Anda di halaman 1dari 23

Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

ETIKA KEPENDETAAN
Profesionalisme Pendeta dalam Kepemimpinan

MAKALAH

Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Mata Kuliah


Etika Kependetaan

DOSEN PENGAMPU:

Pdt. Dr. Idrus Sasirais

OLEH KELOMPOK 7:

Ciciliani Cucu Chahayani Deo Mesakh J. M.


18.22.86 18.22.89 18.22.93
Elma Januarika Paulia Yurike Sartika Eka P.
18.23.05 18.23.40 18.23.52
Sinta Amedia D. Yun Hartaty
18.23.57 18.23.70

Program Sarjana Program Studi Teologi


BANJARMASIN
MARET 2022
KATA PENGANTAR

Ucapan puji syukur dan terima kasih kelompok ucapkan kepada Allah Sang Sumber

Hikmat yang telah mencurahkan berkat dan anugerah-Nya kepada setiap anggota

kelompok, sehingga boleh dimampukan untuk menyelesaikan tugas makalah Etika

Kependetaan yang berjudul “Profesionalisme Pendeta dalam Kepemimpinan” ini dengan

baik, dalam rangka memenuhi tanggung jawab proses perkuliahan, dan sebagai penilaian

tugas kelompok.

Kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pdt. Dr. Idrus Sasirais

selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Kependetaan, beliau telah memberikan

kesempatan kepada kelompok untuk mengerjakan tugas ini. Kiranya makalah ini dapat

memperkaya pengetahuan dan membentuk pemahaman pembaca tentang bagaimana

etika kependetaan dalam hal profesionalisme memimpin. Salam sehat, salam dalam kasih,

Tuhan Yesus Kristus memberkati kita sekalian.

Palangkaraya, 27 Maret 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................... 3
1.4. Metode Penulisan.................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN PROFESIONALISME PENDETA DALAM MEMIMPIN
.........................................................................................................................................4
2.1. Pengertian dan Konteks Profesionalisme ............................................................. 4
2.2. Pengertian Kepemimpinan .................................................................................... 5
2.3. Tugas dan Tanggung Jawab sebagai Seorang Pendeta (GKE) ............................. 8
2.4. Studi Kasus Kepemimpinan di Resort Karau Ampah (GKE) ............................ 10
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................13
3.1. Analisis Kritis ..................................................................................................... 13
3.2. Tawaran Etis Kependetaan ................................................................................. 15
3.3. Kesimpulan ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Etika adalah perilaku seseorang yang mempelajari cabang utama ilmu Filsafat

dengan kualitas standar moral, penilaian. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin yaitu

mores yang berasal dari suku kata mos atau mores yang berarti adat istiadat, kelakuan,

tabiat watak akhlak, yang kemudian berkembang menjadi kebiasaan dalam bertingkah

laku yang baik.1 Etika juga dapat diartikan sebagai kebiasaan atau tingkah laku seseorang

dalam kehidupan kesehariannya.

Dalam bahasa Indonesia istilah pendeta umumnya digunakan untuk menyebut

pemimpin dalam gereja-gereja Protestan. Nama pendeta berasal dari bahasa Sansekerta

“pandita”, yang berakar dalam tradisi agama Hindu. Kata pandita dalam Hinduisme

merupakan gelar anggota kasta Brahmana yang melakukan fungsi imamat, tetapi

memiliki spesialisasi dalam mempelajari dan menafsirkan kitab suci dan teks-teks hukum

serta filsafat kuno, jadi kata pandita sering dipakai sebagai gelar seorang terpelajar atau

seorang imam.2 Kemungkinan besar kata pandita ini yang menjadi pedoman orang

Kristen Protestan menggunakan nama Pendeta bagi seorang pelayan Tuhan. Seorang

yang dianggap sebagai pemimpin atau orang terpelajar pasti mempunyai etika dan moral.

Salah satu pemimpin yang dimaksudkan adalah seorang pelayan Tuhan atau biasa disebut

sebagai Pendeta.

Etika dan spiritualitas sangat dibutuhkan seorang pelayan Tuhan atau pendeta

sebelum melakukan pelayanan di mana pun mereka ditempatkan. Menurut Haggai

1
Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral (Bandung: Alfabeta, 2009), 50.
2
Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 15.

1
(1986), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan

setuju tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan proses

memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. 3 Dari definisi

kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses pemimpin

mempengaruhi pengikutnya dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai.

Kepemimpinan Kristen dan Etika Pendeta memiliki hubungan yang sangat erat

sebab pendeta dianggap sebagai pemimpin dan pelayan Tuhan oleh jemaat, dan haruslah

kepemimpinannya menekankan kasih sesuai ajaran Yesus Kristus untuk mencapai

tujuan.4 Menurut Engstrom dan Dyton (1998), kepemimpinan Kristen adalah

kepemimpinan yang dimotivasi oleh kasih, disediakan khusus untuk melayani. 5

Kepemimpinan Kristen adalah pendekatan yang khas di mana orang berusaha untuk

mengejar tujuan Tuhan dan Juruselamat-nya yaitu Yesus Kristus dalam setiap perspektif

kepemimpinan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Kristen adalah

kepemimpinan yang mencapai tujuan organisasi dengan berlandaskan kasih dan

pelayanan sesuai ajaran Yesus Kristus.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa itu profesionalisme dalam kepemimpinan sebagai seorang pendeta?

