Anda di halaman 1dari 22

Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

ETIKA KEPENDETAAN

MAKALAH KELOMPOK

PENDETA YANG TERLIBAT DALAM POLITIK

(Studi Kasus Pendeta Non-Organik GKE)

DOSEN PENGAMPU:

PDT. DR. IDRUS SASIRAIS

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2(II)

NAMA ANGGOTA:

1. Aldi Firmanda (182270) 5. Melenia Helen (182329)

2. Agustina (182269) 6. Ranni Cristina Nafensy (182344)

3. Ika Lestari Simarmata (182316) 7. Sindy Novia Indah Sari (182356)

4. Ivana Kezia (182318) 8. Windi Anggreini (182365)

Program Sarjana Program Studi Teologi

BANJARMASIN

MARET 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i


BAB I:PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1.LatarBelakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3.TujuanPembahasan ........................................................................................ 2
1.4.MetodePenulisan ........................................................................................... 2
BAB II:PENDETA DAN POLITIK .................................................................... 3
2.1.PengertiandanPeranPendeta .......................................................................... 3
2.2.PengertiandanPeranPolitik ............................................................................ 4
2.3.PendetadanPolitik .......................................................................................... 6
2.4.StudiKasusPendetaNon-OrganikGKEyangTerlibatDalamPolitik ................. 8
2.4.1. Moral dan Etika Politik Kristiani ........................................................... 9
2.4.2. Politik Menunjang Kelancaran Pelayanan Gereja ................................ 10
2.4.3. Membangun Relasi Antar Agama dan Tokoh Masyarakat .................. 10
BAB III: ANALISIS KRITIS DAN REFLEKSI TEOLOGIS………………..12
3.1.AnalisisKritis ............................................................................................... 12
3.1.1. Strenght (kekuatan)............................................................................... 12
3.1.2. Weaknes (kelemahan)........................................................................... 13
3.1.3. Opportunity (peluang) .......................................................................... 13
3.1.4. Threat (Ancaman) ................................................................................. 14
3.2.RefleksiTeologis .......................................................................................... 14
BAB IV:KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 17
5.1.Kesimpulan .................................................................................................. 17
5.2.Saran ............................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

i
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendeta adalah seseorang yang dalam tugas pelayanannya tidak hanya

sebagai pemberita Firman Tuhan melainkan juga sebagai pelayan diakonia bagi

semua orang. Panggilan khusus dari Tuhan adalah gambaran dari seorang pendeta

yang menjadi dasar pelayanannya, pendeta memiliki tugas pokok untuk memelihara

kesatuan umat yang dipimpinnya.1 Dalam hal ini, pendeta secara umum dimengerti

sebagai pelayan serta menjadi tokoh agama daripada orang Kristen protestan.

Pemahaman ini, tentu membuat orang-orang berpemahaman bahwa hal yang

berhubungan dengan Tuhan atau agama sama sekali tidak bisa bersentuhan dengan

hal-hal yang bersifat duniawi, termasuk ikut ambil bagian dalam bidang politik.

Melihat daripada pemahaman yang berkembang, kelompok tertarik membahas serta

memaparkan bagaimana apabila seorang pendeta ikut ambil bagian dalam bidang

politik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka kelompok merumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1. Apa pengertian dan peranan seorang pendeta?

1.2.2. Apa pengertian dari politik?

1.2.3. Bagaimana realita yang terjadi ketika pendeta ikut terlibat dalam politik?

1
Robert P. Borrong, “SIGNIFIKANSI KODE ETIK PENDETA” Gema Teologi, 39, no. 1
(Aprill 2015): 75-76, diakses pada tanggal 4 Maret 2022,
file:///D:/SEMESTER%20VIII/Etika%20Kependetaan/ROBERT%20P.%20BORRONG%20-
%20SIGNIFIKANSI%20KODE%20ETIK%20PENDETA.pdf

1
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

1.2.4. Bagaimana analisis dan refleksi teologis bagi kelompok mengenai seorang

pendeta yang terlibat dalam politik?

1.3. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.3.1. Mengetahui serta memahami pengertian dan peranan seorang pendeta;

1.3.2. Mengetahui serta memahami pengertian dari politik;

1.3.3. Memaparkan realita yang terjadi ketika pendeta ikut terlibat dalam politik;

1.3.4. Memaparkan analisis dan refleksi teologis bagi kelompok mengenai seorang

pendeta terlibat dalam politik.

1.4. Metode Penulisan

Metode penulisan yang diterapkan dalam penulisan makalah ini ialah metode

studi Pustaka.

