultas
Theologia Vol. 35. No. 1/2. April/Oktober 2011.
Winkel W.S. dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2004.
Wiranta, I. Made Pedoman penulisan Usulan penelitian Skripsi dan Tesis,
Yogyakarta: Andi.
Wofford, Kepemimpinan yang Mengubahkan, Yogyakarta: Andi, 1990.

Website
Rahasia Cara Berpikir Pria yang Perlu Kamu Ketahui,
https://www.fimela.com/beauty/read/3753891/ssst-ini-dia-
rahasia-cara-berpikir-pria-yang-perlu-kamu-ketahui fimela.com
Risma Nurul Khotimah, Perbedaan Cara Berpikir Laki-laki dan Perempuan!
hipwee.com
Apa Kata Alkitab Tentang Malas,
https://masadepansuper.blogspot.com/2011/04/apa-kata-alkitab-tentang-
malas.html, diakses 1 Juli 2020.
Kemalasan Menurut Alkitab, https://www.qotquestions.org/Indnesia/kemalasan-
Apa Arti Ibadah Kepada Allah? https://www.apa-arti-ibadah-kepada (diakses 1 Juli
2020.
6 Penyebab Orang Malas Ke Gereja Yang Harus Dihindari, https://tuhanyesus.org/6-
penyebab-orang-malas-ke-gereja-yang-harus-dihindari
Benjamin. L. Corey, 10 Reasons Why People Leave Church.
https://www.kristenalkitabiah.com/10-alasan-mengapa-orang-
meninggalkan-gereja/ di akses 14 Maret 2022
Kelompok Kerja PAK-PGI, Pendidikan Agama Kristen untuk Kelas 8 SMP, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006
Wawan cara.
A. Damanik, Wawancara oleh penulis, (Bandar Maruhur, Indonesia, 3 Mei, 2021).
Lampiran 1

ALAT UKUR KERAJINAN BERIBADAH

NAMA : ___________________________________
JENIS KELAMIN : ___________________________________
UMUR : ___________________________________

JAWABAN SEBELUM JAWABAN SESUDAH


NO PERTANYAAN PENDAMPINGAN PENDAMPINGAN
DILAKUKAN DILAKUKAN
1 Rajin mengikuti ibadah di
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
gereja
2 Berdoa dan membaca
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Firman Tuhan
3 Membawa Alkitab saat
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
ibadah
4 Datang ibadah tepat waktu 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
5 Merasa senang mengikuti
ibadah dari awal sampai 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
selesai
6 Merasa nyaman pada saat
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
khotbah
7 Tetap ibadah kalau pun
tidak ada teman yang 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
menjemput
8 Lihat siapa yang melayani
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
di gereja (Memilih-milih)
9 Menonaktifkan Hp pada
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
waktu ibadah
10 Menulis bagian penting dari
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
khotbah saat ibadah

KETERANGAN:
 Berilah tanda ( X ) pada angka yang menurutmu tepat dan benar
 Mohon di isi dan di jawab dengan jujur, dengan cara:
0 : Tidak pernah
1 : Pernah
2 : Kadang-kadang
3 : Sering
4 : Selalu
ALAT UKUR KEAKTIFAN MELAYANAI

NAMA : ___________________________________
JENIS KELAMIN : ___________________________________
UMUR : ___________________________________

JAWABAN SEBELUM JAWABAN SESUDAH


NO PERTANYAAN PENDAMPINGAN PENDAMPINGAN
DILAKUKAN DILAKUKAN
1 Aktif mengikuti kegiatan-
kegiatan di gereja misalnya 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
kebersihan, dll.
2 Ikut ambil bagian dalam
pelayanan ibadah, seperti; 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Liturgis, doa, kolektor, dll
3 Terpilih menjadi pengurus
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
P2MI
4 Datang ibadah tepat waktu 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
5 Merasa senang mengikuti
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
ibadah
6 Mengajak teman ibadah
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
bersama-sama
7 Mengunjungi/mengajak
teman yang tidak pernah 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
hadir di ibadah
8 Aktif bertanya/memberi
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
pendapat dalam diskusi/PA
9 Memimpin ibadah di gereja,
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
dan di rumah
10 Memimpin doa di gereja
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
dalam Persekutuan

KETERANGAN:
 Berilah tanda ( X ) pada angka yang menurutmu tepat dan benar
 Mohon di isi dan di jawab dengan jujur, dengan cara:
0 : Tidak pernah
1 : Pernah
2 : Kadang-kadang
3 : Sering
4 : Selalu
150

Anda mungkin juga menyukai