Anda di halaman 1dari 7

KONSELING PASTORAL

BOOK REPORT
”PASTORAL DAN KEBUTUHAN DASAR KONSELING “
Pdt. Dr. J. D. Engel, M.Si

OLEH:
FABIO KOWAL
NIM : 201641018

YAYASAN GMIM DS. A. Z. R. WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI

A. INDENTITAS BUKU
Judul Buku : Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling

Penulis : Pdt. Dr. J. D. Engel, M.Si

pritamawitjere
Penerbit : BPK Gunung Mulia

Tebal Halaman : 128

B. URAIAN ISI BUKU

Buku ini dibagi menjadi 7 BAB yang masing-masing bab membahas pastoral dan
kebutuhan dasar dalam konseling.

BAB I: Pendampingan dan Konseling: Suatu Fungsi Pastoral

Dalam bab pertama ini berisi tentang pengertian umum tentang pendampingan,
konseling, dan pastoral. Pendampingan dan konseling suatu fungsi pastoral lebih
menonjolkan sifat dan fungsi dari seorang gembala yang telah berkomitmen untuk bersedia
memberikan bimbingan, memelihara, merawat, menolong dan memperbaiki hubungan yang
telah hilang maupun telah putus baik dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan
Allah yang di dalam proses ini seorang konselor tidak hanya berfokus pada hubungan dengan
orang lain tetapi memberi tempat kepada konselor dan konseli dalam suatu relasi dengan
Allah. Dalam bab ini juga membahas tentang beberapa fungsi yang dimiliki oleh
pendampingan dan konseling pastoral di antaranya yang pertama, fungsi bimbingan yang
adalah langkah pendampingan dan konseling pastoral untuk membantu para konseli dalam
memilih dan mengambil keputusan; yang kedua, fungsi menopang yang adalah fungsi untuk
menolong konseli untuk mampu menghadapi situasi yang dihadapinya dan membantu mereka
untuk mendapat mereka hal-hal yang menyakitkan sekalipun dan untuk terus berjuang untuk
hidupnya; yang ketiga, fungsi penyembuhan yang akan mengatasi kerusakan dengan
membuat konseli kembali utuh dan menuntunnya ke arah yang lebih baik lagi; keempat
fungsi pemulihan yaitu fungsi yang tidak hanya memulihkan hubungan komunikasi dengan
orang lain tetapi juga mengembangkan spiritualitasnya dalam hubungan dengan Tuhan;
kelima, fungsi memelihara atau mengasuh yang merupakan suatu proses pengajaran agar
kemampuan yang Tuhan telah anugerahkan pada konseli dapat di asah dan
dikembangkannya.

BAB II: Teologi Pastoral

pritamawitjere
Isi bab ini menjelaskan tentang pengetahuan mengenai Allah dalam implementasi
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru akan persekutuan dalam kasih pada pastoral. Ketika
berbagai macam bentuk kesalahan dan dosa telah diperbuat dalam Perjanjian Lama termasuk
awal mula manusia jatuh dalam dosa mereka di adili oleh Allah. Allah mengadili umat-Nya
semata-mata untuk mencari jalan keluar atas kesalahan dan pelanggaran yang umat-Nya
lakukan agar kembali mereka dapat di bimbing dan diarahkan sehingga tetap membangun
kebersamaan antar sesama umat dan dengan Allah. Agar apa yang telah menjadi tujuan dan
sasaran dari konseling pastoral tercapai, tugas untuk mempastoralkan umat harus juga di
handle secara profesional dan tertata dengan menggunakan berbagai cara yang tentu efektif
serta efisien. Ketika para pemimpin Israel lalai melakukan pekerjaannya segala gembala
dalam Perjanjian Baru, maka Allah datang menggembalakan umat-Nya melalui Yesus Kristus
dalam Perjanjian Baru. Pastoral yang dilakukan Yesus sendiri tidak hanya sekadar khotbah
tetapi juga tindakan nyata. Ada beberapa upaya yang dilakukan Yesus untuk memulihkan
orang-orang yang terperangkap dalam persoalan dan pergumulan hidup mereka untuk tetap
hidup kudus dan berpegang pada Allah. Dalam proses konseling pastoral kita tidak hanya
berupaya menempatkan diri dengan sesama manusia yang lain tetapi juga kita harus tetap
memelihara relasi kita dengan Allah sehingga ia dipulihkan yang mana ketika hubungan
dengan Allah dipulihkan maka dengan sendirinya proses pemulihan akan terjadi dalam
hidupnya serta dengan orang lain juga ketika hidup berjemaat. Seorang konselor pastoral juga
harus mampu membawa konseli untuk merasa nyaman dan aman untuk memulihkan
hubungannya dengan Allah dan sesama, tentu dengan cinta kasih dan mau mendengarkan
keluhan konseli.