2
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

BAB II

PENDETA DAN POLITIK

2.1. Pengertian dan Peran Pendeta

Secara etimologi, istilah pendeta berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu

pandita, yang berakar dalam tradisi agama Hindu. Kata pandit adalah Hinduisme

merupakan gelar anggota kasta Brahmana yang melakukan fungsi Imamat, tetapi

memiliki fungsi spesialisasi dalam mempelajari dan menafsirkan Kitab Suci dan

teks hukum serta filsafat kuno. Jadi, kata pandit umumnya digunakan sebagai gelar

seorang terpelajar atau seorang imam. Dalam Webste’s Third New International

Dictionary Encopedia Britanica, dijelaskan bahwa kata pandit dalam bahasa

sansakerta berarti seseorang yang pandai yang menjadi perantara antara Tuhan

dengan umat, sedangkan dalam agama Hindu lebih merujuk pada guru agama.2

Kata minister juga ada yang berkaitan dengan kata ministry yang berarti

pelayan Gereja. Oleh sebab itu, pendeta disebut minister sebagai pelaku pelayan

tersebut. Jadi, ministry atau pelayan tidak terkait dengan struktur jabatan dalam

Gereja, tetapi terkait dengan praktek pelayanan yaitu tindakan melayani dengan

memberikan hidup untuk sesama terlebih bagi Tuhan.3 Kata minister berakar dalam

Bahasa Latin ministerium yang berarti pelayanan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

minister adalah pelayan. Dalam Gereja Protestan, minister menunjukan pada

seorang pelayan yang ditahbiskan dan diutus untuk menjalankan tugas pelayanan

untuk mewartakan Kabar Baik bagi seluruh umat manusia.

2
Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh: Signifikansi Kode Etik Pendeta bagi Pelayan
Gereja-Gereja di Indonesia (BPK Gunung Mulia, 2016),15.
3
Ibid,17.

3
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Pendeta adalah orang yang mendapat panggilan khusus, ditahbiskan dan

diutus oleh Allah untuk menyampaikan Firman-Nya dan akan diperlengkapi oleh

Allah sendiri dan pendeta akan memperlengkapi jemaat yang digembalakan melalui

pengajaran atau pembinaan firman Tuhan. Peran seorang pendeta yang dipanggil

adalah untuk mengembalakan jemaat, ia sebenarnya tidak hanya bertanggung jawab

terhadap Tuhan dan bertanggung jawab kepada Gereja. Sebagaimana tanggung

jawab seorang hamba Tuhan ialah melayani jemaat sebagai pelayan namun juga

memperlengkapi anggota untuk melayani satu sama lain.4 Peran pendeta

merupakan suatu tanggung jawab yang sangat penting dalam jemaat. Maka oleh

sebab itu, seorang pendeta dituntut harus mampu berperan aktif dalam jemaat bukan

hanya pelayan firman Tuhan saja, tetapi juga harus memberikan contoh yang baik

kepada warga jemaat melalui gaya dan sikap hidupnya sehari-hari.

2.2. Pengertian dan Peran Politik

Politik mempunyai ruang lingkup suara negara atau dunia dimana secara

filsafat mengkaji politik adalah mengkaji negara. Secara tinjauan bahasa, politik

berasal dari kata ‘polis’ (negara atau kota). Politik merupakan suatu kecerdikan atau

kebijaksanaan yang dilakukan pemimpin dalam kehidupan sehari-hari, atau dengan

kata lain diartikan suatu cara atau metode untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan.5 Jika dianggap bahwa ilmu politik mempelajari politik, maka perlu

dibahas istilah politik itu. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah

4
G.D. Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu? (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 8-9.
5
M.Fadhallilah Harnawansyah, Sistem Politik Indonesia (Surabaya: Scopindo Media Pustaka,
2019), 4, diakses pada tanggal 4 Maret 2022,
http://books.google.com/books?id=5CrbDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=pengertian+dan+
peran+politik&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiHrLm_qKz2AhUijOYKHYDeCy8Q6AF6BAgGEA
M

4
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima oleh masyarakat

untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis.6

Menurut Joyce Mitchell, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau

pembuatan kebujaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. Sedangkan

menurut Karl W. Deutsch, Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana

umum. Pendidikan politik harus bisa berkembang dalam kebebasan di tengah

masyarakat sebagai gerakan kontra penuh humanisasi serta juga mengembangkan

daya kritis rakyat, di samping menunjukan kemungkinan-kemungkinan untuk

memfungsikan semua lembaga politik dan masyarakat scara lebih pragmatis dan

lebih efesien. Lebih singkatnya, politik harus bisa meningkatkan proses

demokratisasi dari msyarakat bangsa. Politik dalam bahasa pendidikan dinyatakan

sebagai upaya belajar dan latihan mensistematikkan aktivitas sosial dan

membangun-membangun kabjiakan-kebajikan terhadap sesama manusia di suatu

wilayah negara.7

Kekuasaan menjadi pusat perhatian utama dalam studi ilmu politik, yakni:

2.2.1. Studi politik itu boleh dikatakan berurusan dengan “pengaruh dan yang

bepengaruh “ atau penggunaan kekuasaan, peraturan atau wewenang.