1.2.2. Apa tugas dan tanggung jawab seorang pendeta?

1.2.3. Bagaimana kenyataan profesionalisme kepemimpinan pendeta di lapangan?

1.2.4. Bagaimana tanggapan kelompok terhadap profesionalisme kepemimpinan

tersebut?

3
John Haggai, Lead On Leadership that Endures in a Changing World (Waco, Texas: Word Books,
1986), 4.
4
Ted Engstrom dan Edward Dayton, Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen, (Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 1998), 20.
5
Ibid., 22.

2
1.3. Tujuan Penulisan

Tulisan ini telah dibuat oleh kelompok dengan tujuan memberikan materi dan

pengetahuan tentang pendeta dalam profesionalismenya ketika melakukan

kepemimpinan. Tulisan diharapkan menjadi suatu hal yang bermanfaat bagi pembaca.

1.4. Metode Penulisan

Tulisan dibuat dengan metode pengumpulan dan pencarian berbagai literatur yang

ada di perpustakaan dan di internet, serta dengan melakukan wawancara terhadap

narasumber yang berkaitan dengan topik pembahasan makalah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

PROFESIONALISME PENDETA DALAM MEMIMPIN

2.1. Pengertian dan Konteks Profesionalisme

Profesionalisme secara leksikal berarti bersifat profesional (dalam bahasa Inggris

berasal dari kata professionalism). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas dan tindak yang merupakan ciri suatu

profesi. Orang yang bekerja dengan profesional itu memiliki sikap yang berbeda dengan

orang lain, meskipun memiliki kesamaan dalam ruang lingkup pendidikan, jenis

pekerjaan, dan tempat bekerja. Hal yang membedakannya adalah kinerja, sifat profesional

yang dimaksud adalah seperti apa yang ditampilkan dalam perbuatan (aksi), dan bukan

apa yang dikatakan melalui perkataan “saya adalah seorang profesional”. Profesionalisme

dapat diartikan sebagai komitmen seseorang dalam suatu profesi untuk meningkatkan

kemampuannya dengan terus mengembangkan strategi-strategi yang akan digunakan

dalam melakukan pekerjaannya. 1

Seseorang dapat dikatakan profesional dalam memimpin apabila mampu

menjalankan proses kepemimpinan yang mendorong, mempengaruhi dan menggerakkan

kegiatan dan tingkah laku kelompoknya. Inisiatif dan kreativitas seseorang yang

mengarahkan kepada kemajuan mendasar merupakan bagian integratif dari tugas dan

tanggung jawab. Peranan pemimpin yang profesional tidaklah hanya menguasai teori-

teori kepemimpinan, melainkan lebih dari itu yakni mengimplementasikan

1
Suriadi, dan H. Triyo Supriyatno, Profesionalisme Guru Berbasis Religius (Malang: Literasi
Nusantara, 20211), 48-49, diakses pada 28 Februari 2022,
https://books.google.co.id/books?id=6cY7EAAAQBAJ&pg=PA48&dq=prefesionalisme+dalam+kamus+
indonasia&hl=ban&sa=X&ved=2ahUKEwjq_dXDy6L2AhVuTGwGHSZzD20Q6AF6BAgGEAI

4
kemampuannya dalam teori secara nyata. Jadi, seorang pemimpin yang profesional sudah

sepatutnya memiliki wawasan, dan pengetahuan yang luas. 2

Menurut Ali (1992: 23), profesional adalah suatu hal yang melibatkan keterampilan

atau kemampuan yang tidak mesti diperoleh dari tingkatan pendidikan, namun bisa juga

dari seorang yang tekun dan melatih dirinya di satu bidang tertentu, hingga menjadi

profesional.3

2.2. Pengertian Kepemimpinan

2.2.1. Perspektif Umum

Kepemimpinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pemimpin

dan cara memimpin, Kepemimpinan secara etimologi adalah terjemahan dari kata

leadership yang berasal dari kata leader, pemimpin (leader) adalah seorang yang

memimpin sedangkan pimpinan merupakan jabatannya, dalam pengertian lain, secara

etimologi istilah kepemimpinan berasal dari kata “pimpin” yang artinya bimbing atau

tuntun, dan dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing dan

menuntun. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

mempunyai arti yaitu suatu kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi,

mengarahkan, membimbing, memerintah dan membina bahkan menghukum dengan

tujuan agar kelompoknya atau pengikutnya dapat melaksanakan setiap perintahnya untuk

