Anda di halaman 1dari 19

Paper Pastoral Konseling

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan kasih karunia-
Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Paper ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana dengan judul “ Pastoral Konseling” .
Paper ini berisikan tentang pengertian dari Pastoral konseling, bagaimana menjadi
seorang konselor yang baik serta dapat mengetahui  unsur-unsur penting apa saja yang turut
mempengaruhi
keberhasilan dari proses pelayanan konseling itu sendiri . Diharapkan Paper ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Pelayanan Konseling. ………………..   
…..……………………….
Akhirnya, tiada gading yang tak retak. Meskipun dalam penyusunan Paper ini penulis
telah mencurahkan semua kemampuan, namun penulis sangat menyadari bahwa hasil
penyusunan Paper ini jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan referensi
maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati.

                                                                                                Surabaya,   Desember
2011

Sheila Michiko Latjandu

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Konseling bukan merupakan sebuah disiplin ilmu seperti kedokteran gigi atau
kedokteran umum yang pada dasarnya bergantung pada perkembangan pengetahuan teknis
yang dijalankan oleh seseroang professional yang benar-benar terlatih[1]. Pelayanan
konseling adalah pertanggungjawaban hamba Tuhan atas kedalaman firman Tuhan. Sekarang
gereja semakin menyadari bahwa kebenaran firman Tuhan dalam banyak hal mesti
diterjemahkan dalam bahasa yang tepat, atau tidak akan menjadi seperti yang dikatakan
Amsal 25:11, “ seperti buah apel emas di pinggang perak .” tanggung jawab hamba Tuhan
justru memungkinkan supaya kebenaran firman Tuhan dapat berbicara dengan penuh kuasa
pada setiap orang dalam setiap kedalaman persoalan hidupnya.[2]
Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin melepaskan diri dari hubungannya
dengan manusia lain. Orang membutuhkan orang lain , orang selalu berada dalam hubungan
timbal balik dengan orang lain. Maka orang harus selalu bertemu , bercakap-cakap dengan
orang lain. Percakapan menjadi salah satu faktor penting dalam kegiatan konseling.
Pelayanan konseling tidak sama dengan Khotbah atau pemberian nasihat. Belajar
konseling tidak sama dengan belajar menjadi penasihat (advisor), guru atau seorang pemberi
resep (recipe giver). Karena pelayanan konseling yang utama adalah justru menolong konsele
( klien atau penerima bimbingan) untuk bertanggung jawab penuh dalam hidupnya, dan di
bawah terang firman Tuhan menolong dia menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan dan
persoalan hidupnya.[3]

Pokok permasalahan
            Dengan melihat hal-hal tersebut diatas , maka pokok permasalahannya dapat
dirumuskan bahwa konseling bisa terjadi dimana saja , maka dalam kehidupan ini dibutuhkan
konselor yang benar-benar professional. Konselor yang baik adalah konselor yang tahu
menahan lidahnya untuk memberikan nasihat atau pendapat pribadinya[4].
            Konseling pastoral adalah satu bentuk pelayanan pastoral yang diberikan oleh gereja
kepada jemaat yang bermasalah, yang membutuhkan pertolongan agar mereka dapat
menghadapi masalahnya dengan benar dan menang. Didalamnya menyangkut masalah
pribadi, pasangan dan keluarga[5]. Sadar atau kurang disadari kebutuhan seperti ini selalu
muncul agar tujuan hidup seseorang maupun masyarakat , bangsa dan negara untuk mencapai
kehidupan penuh kedamaian , kebahagiaan, sejahtera, dapat dipenuhi[6].

Tujuan penulisan
Yang perlu kita ketahui bersama pada paparan kali ini yang berkaitan dengan Pastoral
Konseling adalah :
1.      Mahasiswa dapat memahami tentang tujuan daripada Konseling.
2.      Bahwa konseling berhubungan dengan tujuan membantu orang lain menentukan pilihan dan
tindakannya[7].
3.      Pelayanan konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan[8].
4.      Belajar bagaimana bergaul dan berkomunikasi dengan sesama[9].
5.      Mahasiswa dapat mempraktekkan dalam pelayanan bagaimana caranya menjadi seorang
konselor yang baik.

BAB II
DEFINISI DAN KELEBIHAN PASTORAL KONSELING

Definisi Konseling[10]
Konseling berasal dari kata bahasa Inggris to counsel
to counsel        = Membimbing
counsellor        = Pembimbing
counsellee        = Penerima bimbingan/orang yang dibimbing
            Asal istilah 'counsellor' dari Yesaya 9: 5
            Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita;
lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang : Penasihat Ajaib,
Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.

            For unto us a child is born, unto us a son is given : and thegovernment shall be upon
his shoulder: and his name shall becalled Wonderful, Counsellor, The Mighty God, The
Everlasting Father, The Prince of Peace.

            Tuhan Yesus kepada manusia sebagai Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa dan Raja
Damai. Tuhan Yesus adalah konselor yang sejati, kita sebagai pesuruh dari konsulor yang
sejati. Tanamkan dalam diri anda pengakuan bahwa Tuhan Yesus yang mau bekerja dalam
diri anda untuk menasehati sesama anda, karenanya sandarkan diri anda pada pimpinan Roh
Kudus.

            Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong
yang lain, supaya Ia menyertai kamu, tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus
oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan
mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu (Yoh 14:16,26). Roh
Kudus sebagai Penolong yang menyertai dan Pengingat atas pernyataan-pernyataan Yesus
kepada kita. Roh Kudus adalah suatu Pribadi yang mempunyai ciri-ciri: Menolong,
menghibur, mengingatkan dan mengajar. Roh Kudus adalah suatu pribadi yang terlibat dalam
pekerjaan konseling.

            Pastoral konseling

                Pastor  adalah kata bahasa Latin yang berarti gembala. Jabatan pastor sejak awal
dikenakan kepada pemimpin-pemimpin gereja untuk menjelaskan kepedulian mereka
terhadap kehidupan rohani jemaat mereka baik secara individu maupun kelompok[11].
Pastoral konseling adalah hubungan timbal balik ( interpersonal relationship) antara
hamba Tuhan ( pendeta,penginjil,dsb), suatu dialog (dan bukan monolog) yang terjadi antara pendeta
dan konselenya, yang bisa melibatkan, seluruh aspek kehidupan mereka masing-masing [12]. Sebagai
konselor dengan konselennya ( klien , orang yang minta bimbingan ) sedalam mana konselor
mencoba membimbing konselennya ke dalam suatu  suasana percakapan konseling yang
ideal ( conductive atmosphere ) yang memungkinkan konsele itu betul-betul dapat mengenal
dan  mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri,persoalannya, kondisi hidupnya,
dimana ia berada, dsb ; sehingga ia  mampu melihat tujuan hidupnya  dalam relasi dan
tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan
dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.       
Pelayanan konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan. Hamba
Tuhan akan kehilangan identitasnya jikalau ia menolak pelayanan yang satu ini. Meskipun
demikian pelayanan Konseling bukan pelayanan secara otomatis dapat hamba Tuhan lakukan
hanya oleh karena bakat-bakat alamiahnya dalam pengembalaan ataupun oleh karena kuliah-
kuliahnya di dalam sekolah Theologi[13].
Berdasarkan definisi ini kita bisa melihat paling tidak empat aspek penting yang harus
dikenal oleh setiap konselor ( Hamba Tuhan).
A.    Hubungan timbal balik ( interpersonal relationship) antara konselor dengan
konselennya.
Ini meliputi persoalan-persoalan sekitar :
1.      Alasan kenapa hubungan timbal balik ini harus merupakan suatu dialog.
2.      Hal-hal   apa  yang perlu diperhatikan konselor dalam hubungan timbal balik ini.
a.       Sikap merugikan dari pihak konsele.
b.      Dorongan yang merugikan dari dalam diri konselor sendiri.
B.     Hamba Tuhan sebagai konselor.
1.      Kecenderungan untuk melakukan pelayanan konseling tanpa tanggung jawab.
a.       Sikap tidak jujur terhadap diri sendiri.
b.      Sikap menolak tanggung jawab.

