7 PEMBERITAAN FIRMAN
241. Apa makna berkat yang dilakukan pada pertengahan ibadah berkaitan
dengan ibadah Perjamuan Kudus, Baptisan, Penahbisan Pendeta, Penatua,
Diaken, Pernikahan serta Peneguhan Sidi Baru?
Akta memberkati di tengah ibadah memiliki makna sebagai :
a. Doa penguatan dan pengukuhan bagi mereka yang menjalani akta Baptisan,
Perjamuan Kudus, Pernikahan, dan Peneguhan Sidi Baru.
b. Doa Penahbisan (konsekrasi) bagi mereka yang menjalani akta penahbisan
Pelayan khusus.
246. Bolehkah Pendeta berkhotbah pada hari Minggu tiak dari mimbar?
Dalam tata ruang Gereja Protestan, mimbar merupakan pusat peribadahan (selebrasi).
Mimbar yang dibuat lebih tinggi dari posisi duduk jemaat, bukan hanya melambangkan
singgasana Allah yang Maha Tinggi tetapi juga sebagai salah satu strategi komunikasi
agar suara dari pengkhotbah dapat didengar oleh semua umat, dan pengkhotbah pun
terlihatb oleh umat (pendengar khotbah). Karena itu, dalam tradisi Protestan, mimbar
tetap dipandang penting sebagai tempat bagi Pelayan Firman untuk memberitakan
Firman Tuhan. Karenanya, sebaiknya Pelayan Firman tetap menggunakan mimbar untuk
pemberitaan Firman, sebab mimbar juga masih tetap dipandang sebagai simbol pusat
pemberitaan Firman di dalam peribadahan Protestan. Hal ini memang agak berbeda bila
diterapkan dalam ibadah untuk anak – anak. Anak – anak lebih membutuhkan
komunikator (pengkhotbah) yang dekat dengan mereka dan mereka menyenangi dunia
bermain. Karena itu, seorang pengkhotbah harus mengambil posisi dekat dengan anak –
anak yang beribadah sehingga komunikasi dengan anak – anak menjadi lebih hidup.
Maka pilihan untuk tidak memakai mimbar pada saat berkhotbah adalah sebuah
kemungkinan yang baik. Dalam ajakan Yesus pada Mrk. 10:14-16 tersirat adanya sebuah
upaya Yesus untuk mendekati anak – anak ketika Ia berkata “biarkan anak – anak itu
datang kepada-Ku…Lalu Ia memeluk dan memberkati mereka”. Ini menunjukan
bahwa Yesus tidak jauh dari anak – anak itu.
248. Apa makna warna dan gambar yang terdapat pada Stola?
Pada Stola GPM terdapat simbol – simbol lokal yang berkaitan dengan kekhasan budaya
di wilayah pelayanan GPM. Gambar, warna dan waktu pemakaian Stola sebagaimana
telah ditetapkan dalam Keputusan Sidang Sinode GPM ke-36 tahun 2010 adalah :
PENGGUNAAN STOLA
No
WARNA DAN LOGO DALAM KALENDER TAHUN GEREJAWI
.
DAN NON TAHUN GEREJAWI
252. Apakah yang membedakan Musik Gereja dan Musik umum lainnya?
Pada prinsipnya tidak ada ‘Musik Gereja’ atau ‘Musik Hindu’ atau ‘Musik Pura’ sebab
musik adalah musik. Sama dengan tidak ada ‘nada Kristen’ dan ‘nada Hindu’. Yang
membedakan istilah ‘Musik Gereja’ dengan istilah – istilah ‘Musik non Gerejawi’ adalah
‘bentuknya’ (pembawaan musik khusus dalam bentuk paduan suara, vocal group,
kantoria, prokantor, solois, duet, trio, kuartet, musik pengiring; orgen, paduan / orkes
254. Makna pokok apakah yang menjadi isi dan inti dari Musik Gereja (Musik
Liturgi)?
