Anda di halaman 1dari 25

Pengertian Konseling Pastoral

A. KONSELING PASTORAL
A.1 Pengertian Konseling dan Pastoral
a. Konseling
Kata Konseling berasal dari Bahasa Latin “consulere” berarti memberi nasihat.1[1]
Sedangkan kata bahasa Inggris yang menunjukkan untuk kata konseling adalah consul yang
artinya wakil, konsul;counsult yang artinya minta nasehat, berunding dengan; cosole yang
artinya menghibur dan consolide yang artinya menguatkan. Bisa diartikan kata konseling
adalah kegiatan sseorang yang menguatkan, menghibur yang dimintakan nasehat dan
merunding dengan seseorang. Mengenai hal ini J.L. Ch Abineno menuliskan dalam
bukunya pedoman praktis untuk pelayanan pastoral tentang pengertian atau ungkapan
“Konseling Pastoral” terutama digunakan dalam gereja-gereja di Amerika. Sebagai metode
atau cara kerja “Konseling Pastoral” timbul dari konseling umum yang dijalankan di
Amerika terutama sesudah perang dunia Kedua.2[2] Konseling sebenarnya merupakan
salah satu teknik atau layanan di dalam bimbingan, tetapi teknik atau layanan ini sangat
istimewa karena sifatnya yang lentur atau fleksibel dan komprehensif. Konseling
merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi merupakan teknik inti atau teknik
kunci. Hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu
mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan dan perasaan, dan lain-
lain.
Menurut Leona E. Tylor, ada lima karakteristik yang sekaligus merupakan prinsip-
prinsip konseling. Kelima karakteristik tersebut:
1. Konseling tidak sama dengan pemberian nasihat (advicement), sebab di dalam
pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat, sedang dalam
konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh klien sendiri.
2. Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat fundamental yang
berkenaan dengan pola- pola hidup.

1[1] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010),hl.8
2[2] ibid.,hl. 6
3. Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan.
4. Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional daripada pemecahan
intelektual.
5. Konseling menyangkut juga hubungan klien dengan orang lain.
Konseling memegang peranan penting dalam bimbingan (counseling is the
hearth of guidance), konseling sebagai pusatnya bimbingan (counseling is the centre of
guidance). Sebab dikatakan jantung, inti, atau pusat karena konseling ini merupakan
layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapeutik atau bersifat menyembuhkan
(curative)3[3].
Berdasarkan uraian mengenai Konseling diatas maka konseling sebagai inisiatif Allah yang
oleh kasih-Nya mencari manusia berdosa. Adapun Dasar- dasar bagi titik tolak konseling
dapat dijelaskan selanjutnya sebagai berikut:
1. Sama seperti Allah sendirilah yang berinisiatif mencipta segala sesuatu, menopang
ciptaan-Nya (dengan Perjanjian Berkat) -- dan setelah Adam dan Hawa jatuh ke
dalam dosa, Allah tetap berinisiatif mencari (mereka) untuk membebaskan (mereka);
maka konseling pun perlu menekankan bahwa proses pelayanan konseling adalah
"Upaya yang merupakan inisiatif untuk mencari/ menolong para konseli (yang
berdosa/yang lemah/yang gagal)." Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas
15:1-7; Matius 18:12-14), dirham yang hilang (Lukas 15:11-32) -- menegaskan satu
hal penting ´ada inisiatif (Allah) untuk mencari yang hilang´.
2. Titik tolak konseling beranjak dari motif dan upaya "mengangkat" dan "meneguhkan"
(Tuhanlah yang mengampuni dan membebaskan orang yang bertobat dari dosanya
dan orang Kristen (konselor) bertanggung jawab untuk bersedia mengangkat orang
tersebut (konseli) dengan memberikan dukungan/dorongan positif (dari Firman
Tuhan) yang ditopang oleh perjanjian berkat Allah. Motif mengangkat/meneguhkan
ini harus menjadi sikap batin dari setiap konselor yang menggerakkan upaya/tindakan
pelayanan konseling yang dilaksanakannya. Dasar bertolak konseling ini ditegaskan
oleh Yehezkiel bahwa "Allah mencari, membawa pulang, merawat, menguatkan,
memelihara" -- sebagai gembala yang melayani (Yehezkiel 34:16).

3[3] Hikmawati Fenti, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hl. 2-3
3. Titik tolak konseling terfokus kepada "pemulihan" -- "peneguhan" (yang menghasilkan
keteguhan). Pemulihan ini diawali dengan "pertobatan" (yang didasarkan atas
kesadaran bahwa akar dari semua masalah dapat ditelusuri sampai kepada
DOSA/adalah DOSA) yang membawa "pembaruan" (1Yohanes 1:9; 1Korintus 5:17;
Kolose 3:5-11) dan pengampunan dosa sebagai dasar hidup baru (Kolose 3:12-13;
Matius 6:12).
b. Pastoral
Istilah Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa latin atau dalam bahasa Yunani disebut
“Poimen” yang artinya gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini
merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya4[5].
Berbicara tentang gembala, dalam buku M.Bons-Storm “Apakah Penggembalaan Itu”
mengutip beberapa pendapat para ahli, yakni sbb :
- Thurneysen merumuskan “Penggembalaan merupakan suatu penerapan khusus Injil
kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita Injil yang dalam khotbah gereja
disampaikan kepada semua orang.”
- Dr. J. W. Herfst mengatakan bahwa tugas penggembalaan itu ialah: “Menolong setiap
orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang untuk
mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam situasinya sendiri.”
- Dr. H. Faber :”Penggembalaan itu ialah tiap-tiap pekerjaan, yang di dalamnya si
pelayan sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh percakapannya atau khotbahnya,
atas kepribadian orang, yang pada saat itu dihubunginya.”5[6]
Berhubungan dengan istilah “penggembalaan” Art Van Beek menuliskan dalam bukunya
pendampingan Pastoral. Penggembalaan adalah suatu istilah struktural untuk
mempersiapkan para rohaniawan untuk tugas pastoral atau tugas penggembalaan. Mengenai
hal ini Art Van Beek menuliskan 7 tipe penggembalaan di masyarakat Indonesia
- Pertama, ada yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu
tugas membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid
Kristus yang baik.

