Anda di halaman 1dari 10

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SATYABHAKTI

KONSEP PERBANDINGAN KELUARGA KRISTEN DI EFESUS DAN KOLOSE

(Efesus 5:22-6:9 ; Kolose 3:20-21)

MAKALAH INI DISERAHKAN KEPADA


AMELIA KIMBERLYAN RUMBIAK, M.A. M. Th.
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MATA KULIAH
SURAT KIRIMAN PENJARA

DISUSUN OLEH:

MELLYANTY MALUE

MALANG, INDONESIA

2019
KONSEP PERBANDINGAN KELUARGA KRISTEN DI EFESUS DAN KOLOSE

Berdasarkan Efesus 5:22-6:9 dibandingkan dengan Kolose 3:20-21

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Hubungan suami istri dalam suatu pernikahan adalah hal yang terkesan mudah,

namun sulit untuk dijalani. Masing-masing pasangan berjuang untuk mempertahankan

keluarganya supaya hidup harmonis dan saling berdampingan. Adakalanya kegagalan

hubungan suami-istri yang diikuti perceraian adalah salah satu realitas kehidupan. Dewasa ini

fenomena perceraian menjadi rentan di tengah-tengah masyarakat. Keluarga menjadi tidak

utuh dikarenakan suami atau istri terlibat dalam kesalapahaman yang kecil, namun dijadikan

sebagai masalah yang besar. Ada juga timbul masalah kekerasan dalam rumah tangga karena

suami istri kurang paham akan tugasnya masing-masing, menjadi satu hal yang perlu

diperhatikan.

Paulus menuliskan tentang hubungan suami istri di Efesus dan Kolose yang ditarik

dari pemikirannya pada Firman Allah di Kejadian, dan juga terhubung dalam hukum yang

ada di 1 Korintus 14:34 dan dan Paulus juga menjelaskan bagaimana ekspresi Hawa kepada

Adam (1 Timotius 2:13-14).1

Oleh karena itu, untuk dapat memahami fenomena-fenomena dalam pernikahan di

masa kini. Penulis akan memaparkan prinsip-prinsip dalam rumah tangga yang harus

diperhatikan untuk dapat mempertahankan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan

berbahagia sesuai dengan teladan Kristus yang telah diformulasikan oleh Paulus dalam

Efesus 5:22-6:9 dan dibandingkan dengan Kolose 3:20-21.


1
George W Knight III,. The Role Relationship of Men and Women. USA: Library of Congress
Cataloging in Publication Data, 1985),13.
Perbedaan
A. Konsep Kehidupan Rumah Tangga Kristen (Ef. 5:22-23, dan Kol. 3:18-19)

Dalam konsep Romawi hidup berkeluarga adalah suatu kewajiban etis, religius dan

patriotis, tetapi tidak diatur secara hukum.2 Dalam berkeluarga seorang laki-laki diberikan

kuasa (manus) atas istrinya sehingga perempuan yang menjadi istrinya diakui sebagai

miliknya.3 Sedangkan konsep keluarga dalam masyarakat Yahudi dianggap sebagai yang

ideal dan suatu kewajiban, terutama karena prokreasi.4 Suami sebagai kepala yang berkuasa

yang mampu membimbing istri untuk tunduk kepadanya. Seorang istri dianjurkan untuk

mematuhi kehendak suaminya dan melayani dia.5 Latarbelakang konsep pernikahan yang ada

di Romawi dan Yahudi menjadi bagian yang Paulus tuliskan di surat Efesus dan Kolose.

Dalam Efesus Paulus menganalogikan pernikahan sebagai hubungan Kristus dengan

jemaat-Nya.6 Sehingga konsep pernikahan yang dimaksud Paulus mengarah kepada satu

tubuh di dalam kasih dan pengorbanan Kristus yang menjadi pola bagi rumah tangga kristen.7

Paulus menekankan pada standar pernikahan yang diinginkan Tuhan adalah sebuah

kekudusan dan keutuhan.8 Paulus juga menekankan kedudukan suami adalah sebagai kepala

dalam keluarga. Dalam artian di dalam keluarga suami sebagai pemimpin yang memegang

otoritas bagi keluarganya. Jadi, Konsep rumah tangga dalam Efesus suami sebagai kepala

istri yang mengacu pada Kristus sebagai kepala jemaat. Tugas istri adalah tunduk kepada

suami dan tugas suami adalah mengasihi istri.