2.2.2. Ilmuwan di bidang politik dan pemerintahan sejak zaman Yunani Kuno

menganggap bahwa kekuasaan adalah unsur utama tindakan politik.

6
Markus Amid, “Urgensi Keterlibatan Pendeta Dalam Politik Praktis”, Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen, Vol. 3, No. 2 (Februari 2021): 119.
7
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 8-
12, diakses, pada tanggal 4 Maret 2022,
http://books.google.co.id/books?id=_dZ247rCydlC&printsec=frontcover&dq=pengertian+dan+per
an+politik&hl=id&sa=X&ved=2UKEwiHrLm_qKz2AhUijOYKHYDeCy8Q6AF6BAgMEAM

5
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

2.2.3. Di anatar konsep politik yang banyak dibahas adalah kekuasaan.

Pemahaman ini tidaklah mengherankan sebab konsep kekuasaan sangat

krusial dalam ilmu sosial pada umumnya dan ilmu politik pada khususya.

2.2.4. Kekuasaan sebagai konsep yang paling mendasar dan kaya dalam ilmu

politik.8

2.3. Pendeta dan Politik

Keikutsertaan para pendeta dalam percaturan politik kekuasaan (sering

disebut “politik praktis”) ditanggapi berbeda oleh gereja-gereja. Ada gereja yang

sama sekali menutup pintu bagi para pendetanya untuk bergiat dalam politik; kalau

memilih berpolitik maka harus berhenti menjadi pendeta. Ada pula yang lebih

lunak: pendeta yang ikut menjadi calon legislatif cuti sementara dulu, nanti kalau

berhasil baru diberhentikan dari jabatan sebagai pendeta; tetapi kalau tidak berhasil

maka dapat kembali sebagai pelayan gereja. Ada pula gereja yang “mengutus” para

pendeta sebagai wakil untuk pelayanan di bidang politik.9

Di sini dapat diajukan beberapa pertimbangan mengenai keterlibatan pendeta

dalam politik kekuasaan. Pertama, politik kekuasaan terkait dengan suatu partai

politik, yang mempunyai kewenangan mengatur anggotanya, baik dalam kebijakan

praktis maupun prinsip-prinsip ideologis. Sebab itu sebaiknya pendeta yang bergiat

di bidang politik itu secara penuh meninggalkan status kependetaannya dalam arti

tidak lagi berada di bawah peraturan gereja, supaya dia tidak mengabdi kepada dua

tuan (Mat. 6:24). Dan bersama dengan itu, juga menanggalkan semua atribut dan

8
Muhtar Haboddin, Memahami Kekuasaan Politik (Malang: UB Press, 2017), 2-3, diakses
pada 4 Maret 2022,
https://books.google.com/books?id=851ODwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=politik+dalam+
pemerintahan&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiM9seHvqz2AhXHTmxGHeCuDUoQ6AF6BAgGE
AM
9
Tim Penyusun, “Teologi Politik”, (Makassar: Yayasan OASE INTIM, 2013), 25.

6
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

simbol-simbol kependetaan, yakni gelar dan pakaian pendeta. Spirit kependetaan

sebagai hamba Allah yang melayani dan memperjuangkan keadilan akan tetap

melekat dalam pelayanan politiknya sebagai seorang Kristen. Kedua, seorang

pendeta menggembalakan warga jemaat, yang bisa jadi menjadi anggota atau

pengurus partai politik yang berbeda-beda. Maka sebaiknya pendeta sebagai

pelayanan jemaat tidak berpolitik supaya tidak berhadapan dengan warganya

sebagai lawan politik, melainkan mengayomi semuanya supaya mereka masing-

masing dapat menjalankan hak-hak dan kewajiban politiknya dengan baik. Alasan

lainnya, supaya mimbar dan sarana pelayanan gereja lainnya tidak menjadi sarana

kampange politik pendeta yang merangkap politikus dan pendeta jemaat. 10

Penolakan terhadap pendeta merangkap aktivitas politik kekuasaan bukan

penolakan kepada keterlibatan gereja dalam aktivitas politik. Justru gereja wajib

mendampingi warga jemaat dalam memahami dan menentukan pilihan politik yang

berbeda-beda, sebab itu gereja tidak boleh mengikatkan dirinya pada salah satu

partai politik. Tetapi gereja perlu melakukan pembinaan di kalangan warga gereja

untuk dapat bergiat dalam politik kekuasaan dan visi atau prinsip-prinsip Kristen,

sebab itu gereja juga perlu mengembangkan prinsip-prinsip teologis pelayanannya

di bidang politik. Dalam hal inilah pengetahuan dan komitmen politik pendeta

diperlukan, yakni untuk mampu melayani warganya memahami dan menjalankan

hak-hak kewajiban politiknya dengan benar.11

Seorang pejabat gereja (pendeta, penatua, diaken) wajib mencermati

kenyataan-kenyataan politik untuk mampu membimbing warganya, bahkan terlibat

dalam upaya-upaya politik menegakkan keadilan, memajukan kesejahteraan dan

Tim Penyusun, “Teologi Politik”, (Makassar: Yayasan OASE INTIM, 2013), 26.
10
11
Ibid, 27.