C.    Suasana percakapan konseling yang ideal ( conducive atmosphere).


1.        Understanding ( sikap penuh perhatian)
2.      Responding ( Memberi tanggapan yang membangun).

D.    Melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan
mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah
diberikan Tuhan padanya.[14]
1.      Melihat tujuan hidupnya secarah Kristen.
2.      Melihat Alkitab sebagai standard kebenaran yang mutlak untuk menilai tingkah laku dan
kebutuhannya.
3.      Memakai sarana dan jalan yang sesuai dengan iman Kristen dalam mencapai tujuan yang
benar itu.
4.      Melihat tujuan hidupnya secarah realistis.
5.      Mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan dengan takaran dan kekuatan-nya sendiri.

Kelebihan utama dan batasan – batasan pastoral konseling[15]


            Kita telah mengetahui bahwa meskipun pastoral konseling berhubungan dengan
bentuk-bentuk konseling lainnya, pastoral konseling juga memiliki bentuk khusus yang
membedakannya dari bentuk-bentuk konseling lainnya. Ciri-ciri pastoral konseling berkaitan
baik dengan kelebihan maupun keterbatasannya. Kelebihan utama pastoral konseling adalah:
 Pelatihan pelayanan secara teologi;
 Ketajaman rohani;
 Penggunaan sumber-sumber rohani;
 Adanya kepercayaan dan penyesuaian proses konseling sehubungan dengan
pelayanan sebagai seorang pribadi dan sebagai perwakilan dari gereja;
 Kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber seputar kehidupan berjemaat;
 Kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam membangun suatu hubungan konseling
dan kemungkinan diadakannya intervensi awal;
 Kesediaan pelayanan-pelayanan konseling dengan mengabaikan masalah
pembayaran.

Batasan-batasan tertentu dalam pastoral konseling:


         Batasan pertama adalah waktu.
            Hanya sedikit pendeta (jika ada) yang memiliki waktu bagi semua jemaatnya yang
membutuhkan konseling. Bahkan pendeta yang tanggung jawab utamanya adalah memelihara
dan memberikan konseling pun merasa kekurangan waktu; tekanan dari tanggung jawab lain
seringkali memungkinkan untuk melihat bahwa seseorang mengalami krisis yang parah.
Namun sayangnya hal ini merusak kelebihan pastoral yang unik dari konseling intervensi
awal yang potensial dan berorientasi-prevensi. Meskipun demikian, seperti yang diketahui
banyak pendeta, permintaan pelayanan adalah tekanan yang konstan, mengurangi waktu yang
tersedia untuk konseling dan, dalam beberapa kasus, membatasi konseling untuk intervensi-
intervensi yang jelas.
         Batasan kedua berhubungan dengan pelatihan yang biasanya diperoleh para pendeta dalam
psikologi.
            Dalam beberapa kasus, pelatihan ini hanya bersifat sementara dan mempunyai
implikasi untuk jenis konseling yang perlu ditangani. Beberapa model pastoral konseling
memisalkan pengetahuan yang lebih maju tentang teori kepribadian dan psikoterapi dan
merupakan pertanyaan-pertanyaan berguna bagi para pendeta yang hanya mengikuti satu atau
dua kursus psikologi atau konseling. Sebagian besar pendeta tidak memiliki latar belakang
yang dibutuhkan dalam teori kepribadian dan psikologi psychotherapeutic untuk memberikan
psikoterapi rekonstruktif yang intensif. Atau mereka juga tidak memiliki pra-syarat pelatihan
mengenai psikodiagnostik dan psikopatologi untuk memberikan perawatan total bagi
beberapa individu yang bermasalah.
            Para pendeta, sama seperti konselor profesional lainnya, harus secara jelas menyadari
keterbatasan mereka dalam bersaing dan siap serta bersedia mengalihkannya kepada orang
lain ketika keterbatasan-keterbatasan itu dicapai. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam
keterbatasan ini. Namun pastoral konseling seharusnya tidak dipandang sebagai suatu
pengganti bagi terapi medis atau terapi psikologi lainnya. Ketika terapi lain dibutuhkan,
pastoral konseling masih merupakan sumber pertolongan tambahan yang khusus dan
berguna.

         Batasan ketiga berhubungan dengan konflik yang mudah sekali muncul ketika pendeta
berganti profesi dan mengaitkan dengan apa yang dilihat dalam konseling dengan berbagai
jenis peran lainnya.
            Tidak sama seperti para profesional konseling lainnya, pendeta tidak memiliki batasan
kontak yang istimewa dengan para klien-nya di luar kantor konseling. Alasan mengapa para
psikoterapis membatasi kontak adalah jika kontak tersebut menyulitkan terapi, kadang-
kadang meng- kontaminasi perawatan secara menyeluruh sehingga kontak ini harus
dihentikan.
            Aturan-aturan yang mengatur pelaksanaan pertemuan- pertemuan psikoterapi passien
dan ahli terapinya dibuat untuk memfasilitasi tugas 'psychotherapeutic'. Aturan-aturan ini
berbeda dengan aturan yang terkait dengan masalah sosial, bisnis, atau hubungan
kekeluargaan. Namun, pendeta secara rutin bertemu dengan mereka yang terlibat dalam
konseling melalui berbagai peran mereka. Hal ini seringkali membuat baik pendeta maupun
jemaatnya dalam situasi yang janggal, terutama dalam hubungan konseling jangka panjang.
         Batasan keempat berhubungan dengan tidak adanya pembayaran.
            Meskipun hal ini merupakan kelebihan yang membuat bantuan pendeta tersedia bagi
mereka yang terbatas sumber keuangannya, tidak adanya pembayaran akan menurunkan rasa
kepemilikan dan tanggung jawab dalam proses konseling. Hal ini juga meningkatkan
kemungkinan bahwa seseorang mengambil keuntungan dari waktu pelayanan,
menggunakannya dengan cara-cara yang tidak produktif. Tidak adanya pembayaran,
bagaimanapun juga, bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan dari pastoral konseling
yang biasa dilakukan.
            Pastoral konseling tampaknya, sesuai dengan uraian di atas, menempati posisi terbaik
sebagai konseling yang terfokus dan berani. Terapi intensif jangka panjang tampaknya tidak
sesuai dengan terbatasnya waktu dari sebagian besar pendeta, atau sebagian besar pendeta
tidak pernah mengikuti pelatihan yang penting dan tidak memiliki latar belakang psikologi
sehingga tidak memiliki pengalaman yang sesuai ataupun produktif. Konseling jangka
pendek juga membuat para pendeta dapat menghindari beberapa pemindahan komplikasi
yang digolongkan sebagai bagian utama dari pertemuan konseling jangka panjang. Secara
ringkas, pastoral konseling harus benar-benar terfokus, dan fokus yang sarankan sebaiknya
berhubungan dengan tujuan utama dari pertumbuhan rohani.