BAB III: Relasi dan Komunikasi dalam Konseling

Bab tiga membahas tentang manusia sebagai makhluk sosial budaya manusia
diciptakan memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain, dan dengan
bersosialisasi manusia memerlukan komunikasi dan relasi untuk tetap menjalin hubungan
dengan orang lain. Baik dan tidaknya hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang lain
tergantung bagaimana cara ia berkomunikasi. Dalam konseling pastoral komunikasi adalah
media yang dapat menghubungkan antar sesama manusia secara horizontal tetapi juga secara
vertikal yakni dengan Tuhan. Komunikasi yang terjadi di dalam suatu layanan konseling
adalah antara lain, komunikasi tingkat pikir yang adalah komunikasi yang terjadi dalam

pritamawitjere
kesadaran diri dari seorang konselor dan konseli dalam melakukan kesepakatan, selanjutnya
komunikasi tingkat perasaan adalah komunikasi untuk saling memahami keberadaan, lalu
komunikasi tingkat pribadi yaitu komunikasi yang terjadi secara intens dan mendalam antara
seorang konselor dan konseli. Komunikasi yang akan membantu dalam proses konseling
sangat bergantung pada tingkatan apa komunikasi itu terjadi, seringkali seseorang lebih
memilih untuk mendatangi kerabatnya untuk dijadikan konselornya dibandingkan dengan
mendatangi seorang profesional karena sikap formal sehingga nanti akan menciptakan
suasana yang kaku dan proses konseling nantinya akan buta arah. Peran seorang konselor
sebagai penolong konseli hanya membantu bagaimana keputusan itu dibuat, dan
mempertimbangkan kemungkinan serta konsekuensi dari keputusan apa yang telah di ambil.
Keberhasilan dari seorang konselor juga sangat ditentukan oleh kemampuannya mengenal
perasaan sendiri dan mempergunakannya dalam proses konseling. Beberapa peran dalam
relasi konseling: kehadiran seseorang bagi seorang konseli merupakan suatu kebutuhan;
mendengarkan merupakan salah satu cara konselor memahami keberadaan dan masalah yang
sedang dan sementara di alami konseli dan intinya adalah kehadiran untuk membuat diri kita
diterima oleh konseli, sebab dengan diterima berarti usaha kita untuk menolong konseli
dalam pergumulannya dalam terlaksana; saling pengertian tidak dikomunikasikan dengan
kata-kata, tetapi juga menghargai konseli; untuk membangun kerja sama yang baik, seorang
konselor sebaiknya mempunyai pengetahuan yang luas, paling tidak bekerja sama dengan
psikolog, pekerja sosial, dokter, dll; kelemahlembutan dan kehangatan; dan dapat dipercayai.