2
Jajat Mujarat, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah Untuk Pengembangan Profesionalisme
Guru: Suatu Upaya Untuk Membangkitkan Kepedulian Para Pemangku Kepentingan Pendidikan di
Sekolah (Yogyakarta: Bintang Pustaka Madani, 20211), 24, diakses tanggal 28 Februari 2022,
https://books.google.co.id/books?id=KSQnEAAAQBAJ&pg=PA24&dq=prefesionalisme+seorang+pemi
mpin&hl=ban&sa=X&ved=2ahUKEwiOq-331KL2AhXJgtgFHYV6CcQQ6AF6BAgIEAI
3
Husen Mulachela, “Profesional adalah: Pengertian, Etika, dan Konsepnya”, Kata Data, Februari
2022, diakses pada 28 Maret 2022,
https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/intan/berita/6200cd0ce47b4/profesional-adalah-
pengertian-etika-dan-konsepnya

5
mencapai suatu tujuan bersama secara efektif dan efisien. Terdapat tiga unsur dalam

kepemimpinan, yaitu pemimpin (leader), pengikut (follower), dan situasi (situation).4

Menurut Stephen R. Covey (1997) kepemimpinan didasari dengan berbagai macam

prinsip, yang di mana prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi, dan konsekuensi.

Oleh karena itu, dasar prinsip yang membentuk karakteristik seorang pemimpin menurut

beliau adalah 1)Seorang yang belajar seumur hidup, 2)Berorientasi pada pelayanan,

3)Membawa energi positif yaitu percaya pada orang lain, memiliki keseimbangan di

dalam kehidupannya, melihat kehidupan sebagai tantangan, dapat bersinergi, dan

senantiasa berlatih mengembangkan diri sendiri.5

2.2.2. Perspektif Alkitab

Perspektif ini didasari oleh kepemimpinan yang dilakukan oleh salah satu Tokoh

Alkitab, yaitu Paulus. Kepemimpinan adalah hal yang penting dalam pelayanan karena

berpengaruh besar terhadap otoritas dan perubahan bagi para pengikutnya. Seorang

pemimpin memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, seorang pemimpin yang baik

adalah pemimpin yang memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan kasih bukan

malah memerintah.6 Paulus adalah contoh pemimpin yang menggunakan kepemimpinan

kasih sehingga dalam pelayanan-pelayanan yang Paulus lakukan, semua boleh menjadi

berkat bagi orang yang dilayaninya. Surat Filemon 1:8-14 merupakan pernyataan Paulus

kepada Filemon yang berkata, bahwa ia sebenarnya memiliki kebebasan penuh untuk

memerintahkan Filemon, tetapi Paulus tidak melakukan hal yang demikian, melainkan

menggunakan kepemimpinan kasih dengan berbicara kepada Filemon sebagai teman atau

4
Benny Hutaya, Peran Kepemimpinan Spiritual dan Media Sosial pada Rohani Pemuda di Gereja
Batak Karo Protestan (GBKI) Cililitan (Yogyakarta:Budi Utama,2019), 15 & 19.
5
Saripedia, “Kepemimpinan”, 10 Juli 2011, diakses 07 Maret 2022.
https://saripedia.wordpress.com/tag/prinsip-prinsip-dasar-kepemimpinan/
6
Jamal Ma’mur, Manajemen Pengelola dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional,
(Yogyakarta:BPK Gunung Mulia, 2009), 95.

6
sahabat7. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa cara kepemimpinan Paulus

sangat bagus jika diterapkan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai

seorang Pelayan Tuhan. Paulus menggunakan model kepemimpinan kasih dengan

menerapkan hal-hal berikut:

2.2.2.1.Berpikir Positif di Tengah Masalah

Pemimpin yang mampu berpikir positif di tengah-tengah masalah sangat

dibutuhkan oleh setiap orang percaya. Berpikir merupakan aktivitas psikis internasional,

dan itu terjadi apabila seseorang menjumpai masalah yang harus dipecahkan, dengan

demikian berpikir berarti seseorang menghubungkan antara satu pengertian dengan yang

lain dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan. Paulus adalah pemimpi yang dapat

berpikir positif di tengah-tengah masalah yang dihadapi, dan orang-orang yang ia pimpin.

Dalam surat Filemon 1:15-16, Paulus menghimbau Filemon untuk melihat peristiwa atau

persoalannya dengan Onesimus dari sisi rencana Allah. Paulus mengajak Filemon untuk

berpikir Positif bahwa Allah-lah yang punya rencana dibalik semua kejadian yang dialami

oleh Filemon dan juga Onesimus.8

2.2.2.2.Memimpin dengan Penuh Tanggung Jawab

Pemimpin yang baik dan bijaksana tidak hanya sekedar dapat berpikir positif di

tengah-tengah masalah, tetapi juga harus dapat bertanggung jawab di dalamnya. Rasul

Paulus adalah contoh pemimpin yang bertanggung jawab (Filemon 1:18-19), teks ini

menjelaskan bahwa Paulus siap membayar kerugian Filemon oleh karena Onesimus

hambanya itu. Artinya Paulus tidak hanya sekedar memerintahkan filemon untuk

menerima kembali Onesimus, tetapi mengajarkan Filemon bahwa sebagai seorang

7
Rainner Scheunemann, Tafsiran Alkitab: Surat Paulus kepada Filemon (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008), 49.
8
Ibid.