BAB III
TUJUAN KONSELING
            Konseling Sekuler bertujuan untuk menolong orang yang dikonseling (konselee)
mendapatkan kebahagiaan hidup. Sebaliknya, konseling Kristen memiliki tujuan utama agar
konselee dapat hidup menyenangkan Tuhan, yaitu melakukan apa yang Tuhan kehendaki
sesuai dengan Firman-Nya. Ketaatan seseorang kepada Tuhan dan Firman-Nya akan
membuahkan kebahagiaan hidup yang sejati[16].
Agar lebih memahami tujuan konseling, ada baiknya memahami apa yang
dikemukakan oleh George dan Christiani [ 1998] mengenai tujuan utama suatu konseling ,
sebagai berikut [17]:
1.      Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku
            Hampir semua para ahli dalam bidang konseling akan menyetujui bahwa tujuan suatu
konseling adalah membawa klien agar terjadi perubahan yang memungkinkan klien hidup
sesuai dengan pembatasan- pembatasan yang ada dalam masyarakat.
            Tujuan konseling harus jelas, jadi perubahan perilaku yang dikehendaki ialah
perubahan yang bagaimana dan selanjutnya bagaimana melakukan perubahan tersebut
dengan bantuan dari konselor. Istilah “milieu therapy” menunjukkan perlunya mengubah
lingkungan ( manipulasi lingkungan ) agar selanjutnya mengubah klien.

2.      Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu


            Dalam kenyataanya hampir semua orang mengalami kesulitan  menghadapi proses
pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak semua orang yang berpengaruh terhadap proses
perkembangan seseorang, bisa memperlihatkan tindakan sama dan konsisten, sehingga selalu
menghadapi sesuatu yang baru yang belum tentu disenangi atau dituruti. Akar persoalan
seperti ini menajdi tanda bahwa kehidupan tidak mungkin terhindar dari persoalan yang
setiap kali harus dihadapi dan karena itu membutuhkan kemampuan, keterampilan dan juga
kemauan dan kesanggupan untuk menghadapi. Hal ini bisa diberikan secarah sistematis oleh
seorang konselor dan inilah salah satu dari tujuan konseling, yakni meningkatkan
keterampilan untuk menghadapi sesuatu. George dan Cristiani [1981] mengatakan :
membantu orang belajar untuk menghadapi situasi dan tuntutan baru adalah tujuan penting
dari konseling.

3.      Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan


            Dalam batas tertentu, konseling diarahkan agar seseorang bisa membuat sesuatu
keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan. Keputusan yang diambil pada
akhirnya harus merupakan keputusan yang diambil pada akhirnya harus merupakan
keputusan yang ditentukan oleh klien sendiri dengan bantuan dari konselor.
            Menurut George dan Cristiani [1981] konseling bertujuan membantu klien
memperoleh informasi dan kejelasan di luar pengaruh emosi dan cirri kepribadiannya yang
bisa mengganggu pengambilan keputusan. Dengan konseling klien dibantu memperoleh
pemahaman bukan saja mengenai kemampuan , minat dan kesempatan yang ada, melainkan
juga mengenai emosi dan sikap yang bisa mempengaruhi dalam menentukan pilihan dan
pengambilan keputusan.

4.      Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan


            Sebagai makhluk sosial, seseorang diharapkan mampu membina hubungan yang
harmonis dengan lingkungan sosialnya, mulai dari ketika kecil di sekolah, dengan teman
sebaya, rekan sepekerjaan atau seprofesi dan dalam keluarga. Kegagalan dalam hubungan
antar perorangan adlah kegagalan dalam penyesuaian diriyang antara lain disebabkan oleh
kurang tepatnya memandang atau menilai diri sendiri atau kurangnya keterampilan untuk
menyesuaikan diri.
            Konseling bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan seseorang sehingga
pandangan dan peningkatan terhadap diri sendiri bisa lebih objektif serta meningkatkan
keterampilan dalam penyesuaian diri agar lebih efektif.

5.      Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan klien


            Beriorientasi pada paham humanistik, bahwa pada hakikatnya jelas bahwa orang
punya kemampuan, namun acap kali ternyata kemampuan tersebut tidak atau kurang
berfungsi, tidak actual, jadi berfungsinya tidak mencapai maksimal sebagaimana keadaan
sebenarnya yang mungkin bisa dicapai. Memberfungsikan kemampuan yang benar-benar
dimiliki dengan membantu menyediakan fasilitas, adalah tujuan dari konseling. Kalau
ternyata pada seseorang kemampuannya tidak efektif , mungkin penyebabnya terletak pada
gambaran dan ciri-ciri kepribadiannya atau bisa juga karena lingkungan yang menghambat.

BAB IV
BEBERAPA HUKUM BAGI KONSELOR[18]