Dalam Kolose Paulus tidak secara rinci menjelaskan mengenai keluarga. Bahasan Paulus

dalam surat Kolose mengenai kewajiban seorang Kristen di dalam hidup berkeluarga dan

2
Ruth Schafer dan Freshia Aprilyn Ross., Bercerai Boleh atau Tidak. ( Jakarta: BPK. Gunung
Mulia,2012),21.
3
Ibid,
4
Ibid,34-37.
5
Ibid,
6
Donald Guthrie. Pengantar Perjanjian Baru Volume 2. (Surabaya: Momentum, 2010),127.
7
Ibid,
8
John R.W Stott. The Message of Ephesians. (England:Inter- Varsity Press, 1979),213.
tugas yang harus dijalankan oleh tiap-tiap anggota keluarga.9 Paulus menjelaskan otoritas

suami atas istri dan istri atas suami yang sama-sama saling memberi dan menerima tugasnya

masing-masing (Kol.3:18-19).

B. Wujud Kasih dalam Hubungan Suami istri (Ef. 5:22, 26-31, dan Kol. 3:18-19)

Hubungan manusia yang paling erat dan saling mengikat, yang di dalamnya kepenuhan

Roh Kudus harus termanifestasikan adalah hubungan suami istri.10 Sebab hubungan suami

istri adalah yang sangat mulia, yang Allah inginkan bagi setiap manusia yang diciptakan-

Nya. Tiga kali Paulus mengulangi tuturannya: hai suami, kasihilah istrimu (ay.25); suami

harus mengasihi istrinya (ay.28); kasihilah istrimu (ay.33).

Dalam Efesus frasa “Hai suami, kasihilah istrimu”, merupakan kewajiban yang diberikan

tidak hanya untuk satu pihak. Tanggung jawab suami sama mengikatnya dengan kewajiban

istri, yang dimaksud kasih disini bukanlah kasih pernikahan biasa, yang perlu diperintahkan

lagi. Tetapi yang dimaksudkan adalah kasih sukarela yang bersumber pada kasih Allah dan

mencerminkan kasih-Nya.11 Berbeda dengan kasih yang biasanya dipikirkan hanya

berorientasi pada seksual normal yang biasanya bersifat mementingkan diri sendiri,

melainkan kasih yang dimaksud disini adalah kasih yang tidak egois. Walaupun suami tidak

akan pernah mampu untuk mencapai tingkatan kasih Kristus. Dan sebagai bagian dari

seorang istri mengasihi suami terdapat dalam frasa “Hai istri tunduklah kepada suamimu”

(Ef. 5:22).12

Dalam Kolose pembahasan Paulus mengenai kasih diikuti dengan penjelasan dari

tindakan kasih. Dalam frasa “ Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku

kasar terhadap dia”, kasih yang dipaparkan Paulus adalah kasih yang dapat

9
Howard M. Gering,. Analisa Alkitab,. (Jakarta: Imanuel, 1992),83.
10
Wycllife vol 3, hal 760.
11
Ibid,
12
Ibid,
dipertanggungjawabkan melalui tindakan. Kaih disini bukan sekedar rasa sayang, tetapi

memberikan suatu perhatian yang baik terhadap seluruh kesejahteraan istrinya.13

Persamaan

A. Makna Ketundukan dalam Hubungan Suami Istri (Ef. 5:22, dan Kol. 3:18)

Dalam kitab kejadian akan ditemukan perkataan Adam, “ini adalah tulang dari tulangku

dan daging dari dagingku,” adalah suatu pernyataan kekaguman Adam terhadap Hawa.

Pernyataan ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang setara dengan diri Adam yang ditemukan

pada Hawa.14 Adam dan Hawa memiliki posisi yang sama-sama saling melengkapi, dengan

demikian Adam tidak menganggap Hawa mempunyai posisi yang lebih rendah darinya.

Tetapi Adam masih tetap berotoritas atas Hawa.