7
pemimpin harus siap berkorban untuk suatu tujuan, yaitu mendapatkan sebuah perubahan,

baik dalam diri sendiri, atau dalam diri seseorang.9

2.2.2.3.Memimpin dengan Penuh Kepercayaan

Untuk mencapai satu tujun yang baik dalam sebuah organisasi gereja, diperlukan

kerjasama antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin. Paulus adalah contoh

pemimpin yang percaya kepada bawahannya (Filemon 1:21) dalam ayat ini menjelaskan

bahwa Paulus berbicara mengenai ketaatan iman, ketaatan iman ini tertuju kepada Allah

(Roma 6:16), kepada Injil (Roma 10:16), kepada Kristus (2 Korintus 10:5), dan kepada

kehendak Allah (Roma 15:18). Dalam konteks ini Paulus merujuk kepada ketaatan

Filemon, sehubung dengan ia melaksanakan kehendak Allah yang terwujud dalam

penerimaan kembali Onesimus dalam kasih (sebagai saudara). Rasul Paulus percaya

bahwa Filemon akan melakukan apa yang diperintahkan Paulus untuk menerima kembali

Onesimus hambanya itu, oleh karena ketaatan kepada Allah. Dalam bagian ini Paulus

secara tidak langsung mengajak Filemon menanggapi secara Kristiani masalah yang

mempunyai dampak sosial, bagaimana seseorang menerima saudara atau saudari dalam

Kristus bukanlah masalah yang biasa, melainkan memerlukan tindakan yang mungkin

jauh mengatasi kebiasaan dan hukum duniawi, karena hidup dalam Kristus adalah tatanan

hidup yang baru.10

2.3. Tugas dan Tanggung Jawab sebagai Seorang Pendeta (GKE)

Secara etimologi, istilah “pendeta” dalam bahasa Indonesia umumnya digunakan

untuk menyebut pemimpin dalam gereja-gereja Protestan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), kata pendeta memiliki beberapa arti yakni: orang pandai, pertapa,

pemuka atau pemimpin agama atau jemaah (di agama Hindu dan Protestan), rohaniwan,

9
Ibid., 50.
10
Ibid.

8
dan guru agama.11 Dari beberapa pengertian tentang arti pendeta, maka dapat diartikan

bahwa pendeta adalah orang-orang yang dipilih, ditahbiskan dan diutus oleh Allah untuk

menyampaikan firman-Nya, dan akan diperlengkapi oleh Allah sendiri, dan melalui

pendeta warga jemaat yang digembalakan akan diperlengkapi melalui

pengajaran/pembinaan sesuai dengan firman Tuhan.

Tugas dan Tanggung Jawab pendeta secara umum didasari dengan tahbisan. Tahbisan

seorang pendeta Protestan tidak dianggap sebagai sakramen, tahbisan itu mempunyai

makna yang sangat dalam karena melibatkan pendeta dalam panggilan dan kehidupan

ilahi. Oleh sebab itu, hanya pendeta yang boleh melaksanakan sakramen walaupun tugas

pokoknya adalah memberitakan firman Allah. Keilahian tugas pendeta sangat penting

digarisbawahi karena sekarang ini lebih sering tugas pendeta disoroti dari aspek-aspek

yang lebih praktis dan teknis. Ada juga tentang wibawa, kewibawaan pendeta dinilai

berdasarkan kecakapan manajerialnya dan bukan lagi pada kewibawaan ilahinya. Hal ini

bisa dipahami karena banyak gereja melihat tugas pendeta yang utama terkait dengan

pengelolaan dan penataan pelayanan gereja sebagai lembaga. Padahal, tugas pokok

pendeta adalah memelihara kehidupan rohani umat yang dinyatakan dalam berbagai

bentuk penggembalaan. Itu sebabnya pendeta cocok disebut sebagai pastor atau

gembala.12

Pendeta GKE adalah jabatan pelayanan gerejawi yang diberikan gereja dalam bentuk

pengutusan kepada seseorang yang menerima panggilan Tuhan dan diteguhkan melalui

11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), 849.
12
Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh: Signifikansi Kode Etik Pendeta bagi Pelayanan
Gereja-gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 19-20.

9
penahbisan oleh Majelis Sinode sesudah menjalani masa vikariat selama periode waktu

tertentu.