HUKUM 1 : Masalah adalah TEMAN kita


Tugas seorang konselor adalah menangani masalah. Bagi seorang konselor, masalah
adalah teman, mengapa demikian ? Yesus berkata: Marilah kepadaKu yang letih lesu dan
berbeban berat (karena masalah) ... Aku memberi kelegaan kepadamu.
Dalam Injil Yohanes pasal empat ditulis peristiwa Tuhan Yesus bertemu dengan
seorang wanita Samaria. Wanita ini mempunyai masalah dengan kehidupan rumah
tangganya. Masalahnya ini merupakan keberun- tungan bagi Tuhan Yesus (Yoh 4 :34). Jika
ada orang yang datang mengemukakan masalahnya kepada anda sebagai konselor anda harus
menghadapinya dengan sikap sesuai dengan Hukum Kesatu ini, jelas bukan dengan
menjawab: "Wah, saya pun masih sedang menghadapi masalah ..." Tetapi jawablah: "Ada
masalah? Puji Tuhan, ini adalah kesempatan bagi saya untuk melihat Penasehat itu bekerja
dalam diri saya." Adanya masalah merupakan kesempatan bagi orang tersebut untuk
menghampiri Tuhan. Masalah dalam dunia ini mendorong orang mencari Tuhan.
Bersyukurlah karena masalah adalah teman anda yang mem- buka jalan agar orang
lain mencari Tuhan. Hal yang sama juga jika masalah itu mendatangi anda sendiri sebagai
konselor. Masalah membawa anda bergumul dan menguji diri sendiri, dengan demikian akan
membawa anda ke tempat yang lebih tinggi. Masalah membawa anda untuk lebih
menyelidiki rahasia kerajaan Allah. Biasakan diri anda dengan sikap memandang masalah
anda sebagai TEMAN anda.
Jadilah seperti Tuhan Yesus (Yes 53:3-5) yang biasa dengan kesakitan, biasa dengan
penderitaan. Bangunlah dalam diri anda suatu sikap biasa terhadap masalah. Tetapi yang
dimaksud di sini bukanlah sikap biasa dalam arti apatis (biasa dengan kesukaran dan
menjalaninya dengan sikap acuh/putus asa).
Sikap yang harus anda miliki adalah bahwa masalah merupakan makanan sehari-hari
yang membawa anda kepada keuntungan-keuntungan. Dari setiap masalah anda harus
memperoleh keuntungan. Setiap kesukaran harus dapat diubah menjadi keuntungan, sebab
masalah harus mendorong anda meneliti Alkitab, sehingga anda mengetahui lebih banyak
karena anda belajar lebih banyak. Dengan demikian anda bisa mengerti masalah orang lain
bahkan menolong orang lain.
Dalam Roma 8:31-39 dikatakan tak ada yang dapat menceraikan kita dari kasih Allah.
Karenanya kita sebagai orang yang mengenal Kristus adalah orang-orang yang lebih dari
pemenang. Iblis si pembuat masalah sudah dikalahkan dua ribu tahun yang lalu di kayu salib.
Itu sebabnya masalah yang mendatangi anda sudah selesai dua ribu tahun yang lalu. Jadi jika
masalah mendatangi anda sekarang, sebenarnya anda sudah menang. Kini yang menentukan
adalah sikap anda dalam perlombaan yang diwajibkan ini. Apakah anda dalam 'perlombaan
yang diwajibkan' ini lari berlomba dengan iman, atau tidak?
            Karena masalah itu sudah dikalahkan dua ribu tahun yang lalu di kayu salib, maka
orang Kristen tidak bersorak dan bersyukur setelah bergumul melawan masalah dan menang,
tetapi orang Kristen dapat bersorak dan bersyukur begitu masalah datang. Anggap masalah
sebagai kesukaan (Yak 1:2-5).

HUKUM 2 : Jika masalah datang, jangan tanggung sendiri

            Jika seorang datang kepada anda dengan masalahnya, mulailah dengan pengakuan:
"Tuhan, apapun masalahnya, silahkan Engkau melayani melalui aku dengan hikmatMu."
Bersandarlah kepada hikmatNya, bukan dengan kekuatan anda sendiri, bahkan kelak pada
waktunya anda sudah berpengalaman. Percayalah bahwa Roh Kudus memimpin anda untuk
berkata-kata sesuai dengan kehendakNya (Luk 12:12).

            Ketika murid-murid Yesus tidak dapat mengusir setan, Yesus berkata: "Bawa masalah
itu
kepadaKu." 50% dari masalah sudah selesai ketika anda tahu bahwa Yesus ikut terlibat dan
sedang menangani masalah anda. Dengan demikian anda dapat berdoa dengan iman. Karena
itu jadilah tenang dan anda dapat berdoa dengan iman ( I Pet 4:7).

            Dalam konseling, sadarkan konsele bahwa Yesus ikut campur dalam masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian konsele akan dapat tenang. Barulah selanjutnya anda dapat
mengajarkan bagaimana ia harus berdoa dengan iman dan dalam doa yang tepat.

HUKUM 3 : Jangan pernah menyetujui masalah tapi ubah masalah ini menjadi keuntungan.

            Dalam dunia olah raga tinju, seorang petinju mempunyai teman untuk berlatih
(sparing partner,lawan bertinju dalam latihan-latihan persiapan). Mereka berlatih dengan
sungguh-sungguh dan dengan kekuatan penuh. Seorang petinju berlatih dengan beberapa
sparing partner yang masing-masing mempunyai keisti- mewaan tertentu secara bergantian
agar ia dapat menguasai dan mengalahkan bermacam-macam taktik dan keahlian lawan kelak
dalam pertandingan yang sebenarnya. Masalah merupakan teman berlatih, sparing partner
anda untuk maju. Karenanya jangan pernah setuju dengan masalah, tetapi lawanlah dengan
sungguh-sungguh. Contohnya, jangan pernah setuju bahwa anda akan sakit flu, jika cuaca
buruk. Jika anda setuju dengan pikiran (yang dibisikkan oleh musuh anda, yaitu roh-roh
jahat) bahwa anda akan sakit karena kehujanan, maka anda akan sakit. Walaupun musuh itu
adalah sparing partner anda, jangan pernah setuju dengan pernyataannya, tetapi kalahkanlah
masalah itu. Pengalaman berikut ini adalah kesaksian dari Terry Mize, seorang hamba Tuhan
di Amerika Selatan, ketika dalam perjalanan panjangnya melalui gurun Mexico. Ia ditodong
oleh seorang yang menumpang mobilnya dengan sebuah pistol di perutnya. Penodong itu
berkata: "Kubunuh kau!" Terry menjawab: "Engkau tidak dapat berbuat begitu, karena aku
hamba Allah." Dan memang si penodong tidak pernah menembaknya. Mengapa? Jangan
pernah setuju dengan pernyataan musuhmu. Jika anda setuju dengan pernyataan musuh, anda
akan jatuh. Jika anda setuju dengan
firman Allah, anda akan menang. Ini adalah prinsip persetujuan. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu
lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepa damu: Jika dua orang
dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan me reka itu akan
dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkum pul dalam
NamaKu, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka." (Mat 18:18-20)
            Apa yang anda sepakati di dunia ini? Hal itulah yang terjadi. Dibutuhkan keberanian
untuk sepakat dengan apa yang dikatakan firman Allah. Inilah iman. Hal yang mustahil dapat
terjadi bagi orang yang beriman. Beriman berdasarkan firman Allah artinya setuju dengan
apa yang dikatakan firman Allah. "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa
yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga." (Mat 16:19)
            Dengan kunci ini (master keynya : Nama Yesus) kita dapat membongkar kuasa dan
kekayaan sorga. Sorga mendukung pernyataan anda di bumi, karenanya perlu diketahui
bagaimana menggunakan kunci kerajaan sorga. Kunci itu terletak pada lidah anda. Apa yang
anda katakan? Apa yang anda setujui? Itulah yang menentukan nasib anda. Masalah boleh
datang, tetapi apa yang anda katakan tentang masalah itu yang menentukan nasib anda. Sebab
anda adalah pemegang kunci kerajaan sorga.
            Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan
kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi (Kej 1:1-3). Ketika
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, Allah melihat bahwa ... bumi belum
berbentuk ... Bagaimana tanggapan Roh Allah terhadap keadaan yang dihadapiNya itu? Roh
Allah menanggapi "Chaos manor" (kacau balau) ini bukan dengan keluhan, tetapi dengan:
"Jadilah terang." Roh Allah membaharui fakta.
BAB V
TIGA JENIS MANUSIA[19]
                                                