4[5] Art Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hl. 10
5[6] M. Born Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011 ),
hl.1
- Kedua, ada yang memandang penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah,
melalui pertemuan antar pribadi atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat
dapat dilakukan dalam khotbah dan liturgi.
- Ketiga,Khususnya dilingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan
yang berhubungan dengan sakramen.
- Keempat, Khususnya anggota Karismatik bahwa penggembalaan adalah pelayanan
penyembuhan.
- Kelima, bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu
pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.
- Keenam, ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang
terlibat dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan partisipasi Tuhan
Allah. Yang dinantikan sebenarnya adalah suatu pernyataan dari Allah.
- Ketujuh, dapat juga dianggap sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-
teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.6[7]

Dari uraian diatas secara garis besar mengenai pastoral dapat didefinisikan sebagai bentuk
bimbingan spiritual yang dilakukan oleh seorang pendeta atau hamba Tuhan untuk
menolong orang-orang yang mengalami kesulitan kehidupan supaya menyadari kekeliruan
hidup .

A.2 Pengertian Konseling Pastoral


Dr. J.LCh. Abineno dalam bukunya Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral mengatakan
ungkapan “Konseling Pastoral” dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia sesudah perang
dunia kedua. Awalnya metode atau cara kerja konseling pastoral timbul dari konseling
umum dan konseling umum ini dari pekerjaan sosial ketika perang dunia kedua
berlangsung7[8]
Mengenai Konseling Pastoral Pdt. Yakub Susabda dalam buku Pastoral Konseling
mendefinisikan Pastoral Konseling sebagai berikut

6[7] op.cit.,hal 11-12


7[8] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010), hal 6
“Pastoral Konseling adalah hubungan timbal balik (interpersonal reathionship) antara
hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang
yang minta bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam
suasana percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere) yang memungkinkan
konseli itu betul-betul mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri,
persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dsb; sehingga ia mampu melihat tujuan
hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai itu
dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan
kepadanya”8[9].
Berdasarkan pengertian diatas Pdt Yakub Susabda membagi 4 unsur penting atau dasar
pemikiran yang menentukan keunikan pastoral konseling:
1. Pastoral Konseling adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah
sendiri
2. Pastoral Konseling adalah pelayanan mutlak bergantung pada kuasa roh Kudus.
3. Pastoral Konseling adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran firman
Tuhan.
4. Pastoral Konseling adalah pelayanan yang bersifat-dasarkan teologi dalam
integrasinya dengan sumbangan ilmu-ilmu pengetahuan lain khususnya
psikologi9[10]
Selanjutnya dalam uraian ini juga penulis menguraikan beberapa hal yang menjadi
kelebihan dan keterbatasan Konseling Pastoral dengan mengacu pada konteks yang ada di
lingkungan jemaat.
a. Kelebihan utama pastoral konseling adalah:
 Pelatihan pelayanan secara teologi
 Ketajaman rohani
 Penggunaan sumber-sumber rohani
   Adanya kepercayaan dan penyesuaian proses konseling
sehubungan dengan pelayanan sebagai seorang pribadi dan sebagai perwakilan
dari gereja

8[9] Susabda Yakub, Pastoral Konseling Jilid I, (Malang: Gandum Mas, 2006), hal 13
9[10] ibid.,hl 71
 Kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber seputar kehidupan
berjemaat
 Kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam membangun suatu hubungan
konseling dan kemungkinan diadakannya intervensi awal dan Kesediaan pelayanan-
pelayanan konseling dengan mengabaikan masalah pembayaran.

b. batasan-batasan tertentu dalam pastoral konseling:


Batasan PERTAMA adalah waktu. Hanya sedikit pendeta (jika ada) yang
memiliki waktu bagi semua jemaatnya yang membutuhkan konseling. Bahkan pendeta
yang tanggung jawab utamanya adalah memelihara dan memberikan konseling pun merasa
kekurangan waktu; tekanan dari tanggung jawab lain seringkali memungkinkan untuk
melihat bahwa seseorang mengalami krisis yang parah. Namun sayangnya hal ini merusak
kelebihan pastoral yang unik dari konseling intervensi awal yang potensial dan
berorientasi-prevensi. Meskipun demikian, seperti yang diketahui banyak pendeta,
permintaan pelayanan adalah tekanan yang konstan, mengurangi waktu yang tersedia
untuk konseling dan, dalam beberapa kasus, membatasi konseling untuk intervensi-
intervensi yang jelas.

Batasan KEDUA berhubungan dengan pelatihan yang biasanya diperoleh para


pendeta dalam psikologi. Dalam beberapa kasus, pelatihan ini hanya bersifat sementara dan
mempunyai implikasi untuk jenis konseling yang perlu ditangani. Beberapa model pastoral
konseling memisalkan pengetahuan yang lebih maju tentang teori kepribadian dan
psikoterapi dan merupakan pertanyaan-pertanyaan berguna bagi para pendeta yang hanya
mengikuti satu atau dua kursus psikologi atau konseling. Sebagian besar pendeta tidak
memiliki latar belakang yang dibutuhkan dalam teori kepribadian dan psikologi
psychotherapeutic untuk memberikan psikoterapi rekonstruktif yang intensif.
Batasan KETIGA berhubungan dengan konflik yang mudah sekali muncul
ketika pendeta berganti profesi dan mengaitkan dengan apa yang dilihat dalam konseling
dengan berbagai jenis peran lainnya. Tidak sama seperti para profesional konseling lainnya,
pendeta tidak memiliki batasan kontak yang istimewa dengan para klien-nya di luar kantor
konseling. Alasan mengapa para psikoterapis membatasi kontak adalah jika kontak tersebut
menyulitkan terapi, kadang-kadang mengkontaminasi perawatan secara menyeluruh
sehingga kontak ini harus dihentikan. Aturan-aturan yang mengatur pela ksanaan
pertemuan-pertemuan psikoterapi passien dan ahli terapinya dibuat untuk memfasilitasi
tugas 'psychotherapeutic'. Aturan-aturan ini berbeda dengan aturan yang terkait dengan
masalah sosial, bisnis, atau hubungan kekeluargaan. Namun, pendeta secara rutin bertemu
dengan mereka yang terlibat dalam konseling melalui berbagai peran mereka. Hal ini
seringkali membuat baik pendeta maupun jemaatnya dalam situasi yang janggal, terutama
dalam hubungan konseling jangka panjang.