Adapun tugas-tugas pokok pendeta dalam GKE adalah 1)Memberitakan Firman

Tuhan, 2)Melayani sakramen (Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus), 3)Menjaga dan

mengawasi pengajaran agama Kristen berdasarkan Alkitab, 4)Meneguhkan Sidi,

5)Meneguhkan nikah, 6)Melakukan penguburan, 7)Melayani ibadah-ibadah,

8)Meneguhkan Penatua dan Diakon, Penginjil (Pambarita) dan mereka yang ditetapkan

selaku pelayan di bidang khusus, 9)Mengadakan pembinaan dan memberikan bimbingan

kepada Penatua dan Diakon, Penginjil (Pambarita), Vikaris dan mereka yang ditetapkan

selaku pelayan-pelayan di bidang khusus, 10)Bersama-sama dengan Majelis Jemaat

melaksanakan pelayanan penggembalaan (perkunjungan rumah tangga, rumah sakit,

penjara dll), 11)Melaksanakan pelayanan bagi anak-anak, remaja, pemuda, perempuan,

kaum bapak, lansia, kaum profesional yang ada di jemaat, 12)Bersama dengan anggota

Majelis Jemaat, Pendeta melaksanakan tugas pelayanan di bidang administrasi gereja.13

2.4. Studi Kasus Kepemimpinan di Resort Karau Ampah (GKE)

Menurut Tomatala, seorang pemimpin Kristen terpanggil oleh tugas dan tanggung

jawab sebagai seorang pelayan dengan status sebagai hamba Allah. 14 Jadi pemimpin

bukanlah pejabat atau penguasa yang memerintah, melainkan pelayanan melakukan tugas

panggilan dari Tuhan sendiri. Dasar dari kepemimpinan yang melayani adalah Yesus

Kristus, dan ada banyak contoh dari kepemimpinan Yesus sebagai pelayan, tetapi yang

terpenting dari semuanya adalah keteladanan. Yesus selalu memimpin dengan teladan.

13
Peraturan GKE Nomor 14 Tahun 2016, Jabatan Pendeta dan Penginjil (Pambarita) Gereja
Kalimantan Evangelis (Perbaikan Peraturan GKE No.4 Tahun 2011), 54-56.
14
Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis ( Jakarta : Leadership Foundation, 1997), 46.

10
Para pemimpin gereja yang bisa memberi teladan adalah pemimpin gereja menyadari dan

menghayati panggilannya seperti Yesus Kristus yaitu melayani dan bukan dilayani.

Berdasarkan hal ini, kelompok mengambil contoh terkait kepemimpinan gereja yang ada

di jemat Resort Karau Ampah (tempat salah satu anggota kelompok berjemaat), dengan

Pendeta yang diinisialkan oleh kelompok menjadi “APG”. Kelompok melihat dan menilai

bahwa selama ini “APG” memang sudah fokus dalam membangun kehidupan iman

(pertumbuhan intensif), namun pembangunan iman yang hanya bersifat seremonial

(mengutamakan upacara atau liturgi), sesuatu yang bersifat rutin saja, dan kurang

memperhatikan kualitas iman warga jemaat. Pendeta “APG” yang menjadi pemimpin

dalam jemaat yang ada di tempat tersebut membutuhkan kekreativitasan dan keproaktifan

dalam hal mencari dan menemukan cara-cara untuk membuat warga jemaat menjadi

dewasa di dalam iman. Sehingga melalui itu jemaat bisa lebih bersemangat, dan

bersungguh-sungguh untuk berpartisipasi dalam pembangunan Tubuh Kristus (kehidupan

bergereja/berjemaat). Selain itu, sesuai dengan hakekat gereja sebagai persekutuan yang

harus bersaksi, maka pertumbuhan ekstensif gereja perlu juga mendapat perhatian.

Berdasarkan kutipan Greenleaf mengenai Servant Leadership, ia menjelaskan

bahwa kepemimpinan yang melayani adalah orang yang mula-mula menjadi pelayan, dan

kepemimpinan yang melayani ini dimulai dengan perasaan alami bahwa orang ingin

melayani dengan terlebih dahulu. Jadi kepemimpinan yang melayani menurutnya dimulai

dari kesadaran seorang pemimpin adalah pelayan.15 Pendeta “APG’ ini masih belum bisa

menjadi teladan di dalam kehidupannya untuk warga jemaat, karena ia hanya berfokus

15
Ronald Kweniawan, Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa (Salatiga, Tesis pada Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga, 2014), 31-32, diakses pada 26 Maret 2022,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.uksw.edu/bitstream/123456
789/8898/3/T2_752013029_BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjfnM763rb2AhXFmuYKHR-
PBlkQFnoECAgQAQ&usg=AOvVaw08SqpJ1SrpGqvBeaoIms2Y

11
kepada tugasnya terkait di atas mimbar saja (seremonial), namun etika dan perilakunya

sebagai pemimpin yang menjadi teladan tidak dia nampakkan, sehingga jemaat yang ada

disitu pun seringkali menjadikannya bahan pembicaraan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Analisis Kritis

Penjelasan terdahulu di dalam bab II sudah memberikan suatu pemaparan yang

cukup lengkap, mengenai profesionalisme pendeta di dalam kepemimpinannya.