Siapakah konsele Anda?
            Ada tiga golongan manusia yang disebutkan oleh Paulus dalam I Kor 2:12-3:4, yaitu:
Manusia duniawi (I Kor 2:14), manusia rohani yang bertabiat duniawi (I Kor 3:2) dan
manusia yang dewasa dalam Kristus (I Kor 2: 15). Seorang konselor harus  dapat mengerti
siapa konsele yang anda hadapi. Konsele anda mungkin termasuk salah satu klasifikasi
berikut ini:

1. Orang duniawi
- Orang yang bukan Kristen (Kafir = Orang yang tidak menerima Kristus sebagai Juru
Selamat).
- Orang Kristen duniawi (Kristen KTP).
            Kehidupan manusia duniawi dikendalikan oleh si ego yang duduk di takhtanya dan
mengendalikan seluruh kehidupan orang ini bersama dengan sejumlah menteri yaitu menteri-
menteri: Tragedi dalam kehidupan seperti ini adalah karena di atas takhta ini sering terjadi
pergantian pemerintahan menteri-menteri (kudeta). Ada orang-orang tertentu yang suatu saat
hawa nafsunya duduk di takhta pemerintahan sehingga ego orang tersebut jatuh terkuasai.
Orang tersebut akan hidup dalam berbagai hawa nafsu (misalnya nafsu marah, nafsu makan
atau nafsu seks). Penguasaan menteri kemauan yang membuat orang tersebut mempunyai
kemauan keras yang melampaui batas sehingga sering mengakibatkan pelanggaran.
Keinginan yang kuat yang menguasai seseorang akan mengakibatkan "break-down" jika yang
diinginkannya tidak tercapai.
           
            Pergantian kekuasaan atau kudeta-kudeta seperti ini akan menyebabkan seseorang
putus asa terhadap dirinya dan mencari jalan keluar atas masalah "kudeta dalam kehidupan"
ini. Kegagalan dalam menemukan jalan keluar ini sering menyebabkan orang tersebut bunuh
diri.
           
            Seorang konselor dapat membantunya. Ada kelepasan bagi orang yang terbelenggu
ini. Yesus berkata: "Mari kepadaKu yang berbeban berat ..." (Mat 11:28). Apa yang terjadi
jika orang tersebut mengalami kelahiran baru?
2. Orang rohani bayi dan kanak-kanak.
- Orang Kristen lahir baru (bayi rohani).
- Orang Kristen 'kanak-kanak', ciri khasnya adalah sering bertengkar seperti kanak kanak.
            Melalui kelahiran baru, Yesus sudah berdiam di hatinya. Ia kini sering berdoa dan
meminta pimpinanNya. Tetapi pada keadaan-keadaan tertentu ketika lengah, sejumlah kudeta
sering terjadi, misalnya kudeta menteri emosi. Itu sebabnya Paulus berkata: Bukankah hal itu
menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara duniawi? (Lihat I
Kor 3:3) Mengapa? Karena raja ego masih duduk di takhtanya. Hanya saat-saat tertentu saja
ego meminta pertolongan Tuhan. Hasilnya adalah orang rohani yang hidup dalam tabiat
duniawi. Orang ini tahu bahwa jalan keluar dari kesukaran adalah Yesus. Ini membedakannya
dari orang duniawi yang tidak mengetahui jalan keluar dan jalan yang benar.

3. Orang Kristen dewasa.


            Seorang Kristen yang sungguh-sungguh seharusnya menempatkan Kristus duduk di
takhta hatinya. Dengan demikian Yesus merupakan pemegang kendali pemerintahan. Semua
menteri tetap ada dan berfungsi tetapi tunduk kepada Yesus dan tidak memerintah lagi. Ciri
orang Kristen yang matang adalah segala sesuatu (menteri) diatur seimbang (balance).
            Langkah yang perlu diambil agar menjadi orang Kristen dewasa adalah: Harus
menyerahkan diri dan menyerahkan pimpinan hidup kepada Yesus. Akui Yesus sebagai Raja
hidupmu. Dengan sikap: Kendalikan cita-citaku, kemauanku ... emosiku, maka anda akan
tumbuh menjadi Kristen dewasa. Gantungkan cita-cita anda lebih tinggi dari bintang di langit,
yaitu di hatiNya Allah.

            Anda harus mengerti dari golongan manakah konsele yang anda layani itu. Jangan
terkecoh oleh usia dan penampilan seseorang. Ada perbedaan antara usia rohani dan usia
jasmani. Seorang konselor harus bermata jeli. Jangan heran jika anda bertemu dengan
rohaniwan yang belum lahir baru.  

BAB VI
KETRAMPILAN-KETRAMPILAN KONSELOR KRISTEN[20]