7
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

memelihara perdamaian. Tetapi pejabat gereja sebaiknya tidak aktif dalam sesuatu

partai politik, baik sebagai pengurus, sebagai (calon) legislatif, maupun sebagai

pimpinan atau anggota tim sukses seorang politikus. Keterlibatan para pejabat

gereja, khususnya para pendeta, di dalam partai politik di Indonesia merupakan hal

yang biasa terjadi, namun menimbulkan sikap pro dan kontra. Pendeta melayani

warga jemaat dengan pilihan atau anutan politik yang berbeda-beda; sehingga

pendeta jangan menjadi aktivis suatu partai politik; dan supaya mimbar dan

pelayanan lainnya tidak menjadi sarana kegiatan politiknya. Seorang pendeta telah

menyerahkan dirinya untuk pelayanan jemaat Tuhan, karena itu pendeta yang mau

aktif dalam partai politik sebaiknya secara resmi menanggalkan jabatan

kependetaannya (bersama itu semua atributnya), karena dengan menjadi politikus

dia memilih tunduk pada kebijakan atau kepentingan partai politik tertentu.12

2.4. Studi Kasus Pendeta Non-Organik GKE yang Terlibat Dalam Politik13

Dalam rangka memperkaya materi mengenai seorang pendeta yang boleh

terlibat langsung dalam ranah politik, kelompok melakukan pendalaman dengan

mewawancarai salah satu pendeta non-organik GKE yang dulunya sempat ikut serta

dalam politik. Wawancara yang kelompok lakukan melalui chat WhatsApp yang

berlangsung kurang lebih seminggu. Ia adalah seorang pendeta GKE yang dulunya

sebagai pendeta aktif sebelum menjadi senator (atau sama dengan anggota DPD RI)

pada tahun 2009. Menurut keterangan dari narasumber, sejak tahun 2009 sampai

masuk masa pensiun tahun 2012, ia meminta status sebagai pendeta non-organik

GKE (artinya diluar tanggungan GKE), namun tetap membantu dalam pelayanan

12
Tim Penyusun, “Teologi Politik”, (Makassar: Yayasan OASE INTIM, 2013), 298.
13
Bento (nama samaran), Kelompok 1 melakukan wawancara melalui WA Grup, pada tanggal
18-24 Februari 2022.

8
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Gereja. Ia dipercayakan selama dua periode, yaitu periode pertama tahun 2009-

2014 dan periode kedua tahun 2015-2019.

Berdasarkan dari pengalaman pribadi dari narasumber yang diwawancarai,

kelompok mendapatkan dan menemukan beberapa fakta menarik berkaitan pendeta

yang terlibat dalam politik. Berikut diantaranya:

2.4.1. Moral dan Etika Politik Kristiani

Wawancara kami diawali dengan sebuah karya tulis ia mengenai “Etika

Politik Kristen Dalam Konteks Indonesia Masa Kini.” Secara garis besar,

didalamnya membahas seperti apa standar berpolitik kristiani yang baik, benar, dan

didasari dengan firman Tuhan. Ia mengatakan ketika kita ingin masuk dalam ranah

politik, terlebih dahulu kita harus tahu minimal hal-hal dasar mengenai politik agar

tidak sembarangan dan tidak salah langkah. Salah satu hal sederhananya ialah

dengan mengetahui seperti apa moral dan etika politik kristiani yang didasari oleh

etika Kristen. Prinsip dasar etika Kristen ialah terletak pada kesediaan untuk

melayani dan berkorban demi kesejahteraan semua orang (atau dalam tulisannya ia

menyebutkan dengan “kemaslahatan”). Dalam Alkitab (Rm. 13:1-7; Ptr. 2:13-17)

dikatakan bahwa pemerintah dilihat sebagai hamba Allah untuk mendatangkan

kebaikan bagi warganya. Artinya, pemerintah secara idealnya mampu menjadi

saluran berkat dan damai yang datangnya dari Allah. Maka dari itu, dengan iman

kita percaya bahwa Allah juga ikut campur tangan dalam tugas dan tanggungjawab

pemerintah dalam mengatur, mengabdi, dan mensejahterakan masyarakat. Oleh

sebab itulah bagi orang percaya dituntut sikap tunduk dan taat.