Batasan KEEMPAT berhubungan dengan tidak adanya pembayaran. Meskipun


hal ini merupakan kelebihan yang membuat bantuan pendeta tersedia bagi mereka yang
terbatas sumber keuangannya, tidak adanya pembayaran akan menurunkan rasa
kepemilikan dan tanggung jawab dalam proses konseling. Hal ini juga meningkatkan
kemungkinan bahwa seseorang mengambil keuntungan dari waktu pelayanan,
menggunakannya dengan cara-cara yang tidak produktif. Tidak adanya pembayaran,
bagaimanapun juga, bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan dari pastoral konseling
yang biasa dilakukan.

Pastoral konseling tampaknya, sesuai dengan uraian di atas, menempati posisi


terbaik sebagai konseling yang terfokus dan berani.Terapi intensif jangka panjang
tampaknya tidak sesuai dengan terbatasnya waktu dari sebagian besar pendeta, atau
sebagian besar pendeta tidak pernah mengikuti pelatihan yang penting dan tidak memiliki
latar belakang psikologi sehingga tidak memiliki pengalaman yang sesuai ataupun
produktif. Konseling jangka pendek juga membuat para pendeta dapat menghindari
beberapa pemindahan komplikasi yang digolongkan sebagai bagian utama dari pertemuan
konseling jangka panjang. Secara ringkas, pastoral konseling harus benar-benar terfokus,
dan fokus yang disarankan sebaiknya berhubungan dengan tujuan utama dari pertumbuhan
rohani.

Berdasarkan uraian diatas Pastoral Konseling dapat berarti gembala yang memberikan
nasihat, penghiburan dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai
sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan
pelayannya dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah, yang sebenarnya yang
memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka. Pengistilahan ini dihubungkan
dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh. 10).
Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia
memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya.
PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA JEMAAT YANG STRES

A. Apakah Stress itu ?


Stres adalah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu
perubahan. Stres juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus
asa, gugup, marah, atau bersemangat. Stres dapat menyebabkan perasaan negative atau yang
berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteran emosional.
B. Gejala Stres
Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan , roh dan tubuh, spiritual dan material .
Karna itu bila terkena stress, segala diri kita akan terkena . Stres tidak hanya menyangkut segi lahir ,
tetapi juga batin kita. Maka tidak mengherankan bila gejala stress ditemukan dalam segala segi diri
kita. . Gejala itu tentu saja berbeda pada setiap orang karena karena pengalaman stress itu amat
pribadi sifatnya. Agus M. Harjana dalam buka Stres tanpa distress : Seni mengelola Stress
memberikan gejala umum stress sebagai berikut :
1. Gejala Fisikal
a. Sakit kepala , pusing , pening
b. Tidur tidak teratur, Insomnia ( susah tidur ), bangun terlalu awal
c. Sakit punggung , terutama dibagian bawah
d. Mencret mencret dan radang usus besar
e. Sulit buang air besar , sembelit
f. Gatal gatal pada kulit
g. Urat tegang tegang,terutama pada bahagian leher dan bahu
h. Terganggu pencernaan
i. Tekanan darah tinggi naik
j. Kelewat berkeringat
k. Berubah selera makan
l. Lelah atau kehilangan daya energy
m. Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam kerja dan hidup
2. Gejala Emosional
Bila tidak ditangani baik maka stress bisa berakibat gangguan emosional. Gejala Emosional
stress antara lain
a. Gelisah atau cemas
b. Sedih dan mudah menangis
c. Merana jiwa dan hati / mood berubah ubah cepat
d. Mudah panas dan marah
e. Gugup
f. Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman
g. Terlalu peka dan mudah tersinggung
h. Marah marah
i. Gampang menyerang orang lain dan bermusushan
j. Emosi mongering atau kehabisan sumber daya mental ( burn out )

3. Gejala Intelektual
Stres juga berdampak pada kerja Intelek . Gejala gejalanya adalah :
a. Susah berkonsentrasi atau memusatkan pikiran
b. Sulit membuat keputusan
c. Mudah lupa
d. Pikiran kacau
e. Daya ingat menurun
f. Melamun secara berlebihan
g. Pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja
h. Kehilangan rasa humor yang sehat
i. Produktivitas atau prestasi kerja mennurun
j. Mutu kerja rendah
k. Dalam dunia kerja jumlah kekeliruan semakin meningkat
4. Gejala Interpersonal
Stres mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik didalam maupun didalam rumah .
Gejala gejalanya antara lain :
a. Kehilangan kepercayaan kepada orang lain
b. Mudah mempersalahkan orang lain
c. Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya
d. Suka mencari cari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain dengan kata kata
e. Mengambil sikap terlalu membentengi diri dan mempertahankan diri
f. Mendiamkan orang lain
C. Penyebab Stres
Saat seseorang menghadapi kondisi yang memicu stres, tubuh akan bereaksi secara alami,
yaitu dengan melepas hormon yang dinamakan kortisol dan adrenalin. Reaksi ini sebenarnya
baik untuk membantu seseorang menghadapi situasi yang berbahaya atau mengancam, sehingga
bisa keluar dari situasi tersebut.