            Ada beragam jenis ketrampilan yang harus dikembangkan seorang konselor Kristen
kalau dia mau melayani para kliennya. Kemampuan- kemampuan tersebut diperlukan dalam
keseluruhan proses konseling -- sejak dari pertemuan awal sampai kepada pemecahan final
dari permasalahan. Secara berkala konselor harus mengevaluasi bagaimana kemampuannya
dalam setiap bidang ketrampilan tersebut. Seringkali ada manfaatnya memiliki seorang rekan
yang membantu dalam evaluasi ini.
Kemampuan untuk memperoleh data
            Jika seorang konselor ingin berhasil, dia harus mampu memperoleh cukup data untuk
membuat penilaian mengenai akar dari permasalahan dan terapi yang sesuai. Yang menjadi
intinya adalah observasi yang tajam terhadap setiap gejala yang ditunjukkan oleh konsele.
Selain dari penampilan secara umum, ketidakwajaran apapun seperti disorientasi, delusi,
halusinasi, obsesi, fobia, atau gangguan pikiran, harus diperhatikan. Konselor akan mencoba
memahami suasana hati konsele dan hubungan antar pribadinya.
            Untuk memperoleh perspektif yang benar dari klien-nya, sangat penting untuk
mengembangkan seni "mengajukan pertanyaan yang tepat". Hal ini mencakup pengetahuan
tentang bagaimana mengungkap dan menangani hasil dari pertanyaan-pertanyaan provokatif
yang menimbulkan kegelisahan. Begitu pula bagaimana beralih dari pertanyaan-pertanyaan
yang umum ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik. Konselor juga harus
mengembangkan kemampuan untuk mengarahkan wawancara secara logis dan halus menuju
ke bagian-bagian yang sulit dan menyakitkan (masalah kejiwaan yang pernah dialami
sebelumnya, penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau alkohol, percobaan bunuh diri).
Sebagai tambahan, sangat penting bagi konselor untuk mampu menerangkan istilah kata
dengan jelas (misalnya "depresi"), memberikan bimbingan, dan mengakhiri wawancara
secara bijaksana.
Kemampuan untuk merumuskan pendekatan
            Memilih di antara berbagai cara pendekatan dan rencana tindakan yang bisa diadopsi
sesuai dengan setiap kepribadian klien merupakan salah satu hal paling sulit yang dihadapi
oleh seorang konselor. Bagaimana seorang konselor dapat mengetahui cara untuk
memulainya? Nasehat kami adalah supaya dia menggunakan beberapa teknik dasar pada saat
dia memulai tugasnya. Dia akan belajar untuk membuat beragam pendekatan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari para konselenya seiring dengan meningkatnya
pengalaman, pengetahuan, dan sensitivitas yang dimilikinya. Dia harus bersabar dengan
dirinya sendiri saat mencoba untuk menguasai dunia konseling yang kompleks dengan
berbagai dimensinya. Seiring dengan berjalannya waktu, dia akan belajar kapan saatnya
memberikan wawasan/pengertian dan menawarkan dukungan, kapan saatnya menekankan
tingkah laku dan kapan saatnya untuk memfokuskan pada perasaan, kapan saatnya bertindak
langsung dan kapan saatnya bertindak tidak langsung, kapan saatnya menggali masa lalu dan
kapan saatnya berkonsentrasi pada masa sekarang. Dia juga belajar pentingnya menjadi diri
sendiri -- konsele akan percaya pada konselor hanya jika dia bersikap spontan/apa adanya dan
nondefensif.
            Kesulitan untuk mengetahui bagaimana memilih pendekatan yang tepat menjadi
bertambah lagi dengan adanya sejumlah besar pilihan yang tersedia. Berikut ini adalah suatu
daftar umum yang singkat mengenai:
Apa yang dapat dilakukan oleh seorang konselor
1. Menawarkan dukungan.……………...
……………………………………………………..
Konseling yang suportif (supportive counseling) benar-benar membantu secara emosional
dan spiritual. Beberapa teknik yang masuk dalam kategori ini adalah memberi nasehat
(Amsal 19:20), penghiburan (2Korintus 1:3-4), memberi dorongan (Roma 1:11-12),
mendengarkan (Elihu di Ayub 32), dan mendidik (surat-surat Paulus). Konseling yang
suportif, tentu saja, tidak hanya terbatas pada pertemuan-pertemuan pribadi. Keseluruhan
tubuh Kristus berpotensi besar sebagai sumber dukungan bagi individu- individu yang
membutuhkan bantuan.
2. Memberikan pengertian.
……………………………………………………………………
Perumpamaan-perumpamaan dari Kristus memberikan penjelasan kepada para pendengar-
Nya mengenai kebenaran mengenai diri mereka sendiri yang tadinya tidak mungkin dapat
mereka mengerti. Nabi Natan menggunakan pendekatan yang serupa untuk membuat Daud
menyadari dosanya.
3. Menganjurkan konsele untuk mengaku dosa (Yakobus 5:16).
4. Memberikan penguatan lisan secara positif (Roma 1:8).
5. Memperlihatkan teladan seorang Kristen. Banyak tokoh Alkitab yang hidupnya
menjadi teladan bagi orang lain. Ingatlah teladan Musa kepada Yosua, teladan Naomi kepada
Rut, teladan Kristus kepada murid-murid-Nya.
6. Mendidik para konsele. Hal ini untuk menantang keyakinan-keyakinan yang salah
dari konsele (Galatia 4:9). Konselor Kristen dapat memberitahukan kebenaran-kebenaran
Tuhan sebagai gantinya. Prosedur yang paling berguna dalam kasus ini adalah dengan
memberikan konsele tugas- tugas untuk dikerjakan di rumah.
7. Bekerjasama dengan konsele dalam sebuah kelompok. Alkitab seringkali menekankan
pentingnya dan manfaat-manfaat pribadi yang diperoleh dari menjalin interaksi dengan orang
lain -- saling mengasihi satu sama lain, saling memikul beban, bersikap ramah satu sama lain
(1Korintus 12, Efesus 4:14-16).
8. Memulai program konseling bersama keluarga konsele. Ada penekanan yang kuat
mengenai keluarga, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Rasul Paulus
memberi banyak nasehat tentang kehidupan keluarga (Efesus 5:22-33; 6:1-4).
9. Manfaatkan teknik-teknik modern untuk mengembangkan tingkah laku.
Beberapa teknik yang tersedia adalah pelatihan ketegasan, pelatihan tingkah laku, dan
penguatan secara positif maupun negatif.
            Sampai di bagian ini, kita hanya menyentuh bagian permukaan saja. Di antara
rencana-rencana tindakan lain yang bisa diterapkan oleh seorang konselor adalah pemurnian
melalui meditasi, menasehati (1Tesalonika 5:14), konfrontasi, dan mendesak konsele untuk
melakukan refleksi atau membuka diri.
            Dalam banyak kejadian, seorang konselor akan menemukan bahwa satu metode
pendekatan saja tidaklah cukup. Dukungan saja tidak cukup. Pengertian/wawasan saja tidak
cukup (Salomo punya banyak pengertian/ wawasan tetapi masih tetap jatuh dalam dosa).
Begitu pula, mendengarkan atau melepaskan tekanan semata akan memiliki pengaruh yang
kecil pada kehidupan konsele. Perlu ada perubahan-perubahan tingkah laku yang lebih
spesifik. Alkitab berulangkali menekankan pentingnya aktivitas Kristen yang benar (Matius
7:24, Filipi 2:13; 4:13). Jika hanya ada sedikit atau tidak ada perubahan ke arah yang lebih
baik dari tingkah laku konsele dalam batas waktu yang masuk akal, beberapa cara pendekatan
tambahan harus diterapkan. Dalam kasus seperti itu kita sering menemukan bahwa akan
sangat membantu bagi konsele untuk memeriksa rencana hidupnya sendiri (contohnya
mengamati bagaimana sebenarnya ia menjalani hidup). Kemudian kita membantunya
membuat perubahan-perubahan yang tepat. Kita sebut cara ini bergerak dari rencana "A" ke
rencana "B". Rencana "B" menganjurkan aktivitas-aktivitas harian spesifik yang akan
menghasilkan kesehatan. Di antara anjuran-anjuran tersebut adalah interaksi sosial, olahraga,
rekreasi, dan saat teduh. Rencana ini perlu dinyatakan secara terbuka dan dievaluasi ulang
secara berkala.
            Jika ternyata semua ini terbukti tidak mencukupi, seorang konselor akan menyadari
bahwa faktor-faktor lainnya mungkin terlibat dan bahwa evaluasi lebih lanjut diperlukan.
Mungkin perlu mengadakan pemeriksaan kejiwaan secara khusus. Atau menganjurkan
konsele untuk mengadakan pemeriksaan fisik yang ekstensif, atau pengobatan oleh psikiater,
atau mungkin perawatan rumah sakit.
Mengikuti teladan Kristus
            Sangat penting bahwa seorang konselor Kristen berupaya secara sadar untuk menjadi
seperti Kristus. Semakin dekat sang konselor menyamakan caranya berhubungan dengan
konsele seperti cara Yesus berhubungan dengan orang-orang yang dilayani-Nya, ia akan
makin berhasil. Satu ciri yang menyolok dalam pelayanan Yesus adalah Ia memperlihatkan
berbagai sikap. Ada saatnya Ia lemah lembut dan pasif. Di saat lain Ia aktif dan penuh
keramahan, atau baik tetapi tegas. Jika diperlukan, Ia bisa benar-benar bersikap keras.
Dengan kata lain, Yesus menempatkan diri-Nya pada situasi yang spesifik. Demikian juga
seharusnya seorang konselor Kristen. (Lihat 1Tesalonika 5:14).
            Bercermin dari pelayanan Yesus, poin-poin utama dari konseling Kristen adalah
kebaikan hati dan kelemahlembutan (2Korintus 1:3-4; 10:1; Galatia 6:1; 1Tesalonika 2:7,11;
2Timotius 2:24; Titus 3:2). Tanda paling jelas dari pelayanan Kristus dan yang terlihat
melalui konselor Kristen adalah kasih yang ia tunjukkan kepada konselenya. Ingatlah bahwa
kasih adalah hal utama yang ditekankan dalam Alkitab:
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi
jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang
yang gemerincing." (1Korintus 13:1)
"Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu."
(Galatia 5:22-23)
            Upaya seorang konselor untuk meneladani sikap Kristus akan terlihat jelas dari
kontak awal hingga melalui semua aspek dari proses konseling. Dengan menerapkan teladan
pendekatan Kristus, seorang konselor akan mampu memberikan rasa nyaman kepada konsele,
membina hubungan, membentuk suasana penuh kejujuran untuk wawancara, dan
menunjukkan kasih, perhatian, dan empati. Konselor yang demikian akan menjadi peka
terhadap perubahan-perubahan suasana hati konsele. Dia akan fleksibel dalam menghadapi
berbagai situasi yang sulit (misalnya, jika konsele menolak untuk berbicara atau jelas-jelas
paranoid), mencoba tidak memperlihatkan keterkejutan besar, dan mempertahankan tingkat
kontak mata yang benar. Dia akan sensitif/ peka terhadap masalah-masalah yang kelihatan
sepele seperti tatanan fisik (misalnya posisi tempat duduk) dan posisi tubuhnya (dia akan
agak condong ke depan untuk menunjukkan ketertarikannya). Komunikasi akan berada pada
tingkat yang dapat dipahami oleh konsele. Seorang konselor yang mengikuti pola pendekatan
seperti Kristus yaitu mengembangkan kemampuan mendengarkan yang tajam (Yakobus 1:19)
dan akan mampu memperoleh/mengeluarkan informasi yang berkaitan dengan bijaksana.
Kemampuan menggunakan Firman Tuhan
            Alkitab memainkan peran yang sangat penting dalam konseling Kristen. Dengan
menyediakan makanan rohani Firman Tuhan menghasilkan pertumbuhan dan penyembuhan
bagi konsele. Seorang konselor Kristen akan menggunakan Alkitab secara tajam, bijaksana,
dan peka. Ada berbagai cara dimana konselor bisa menggunakan Firman Tuhan, misalnya
sebagai alat/cara untuk menantang dan konfrontasi secara langsung, atau sumber penghiburan
dan dukungan yang positif. Alkitab juga memberikan nasihat praktis dan berbagai teladan
hidup orang- orang kudus. Dalam keadaan-keadaan yang tepat konselor bisa
mempertimbangkan untuk memberikan tugas rumah (mempelajari Alkitab dan/atau
menghafal). Atau dia mungkin bisa membantu konselenya dengan menunjukkan jalan-jalan
dalam kehidupan pribadinya sendiri yang memiliki nilai spesial. Dengan bertambahnya
pengalaman, seorang konselor akan menemukan lebih banyak dan makin banyak lagi cara
menggunakan Alkitab.
            Kita telah melihat bahwa ada sejumlah persyaratan yang dibutuhkan untuk
berhasilnya konseling Kristen. Ini meliputi ketrampilan mengumpulkan data, kemampuan
merumuskan cara pendekatan yang cocok untuk setiap individu konsele, mengikuti teladan
Kristus, dan pengetahuan bagaimana menggunakan Alkitab. Seorang konselor yang bijaksana
akan secara berkala mengevaluasi dirinya sendiri dan bersungguh-sungguh memacu
kemajuan dirinya dalam bidang-bidang dimana dia merasa lemah.