9
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

2.4.2. Politik Menunjang Kelancaran Pelayanan Gereja

Selama ia ikut terlibat dalam ranah politik, ada begitu banyak dampak baik

yang sangat menunjang kelancaran pelayanan Gereja, khususnya di wilayah

pelayanan GKE. Kontribusi yang telah dilakukan oleh pendeta GKE ini ialah

berupa pengadaan barang-barang seperti motor, mesin kelotok, laptop, orgen, buku-

buku bacaan gerejawi, Alkitab, Surat Barasih, Kidung Jemaat, Nyanyi Ungkup,

stola, seragam pelayanan, perangkat Perjamuan Kudus, dan yang sebagainya.

Kemudian, ia juga berkontribusi dalam pembangunan gedung gereja, pastori,

kegiatan-kegiatan kategorial Gereja, pemberian beasiswa bagi pendeta program S2,

pendeta yang menikah, sakit, meninggal, pendeta yang pensiun, dan juga mambantu

pembiayaan uang sekolah bagi siswa(i) STM GKE Mandomai dan mahasiswa(i)

UNKRIP. Dengan adanya kontribusi dalam bentuk bantuan secara langsung seperti

yang telah dilakukan, besar harapan pendeta ini dapat membantu sebagian kecil

pelayanan bagi warga GKE. Meskipun ia juga menyadari bahwa semua yang telah

dilakukan pun masih belum cukup untuk merangkul seluruh proses pelayanan di

seluruh wilayah GKE.

2.4.3. Membangun Relasi Antar Agama dan Tokoh Masyarakat

Dengan keikutsertaan pendeta dalam dunia politik, jelas akan memberi

dampak pula dalam membangun sebuah relasi antar agama dan juga tokoh

masyarakat. Hal pula yang juga dirasakan oleh pendeta GKE satu ini. Ia bertemu

dengan tokoh masyarakat Islam karena aktif ikut memberangkatkan jemaah haji

KalTeng, kemudian bertemu dengan tokoh agama Islam MUI di Kantor Depag

KalTeng, bertemu dengan teman lintas agama di FKUB Kalteng ketika sosialisasi

4 Pilar Berbangsa dan Bernegara, dan berbagai pertemuan lainnya yang bersifat

10
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

keberagaman. Dengan adanya relasi yang baik antara umat beragama dan tokoh-

tokoh masyarakat, diharapkan GKE dapat bertumbuh sebagai lembaga agama

Kristen yang mampu memberikan pelayanan internal (dalam GKE) dan eksternal

(luar GKE).

11
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

BAB III

ANALISIS KRITIS DAN REFLEKSI TEOLOGIS

3.1. Analisis Kritis

Berdasarkan pembahasan di atas, kelompok menganalisa bahwa politik

bersifat netral. Artinya, positif atau negatifnya sebuah politik tergantung pada

oknum yang melakukan atau yang melaksanakan politik tersebut. Dalam hal ini,

kelompok mencoba menganalisa dengan metode analisis SWOT. Berikut

penjelasannya:

3.1.1. Strenght (kekuatan)

3.1.1.1.Memperluas ranah pelayanan. Keterlibatan pendeta dalam politik tentu

tidak terlepas dari hal-hal yang bersifat pro dan kontra, karena sebagaimana

diketahui bersama bahwa tugas pendeta pada umumnya adalah melakukan

pelayanan bagi jemaat demi mewujudkan syalom di dunia ini. Keterlibatan

pendeta dalam politik tidak selalu berkaitan dengan hal-hal yang negatif

keterlibatan dalam politik adalah kesempatan untuk memperluas ranah

pelayanan.

3.1.1.2.Kesempatan untuk menyatakan kekristenan. Indonesia telah menjujung

kebebasan beragama dan berkeyakinan batin, hal ini seharusnya

dipertahankan terutama mempertahankan hak atas kemerdekaan rohani,

sebagai orang Kristen hak kemerdekaan itu semakin diberi isi dan arti,

kemerdekaan ini adalah kesempatan bagi pendeta sebagai jalan untuk

menyatakan firman Tuhan kepada para pemimpin negara dan masyarakat

12
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

bahkan kepada seluruh rakyat.14 Keikutsertaan pendeta dalam politik adalah

suatu kesempatan memperlihatkan jati diri kekristenan, menjadi seorang

politikus yang adil, memajukan kesejahteraan dan memelihara kedamaian

mewujudkan kasih kepada masyarakat luas.

3.1.1.3.Memiliki pendidikan dasar teologi. Hal tersebut menjadi pedoman dalam

berpolitik sesuai dengan prinsip etika Kristen.

3.1.2. Weaknes (kelemahan)

3.1.2.1.Mengesampingkan pelayanan Gereja, pendeta yang terlibat dalam politik

secara tidak langsung adalah tindakan mengesampingkan pelayanan di

gereja, bahkan meninggalkan pelayanan gereja.

3.1.2.2.Penyalahgunaan pelayanan, pelayanan dalam gereja bisa saja menjadi

ruang untuk melaksanakan kampanye politik.

3.1.2.3.Meninggalkan jabatan pendeta, pendeta yang terlibat dalam politik

disarankan secara resmi menanggalkan jabatan kependetaannya.

3.1.3. Opportunity (peluang)

3.1.3.1. Terbangunnya relasi antar umat beragama dan tokoh-tokoh

masyarakat. Suatu kesempatan untuk membangun relasi yang baik antar

umat beragama serta tokoh-tokoh penting dalam masyarakat. Dengan hal ini

juga, diharapkan pandangan terhadap agama Kristen

3.1.3.2. Pemerintah ikutserta dalam kelancaran pelayanan Gereja. Dengan

memberikan kontribusi berupa dana ataupun barang kepada Gereja,

14
E.G. Homrighausen, I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Gunung Mulia,
200821) 55. Diakses tanggal 6 Maret 2022,
https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_Agama_Kristen/_m_8SHAjdtUC?hl=id&gbp
v=1&dq=fungsi+pendeta+dalam+politik&pg=PA54&printsec=frontcover

13
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

pemerintah telah ikut menolong dan membantu kelancaran pelayanan

Gereja untuk memenuhi kebutuhan pelayanan bagi jemaat.

3.1.3.3. Masyarakat menjadi terbuka dalam menerima politikus dari kalangan

pendeta. Hal ini dapat menyadarkan masyarakat bahwa pemimpin atau

politikus tidak terbatas pada agama atau orang-orang tertentu, namun lebih

kepada kualitas dan kinerja kerja yang baik dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawab.

3.1.4. Threat (Ancaman)

3.1.4.1. Terpengaruh dengan gaya politik yang kurang baik. Pengaruh ini

berpeluang terjadi atau muncul dari beberapa oknum yang melakukan gaya

politik yang kurang baik. Biasanya, dengan tujuan untuk kepuasan pribadi

dan juga dengan motif menjebak salah satu pihak.

3.1.4.2. Citra pendeta yang bersangkutan dipandang negatif oleh jemaat

ataupun masyarakat. Seorang pendeta adalah figur yang baik di mata

jemaat dan juga masyarakat. Namun, ada begitu banyak jemaat dan juga

masyarakat yang masih memandang bahwa politik itu adalah dunia yang

memunculkan dosa. Oleh karena pandangan itulah, ketika seorang pendeta

ikut terlibat dalam politik, kemungkinan citra baik dari figure seorang

pendeta tersebut juga akan tercoreng.

3.2. Refleksi Teologis

Pada umumnya, ketika seseorang terlibat dalam politik dan mendapatkan

kedudukan dalam pemerintahan, tidak sedikit yang menyalahgunakan kekuasaan

14
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

dan wewenang yang diberikan kepadanya untuk kepentingan dirinya sendiri.15 Hal

tersebut berbanding terbalik dengan prinsip dasar etika Kristen dalam berpolitik

yang mengesampingkan keinginan pribadi, kesediaan untuk melayani, bahkan rela

berkorban demi kepentingan dan kesejahteraan orang banyak (Mrk.10:35-45).16

Dasar teologis mengenai keterlibatan Pendeta dalam politik sangat kuat di

dalam Alkitab. Jabatan pendeta disamakan dengan imam dan nabi dalam di

Perjanjian Lama, dan rasul di dalam Perjanjian Baru. Dalam konteksnya, para

imam, nabi, dan rasul juga terlibat dalam politik, baik secara langsung maupun juga

tidak langsung. Misalnya, ketika Musa berupaya membebaskan bangsa Isarel dari

penindasan dan memimpin mereka ke luar dari Mesir. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka tujuan seorang pendeta yang terlibat dalam politik yaitu

membebaskan jemaat dan masyarakat dari penindasan yang dilakukan oleh siapa

saja, termasuk oleh oknum yang terlibat di dalam politik itu sendiri.17

Pada masa pemerintahan Salomo, ia melakukan kerjasama dengan raja-raja

dari wilayah lain, dengan tujuan agar dalam politik kerajaan Israel memperoleh

damai sejahtera. Pemerintahan Salomo atas kerajaan Israel berlangsung selama 40

tahun (bdk. 1 Raj. 11:42). Pada saat ia memerintah, rakyat Israel mengalami

kedamaian. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa secara politis, Salomo

memiliki kemampuan yang luar biasa dan hikmat tersebut berasal dari Allah.18

15
Khairunas, “Penyalahgunaan Wewenang Jabatan: Abuse of Power,” dirilis tanggal 31
Agustus 2015, diakses tanggal 6 Maret 2022, https://iainptk.ac.id/penyalahgunaan-wewenang-
jabatan-abuse-of-power/
16
Bento (nama samaran), Kelompok 1 melakukan wawancara melalui WA Grup, pada
tanggal 18-24 Februari 2022.
17
Markus Amid, “Urgensi Keterlibatan Pendeta Dalam Politik Praktis,” Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen Vol. 3, no 2 (Februari 2021): 120, adobe pdf eBook.
18
Ibid.

15
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Dalam Perjanjian Baru, salah satu tokoh terkenal dan merupakan karakter

ideal seorang pemimpin yaitu Yesus Kristus. Meskipun Yesus tidak secara

langsung ikut terlibat dalam partai politik, tetapi sebenarnya Yesus juga

berpolitik.19 Politik Yesus ialah politik Kerajaan Sorga yang mewujudkan damai

sejahatera bagi umat manusia.20 Hal ini dapat dilihat melalui ajaran-ajaran dan

perbuatan-Nya yang memihak dan memperjuangkan kaum miskin, lemah,

terpinggirkan dan sangat menderita (fisik dan psikis) karena ditindas oleh

masyarakat.21 Selain itu, Yesus juga mengatakan bahwa Ia datang bukan untuk

dilayani oleh orang lain melainkan untuk melayani (bdk. Mat. 20:28).22

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dipahami bahwa tidak ada larangan bagi

Pendeta untuk terlibat dalam politik. Tetapi yang harus diperhatikan ialah

bagaimana caranya ia mendapatkan kedudukan, dan bagaimana caranya ia

menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya ketika sudah

terlibat dalam politik. Pendeta harus berpolitik sesuai dengan prinsip etika Kristen

yang meneladani sikap Yesus yaitu jujur, tidak menyalahgunakan kedudukan yang

telah dipercayakan, mau melayani, mengutamakan kepentingan rakyat, dan rela

berkorban untuk menciptakan kesejahteraan bersama.23

19
Tom Saptaatmaja, “Yesus dan Politik,” dirilis tanggal 18 April 2019, diakses tanggal 7
Maret 2022, https://mediaindonesia.com/opini/230353/yesus-dan-politik.
20
Padri Hans, “Berpolitik Ala Yesus,” dirilis tanggal 23 Juli 2014, diakses tanggal 7 Maret
2022, https://www.kompasiana.com/revandriashans/54f6a084a333116a018b5125/berpolitik-ala-
yesus
21
Tom Saptaatmaja, “Yesus dan Politik,”…
22
G. Riemer, Jemaat yang Diakonal: Perspektif Baru dalam Pelayanan Kasih Nasional dan
Internasional (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 20041), 67.
23
Ibid.

16
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Tugas dan panggilan utama dari seorang pendeta ialah memberitakan Kabar

Baik dan melayani sesama seturut dengan firman Tuhan. Akan tetapi, pelayanan

yang dimaksud tidak hanya sebatas melayani didalam jemaat, namun dapat juga

diberikan dalam bentuk pelayanan lain, seperti penggembalaan dan diakonia pada

ranah jemaat atau masyarakat umum. Demikian halnya pelayanan di ranah politik,

keterlibatan seorang pendeta dalam ranah politik cenderung mengundang pro dan

kontra. Pandangan masyarakat terhadap politik cenderung dikaitkan dengan hal-hal

yang negatif. Hal itu terjadi karena banyaknya kasus politikus nakal yang lebih

mementingkan urusan pribadi ketimbang kesejahteraan masyarakat. Seharusnya,

bagi seorang politikus keseluruhan tugas dan tanggungjawabnya ialah melayani dan

mengatur pemerintah, bukan membuat masyarakat menderita. Dari sinilah muncul

kesenjangan paham dalam menilai politik sebagai salah satu sarana untuk

mensejahterakan kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan pendeta yang ikut

terlibat dapat politik, kelompok menyimpulkan bahwa pandangan jemaat dan juga

masyarakat terhadap seorang pendeta pun ikut menjadi berubah.

Pada dasarnya, kelompok melihat bahwa politik itu bersifat terbuka dan

netral, sehingga semua orang boleh ikut terlibat dalam politik termasuk seorang

pendeta. Inilah kesempatan bagi seorang pendeta untuk melayani dan menyatakan

syallom secara luas dalam segala bidang termasuk ikut terlibat langsung dalam

politik. Kesempatan untuk seorang pendeta terlibat dalam ranah politik justru harus

dipandang baik. Mengapa demikian? Karena dengan keterlibatan seorang pendeta

17
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

dalam ranah politik dapat membuka peluang baik dalam mengembangkan dan

mengabarkan Kabar Baik kepada masyarakat umum dan luas. Selain itu, seorang

pendeta dengan latar belakang pendidikan teologi dianggap juga mampu membawa

dan menjadi teladan yang baik untuk politikus lain, tokoh masyarakat, dan bagi

keberadaan politik itu sendiri. Seorang pendeta yang berpolitik harus menjalankan

pinsip-prinsip etika Kristen dengan meneladani sikap dari Yesus Kistus, yaitu sikap

jujur, dapat dipercaya, ingin melayani, mengutamakan kepentingan bersama.

5.2. Saran

Kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam politik itu adalah kesempatan

yang luar biasa, terlebih bagi seorang pendeta ataupun jemaat Kristen lainnya.

Namun hal yang harus diingat ialah jangan sampai melupakan tugas dan

tanggungjawab dasar sebagai hamba Tuhan. Justru pergunakanlah talenta,

kemampuan, dan kesempatan yang baik itu untuk menyatakan kasih Allah bagi

seluruh umat manusia. Ketika sudah mengaku dan berjanji untuk setia dihadapan

Tuhan, tunjukkanlah sikap kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian diri untuk melayani.

Sehingga, dimana pun kita akan ditempatkan, kita akan senantiasa membawa dan

menjadi berkat bagi orang-orang disekitar kita.

18
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal


Amid, Markus. “Urgensi Keterlibatan Pendeta Dalam Politik Praktis”, Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 3, No. 2 (Februari 2021).

Borrong, Robert P. “Signifikansi Kode Etik Pendeta” Gema Teologi, Vol.39, No. 1
(Aprill 2015): 75-76, diakses pada tanggal 4 Maret 2022,
file:///D:/SEMESTER%20VIII/Etika%20Kependetaan/ROBERT%20P.%20
BORRONG%20-
%20SIGNIFIKANSI%20KODE%20ETIK%20PENDETA.pdf

…….., Melayani Makin Sungguh: Signifikansi Kode Etik Pendeta bagi Pelayan
Gereja-Gereja di Indonesia. BPK Gunung Mulia, 2016.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2003. diakses, pada tanggal 4 Maret 2022,
http://books.google.co.id/books?id=_dZ247rCydlC&printsec=frontcover&d
q=pengertian+dan+peran+politik&hl=id&sa=X&ved=2UKEwiHrLm_qKz2
AhUijOYKHYDeCy8Q6AF6BAgMEAM

Dahlenburg, G.D. Siapakah Pendeta Itu?. Jakarta: Gunung Mulia, 1993.

Haboddin, Muhtar. Memahami Kekuasaan Politik. Malang: UB Press, 2017.


diakses pada 4 Maret 2022,
https://books.google.com/books?id=851ODwAAQBAJ&printsec=frontcove
r&dq=politik+dalam+pemerintahan&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiM9seH
vqz2AhXHTmxGHeCuDUoQ6AF6BAgGEAM

Hans, Padri. “Berpolitik Ala Yesus”, dirilis tanggal 23 Juli 2014. diakses tanggal 7
Maret 2022,
https://www.kompasiana.com/revandriashans/54f6a084a333116a018b5125/
berpolitik-ala-yesus

Harnawansyah, M.Fadhallilah. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: Scopindo


Media Pustaka, 2019. diakses pada tanggal 4 Maret 2022,
http://books.google.com/books?id=5CrbDwAAQBAJ&printsec=frontcover
&dq=pengertian+dan+peran+politik&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiHrLm_
qKz2AhUijOYKHYDeCy8Q6AF6BAgGEAM

Homrighausen, E.G. dan I.H. Enklaar. Pendidikan Agama Kristen .Jakarta: Gunung
Mulia, 200821. Diakses tanggal 6 Maret 2022,
https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_Agama_Kristen/_m_8S
HAjdtUC?hl=id&gbpv=1&dq=fungsi+pendeta+dalam+politik&pg=PA54&
printsec=frontcover

19
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Khairunas. “Penyalahgunaan Wewenang Jabatan: Abuse of Power,” dirilis tanggal


31 Agustus 2015, diakses tanggal 6 Maret 2022,
https://iainptk.ac.id/penyalahgunaan-wewenang-jabatan-abuse-of-power/

Riemer, G. Jemaat yang Diakonal: Perspektif Baru dalam Pelayanan Kasih


Nasional dan Internasional. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
20041.

Saptaatmaja, Tom. “Yesus dan Politik,” dirilis tanggal 18 April 2019, diakses
tanggal 7 Maret 2022, https://mediaindonesia.com/opini/230353/yesus-dan-
politik.

Tim Penyusun, “Teologi Politik”. Makassar: Yayasan OASE INTIM, 2013.

Wawancara
Orang yang diwawancarai atau informan
No. Nama orang yang Jenis Usia
Pekerjaan Agama
diwawancarai kelamin (tahun)
1. Bento (nama Pendeta
Laki-laki 71 tahun Kristen
samaran) pensiun

20

Anda mungkin juga menyukai