BAB IV: Komunikasi dan Diskriminasi Penilaian Pribadi dalam Konseling Pastoral

Komunikasi dan diskriminasi penilaian pribadi merupakan inti dari empati dasar dalam
membangun suatu hubungan konseling. Empati berarti ketika seseorang harus memasuki
dunia perasaan milik orang lain tanpa harus meninggalkan dunia perasaannya. Dalam
bukunya The Skilled Helpers, Gerard Egan membedakan empati tingkat dasar yaitu empati
tingkat dasar dan empati tingkat lanjutan. Empati tingkat dasar adalah ketika seseorang secara
pribadi dapat merasakan perasaan atau penderitaan orang lain tanpa harus menghilangkan
perasaannya.

Dalam bab ini juga menuliskan tahapan-tahapan untuk menolong dengan empati: 1)
menangkap berita yaitu ketika konselor dapat membantu konseli menyimpulkan atau
menafsirkan perasaan lain yang tersirat di balik pernyataan atau ekspresi yang di dengarkan

pritamawitjere
dan yang di amati; 2) merespons dengan empati ketika konselor berusaha agar supaya konseli
mampu menarik kesimpulan pesan yang belum bisa diutarakannya dan menafsirkan dengan
tepat respons dan jawaban konseli dan balik meresponsnya. Selanjutnya pada bab ini juga
menulis fungsi empati dasar dalam konseling pastoral dideskripsikan dengan kewajaran, rasa
hormat, penjelajahan diri dan konkrit.

Empati lanjutan yaitu di mana bukan hanya konselor yang membantu konselinya tetapi
konseli juga mengambil peran untuk membantu konselornya untuk saling mengerti dan
memahami perasaan orang lain. Konselor tidak hanya mengerti dunia milik konseli tetapi
juga dapat melihat hal apa yang telah diterapkan dan mampu mengungkapkan apa yang telah
konselor ketahui kepada konseli. Dan untuk dapat mencapai hal tersebut ada hal yang
diperlukan konselor untuk dilakukan untuk menolong konselinya agar dapat mengerti tentang
hal objektif dalam dirinya termasuk problematikanya yakni penyingkapan diri, konfrontasi
atau perdebatan

BAB V: Karakteristik Konseli dan Konselor

Pada bab yang kelima ini menjelaskan tentang kebutuhan di miliki oleh setiap manusia
termasuk konseli. Kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan seorang konseli memberi
pemahaman dasar bagi seorang konselor untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan
setiap konseli yang sementara dalam pergumulan dan permasalahannya. Setiap konseli
memiliki pribadi yang dalam beberapa hal termasuk keyakinan, ras, suku dan kebutuhan
berbeda juga sikap dan watak konseli yang harus dipahami oleh konselor. Kemudian setiap
konseli adalah orang yang memiliki masalah serta memiliki sifat-sifat kejiwaan yang
mempengaruhi hidupnya yang akan mengganggu aktifitasnya sehari-hari dari sini kehadiran
konselor harus benar-benar mengerti dan memahami apa yang dirasakan oleh konseli.
Konselor hendaknya sadar dan menerima dirinya sendiri termasuk cara hidupnya. Seorang
konselor harus memiliki sifat yang terbuka, tulus, berintegrasi, tidak memihak, peka dan
memiliki keinginan untuk membantu dan menolong orang lain. Mereka yang dapat
menciptakan hubungan yang bersifat membantu dan tanpa tekanan dengan konselinya,
sehingga konselor dan konseli merasa nyaman dan aman satu dengan dalam menjalin relasi
secara bebas dan spontan adalah konselor yang efektif.