Ada berbagai situasi atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya stres, antara lain:

 Tidak memiliki pekerjaan


 Akan menjalani wawancara pekerjaan
 Khawatir tidak mampu merawat anak
 Bertengkar dengan pasangan
 Hubungan yang tidak baik dengan atasan
 Menjadi korban pelecehan
 Akan menikah atau bercerai
 Diusir dari rumah
 Menjalani proses peradilan
 Menderita suatu penyakit yang berat atau sulit disembuhkan.

D. Apa kata Alkitab tentang Stres


Kita mungkin mengalami stres ketika menghadapi kesulitan atau percobaan. Yakobus 1:2-4
mengajar, "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam
berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh
dan tak kekurangan suatu apapun." Ketika kita menghadapi kesulitan, kita dapat memilih untuk
menyerah pada stres atau sebaliknya menganggapnya sebagai metode yang digunakan Allah untuk
menguatkan iman kita dan membentuk kepribadian kita (Roma 5:3-5; 8:28-29). Ketika kita memusatkan
fokus kita pada Allah, kita dihibur dan menemukan kekuatan untuk bertahan (2 Korintus 1:3-4; 12:9-
10).

Apapun bentuk stres dalam kehidupan kita, langkah pertama yang perlu kita ambil adalah
menghadapinya bersama Yesus Kristus. Yesus begitu menyemangati kita di dalam Yohanes 14:1:
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." Kita begitu
membutuhkan Yesus di dalam kehidupan kita. Kita membutuhkan Dia karena hanya Ia saja yang dapat
memberi kita kekuatan untuk menanggung berbagai kesulitan dalam kehidupan ini. Percaya pada-Nya
tidak berarti kita akan terlepas dari kesulitan hidup atau merasa stres. Artinya, kehidupan yang dijalani
tanpa Yesus Kristus akan ditandai oleh stres dan hambatan yang mustahil dihadapi.

Kepercayaan juga berarti kita akan yakin. Amsal 3:5-6 mengajar, "Percayalah kepada TUHAN
dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam
segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Bersandar pada 'pengertian pribadi kita' juga
mengandung makna bahwa kita memeluk sudut pandang duniawi tentang cara pelepasan stres - seperti
konsumsi alkohol atau narkoba atau hiburan tanpa batas. Lain daripada itu, kita harus mempercayai
Firman-Nya sebagai satu-satunya pedoman mencapai kehidupan yang minim stres. Daud berkata, "Aku
telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (Mazmur
34:4). Daud tahu bahwa dengan mencari Tuhan dan menceritakan kesulitan yang ia hadapi maka ia akan
beroleh perkenanan dari-Nya. Tuhan menjawabnya dan menenangkannya.

Filipi 4:6-7 memberi kita saran mengatasi stres yang sangat berguna: "Janganlah hendaknya kamu
kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa
dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan
memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Tuhan telah memberi tahu kita untuk tidak
khawatir tentang apapun, melainkan memanjatkan semuanya kepada-Nya dalam doa. Mengangkat beban
dan keprihatinan kita pada Allah yang kudus dan benar setiap hari dapat mengurangi stres dalam
kehidupan kita. Mazmur 55:2 menyuruh kita menyerahkan segala kekhawatiran kita pada-Nya karena
Ia-lah yang memelihara kita dan Ia tidak pernah gagal dalam hal itu (baca juga 1 Petrus 5:6-7). Yesus
Kristus menjanjikan rasa damai jika kita datang kepada-Nya membawa kecemasan dan keprihatinan
kita. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang
Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu"
(Yohanes 14:27).
Stres adalah bagian alami dari kehidupan (Ayub 5:7, 14:1; 1 Petrus 4:12; 1 Korintus 10:13).
Namun bagaimana kita menghadapinya adalah pilihan kita. Jika kita berusaha menghadapinya sendiri,
kelegaan yang sejati mustahil tergapai. Satu-satunya cara yang konsisten dan manjur adalah bersama
dengan Yesus Kristus. Pertama, kita harus percaya pada-Nya. Kedua, kita perlu mempercayai Dia dan
menaati-Nya. Kita harus meyakini bahwa Ia akan melakukan yang benar karena jalan-Nya selalu yang
terbaik. Ketidaktaatan dan dosa akan menghasilkan stres dan menjauhkan kita dari satu-satunya cara
memperoleh damai dan sukacita. Dengan menaati perintah-Nya kita memperoleh karunia kepuasan
sejati yang diberikan oleh Allah yang pengasih. Pada akhirnya, kita perlu mencari damai-Nya setiap hari
dengan mengisi benak kita dengan Firman-Nya, membawa segala sesuatu di dalam doa, dan duduk di
kaki-Nya dengan kagum dan hormat. Stres dalam kehidupan kita hanya dapat betul-betul ditangani
melalui kasih karunia, belas kasihan, dan kasih-Nya.

Stres sulit untuk dihindari. Jadi, hal yang terpenting adalah cara mengatasi stres, karena
bila stres terjadi berkepanjangan, dapat menimbulkan gangguan kesehatan

E. Prinsip Bimbingan

1. Menolong Konsele untuk bisa mengenali diri sendiri dan apa yang ingin dicapai , apakah
keinginannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2. Menolong konsele mengerti penyebab stres dan cara-cara menghadapinya. Doronglah
mereka untuk mengutarakan apa yang menjadi penyebab kegelisahan dan kesulitannya.
Biarkanlah konsele mencoba mengekspresikan perasaan dan ketakutannya.
3. Menolong Konseli untuk mengenali apa yang telah dilakukan konsele pada waktu-waktu
yang lalu untuk mengatasi stresnya. Apa yang sudah pernah dicoba, teknik-teknik apa yang
mungkin sudah pernah menolongnya dan apa yang akan dilakukan oleh konsele di kemudian
hari. Mungkin juga perlu dibicarakan tentang setiap kemungkinan yang ada dan mendorong
konsele untuk mengubah rencana, cara berpikir ataupun tindakan-tindakannya.
4. Menolong Konsele untuk melihat bahwa bahwa ada, realita yang berat dan tidak dapat
diubah lagi misalnya sebuah kematian. Contoh dalam Alkitab misalnya Daud, waktu anak
yang lahir dari perzinahan dengan Batsyeba jatuh sakit. Alkitab dengan jelas mencatat dosa
Daud, dan akibat dari dosa tersebut, anak itu sakit untuk beberapa hari lamanya. Daud
berpuasa dan tekun memohon kepada Allah, ia sangat tertekan, dan tidak dapat memikirkan
yang lain kecuali anak itu sudah mati, Daud harus menerima suatu kenyataan atas sesuatu
yang tidak dapat diubah. Ia kembali pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai raja dan
pergi menghibur hati Batsyeba (2Samuel 12:15-24).
5. Menolong Konsele untuk mengembangkan strategi kehidupan yang sehat misalnya
menyeimbangkan waktu antara bekerja , sosialisasi , olahraga , rekreasi dan lain sebagainya.