Pemaparan kelompok kali ini juga akan dianalisis dengan sedemikian rupa, dan hasil

analisis tersebut diuraikan demikian.

3.1.1. Profesionalisme dan Kepemimpinan

Ketika berbicara mengenai kata profesionalisme, sesuai penjelasan sebelumnya,

maka hal ini adalah suatu sikap di dalam bertindak. Sikap ini sangatlah baik ketika

dipandang secara etis, profesi sendiri sudah memiliki makna lebih khusus dibanding karir

(lebih berfokus pada suatu jasa atau keahlian). Profesi juga berarti profesional yang

dimana skill, knowledge, dan attitude adalah hal pokok yang harus dimiliki. Seseorang

profesional harus ahli dalam suatu bidang tertentu, begitu pula menguasai dan memiliki

wawasan tentang ilmu lain yang menunjang kinerjanya di bidang tersebut, begitu pula

menjadikan SOP (Standard Operational Procedure) perusahaannya sebagai tolak ukur

etika yang ia terapkan di dalam bekerja/bertugas. Sama seperti pendapat Paula Hall,

profesionalisme berarti kepercayaan, tidak lain dan tidak bukan ketika profesi dan

profesional bersinergi, ia akan mencapai suatu kepercayaan yang disebut dengan

profesionalisme di dalam bidang yang seseorang itu tekuni.1

Tentu profesionalisme yang membawa kepercayaan di dalam kepemimpinan

merupakan unsur krusial, di mana ketika berhasil ditekuni/dijalani, maka kepemimpinan

itu akan menjadi lebih efisien, efektif, dan terkendali, serta keselarasan dan keserasian

1
Husen Mulachela, “Profesional adalah: Pengertian, Etika, dan Konsepnya”, …

13
antar sesama rekan (anggota kelompok/lembaga) akan tercapai. Hal tersebut merupakan

target atau suasana ideal yang akan dicapai seseorang dengan profesionalisme dalam

bidangnya dan dalam kepemimpinannya, tetapi kenyataan yang terjadi tidak sesempurna

apa yang disimpulkan secara teori. Pada kenyataanya ada suatu pihak yang tetap tidak

akan selaras dengan pemimpinnya, walaupun pemimpinnya tersebut sudah sangat ideal,

sangat profesional, dan sudah mencapai profesionalisme dalam kepemimpinannya.

3.1.2. Korelasi Kedua Unsur tersebut di dalam diri seorang Pendeta

Seorang pendeta meraih sikap profesional tidak hanya melalui pendidikannya

(sekolah teologi), tetapi juga melalui pengalaman pribadi atau relasi pribadinya dengan

Allah di dalam Roh Kudus, yang tidak bisa diukur secara akademis, oleh karena itulah

profesionalisme pendeta muncul dari pendidikan, dan pengalaman/relasi pribadinya

dengan Allah. Ketika pendeta diperhadapkan dengan profesionalismenya sebagai seorang

pemimpin, maka ada unsur-unsur yang membedakannya antara profesionalisme

kepemimpinan pada umumnya, dan ketika hal tersebut dipahami dalam ruang lingkup

Kekristenan (seorang pendeta). Seorang tokoh sudah diperkenalkan dalam segi

kepemimpinannya pada bab II (Paulus), dengan segenap kepribadian, dan contoh

tindakan nyatanya yang dicatat oleh surat-surat di dalam kitab Perjanjian Baru. Kali ini,

Tuhan Yesus Kristus juga menjadi dasar profesionalisme sejati bagi hamba-hamba-Nya

(secara khusus pendeta), di mana Ia dengan dasar kasih, pada intinya melakukan segenap

rancangan/rencana/karya penebusan dari Bapa-Nya, dengan profesional (banyak

kebaikan, serta pengorbanan) tanpa sedikit pun merusak karya penebusan tersebut. Yesus

menjadi standar profesional pendeta, dan standar profesional satu-satunya yang

sempurna.

14
Profesionalisme dalam kepemimpinan seorang pendeta tidak sekedar berbicara

tentang keahlian, pengetahuan, dan sikapnya, melainkan juga berbicara tentang

bagaimana ia dapat menghadapi jemaat dan memperoleh kepercayaannya, dengan cara

yang tidak dilakukan oleh seorang pemimpin profesional pada umumnya. Ia menerapkan

kasih Yesus yang mendahului, melebihi, dan melampaui segala hal, ia mau merendahkan

diri, mau berkorban, mau sakit terlebih dahulu untuk dapat merangkul jemaatnya, meraih

kepercayaan (profesionalisme) dari jemaatnya, tetap mau memantau, bahkan

memperhatikan orang-orang yang tidak selaras dengannya, layaknya Yesus Kristus.