pritamawitjere
BAB VI: Pendeta Sebagai Konselor Pastoral

Ketika Allah menghendaki memanggil, mengutus dan mempekerjakan manusia


sebagai partner kerja-Nya dalam hal ini seorang yang disebut dengan pendeta yang
merupakan istilah untuk menunjukkan untusan dalam gereja yang memiliki satu fungsi yang
sama dengan rasul Allah memberikan mereka karunia untuk memberitakan Injil dan
pembaptisan orang percaya serta melayani dalam Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan
Allah, pendeta juga dapat berperan sebagai pengajar. Dalam proses pendampingan pastoral,
kehadiran dari seorang pendeta bukan untuk menawarkan supaya lepas dari belenggu masalah
tetapi untuk mencari solusi untuk menyelesaikan masalah, menciptakan kehidupan yang dapat
menghadapi dan mengalahkan kesulitan. Panggilan dan profesi pendeta adalah profesi
pertolongan seorang pendeta yang berada dalam hubungan pertolongan dengan orang yang
lain agar melalui persekutuan bergereja mereka juga dapat menemukan jalan keluar untuk
setiap pergumulan dan persoalan dalam hidup dan imannya. Pastoral seorang pendeta tidak
hanya dilakukan ketika sedang berkhotbah tetapi juga harus berbanding lurus dengan
tindakan yang nyata contohnya melalui perkunjungan pastoral. Dalam profesi dan panggilan
dari seorang pendeta memperkuat arti dari pelayanan pastoral dengan alasan, pertama
pendeta adalah rekan sekerja Allah yang mengarahkan hatinya ke dalam pelayanan yang
terpusat pada Allah dan setia memampukan orang lain dalam mengenal diri sendiri dan Allah,
kedua pendeta menempatkan pelayanannya di dalam terang Roh Kudus dalam menjawab
pergumulan dari masalah kemanusiaan, ketiga pendeta sebagai konselor pastoral selalu
bersentuhan dengan apa yang disebut relasi terhadap sesamanya. Di bab ini juga dijelaskan
sebagai mana seorang konselor pastoral, yang diharapkan dari seorang figur pendeta adalah
keselarasannya dalam membimbing dan menolong dengan firman Tuhan yang menjadi dasar
dalam sebuah proses penggembalaan dengan konseli.

BAB VII: Strategi Pemecahan Masalah dan Proses Verbatin

Dalam bab terakhir dari buku ini berisi tentang strategi-strategi yang digunakan untuk
pemecahan masalah yang akan dilakukan oleh konselor serta bagaimana proses pelakasanaan
verbatin beserta contoh-contoh kasusnya. Strategi pemecahan masalah yang di bahas antara
lain: (1) mengindentifikasi dan memperjelas masalah, (2) menentukan prioritas masalah, (3)
menentukan tujuan-tujuan yang dapat dicapai, (4) mencari alternatif, (5) menentukan prioritas
alternatif, (6) penerapan alternatif, dan (7) evaluasi. Verbatin adalah salah satu cara yang

pritamawitjere
dilakukan untuk menggambarkan situasi dan proses konseling saat berlangsung dengan
format sebagai berikut: (1) data umum dari konseli dan konselor yang terdiri atas nama,
agama, alamat dan suku; (2) situasinya; (3) proses verbatin dalam hal ini seluruh isi
percakapan antara konseli dan konselor dituliskan; (4) evaluasi.

C. REFLEKSI/PENILAIAN BUKU
Setelah membaca keseluruhan buku saya akan memberikan refleksi atau penilaian
terhadap buku ini dengan kelebihan dan kekurangan buku.
- Kelebihan
Isi buku ini mudah untuk di cerna oleh mahasiswa sehingga memudahkan mahasiswa
untuk lebih gampang mempelajari konseling dan pastoral. Buku ini juga dilengkapi
dengan contoh-contoh kasus yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
lengkap beserta strategi dan format jika akan melakukan verbatin dan sebagainya yang
mendukung proses konseling.
- Kekurangan
Secara fisik buku ini masih terdapat kesalahan dalam pengetikkan, dan dari isi ada
beberapa kalimat yang mengandung arti dan pengertian yang sama di ulang-ulang, juga
salah satu contoh kasus dalam pembahasan bab empat yang kembali di jadikan sebagai
contoh pada contoh kasus 2 pada bab terakhir, alangkah baiknya jika semakin banyak
contoh yang tuliskan akan semakin mempermudah pembaca untuk lebih mengerti
tentang permasalahan dalam konseling maupun cara pemecahannya.

pritamawitjere

Anda mungkin juga menyukai