6. Menolong Konsele untuk tetap melihat campur tangan Tuhan dalam seluruh pergumulan
hidup yang dia alami melaui berdoa bersama konsele. Arahkan konsele kepada Tuhan yang
penuh kasih, maha bijaksana, dan yang dapat mengerti setiap kesulitan dan pencobaan yang
kita alami. Sebagai konselor kita dapat mengingatkan konsele beberapa bagian dari firman
Tuhan yang menguatkan dan memberikan penghiburan, dan harus diingat, bahwa sebagai
konselor, bukan Anda yang menentukan hasil akhirnya, tetapi Tuhan yang bekerja melalui
kehidupan dan pelayanan Anda yang membawa kesembuhan itu.
PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP JEMAAT

YANG MENGALAMI DEPRESI

=======================================================================

A. Apakah depresi itu ?

Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang
mendalam dan rasa tidak peduli. Semua orang pasti pernah merasa sedih atau murung sesekali, hal
tersebut normal. Namun seseorang dinyatakan mengalami depresi, jika sudah 2 minggu merasa sedih,
putus harapan, atau tidak berharga.

B. Gejala Depresi
 Sering sedih berkepanjangan dengan/tanpa sebab yang jelas
 Kehilangan minat atau tidak tertarik lagi pada hal-hal yang sebelumnya sangat ia sukai
 Berkurangnya nafsu makan dan/atau berat badan secara signifikan
 Makan dan/atau mengalami kenaikan berat badan secara berlebihan
 Pola tidur terganggu (sehingga susah tidur atau terlalu banyak tidur)
 Kelelahan dan/atau kekurangan energi
 Meningkatnya kecemasan atau berkurangnya gerakan yang jelas terlihat oleh orang
lain
 Merasa tidak berharga dan/atau merasa bersalah secara berlebihan
 Kesulitan berkonsentrasi atau merasa tidak mampu membuat keputusan
 Berulang kali memikirkan kematian atau ingin bunuh diri, membuat rencana untuk
bunuh diri, atau melakukan tindakan bunuh diri
Gejala ini bisa berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Selain itu, gejala tersebut bisa
hilang dan muncul lagi sehingga disebut “masa kambuh”. Gejala depresi lebih dari sekadar
mengalami “hari yang melelahkan” dan biasanya ditandai oleh perubahan suasana hati yang
parah sehingga memengaruhi cara seseorang menjalani kehidupannya sehari-hari.
C. Penyebab Depresi

1. Kepercayaan diri rendah dan terlalu bergantung pada orang lain, sering menyalahkan diri
sendiri, dan pesimis.
2. Mengalami kejadian yang traumatik atau menegangkan. Misalnya pelecehan seksual atau
penyiksaan secara fisik, kematian atau kehilangan orang yang dicintai, hubungan yang
sulit dengan seseorang, atau masalah keuangan.
3. Mengalami trauma atau stres masa kecil yang mulai terjadi saat remaja atau anak-anak.
4. Mempunyai gangguan mental lain, seperti gangguan cemas,atau gangguan makan.
5. Ketergantungan terhadap alkohol atau obat-obatan terlarang.
6. Penyakit kronik atau penyakit serius, termasuk kanker, stroke, nyeri kronik, atau penyakit
jantung.
7. Sedang dalam pengobatan tertentu, seperti mengonsumsi beberapa obat hipertensi atau
obat tidur.

Beberapa ahli menemukan hubungan depresi dengan konsumsi obat-obatan kimiawi


tertentu. Sebaiknnya bicarakan dengan dokter sebelum menghentikan pengobatan apapun.

D. Depresi dalam Alkitab

Dalam Alkitab terhadap tokoh tokoh yang juga mengalami pergumulan yang cukup berat dan
mereka juga mengalami perasaan yang tertekan dan bahkan juga depresi.

Musa mengalami depresi disebabkan karena beban tugas yang terlalu berat. Bangsa Israel
yang terus-menerus mengeluh tentang persediaan makanan dan air yang mereka dapatkan di
perkemahan mereka, panas yang sangat menyengat di Gunung Sinai, dan akhirnya Musa harus
menghadapi serangan musuh

Perasaan lelah, putus asa, dan depresi yang dialaminya diungkapkan melalui kata-kata. Musa
menangis.

"Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu
berat bagiku. Jika Engkau berlaku demikian kepadaku, sebaiknya Engkau membunuh aku saja,
jika aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, supaya aku tidak harus melihat celakaku."
(Bilangan 11:14,15)

Tuhan tidak membunuh Musa. Musa tidak bunuh diri. Tetapi Tuhan memberikan dua
pemecahan masalah yang sangat masuk akal kepada pemimpin yang mengalami kelelahan ini.