Dalam Efesus Paulus menunjukan pelaksanaan sikap saling tunduk harus didasari

dengan takut akan Kristus, dan masuk dalam tiga hubungan manusiawi yang paling umum,

yaitu pernikahan, keluarga dan pekerjaan. Dalam Efesus 5:22 frasa “Hai istri tunduklah

kepada suamimu,” dalam bahasa aslinya tidak mempunyai kata kerja, dimungkinkan Paulus

bermaksud agar imbauan untuk merendahkan diri dalam ayat 21 dimengerti sebagai tersirat

dalam ayat 22.15 Kata kerja “hypotassomai” atau “tunduk,” berasal dari kata taksis (tata

tertib).16 Dalam artian bila ketundukan direalisasikan kepada yang menyandang otoritas, itu

berarti dengan rendah hati mengakui bahwa Allah berdaulat dan mengatur delegasi otoritas

tersebut.17 Dalam otoritas yang diberikan Allah jangan digunakan secara egois, karena

otoritas yang diberikan itu untuk kepentingan orang lain. Dalam Efesus 5-6 adalah suatu

bentuk timbal balik dari hubungan suami istri atau keluarga. Ketundukan (hypotage)

13
Ibid,815.
14
Jurnal Pelita Zaman, 14.
15
John R.W Stott., Efesus: Mewujudkan masyarakat baru di dalam dan melalui Yesus., (Jakarta:
OMF,2002),206.
16
Ibid,209-210.
17
Ibid.
diimbangi dengan otoritas (exousia) yang diberikan kepada suami dan istri dan kedua kata ini

saling melengkapi.18

Dalam Kolose juga sama pembahasan Paulus mengenai ketundukan. Dari bahasa aslinya

kata “tunduk,” memiliki arti “menempatkan diri di bawah, “menempatkan diri untuk

menurut”.19 Jadi, seorang istri wajib tunduk kepada suaminya sedangkan kewajiban dari

suami adalah mengasihi istrinya.

B. Kasih Kristus sebagai Pedoman dalam Keutuhan Pernikahan (Ef. 5:25-26, dan Kol.
3:23)
Kasih agape yang adalah kasih Kristus sebagai pedoman dalam keutuhan keluarga.20

Kasih agape tidak mengimplikasikan cinta kasih yang sentimentil dan emosional.21 Sesorang

dapat mengekspresikan agape kepada Allah tidak dengan perasaannya, tetapi dengan seluruh

keberadaannya. Agape harus dinyatakan melalui sikap dan tindakan yang benar.22 Seseorang

yang tidak mengasihi Allah dan mentaati Dia dengan segenap keberadaannya, tidak mungkin

dapat mengasihi sesamanya dengan benar. Dalam artian, jika hidup seseorang tidak berpusat

pada Allah, tidak mungkin dapat meletakan sungguh-sungguh perhatiannya, menjadi pribadi

yang egosentris dan egoistik.23

Dalam Efesus 5:22 dan Kolose 3:18, Paulus memberikan perintah untuk seorang istri

menaati suaminya sama seperti kepada Tuhan. Paulus memberikan gambaran dari implikasi

kasih agape dalam hubungan suami istri Kasih agape yang diinginkan Paulus untuk menjadi

teladan bagi setiap keluarga. Sebab melalui kasih agape keluarga akan hidup saling

menghormati dan mengasihi dalam tindakan yang benar. Kata “tunduk” bagi seorang istri

akan menjadi ringan jika ada timbal baliknya. Berat tuntutan seorang suami sebab suami
18
Ibid,211.
19
Paulus Daun,. Jemaat yang bertumbuh,. (Manado: Yayasan Daun Family, 2008), 132.
20
Jurnal aletheia,28-29.
21
Ibid,
22
Ibid,
23
Ibid,32.
wajib mengasihi istri dengan kasih Kristus, yang jauh lebih dalam dan luhur dibandingkan

cinta romantis dan agresif lagi berahi.

Dalam Efesus suami mengasihi istri ditekankan sebanyak 3 kali, demikian juga tuntutan

supaya meneladani Kristus. Dalam frasa “Hai suami, kasihilah isterimu, sebagaimana

Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. Demikian

juga suami harus mengasihi isterinya, sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi

isterinya mengasihi dirinya sendiri,” dengan jelas ayat tersebut menekankan untuk seorang

suami harus mengasihi istrinya bukan dengan kasih birahi melainkan dengan kasih Kristus

yang memacu pada memikul salib dan rela berkorban.24

Dalam bahasa Yunani kata “kasih” yang dipakai adalah kata “agapao” dari kata dasar

agape. Istilah ini memiliki makna yang cukup dalam, bukan sekedar mengasihi atau

mencintai. Istilah agape atau agapao itu sendiri penggunaannya dalam Perjanjian Baru bukan

langsung berasal dari Yunani klasik tapi lebih cenderung dari LXX / Septuaginta (terjemahan

PL dalam bah.Yunani), yakni ַ‫‘( אהָהב‬ah’ev = Kasih) yang menggambarkan keagungan dan

ketulusan kasih Allah kepada manusia (bd. Hos.11:1-4). Itulah sebabnya Paulus menyebut

bahwa bentuk nyata Kasih Kristus kepada jemaatNya adalah lewat menyerahkan (παραδίδωμι

= paradidomi = memberi) diriNya (ay.25) sebagai wujud keagungan dan ketulusan Kasih

Allah.25 Jadi puncak tertingi dari Kasih Allah bagi umatNya adalah lewat pemberian diriNya

bagi dunia. Menyerahkan DiriNya adalah adalah bentuk kongkrit dari kasih Allah.26

Kesimpulan

24
John R.W Stott., Efesus: Mewujudkan masyarakat baru di dalam dan melalui Yesus., (Jakarta:
OMF,2002),224.
25
https://jalankehidupan-djepun.blogspot.com/2018/11/efesus-522-33.html, diakses tanggal 25
September 2019.
26
F.F Bruce dan E.K Simpson,. Ephesians and Collosians. Grand Rapids, MI: Wm. B.Eerdmans
Publishing and Co,1982),130-131.
Melalui metode historika gramatika yang digunakan untuk mengetahui maksud dari

surat Paulus mengenai konsep perbandingan keluarga dalam Efesus 5:22-6:9 dan Kolose

3:18-23. Konsep pernikahan yang dimaksud Paulus dalam kedua suratnya tersebut, adalah

bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling terhubung satu dengan

lainnya.

Seorang istri yang tunduk terhadap suaminya adalah prinsip yang perlu diterapkan

dalam rumah tangga. sebab di dalam ketundukan istri terkandung sebuah pengenalan yang

benar akan Allah dan sebagai gambaran dari istri yang dekat dengan Tuhan. Ketundukan istri

kepada suami hendaklah harus dipergunakan dengan maksud yang baik oleh suami. Dalam

ketundukan istri akan membuat seorang suami akan merasa dihormati dan dihargai dalam

kehidupan rumah tangga. Seorang suami sebagai pemimpin dalam keluarga hendaknya

mengasihi istrinya sama seperti kasih Kristus kepada jemaat. Kasih agape yang harus

diimplikasikan suami terhadap istrinya, sebab dengan demikian akan menunjukan gambaran

suami yang mengasihi Allah dan sebagai teladan dalam keluarga.

Dalam keluarga suami dan istri memiliki prinsip dan tugas yang harus dijalankan

masing-masing. Sebab untuk dapat menjalani pernikahan yang bahagia dan harmonis

kuncinya hanyalah pada ketundukan dan melalui kasih kristus. Inilah yang menjadi konsep

keluarga khususnya hubungan suami istri dalam Efesus dan Kolose.

Konsep keluarga dalam Efesus 5:22-6:9, mengarahkan keluarga untuk berpusat pada

Kristus, sebab Kristus adalah yang utama dalam keluarga, sedangkan Kolose 3:20-21 tidak

menganalogikan Kristus sebagai kepala gereja, tetapi juga berpacu pada Kristus sebagai yang

utama dalam keluarga.


Daftar Pustaka

Autrey, Jarry. Surat Kiriman Penjara. Malang: BPK. Gandum Mas,1988.

Bruce, F. F dan Simpson, E. K. Ephesians and Collosians. Grand Rapids, MI: Wm. B.
Eerdmans Publishing and Co, 1982.

Daun, Paulus,. Jemaat yang bertumbuh,. Manado: Yayasan Daun Family, 2008.

Gering Howard M,. Analisa Alkitab,. Jakarta: Imanuel, 1992.

Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru Volume 2. Surabaya: Momentum, 2010.

Henry, Matthew. Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, I dan II Timotius,
Titus, Filemon. Surabaya: Momentum, 2015.

https://jalankehidupan-djepun.blogspot.com/2018/11/efesus-522-33.html, diakses tanggal 25


September 2019.
Knight III, George W. The Role Relationship of Men and Women. USA: Library of Congress
Cataloging in Publication Data, 1985.

Snodgrass, Klyne. Ephesians: NIV Application Commentary. USA: Zondervan Publishing


House, 1996.

Stott, John R. W. The Message of Ephesians. England:Inter- Varsity Press, 1979.

Jurnal Teologi

Huang, Joachin et al (ed). Jurnal Pelita Zaman: Kedudukan Istri Terhadap Suami.
Bandung:Yayasan Pelita Zaman, 1988.

Pamudji, Peterus. Implikasi Etis Agape. Lawang: Institut Theologi Aletheia, 1995.

Anda mungkin juga menyukai