BAB VII
KEPRIBADIAN KONSELOR[21]
            Kepribadian konselor sangat menentukan hubungan yang terjadi di dalam konseling
pastoral. Kata kunci yang perlu dibangun melalui kepribadian konselor ialah menjadi
kepercayaan dari konseli agar konseli merasa penting membukakan hal-hal yang ia rasakan
sangat berharga dalam permasalahannya atau beban-bebannya.
            Sukses tidaknya dalam praktik konseling pastoral sangat tergantung pada kepribadian
konselor. Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor, yaitu:
1. Memiliki kepribadian yang kuat.
Tanda kepribadian yang tidak sehat, misalnya dalam hidup setiap hari sering dijumpai hal
yang aneh-aneh, antara lain bila bertemu dengan seseorang terus merasa benci atau
sebaliknya terus merasa simpati. Juga dasar pengalaman yang aneh-aneh, misalnya sewaktu
dia dulu anak-anak pernah dipukul oleh orang yang tampangnya kurus, tinggi, dan berkumis.
Pengalaman ini terpendam. Setiap kali dia bertemu dengan orang yang kurus, tinggi, dan
berkumis, dia terus terpancing. Ini semua tanda kepribadian yang tidak sehat. Seorang
konselor harus mampu mengontrol gejala seperti ini di dalam dirinya sendiri.
2. Bersikap menerima seseorang sebagaimana adanya.
Menerima seseorang sebagaimana adanya (as he/she as) adalah penting sekali. Apabila
konseli datang (masuk) dengan celana pendek, misalnya, atau memaki-maki, atau tersenyum,
jangan terus terpengaruh oleh kemampuan konseli.
Menerima seseorang sebagaimana adanya adalah ciri pendekatan Yesus (bndk. Yohanes 3;
Yohanes 4; Lukas 19). Sewaktu Yesus bertemu dengan perempuan Samaria, Ia menerima
perempuan itu apa adanya, tanpa menghakiminya. Ia menerima perempuan yang didapati
berzinah; Ia juga menerima Zakheus, seorang pemungut cukai yang tidak jujur itu.
Yesus berbelaskasihan terhadap orang lain. Belas kasih Yesus merupakan gambaran
pendekatan-Nya perlu menjadi jiwa pelayanan konseling pastoral (bndk. Markus 8:2; 6:34).
3. Empati (Emphaty).
Seorang konselor harus menanamkan perasaan empati di dalam dirinya. Empati ialah mampu
merasakan problem seseorang seperti orang itu merasakannya, namun konselor tidak bisa
hanyut dalam perasaan konseli.
Gembala sebagai konselor memasuki atau merasakan bagaimana perasaan konseli.
4. Jaminan Emosional.
Seorang konselor harus mempunyai jaminan emosional (emotional security). Apabila konseli
menangis, misalnya, konselor tidak usah ikut menangis. Apabila konseli tertawa, konselor
tidak perlu ikut tertawa. Seandainya konseli mengharapkannya, cukuplah tersenyum saja.
Tujuan kita berbuat demikian agar kita (konselor) berfungsi sebagai cermin bagi konseli, agar
dia melihat dirinya sendiri melalui sikap kita (konselor).
5. Menghindari nasihat-nasihat.
Memberikan nasihat-nasihat adalah pekerjaan yang paling mudah, akan tetapi yang paling
sulit adalah menolong. Konselor harus menahan diri untuk tidak memberikan atau menjejali
nasihat-nasihat, kecuali di akhir pertemuan. Ini pun hanya bila perlu. Menasihati sering
disebut directive counseling. Menasihati berarti konselor yang terus berbicara. Cara ini tidak
baik. Keadaan konseli jangan kita tinjau dari sudut moral dan lantas kita memarahinya
(misalnya, bagaimana konseli telah mencuri uang ibunya, dan lain-lain). Jangan memberikan
penilaian moral (moral evaluation) dalam konseling agar yang bersangkutan tidak takut.
Jangan terlalu cepat meminta berdoa atau membaca Alkitab. Ini semua akan menutupi
masalah-masalah yang telah lama disimpannya.