Pertama, Tuhan mendorong Musa untuk berbagi tugas dengan orang-orang Israel yang dapat
dipercaya. Dan kedua, Tuhan membebaskan Musa dari tekanan masalah persediaan makanan
bagi bangsa Israel. Dengan kata lain, Tuhan memerintahkan Musa untuk berusaha semampunya
dan selanjutnya menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan

Elia juga mengalami depresi , Saat itu secara fisik, rohani, dan emosional Elia sangat lemah
dan lelah. Dia dihadapkan pada musuh rohani bangsa Israel, terlibat dalam perdebatan rohani
dengan 450 nabi-nabi palsu, marah terhadap api dari surga, dan lari sejauh 17 mil untuk
menyelamatkan diri dari kemarahan ratu yang sangat kejam. Selain ketegangan dari konflik yang
terlihat jelas, Elia merasa ditinggalkan oleh teman-temannya dan percaya bahwa ia telah gagal
membawa bangsanya kepada Tuhan . Dia berjalan ke padang gurun, duduk di bawah sebuah
pohon dan dia meminta kepada Tuhan agar mengambil nyawanya. Dia mengatakan:

"Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari
pada nenek moyangku." (1Raja-raja 19:4)

Sekali lagi Tuhan menjawab keluhan yang menyebabkan hambanya ini depresi. Tuhan
memberi kesempatan kepada Elia untuk beristirahat, Tuhan merawatnya, memberinya semangat,
mengingatkan dia bahwa dia tidak sendiri, dan Tuhan mengubah tugasnya.

Tidak ada lagi perdebatan dengan nabi-nabi palsu bahkan ia menjadi orang kepercayaan raja.
Tuhan memberi dia seorang pembantu yang bernama Elisa. Tekanan-tekanan dihilangkan,
depresi itu disembuhkan, dan Elia kembali melakukan tugasnya.

Yunus juga mengalaimi tekanan yang tak kalah berat. Dia bingung, tidak tahu harus berbuat
apa, dan merasa malu. Yunus membuat sistem kepercayaannya sendiri dan akhirnya menyadari
bahwa itu adalah hal yang sia-sia. Dia percaya bahwa ketidaktaatan membawanya kepada maut -
- tetapi ternyata ia tetap diselamatkan meskipun dia tidak taat.
Dia tahu bahwa serangan ikan besar itu sangat berbahaya -- tetapi meskipun ia ditelan oleh
ikan ia tetap hidup dalam perut ikan itu. Dia percaya bahwa bangsa yang licik akan dimusnahkan
-- tetapi semua kesalahan mereka dihapuskan. Dia percaya bahwa Tuhan tidak akan mengasihi
orang Niniwe -- tetapi Tuhan melakukan hal yang sebaliknya.

Yunus tidak pernah mengalami kemuliaan Tuhan. Orang-orang yang dibenci-Nya juga Ia
berkati. Terlebih lagi, Ia mau memberi pohon untuk berlindung dari panas dan maut.

Dengan sepenuh hati Yunus rela mati. "Mati adalah lebih baik daripada hidup," katanya.
Yunus mengalami depresi. Rasa kasihan pada dirinya sendiri mulai meracuninya. Dia
membutuhkan suatu pemulihan. Tuhan mengingatkan kepadanya bahwa 120.000 jiwa yang ada
di kota Niniwe yang besar dan licik ini adalah nilai yang lebih besar daripada sebatang pohon
kecil yang melindunginya.

Reaksi depresi disebabkan oleh keadaan atau peristiwa yang memicu timbulnya tekanan dan
perasaan tidak nyaman. Kita menyalahkan Tuhan, kita mengasihani diri kita sendiri, dan berada
dalam kegelapan.