Pendeta tidak semerta-merta menjunjung tinggi keahlian, pengetahuan, dan sikapnya di

atas ‘kasih’ yang diajarkan kepadanya, melainkan melalui ‘kasih’ itulah keahlian,

pengetahuan, dan sikapnya diangkat Allah (sehingga jemaat mengakui ia sebagai seorang

pemimpin). Memang banyak hal yang dikorbankan ketika profesionalisme pendeta

diterapkan dalam kepemimpinannya (korban perasaan, waktu, tenaga, pikiran, tetesan air

mata, bahkan jiwa, dan seterusnya), tetapi semua itu tetap bisa dilakukan karena satu hal

yang pasti diyakini ada di dalam dirinya, yaitu Tuhan senantiasa beserta dengan segenap

penguatan, penghiburan, dan perlindungan daripada-Nya kepada setiap orang yang

sungguh-sungguh mengasihi-Nya, dan itu penyertaan-Nya itu juga dapat ternyata dari

keluarganya, dan dari semakin adanya orang-orang/jemaat yang mendukungnya sebagai

seorang pemimpin.

3.2. Tawaran Etis Kependetaan

3.2.1. Jalan Kepemimpinan Downward Mobility

Jalan kepemimpinan seorang Pendeta adalah downward mobility, bukan upward

mobility. Downward mobility atau mobilitas ke bawah merupakan jalan kepemimpinan

seperti yang dijalani oleh Yesus yakni ‘jalan salib’, sedangkan upward mobility adalah

15
jalan kepemimpinan dunia dengan target dan ambisi untuk menjadi superior dan

berkuasa, sangat menjunjung tinggi sistem penilaian dunia. Kepemimpinan melalui ‘jalan

salib’ adalah menjadi seorang hamba sama seperti Firman Allah yang menjadi manusia

yakni Yesus yang datang dan tinggal di tengah-tengah kehidupan manusia untuk

menyatakan karya keselamatan-Nya. Hal ini menegaskan bahwa kepemimpinan Kristen

bukanlah sebuah proses pembesaran diri yang mengandalkan kemampuan sendiri untuk

mencapai ambisi pribadi, tetapi sebuah proses pelucutan diri yang mengandalkan

penyerahan diri secara total kepada Allah untuk mencapai kehendak-Nya melalui diri

pemimpin.2

3.2.2. Memimpin dengan Integritas

Integritas dipahami sebagai keutuhan dalam seluruh aspek kehidupan, khususnya

keselarasan antara perkataan dan perbuatan atau dengan kalimat lain, dimaknai sebagai

integrasi antara etika dan moralitas. Seseorang dapat memiliki integritas tanpa menjadi

pemimpin, tetapi seseorang tidak mungkin dapat menjadi pemimpin tanpa integritas. Hal

ini menegaskan bahwa integritas seorang pendeta adalah Firman Allah yang

disampaikannya, yang juga harus dipraktikkan di dalam kehidupannya.3

3.2.3. Memimpin dengan Kerendahan Hati

Seseorang yang rendah hati adalah seseorang yang mengakui bahwa semua

kemampuannya berasal dari Tuhan yang memberikan dan memampukan dirinya untuk

bertindak. Sen Sendjaya mengkolaborasikan ungkapan dari Andrew Murray dan Martin

Luther yang berbunyi “Manusia itu pada dasarnya nothing, lalu dalam kondisi

nothingness tersebut diubah dari nothing menjadi something oleh Tuhan yang adalah

2
Sen Sendjaya, Jadilah Pemimpin Demi Kristus (Jakarta: Literatur Perkantas (PT. Suluh Cendikia),
3
2016 ), 53-61.
3
Ibid., 62-70.

16
everything”. Pemimpin Kristen yang rendah hati selalu sadar dan mengakui bahwa dibalik

segala kredibilitas dan kompetensi yang dimiliki di hadapan publik, itu semua merupakan

pemberian Tuhan, sehingga seharusnya tidak ada seorang pemimpin yang bermegah

dalam kepemimpinannya. 4

3.2.4. Pelayan yang Memimpin

Dalam Injil Markus 10:43-44, Yesus mengatakan: “Barangsiapa ingin menjadi

besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi

yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya”. Kata

‘ingin’ dan ‘hendaklah’ berasal dari kata ‘want’ dan ‘must’. Hal ini menegaskan syarat

konkret yakni ‘ingin menjadi besar, harus menjadi pelayan’ dan ‘ingin menjadi

terkemuka, harus menjadi hamba’. Sen Sendjaya dalam perenungannya pada pengajaran

Yesus, ia menuliskan kalimat ini “Memimpin adalah melayani, namun melayani belum

tentu memimpin. Yang tidak mau melayani, tidak boleh dan tidak berhak memimpin.