Pada dasarnya makna pokok yang menjadi isi dan inti dari musik Gereja adalah makna
teologi yang terkandung di dalam teks (syair, lirik) dan dalam ‘Jiwa Lagu’ atau ‘Jiwa
Melodi’ (audiomental : audio, bunyi, mental = kelakuan / jiwa) yang dipakai Gereja.
Muatan teologi itu ada berdasarkan berbagai aktivitas musik umat Allah dalam Alkitab
dengan segala karekteristik bentuk, isi, makna, tempat dan tujuan, serta cara
pelaksanaan musiknya (vocal dan instrumen) yang ada. Misalnya antara lain ditemui
banyak nyanyian (150 Mzm. ; Ny. Laut Teberau, Kel. 15:20; Ny. Malekat, Luk. 2:14), alat –
alat musik (Mzm. 150; Bil. 10:8), pencipta lagu (1 Raj. 4:32), penyanyi (Wah. 4:8),
pemimpin musik (1 Taw. 25:1, 6), pemain musik (Kej. 4:21); orkes musik (Dan. 3:5),
fungsi musik (Hak. 7:16-21; Bil. 10:2), sifat lagu (1 Taw. 15:16), etika musik (Mzm. 33:3),
reformasi musik (2 Taw. 29:25-30), pendidikan musik (1 Taw. 25:8), ahli - ahli musik (1
Taw. 25:7), larangan bermusikn (Amos 5:23), dll. Selain itu, makna teologinya
berdasarkan berbagai ajaran Gereja (pendidikan Agama Kristen, estetika kerohanian
Kristen) dari aspek – aspek kehidupan umat.
255. Apakah Allah memandang musik itu penting bagi diri-Nya dan bagi
manusia dari segi makna teologi musik Gereja?
Bagi Allah musik itu sangat penting dan baik sehingga Ia menciptakannya : ’Aku akan
menciptakan puji – pujian …’ (Yes. 57:19). ‘Allah menciptakan segala sesuatu’ (EF. 3:9),
berarti termasuk rasa estetika musical dalam hidup manusia. Semua itu untuk dipakai
umat-Nya dalam berbagai cara dan tujuan pelaksanaannya dalam ibadah – ibadah bagi
kemuliaan Allah, dan kesaksian iman mereka. Banyak hal menyangkut musik disebut
dalam Alkitab (lagu – lagu, alat – alat musik, pencipta lagu, pembuat alat musik, pemain
alat musik, penyanyi, pemimpin musik, kelompok musik, cara bermusik, fungsi musik,
jabatan musisi, waktu dan tempat musik dimainkan, sifat musik, dll). Hal ini
membuktikan, bahwa Allah benar – benar menyukai manusia bermusik kepada-Nya.
256. Apaakah musik merupakan pemberian Allah?
Menurut Calvin, musik adalah pemberian Allah, namun dalam hal ini Allah tidak memberi
’musik (lagu – lagu dan alat – alat musik) instant (siap pakai) dari sorga’ bagi manusia,
tetapi Ia hanya memberi material (kayu, besi, bambu, kulit binatang, dll), suara manusia,
perasaan seni yang indah dan kecakapan (akal) untuk manusia membuat alat – alat
musik, mencipta lagu, memainkan alat musik dan bernyanyi. Allah memberi rasa
apresiasi seni musik yang tinggi bagi manusia, dibandingkan dengan makluk ciptaan
Tuhan yang lain. Hal ini sebagai apresiasi Allah yang Maha Agung dan Mulia bahwa musik
itu penting bagi kehidupan manusia. Dengan musik itu umat berkomunikasi dengan
Allah, Sang Pencipta dan dengan sesama manusia dalam ibadah dan aktivitas hidupnya
setiap hari.
257. Siapakah yang menjadi pusat atau tujuan puji – pujian kita?
Seluruh ekspresi musical (melodi, ritem, harmoni) dan tekstual (syair, lirik) harus
berpusat atau tertuju kepada Allah di dalam Kristus dalam pelayanan ibadah jemaat.
Sebab Allah adalah keduanya Subjek dan Objek dari ibadah (Mzm. 22:22; Ps. 100).
Secara principal, musik diberikan kepada-Nya dan untuk kemuliaan-Nya, bukan untuk
258. Apakah peranan Roh Kudus dalam Musik Gereja (Musik Liturgi)?
Tanpa pekerjaan Roh Kudus, usaha manusia dalam bermusik Gereja tidak ada artinya
(Yoh. 4:24; 6:63; 1Kor. 2:13). Gereja dapat dibaharui pula ‘oleh pembaharuan yang
dikerjakan oleh Roh Kudus’ (Tit. 3:5) melalui peran, arti dan makna estetika seni dan
tujuan bermusik dalam kehidupan warga Gereja. Sebab ‘bernyanyi dengan Roh dan akal
budinya’ (2 Kor. 14:15) yang benar kepada Allah dalam kesaksian imannya, juga
merupakan wujud dari usaha pembaharuan budi spiritualitas Kristianinya (Rm. 12:2).
259. Apakah bermusik dalam Gereja adalah juga mandate dari Allah?
Allah telah mengutus Anak-Nya yang datang ke dalam dunia ‘sebagai Pendamaian’
(1Yoh. 4:10) bersama – sama ‘Paduan Suara Bala Tentara Sorga’ yang menyanyikan
‘Nyanyian Gloria Besar’ (Luk. 2:14) sebagai Nyanyian ‘Perdamaian’ di antara manusia di
Bumi. Gereja perlu meneruskan tradisi amanat ‘pendamaian’ itu melalui kesenian
Gerejawi seperti musik Gereja. Musik adalah salah satu unsur vital dari kebudayaan
peradaban hidup manusia. Allah telah memberi amanat kebudayaan bagi manusia untuk
mengembangkannya (Kej. 1:26-28; Kej. 4:20-22). Sebab itu Gereja perlu meneruskan
tradisi bermusik umat Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang disesuaikan
dengan konteks budaya musik etnis atau musik pribumi yang ada di sekitarnya.
Tujuannya adalah agar umat dapat beribadah dengan kekayaan dan keunikan corak dan
jiwa musik dari konteks kulturalnya sendiri, disamping dari berbagai musik Gereja yang
diwariskan dari Barat. Ini adalah integral, konstruktif dan relevan dari usaha Gereja
dalam berteologi kontekstual di bidang musik Gereja dan Liturgi dewasa ini.
260. Apakah yang menjadi asal – usul adanya tradisi umat Kristiani bernyanyi
bersama – sama di dalam Ibadah?
Tradisi atau kebiasaan bernyanyi oleh umat Kristiani di dalam ibadah (Gereja) didasarkan
pada kesaksian Alkitab tentang tradisi bernyanyi (bermusik) oleh umat Allah (Bangsa
Israel) di masa lampau. Yang menjadi asal usul adanya nyanyian jemaat sebagai
nyanyian persekutuan umat yang mengekspresikan imannya kepada Tuhan adalah
‘Nyanyian Musa dan Israel’ (Kel. 15:19-21), di mana umat Israel bersukacita dalam
nyanyian, bunyi – bunyian rebana, dan tariannya yang dipimpin oleh Miryam saudara
perempuan Harun dan perempuan – perempuan ketika mereka sedang berada di
seberang Laut Teberau, setelah menyebrang laut itu. Mereka merayakan keselamatan
hidup mereka setelah Allah membebaskan mereka dari situasi penderitaan perbudakan
di tanah Mesir. Nyanyian itulah yang merupakan nyanyian persekutuan umat Israel yang
pertama, dan diteruskan dalam tradisi bermusik ibadah oleh Gereja – Gereja di masa
lampau sampai sekarang ini.