.E. PENDAMPINGAN PASTORAL

1. Menolong konsele untuk mengeluarkan curhan hati terdalamnya . Disini konselor diminta
untuk menjadi pendengar yang baik untuknya . Dalam hal ini konselor dituntut untuk
memiliki ability to listen yang baik terhadap konseli .Bersiaplah mendengarkan apa saja
yang akan ia katakan. Jangan memperlihatkan rasa terpukul jika ia mengatakan hal yang
sangat mengerikan sebab ia akan menutup diri. Berusahalah menunjukkan penerimaan
dan perhatian. Dengarkan saja, jangan menilai. Jika teman Anda tidak mau bercerita,
coba ajukan beberapa pertanyaan mudah. Misalnya, tanyakan apa saja kegiatannya
seminggu ini. Cara ini mungkin bisa membuatnya mau membuka diri. Jika apa yang dia
mau ceritakan membuat kita kecewa, berikan ia dukungan dengan mengatakan, "Pasti
sulit sekali sampai kamu bisa menceritakan hal ini kepadaku" atau "Terima kasih kamu
sudah menceritakan semua apa adanya".
2. Konselor memberikan perhatian penuh kepada konsele Berikan perhatian penuh
kepadanya. Tataplah matanya dan tunjukkan bahwa kita mau melibatkan diri
sepenuhnya dalam percakapan ini.
3. Konselor merespon apa yang menjadi curahan hati konsele. Penderita depresi adalah
orang-orang yang paling membutuhkan kasih sayang dan pengertian. Tidak cukup jika
kita hanya mendengarkan dengan baik. Kita juga harus peka terhadap apa yang ingin
kita katakan pada saat berbicara tentang depresi. Ada beberapa kalimat yang bisa Anda
gunakan jika ingin berbicara dengan seseorang yang sedang mengalami depresi:
 Kamu tidak sendiri. Aku ada di sini menemani kamu.
 Aku mengerti penderitaan yang sedang kamu alami. Inilah penyebab dari apa
yang kamu pikiran dan rasakan.
 Mungkin aku tidak bisa mengerti dengan tepat apa yang kamu rasakan, tetapi aku
peduli kepadamu dan ingin membantu.
4. Menolong konsele untuk menyadari anugerah TUhan cukup baginya ( I Kor 12: 9) dan
kuasa Tuha itu dinyatakan ditengah kelemahan , sehingga Konsele tidak cenderung
memanjakan dirinya.
.
5. Jangan katakan “abaikan saja”. Mengatakan kepada seseorang agar ia "mengabaikan"
atau "meremehkan" masalah bukanlah ucapan yang bermanfaat. Berusahalah ikut
merasakan apa yang sedang ia alami. Coba bayangkan seperti apa rasanya jika semua
orang menentang kita . Apa yang ingin kita dengar dari orang lain? Sadarilah bahwa
depresi adalah kondisi yang sangat nyata dan sangat menyakitkan bagi penderitanya.
Jangan pernah mengucapkan kalimat-kalimat berikut:
1. Semua ini terjadi karena pilihanmu sendiri.
2. Kita semua mengalami saat-saat seperti ini.
3. Kamu akan baik-baik saja. Jangan khawatir.
4. Lihatlah sisi baiknya.
5. Kamu punya segala-galanya; mengapa kamu ingin mati?
6. Jangan seperti orang gila.
7. Apa masalahmu?
8. Bukankah seharusnya kamu sudah merasa lebih baik sekarang ini?
6. Jangan berdebat . Ada banyak hal yang kita tidak mengerti dengan orang depresi
termasuk perasaannya . Pada saat kita berbicara dengan orang yang sedang depresi,
jangan pernah membahas tentang perasaannya. Apa yang ia rasakan mungkin tidak
masuk akal, tetapi Anda tidak perlu mengatakan bahwa ia salah, apalagi berdebat
dengannya. Alih-alih, cobalah mengatakan, "Aku ikut prihatin dengan kesedihan yang
kamu rasakan. Apa yang bisa aku bantu?
7. Waspadalah sebab teman yang depresi mungkin tidak mau mengatakan dengan jujur
betapa buruk perasaannya. Banyak penderita depresi yang merasa malu dan menutup-
nutupi keadaan mereka. Jika kita bertanya, "Apa kamu baik-baik saja?" dan ia menjawab,
“Ya”, coba gunakan cara lain untuk mencari tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.
8. Jagalah hubungan baik. Kita bisa menunjukkan perhatian padanya dengan menelepon,
menulis surat , mengirim SMS, atau berkunjung ke rumahnya. Ada berbagai cara
menjaga hubungan dengan orang-orang yang ingin kita perhatikan.. Berusahalah
menemuinya sesering mungkin tanpa membuatnya terganggu.
9. Diskusikan langkah berikutnya. Setelah dia menyadari bahwa ia terkena depresi, kita
bisa membahas cara mengatasinya. Mungkin ia ingin menemui konselor atau
berkonsultasi dengan dokter untuk bertanya tentang penyembuhan dengan mengonsumsi
obat? Apakah ia pernah mengalami kejadian yang membuat jiwanya tertekan? Apakah ia
tidak puas dengan kondisi kehidupannya dan gaya hidupnya? Di GBKP kita bisa
menghubungi team Pastoral Konseling GBKP .
PENDAMPINGAN PASTORAL PADA JEMAAT YANG MENGALAMI
KEDUKAAN ( GRIEF )

A. Apakah kedukaan itu


Kedukaan adalah rasa sakit akut yang menyertai kehilangan. Hal ini menjadi sesuatu yang
menyakitkan dan menyedihkan. Kedukaan itu rumit; tidak mematuhi formula dan tidak memiliki
tanggal kedaluwarsa yang bisa ditetapkan. Kesedihan kadang-kadang diperparah oleh
perasaan bersalah dan kebingungan karena tidak tau harus berbuat apa . Peristiwa kematian
memang akan selalu menyebabkan orang mengalami kesedihan, penderitaan dan kepedihan.
Kepergian seorang yang dikasihi sungguh menyebabkan suasana sedih dan sepi. Masa
sedemikian adalah masa sulit. Orang yang ditinggal sering merasa bahwa pengalamannya unik,
tak seorang pun menanggung kehilangan seperti yang dideritanya. Berangsur-angsur melalui
proses waktu, biasanya orang akan pulih ke keadaan semula. Tetapi orang- orang tertentu terus
mengalami kedukaan berkepanjangan. Dalam arti tertentu, tak seorang pun dapat bebas
sempurna dari merasa kehilangan kekasihnya.

B. Tanda tanda yang umum terjadi :


 Secara Emosi ( perasaaan )
1. Meningkatnya sensitivitas perasaan .
2. Mati rasa.
3. Kepahitan.
4. Detasemen.
5. Kesibukan dengan kehilangan.
6. Ketidakmampuan untuk menunjukkan atau mengalami sukacita.
7. Kehilangan ingin merawat diri sendiri
 Secara fisik secara umum terjadi gangguan seperti
1. Masalah pencernaan.
2. Kelelahan.
3. Sakit kepala.
4. Sakit dada.
5. Otot yang sakit.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Insomnia ( tidak bisa tidur )