Pemimpin adalah pelayan, namun pelayan belum tentu pemimpin. Yang tidak rela

menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin”. Pemimpin pelayan bukan pemimpin

yang melayani, namun pelayan yang memimpin.5

3.3. Kesimpulan

Pemimpin, terutama pemimpin Kristen, haruslah dipercayai oleh bawahannya

untuk memimpin mereka. Seseorang yang berada dalam posisi kepemimpinan hanya akan

berhasil jika orang yang dipimpinnya menaruh kepercayaan terhadap dirinya, begitu pula

ia menaruh kepercayaan terhadap bawahannya. Tidak ada yang dapat menggantikan

kepercayaan. Profesionalisme pendeta sebagai seorang pemimpin tidaklah sama dengan

profesionalisme pemimpin pada umumnya, oleh karena ‘kasih’ menjadi perbedaan

4
Sen Sendjaya, Jadilah Pemimpin …, 79-84.
5
Ibid., 85-90.

17
mendasar di dalam diri seorang pendeta tersebut. Kasih membuat pendeta dapat

memimpin secara profesional, dan tidak hanya itu, bahkan lebih lagi dengan rela

berkorban segala sesuatunya dalam penerapan kasih pada kepemimpinannya. Apabila

seorang pemimpin (pendeta) memiliki etika yang tinggi di dalam kasih Allah, maka akan

tinggi pula integritas yang dimilikinya, dan sikap profesionalisme akan dapat diwujudkan

dalam dirinya, walaupun tidak sesempurna Yesus Kristus, tetapi semakin disempurnakan

dalam kesetiaannya menjalani profesi sebagai hamba Tuhan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Borrong, Robert P. Melayani Makin Sungguh: Signifikansi Kode Etik Pendeta bagi
Pelayanan Gereja-gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.

Darmadi, Hamid. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta, 2009.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.

Engstrom, Ted dan Edward Dayton, Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen. Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1998.

Haggai, John. Lead On Leadership that Endures in a Changing World. Waco, Texas:
Word Books, 1986.

Hutaya, Benny. Peran Kepemimpinan Spiritual dan Media Sosial pada Rohani Pemuda
di Gereja Batak Karo Protestan (GBKI) Cililitan. Yogyakarta:Budi Utama,2019.

Ma’mur, Jamal. Manajemen Pengelola dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional.


Yogyakarta:BPK Gunung Mulia, 2009.

Peraturan GKE Nomor 14 Tahun 2016, Jabatan Pendeta dan Penginjil (Pambarita)
Gereja Kalimantan Evangelis. Perbaikan Peraturan GKE No.4 Tahun 2011.

Scheunemann, Rainner. Tafsiran Alkitab: Surat Paulus kepada Filemon. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.

Sendjaya, Sen. Jadilah Pemimpin Demi Kristus. Jakarta: Literatur Perkantas (PT. Suluh
Cendikia). 20163.

Tomatala, Yakob. Kepemimpinan yang Dinamis. Jakarta: Leadership Foundation, 1997.

Artikel Online
Kepemimpinan. Dirilis 10 Juli 2011. Diakses 07 Maret 2022.
https://saripedia.wordpress.com/tag/prinsip-prinsip-dasar-kepemimpinan/

Kweniawan, Ronald. Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa. Salatiga, Tesis pada


Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2014. 31-32, diakses pada 26 Maret
2022.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.uksw.
edu/bitstream/123456789/8898/3/T2_752013029_BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKE
wjfnM763rb2AhXFmuYKHR-
PBlkQFnoECAgQAQ&usg=AOvVaw08SqpJ1SrpGqvBeaoIms2Y

Mujarat, Jajat. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah Untuk Pengembangan


Profesionalisme Guru: Suatu Upaya Untuk Membangkitkan Kepedulian Para
Pemangku Kepentingan Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta: Bintang Pustaka
Madani, 20211. 24. diakses tanggal 28 Februari 2022.
https://books.google.co.id/books?id=KSQnEAAAQBAJ&pg=PA24&dq=prefesion
alisme+seorang+pemimpin&hl=ban&sa=X&ved=2ahUKEwiOq-
331KL2AhXJgtgFHYV6CcQQ6AF6BAgIEAI

Mulachela, Husen. “Profesional adalah: Pengertian, Etika, dan Konsepnya”. Kata Data,
Februari 2022. diakses pada 28 Maret 2022.
https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/intan/berita/6200cd0ce47b4/pro
fesional-adalah-pengertian-etika-dan-konsepnya

Suriadi, dan H. Triyo Supriyatno. Profesionalisme Guru Berbasis Religius. Malang:


Literasi Nusantara, 20211. 48-49. diakses tanggal 28 Februari 2022.
https://books.google.co.id/books?id=6cY7EAAAQBAJ&pg=PA48&dq=prefesiona
lisme+dalam+kamus+indonasia&hl=ban&sa=X&ved=2ahUKEwjq_dXDy6L2AhV
uTGwGHSZzD20Q6AF6BAgGEAI

Anda mungkin juga menyukai