6. Ilmu jiwa-dalam atau psikologi dan psikoterapi.


Konselor seharusnya telah mendapatkan latihan-latihan konseling dan memahami ilmu jiwa-
dalam, antara lain: Freud, Jung, Adler, dan lain- lain. Penyakit gangguan jiwa ditentukan oleh
ada atau tidaknya rasa rendah diri yang tidak wajar (MC) sebagai hasil persaingan ketika dia
kalah. Belajarlah tentang psikoterapi, dan sebaiknya seorang konselor pernah dikonseling
(dianalisis).
            Siapakah yang kita terima dalam konseling? Semua orang, kecuali orang gila
(Schizophrenia). Kita bisa menolong orang yang neurosis; tetapi apabila dalam keadaan
parah, orang tersebut perlu kita bawa ke psikiater.
            Apa batas jiwa yang sehat dengan yang tidak sehat? Ada dua jenis penyakit jiwa
(mental illness) atau mental disorder, yaitu:
1. Neurosa (Neurosis);
2. Psikhosa (Psychosis, gila).
            Penderita neurosa pada umumnya masih bisa bekerja mencari makan, tetapi ia sering
terganggu oleh suatu gejala kejiwaan yang tidak bisa dikontrol sendiri karena dia (konseli)
tidak mengetahui apa penyebabnya dan sejak kapan gejala itu menimpa dirinya.

BAB VIII
PENUTUP
Kesimpulan
            Pastoral Konseling adalah pembimbingan kepada orang yang sedang bermasalah
bagaimana ia bisa keluar dari permasalahan tersebut dan mampu mengatasinya sendiri jika
pada suatu saat kelak kembali masalah itu datang dan ia dapat menyelesaikan dengan tetap
berlandaskan iman dan firman Tuhan yang sanggup mengatasi betapa beratnyapun masalah
yang sedang dihadapi.
            Pembimbingan (pastoral konseling) yang dimaksud bukan pembimbingan secara
pengetahuan duniawi yang sering dipraktekkan oleh psikolog namun Pastoral Konseling
adalah bimbingan secara rohani antara hamba Tuhan (konselor) dan jemaat yang
mengandung nilai-nilai kekristenan. Orang yang dilayani itu (konsili) dapat dipertemukan
dengan Yesus Kristus dan firman-Nya yang memiliki kuasa untuk menyelesaikan segala
persoalan sehingga jika masalah itu datang kembali maka ia sudah mampu untuk mengatasi
sendiri masalahnya dan inilah disebut konseling yang berhasil[22].  
Refleksi atau saran
Sebagaimana kita telah ketahui kita bahwa pelayanan konseling merupakan bagian
integral dari pelayanan hamba Tuhan. Hamba Tuhan akan kehilangan identitasnya jikalau ia
menolak pelayanan yang satu ini. Maka dengan demikian kita sebagai mahasiswa yang
khususnya mengambil pendidikan dalam bidang teologi perlu mempelajari lebih dalam lagi
tentang cara menjadi seorang konselor yang baik.
Selain itu untuk mengubah karakter seseorang mari kita perlu mengubah karakter kita
terlebih dahulu. Apa yang kelihatan buruk dari setiap pribadi kita perlu kita ubah menjadi
lebih baik dengan kuasa Roh Kudus. Jadi mulai sekarang mari kita menjadi mahasiswa yang
mampu membantu setiap permasalahan untuk memperbaiki karakter orang – orang yang
berada disekitar kita melalui Setiap pribadi kita terlebih dahulu di mulai dari sekarang .!
DAFTAR PUSTAKA
            B. Minirth, Frank & D. Meier, Paul. Counseling and the Nature of Man. Michigan:
Baker Book House, 1982.
            B. Subsada, Yakub.  Pastoral Konseling Jilid I.  Malang: Gandum Mas, 2000.
B. Susabda, Yakub.  Pastoral Konseling Jilid 1I.  Malang: Gandum Mas, 2008.
Crabb, Larry. Konseling yang Efektif dan Alkitabiah. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 1995.
D. Gunarsa, Singgih. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,
1992.
            E.P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral .Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002.
            G. Benner, David. Strategic Pastoral Counseling. Michigan: Baker Book House,
1998.
            Hiltner, Seward. Pastoral Counseling:How Every Pastor Can Help People to Help
Themselves. Nashville: Abingdon, 1976.
            http://gpicbn.blogspot.com/2010/12/normal-0-false-false-false_4652.html
            http://www.kadnet.info/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=2563:apa-itu-pastoral-konseling&catid=37:wawasan-
perspective&Itemid=66
            J. Hunter, Rodney. Dictionary of Pastoral Care and Counselling. Nashville:
Abingdon Press, 1990.
R. Collins, Gary. Konseling Kristen yang Efektif. Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara ,1994.
            R. Collins, Gary. The Biblical Basis of Christian Counseling for People Helpers.
USA: Navpress Publishing Group;Colorado, 1993.
            Samudera, Andreas. Kursus Pelayanan Pribadi . Bandung : Revival Total Ministry.

[1]Larry Crabb , Konseling yang Efektif dan Alkitabiah (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1995)
6.
[2]Yakub B. Susabda , Pastoral Konseling Jilid 1(Malang: Gandum Mas, 2008) 1.
[3]Ibid, 2
[4]Ibid

Anda mungkin juga menyukai