C. Pesan Alkitab tentang penghiburan kedukaan


Kematian orang tua atau siapapun dalam keluarga sangat membebani orang Kristen.
Meskipun orang yang meninggal percaya Yesus, mengucapkan selamat tinggal masih tetap sulit,
terutama jika kepergiannya secara tiba-tiba. Berduka atas kematian anggota keluarga kita
memang patut; Kristus Sendiri meneteskan air mata di kubur teman-Nya, Lazarus (Yohanes
11:35). Alkitab memberi penghiburan, dan sebagai orang Kristen kita mendapatkan penghiburan
bahkan di tengah kehilangan orang yang begitu dekat dengan kita.
Di tengah kehilangan orang tua Kristen, penghiburan terbesar bagi orang percaya adalah
harapan dan keyakinan bahwa hubungan kita dengan orang tua tidak berakhir di kuburan. Orang
Kristen yang kehilangan orang tuanya ataupu anggota keluarga yang lain yang percaya
memperoleh kelegaan dalam janji bahwa kelak kita akan bertemu kembali di surga. Orang tua
atau keluarga yang lain yang meninggal dunia sedang bersama Kristus, menikmati sukacita-Nya
(2 Korintus 5:8). Pada waktu kebangkitan orang mati, semua orang yang menerima Kristus akan
dimuliakan dan diberi tubuh yang kekal (1 Korintus 15:42-44; Yohanes 11:25). Bagi orang
Kristen, Kristus telah menaklukkan kematian! Sebagaimana Paulus menulis dalam 1 Korintus
15:54-57, "'Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai
maut, di manakah sengatmu?' Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi
syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus,
Tuhan kita."
Kehilangan orang tua ataupu keluarga lainnya yang meninggal lebih sulit jika kita tidak
yakin akan keselamatan jiwa orang tua kita. Namun kita masih tetap dapat berpegang pada janji
Allah dan mencari penghiburan-Nya. Kita menanti kalanya ketika segala sesuatu diciptakan
baru, dan kita percaya bahwa Ia adil dan baik.
Allah yang diajarkan dalam Alkitab menghibur mereka yang menderita dan memulihkan
mereka yang sakit hati (Yeremia 17:14; 2 Korintus 1:3-4; 7:6). Ia adalah "Bapa bagi anak yatim"
(Mazmur 68:5). Ketika kita berduka atas kematian orang yang kita kasihi, Allah menyediakan
damai-Nya. Di tengah perkabungan kita, kita dapat mengenali penyertaan Allah bersama kita;
bahkan di dalam kesedihan, kita dapat mendekat pada-Nya dalam doa dan penyembahan.
Sebagai orang percaya, kita tidak perlu berduka sendiri. Kita mempunyai orang lain dalam
Tubuh Kristus yang membantu menanggung beban kita, mengurangi kepedihan kita, dan
'menangis dengan orang yang menangis' (Roma 12:15).

D. Tahapan Proses Kedukaan :

1. Kejutan awal akibat kematian: dampak emosi yang dalam itu kadang-
kadang melumpuhkan seseorang.

2. Pelepasan emosi: masa menangis.

3. Kesepian dan kemuraman: Perasaan kehilangan sering berkaitan


dengan derajat ketergantungannya pada orang yang meninggal.

4. Rasa bersalah: "Seharusnya aku bertindak lain," atau "Seharusnya


aku bertindak lebih ..." dan sebagainya.

5. Marah dan berontak: "Mengapa Allah bertindak seperti ini


terhadapku?"

6. Tahap kehilangan gairah: "Aku tak tahan," atau "Masa bodohlah."

7. Berangsur-angsur kembali pada pengharapan: "Hidup harus berjalan


terus." "Aku akan sanggup menanggungnya." "Allah akan membantu
mengatasi semua ini."

8. Kembali pada kenyataan dan kewajaran: menerima fakta kehilangan


dan menyesuaikan diri dengannya.
Kadang Harus kita ingat, bahwa dukacita tidak dapat diramalkan dan tak pula dapat diurut
tahapannya. Kadang-kadang tahap-tahap duka muncul bersama dan saling tumpang tindih. Ada
kalanya orang yang berduka merasa lepas sementara dari tahap sedih tertentu, untuk kemudian
kembali terulang.

PENDAMPINGAN PASTORAL :

1. Menolong Konsele untuk mengungkapkan perasaan-perasaan bersalah, marah, bingung


atau muram. Perasaan tersebut tidak boleh ditekan. Dorong dia untuk mengungkapkan
apa yang dirasakannya.
2. Mendengarkan Konseli Jika dia mengungkapkan rasa bersalah atas aspek tertentu dari
kematian orang yang dikasihinya (biasa terjadi pada kasus bunuh diri), dan menolong dia
untuk tidak mengecam diri secara berlebihan. Dia tidak perlu memikul rasa bersalah atas
sesuatu yang tidak benar- benar dilakukannya. Semuanya sudah lewat, dan dia harus
belajar menyerahkan semua penyesalannya kepada Tuhan. Jika ada sesuatu yang ingin
diakuinya kepada Tuhan, lakukanlah, tetapi terimalah keampunan-Nya dalam terang
(1Yohanes 1:9).

3. Menolong Konsele untuk menerima kenyataan kehilangan itu.


Banyak orang yang menderita dukacita yang sangat dalam mencoba menyangkali
kenyataan, misalnya berpura-pura menganggap bahwa orang yang dikasihi itu masih
hidup, atau menyimpan semua barang- barang dari orang yang meninggal itu. Untuk itu
berikan tantangan yang lembut, perhatian serta dukungan, supaya secara bertahap konsele
dapat menghadapi kenyataan yang sebenarnya.
4. Menolong Konsele untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan baru.
Setelah konsele menerima kenyataan baru, dia harus ditolong untuk mulai menyesuaikan
diri dengan melakukan perubahan-perubahan praktis dalam kehidupannya sehari-hari.
Perasaan menerima ini akan terus berkembang melalui proses alami jika konsele mau
mengambil inisiatif sendiri untuk menyesuaikan diri. Misalnya, seorang duda yang dulu
menggantungkan diri pada istrinya dalam membayar semua tagihan harus menyadari
bahwa hal itu sekarang menjadi tugasnya. Seorang wanita yang dulu selalu minta nasehat
pada almarhum ayahnya, sekarang ia harus mencari penasehat yang lain.
5. Menolong dan mempersiapkan Konsele untuk masa yang akan datang .
Tahap ini mungkin merupakan tahap paling sulit dalam proses pemulihan kedukaan ini.
Ketika konsele mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan baru, bahwa ia tidak lagi
memiliki seseorang yang dulu sangat berarti baginya, maka ia akan tergoda untuk segera
mengisi kekosongan ini, atau sebaliknya akan menghindarinya. Konselor dapat menuntun
konsele yang berada diantara kedua keadaan tersebut dengan menolongnya secara
bertahap dan tidak terburu-buru dalam membuat keputusan-keputusan besar.
6. Dalam masa pemulihan dari kedukaan ini, akan sangat baik jika konsele didorong untuk
bisa bebas mengekspresikan kepedihannya dengan cara-cara yang "sehat", misalnya
menangis, membela diri, atau bertanya. Dengan lembut yakinkan bahwa suatu kehidupan
yang berarti dan memuaskan dapat hadir sekali lagi dalam hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai