Anda di halaman 1dari 20

Kelompok II: Seminar ASG

SOSIALISASI DOKUMEN-DOKUMEN AJARAN SOSIAL GEREJA

SEBAGAI DOKUMEN

I. PENGANTAR
Bersama dengan kelompok pertama, kita telah membahas dasar-dasar teologis keterlibatan
Gereja dalam menanggapi masalah-masalah sosial. Dasar pokoknya adalah iman akan Yesus
Kristus. Yesus telah secara langsung terlibat dalam situasi dunia, dan berusaha memperbaiki
tatanan dunia dengan pewartaan Kabar Gembira yaitu pewartaan keselamatan bagi semua orang.
Secara konkret, Yesus terlibat dalam realitas sosial di zamannya. Ia menolong orang miskin,
menyembuhkan orang yang sakit dan membangkitkan orang yang telah meninggal. Karena itu,
Yesus yang diimani Gereja merupakan inspirator utama bagi Gereja untuk terlibat dalam
masalah-masalah sosial. Landasan keterlibatan ini antara lain dimuat dalam Dokumen Ajaran
Sosial Gereja.
Ada 12 dokumen Ajaran Sosial Gereja (selanjutnya disingkat ASG) sejak tahun 1891
(Rerum Novarum/RN, Paus Leo XIII) -1991 (Cantesimus Annus/CA, Paus Yohanes Paulus II). 1
Dokumen-dokumen ASG ini merupakan hasil refleksi dan jawaban Gereja terhadap peristiwa-
peristiwa dan masalah-masalah sosial tertentu, sekarang dan di sini. Oleh karena itu, dokumen-
dokumen ASG akan senantiasa up to date untuk segala zaman. Namun, banyak orang yang
menganggap bahwa dokumen-dokumen ini hanya aktual dalam tataran dogmatis dan sekedar
mengulang dokumen-dokumen sebelumnya. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan pemahaman
mereka yang kurang mendalam akan dokumen-dokumen ini. Oleh karena itu, sidang tahunan
KWI 2007 yang mengambil tema “Ajaran Sosial Gereja” menegaskan bahwa usaha sosialisasi
dokumen-dokumen ASG ini sangat mendesak. Dengan demikian, umat mempunyai pegangan
atau dasar keterlibatannya dalam masalah-masalah kemanusiaan. Bagaimana sosialisasi ini
dilakukan?
Ada banyak cara! Secara umum dokumen-dokumen ASG dapat dipelajari melalui
pendekatan tematis dan pendekatan dokumen-dokumen ASG sebagai dokumen. Pada kesempatan
ini, metode yang kami ajukan adalah pendekatan dokumen ASG sebagai dokumen. Bagaimana
pendekatan ini dilakukan? Semoga apa yang kami usahakan ini membantu Anda untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap dokumen-dokumen Ajaran Sosial
Gereja. Kami juga berharap bahwa Anda akan menyalurkan pengetahuan yang telah dapatkan ini
Anda kepada umat yang lain.
1
Secara rinci dokumen-dokumen ini dapat dilihat pada pembahasan mengenai tema-tema ASG

1
Kelompok II: Seminar ASG

II. DOKUMEN AJARAN SOSIAL GEREJA: DASAR DAN RUANG

LINGKUP KETERLIBATAN GEREJA


Ada 12 seri dokumen Ajaran Sosial Gereja mulai dari Leo XIII hingga Paus Yohanes
Paulus II.2 Dokumen-dokumen ini adalah bentuk konkret tanggapan Gereja terhadap situasi
sosial yang terus melanda umat manusia. Dengan mempelajari dokumen-dokumen ini, kita
mengetahui dan mengerti apa dan bagaimana dasar-dasar keterlibatan Gereja, arah
keberpihakannya dan nilai-nilai yang diperjuangkan Gereja. Karena itu, dokumen-dokumen
Ajaran Sosial Gereja dapat menjadi landasan dasar bagi kita sebagai pengikut Kristus untuk ikut
terlibat dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial yang muncul di sekitar kita.
Terbentuknya dokumen Rerum Novarum dan dokumen-dokumen selanjutnya merupakan
buah kesadaran Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja akan wewenang dan haknya untuk ikut
terlibat dan memutuskan sejauh mana keterlibatan Gereja dalam memecahkan berbagai
persoalan sosial kemasyarakatan.3 Namun demikian, Gereja tidak berkompeten dalam hal teknis
karena Gereja memang tidak memiliki sarana untuk itu. Batas-batas keterlibatan Gereja adalah
perilaku moral dari berbagai bentuk perkembangan baik teknis (misalnya perkembangan
teknologi) maupun struktural (aturan-aturan yang tidak adil). 4 Bentuk keprihatinan Gereja
terletak pada urusan kemanusiaan yaitu martabat pribadi umat manusia yang tidak dapat
diletakkan pada persoalan teknis semata.5 Tugas pokok Gereja adalah memperjuangkan dan
memajukan harkat martabat serta hak-hak asasi manusia, membantu terwujudnya kesejahteraan
umum/bersama, kepentingan umum/bersama.6 Misi khusus Gereja terletak pada persoalan
religius. Namun demikian, Gereja bukan berarti bahwa Gereja berpangku tangan dalam situasi
persoalan sosial yang konkret sebab Gereja hadir untuk melayani semua orang tanpa pandang
bulu.7 Yang dihadapi Gereja bukan manusia abstrak tapi manusia yang nyata, konkret dan
menyejarah. Oleh karena itu, Gereja sangat menekankan pentingnya peranan hati nurani manusia
untuk memecahkan segala persoalan sosial.8
Dasar biblis yang ditekankan bahwa Cinta Kasih Kristus untuk seluruh dunia. Kristus
merupakan inspirator.9 Yesus mewartakan Kerajaan Allah kepada setiap orang khususnya kepada
mereka yang miskin, malang dan tertindas. Gereja harus meneruskan pewartaan ini sebagai
2
Dokumen-dokumen itu kami tunjukkan pada bagian ke-2 dalam pembahasan tema-tema ASG!
3
Lih. RN 14; QA 41, MM 3,6; GS 40; IM 20, EN 30; SRS 41; CA 54.
4
Lih. QA 41
5
Lih. SRS 41
6
Lih. IM 37-38
7
Lih. GS 42
8
Lih. GS 15
9
Lihat pembahasan modul pertama mengenai subtema I dan II.

2
Kelompok II: Seminar ASG

jawaban imannya akan Yesus.10 Selain itu, muncul kesadaran baru bahwa Gereja itu menempuh
perjalanan bersama seluruh umat manusia dan mengalami nasib yang sama. Maka, adalah suatu
yang ironis bila Gereja “berpangku tangan” terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Dasar
keterlibatan sosial Gereja merupakan bagian utama ajaran mengenai manusia, 11 merupakan
seperangkat asas untuk refleksi, tolak ukur penilaian dan petunjuk untuk bertindak.12
Jadi hakekat ketelibatan sosial Gereja merupakan komitmen moral Gereja atas
permasalahan sosial sebagai wujud cinta kasih dalam bentuk keterlibatan langsung Gereja secara
moral dalam pergulatan perikehidupan sosial manusia. Gereja wajib menyelidiki tanda-tanda
zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil. Oleh karena itu, keterlibatan sosial Gereja
berkembang melalui proses refleksi atas berbagai situasi dunia yang berubah-ubah dengan
kekayaan pengalaman yang dimiliki Gereja selama berabad-abad yang lampau.13 Oleh sebab itu,
bentuk keterlibatan sosial Gereja itu bersifat tetap dan selalu baru. Bersifat tetap karena asas
dasar, prinsip refleksi, norma penilaian dan pedoman untuk bertindak adalah satu dan sama yaitu
Injil. Selalu baru karena refleksi Gereja senantiasa berhubungan dengan situasi dunia (manusia)
yang terus berkembang dan berubah-ubah.

III. LATAR BELAKANG MUNCULNYA AJARAN SOSIA GEREJA

 RERUM NOVARUM MERUPAKAN CIKAL BAKAL LAHIRNYA DOKUMEN-


DOKUMEN AJARAN SOSIAL GEREJA
Rerum Novarum sebagai Magna Charta dokumen-dokumen ASG merupakan bentuk awali
keprihatinan Gereja terhadap berbagai perubahan revolusioner di berbagai bidang. Apa yang
mendorong lahirnya dokumen ini? siapa penggagasnya?

Revolusi Industri dan Kondisi Para Pekerja


Penemuan-penemuan yang terus terjadi begitu dasyat dalam masyarakat Eropa telah
melahirkan suatu fase di mana perubahan dalam masyarakat terjadi begitu cepat. Setidaknya hal
inilah yang terjadi pada akhir abad ke-18 sampai paruh abad ke-19. 14 Negara-negara Eropa
berkembang begitu cepat menjadi negara industri karena penemuan-penemuan teknologi seperti
kereta api, mesin-mesin industri dsb. Apa dampaknya bagi kehidupan sosial?
Keberhasilan diukur dari mutu dan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Akibatnya,
tenaga manusia dianggap tidak produktif. Selain itu, di kota-kota besar dibangun pabrik-pabrik
industri sehingga terjadi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak orang berfikir
10
Bdk. Tony Byrne, Working For Justice And Peace: A Practical Guide, Ndola-Zambia: Mission Press, 1988 hlm.
17-21
11
Lih. MM 222. Dalam Modul I, dasar keterlibatan ini dibahasakan sebagai tuntutan asasi manusia.
12
Lih. SRS 41
13
Lih. OA 42
14
Herve Carrier, The Social Doctrine Of The Church Revisited, Vatican City: Pontificium Consilium de Iustitia et
Pace, 1990, hlm 20

3
Kelompok II: Seminar ASG

bahwa dengan semakin banyak barang mentah yang akan diproduksi, mereka bisa mendapatkan
perkerjaan dengan mudah sehingga hidupnya akan terjamin dan tidak akan kekurangan lagi.
Karena itu, banyak tanah-tanah pertanian dan perkebunan di daerah pedesaan yang ditinggalkan
dan dibiarkan kosong. Namun, arus perpindahan ini justru menyebabkan situasi para pekerja
sangat memprihatinkan. Di satu sisi, pabrik industri menggunakan teknologi industri yang jauh
lebih efektif dan efisien untuk memproduksi barang dan jasa, di sisi lain tenaga kerja manusia
berlimpah sementara permintaan tenaga kerja berkurang. Akibatnya, penghargaan (upah)
terhadap hasil karya pekerja menjadi sangat rendah sehingga banyak pekerja yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar untuk hidup mereka.
Demi memperjuangkan haknya, para pekerja melakukan perlawanan-perlawanan seperti
pemogokan kerja yang sering kali disertai tindakan kekerasan. Mereka bersatu membantuk
organisasi-organisasi yang dapat menampung, memperjuangkan hak-hak mereka. Organisasi ini
menjadi serikat buruh internasional dengan keanggotaan yang lintas negara. Contoh, di Amerika
Serikat The Knight Labor merangkul 700.000 orang, sedangkan di Jerman (Gotha) mampu
merangkul 300.000 orang. Siapa pelopor gerakan ini?
Kettler: “Sang Pelopor”
Keadaan para buruh yang memprihatinkan ini tidak hanya menjadi persoalan pengusaha
atau pemerintah, tetapi juga menjadi perhatian Gereja. Dalam tahun 1848, pastor Wilhelm E.V.
Katteler mengawali revolusi moral dan religius. Pelayanannya merupakan awal dari suatu cara
baru menganalisis rontoknya tatanan sosial dan ekonomi disebabkan oleh revolusi industri.
Gerakan yang diawalinya dikenal dengan sebutan Katolisisme Sosial. Hal ini berawal dari apa
yang dilihatnya di Berlin. Ia menyaksikan kerusakan dan kemiskinan yang menyebabkan
kekerasan. Lantas ia menaruh perhatian pada keprihatinan sosial yang ada di sekitarnya,
khususnya menyangkut upah yang menjadi nafkah para pekerja pabrik.
Pada musyawarah umum di Frankfurt, ia mengungkapkan penyakit sosial ini. Musyawarah
ini mendorong lahirnya kelompok atau organisasi-organisasi Katolik yang menaruh perhatian
pada lingkungan sosial di sekitarnya dengan semangat Kristiani. Kattteler menyoroti secara tajam
kesenjangan antara kekayaan dan kemiskinan di Jerman. Katteler berkeyakinan bahwa Gereja
harus mengarahkan dirinya pada penanganan masalah sosial yang sedang terjadi. Ia begitu gencar
menyuarakan gagasan-gagasannya, baik dalam kotbah maupun dalam dialog-dialog, dsb.
Katteler tidak hanya menantang pemikiran para sosialis dan kapitalis zamannya, tetapi juga
menawarkan jawaban-jawaban terhadap persoalan tersebut. Beberapa usulan Katteler untuk
mengurangi kejahatan-kejahatan sistem industri, yaitu:
1. larangan terhadap anak-anak bekerja di pabrik
2. pembatasan jam kerja
3. pemisahan tempat kerja antara buruh berdasarkan jenis kelamin
4. penutupan tempat kerja yang tidak sehat
5. libur pada hari minggu
6. kewajiban untuk memelihara para buruh yang berhalangan sementara atau tetap

4
Kelompok II: Seminar ASG

Katteler adalah pelopor bagi gerakan sosial Katolik Jerman dan juga gerakan sosial dalam
Gereja pada umumnya. Pemikiran-pemikirannya sungguh menggerakkan Gereja untuk bertindak
dan mengambil keputusan terhadap situasi sosial yang dihadapi oleh manusia. Pengaruh
pandangannya tampak dalam dokumen Rerum Novarum dari Paus Leo XIII, 15 Mei 1891 15 dan
dokumen ASG selanjutnya. Paus Leo XIII dengan kecerdasan dan kecakapnnya menggagas dan
menemukan masalah kunci zaman itu, yaitu bentuk baru negara-negara dan hubungan-hubungan
mereka, masalah kaum buruh dalam dunia industri. Ada empat hal yang mematangkan dan
membidani lahirnya ensiklik RN:

1. Di AS, Kardinal Gibbons berhasil membela masalah-masalah the knight labor,


asosiasi yang berjuang melawan monopoli.
2. Di London Kardinal Manning berperan serta secara langsung dalam negoisasi
untuk memperbolehkan kuli pelabuhan pembongkar muatan kapal melakukan pemogokan.
3. Di Berlin kaisar Wilhelm II memanggil suatu konferensi internasional tentang kerja
4. Tahun 1885 Leon Harmel (yang mengusulkan penyesuaian sistem liberal menurut
roh kasih kristen) membimbing rombongan peziarah ke Roma. Mereka ini diterima oleh Paus
dalam audensi khusus.
Matangnya ensiklik ini lantaran paduan antara refleksi dan urgensi. Alam pembuatan dan
penyusunannya ensiklik ini dikerjakan melalui empat kali peredaksian. Karena itu RN
merupakan ensiklik yang begitu matang dalam menanggapi persoalan sosial jamannya, tidak
hanya kritik, pandangan yang tajam terhadap situsasi sosial, tetapi juga memberikan pendasaran
yang mantap mengenai situasi yang dikaji. Pengaruh RN sangat kuat dalam dokumen-dokumen
ASG selanjutnya. Herve Carrier menyatakan bahwa hubungan yang kuat antara RN dengan
dokumen-dokumen selanjutnya terletak pada persoalan pekerjaan (kaum buruh) yang
menyangkut persoalan seperti martabat manusia, tanggung jawab dan hak-hak.16
Contoh. Dalam RN, Paus Leo XIII melawan paham yang mengutamakan aspek sosial
kepemilikan dengan meniadakan hak kepemilikan pribadi dan paham yang mengutamakan
kepemilikan pribadi dengan meniadakan aspek sosial dari kepemilikan itu sebagai solusi untuk
mengatasi konflik. Gereja berpihak kepada kaum miskin dan tertindas khususnya para pekerja
dengan tetap menghargai hak kepemilikan perseorangan dari para pemilik modal. Gereja
menyatakan bahwa baik kepemilikan pribadi maupun aspek sosial kepemilikan itu harus tetap
diperjuangkan dan dipertahankan. Kedua-duanya harus dihormati dan dihargai.
Posisi Gereja dalam RN dipertegas oleh Paus Pius XI dalam ensikklik Quadragessimo
Anno (QA), 15 Maret 1931 yang dimaksudkan untuk memperingati empat puluh tahun keluarnya
Ensiklik Rerum Novarum. Ensiklik ini merupakan perkembangan dan perbaikan teoritis yang
amat penting dari pemikiran Leo XIII meskipun dalam prakteknya tidak menjadi pedoman bagi

15
Ibid, hlm. 21
16
Ibid, hlm. 27.

5
Kelompok II: Seminar ASG

gerakan dan kegiatan Gereja di bidang sosial baik pada zaman Puis XI maupun sesudahnya. 17
Paus Pius XI menyatakan bahwa “Ensiklik-ensiklik pendahulu kami yang lain dalam arti tertentu
merintis jalan bagi dokumen yang istimewa dan bukti kepedulian pastoral itu yakni tentang
keluarga....” Ensiklik RN dan ensiklik-ensiklik sebelumnya 18 menjadi titik berangkat pemikiran
Paus Pius XI.19 Paus juga mengangkat persoalan mengenai kaum buruh. Ia juga dengan tajam
mengkritik penyalahgunaan kapitalisme dan komunisme dan berusaha menyesuaikan pengajaran
Sosial Katolik dengan keadaan yang sudah berubah. Ia memperluas keprihatinan Gereja akan
kaum buruh miskin, termasuk struktur-struktur yang menindas mereka.
Pengaruh dan latar belakang munculnya dokumen-dokumen ASG yang lain dapat kita lihat
dari tema-tema yang dibahas dalam dokumen tersebut. Sebagai gambaran umum dapat dikatakan
bahwa dokumen-dokumen ASG lahir karena adanya revolusi industri yang menimbulkan
penderitaan bagi para pekerja/kaum buruh, munculnya berbagai permasalahan sosial baru,20
persoalan penyebaran kebudayaan modern (globalisasi) yang begitu dahsyat, 21 persoalan
pembangunan dan kesenjangan sosial,22 dan masalah hubungan antara Gereja dan dunia.23

IV. TEMA-TEMA YANG DIANGKAT OLEH DOKUMEN-DOKUMEN

AJARAN SOSIAL GEREJA


1. RERUM NOVARUM (RN), Paus. Leo XIII, 15 Mei 1891 tentang Situasi Kaum Buruh
Beberapa tema yang dibahas dalam dokumen ini antara lain: Kaum buruh dan kemiskinan:
Kemiskinan semakin meluas dan kekayaan hanya terpusat pada segelintir orang. Mayoritas
kaum buruh adalah golongan lemah dan miskin. Kebanyakan mereka ditindas dan diperas oleh
majikan-majikannya. Dalam situasi seperti ini pemerintah kurang berpihak pada kaum buruh dan
orang-orang miskin. Harta benda: Sosialisme berupaya menghilangkan harapan dan impian
setiap orang untuk mengembangkan kepemilikan sendiri. Padahal setiap manusia memiliki hak
kodrati untuk memiliki harta benda. Mengapa? harta milik merupakan hasil dari kerja manusia.
Jadi ada hubungan erat antara harta milik dan kerja manusia. Hak pemilik modal dan tenaga
kerja: Para pemilik modal memiliki hak-hak seperti hak milik pribadi, pajak yang tidak menekan,
membentuk pekumpulan-perkumpulan swasta dll. Tanggung jawab mereka adalah menjamin
kehidupan kaum buruh sesuai martabatnya. Hak-hak kaum pekerja antara lain hak milik pribadi,
memperolah jaminan kehidupan, kesejahteraan keluarga, upah yang adil, berorganisasi dll.

17
DR. B. Kieser, SOLIDARITAS (100 Tahun Ajaran Sosial Gereja), Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm 60
18
Yaitu Ensiklik “Quod Apostolici Muneris” (1878), “Arcanum” (1880), “Diuturnum” (1881), “Immortale Dei”
(1885), “Libertas” (1888), dan Ensiklik “Sapientiae Christianae” (1890).
19
Lih. QA. 2.
20
Bdk. MM, GS, OA
21
Bdk. MM, OA, PP, LE
22
Bdk. MM, PP, SRS
23
Bdk. GS, EN

6
Kelompok II: Seminar ASG

Kewajiban pekerja adalah bertanggung jawab dalam kerja, jujur, menghindari kekerasan,
berhemat dll. Peranan negara dan Gereja dalam persoalan kaum buruh: 1) Peranan Negara:
Bertanggung jawab dalam mengusahakan terwujudnya kesejahteraan umum seperti melindungi
hak-hak dan kehidupan kaum buruh. Negara harus menjamin hak setiap warga atas kepemilikan
pribadi. 2) Peran Gereja: Mendidik masyarakat untuk berpihak kepada keadilan, pembaharuan
masyarakat melalui lembaga-lembaga Kristiani, berpihak pada masyarakat yang kurang
beruntung lewat lembaga-lembaga karitatif (sosial). Gereja juga berupaya mempersatukan dan
mendamaikan kelas-kelas yang saling bertentangan. Persamaan martabat bagi semua orang:
Manusia dianugerahi martabat yang sama meskipun bakat dan kemampuannya berbeda-beda.
Martabat manusia yang sejati terletak pada sikap dan perilaku hidup (moral) yang baik dan
kehidupan yang layak. Hak pekerja untuk berorganisasi: Semua orang, termasuk kaum buruh
memiliki hak untuk berorganisasi dan berserikat. Hak ini harus dijamin oleh negara. Serikat-
serikat buruh hendaknya tetap berpegang pada nilai-nilai religius.
Tema-tema lain yang dibahas seperti mengenai keadilan, cinta kasih, martabat kemiskinan,
upah yang adil.
2. QUADRAGESIMO ANNO (QA), Paus Pius XI, 15 Maret 1931 tentang Pembangunan
Kembali Tatanan Sosial
Sebagian besar tema yang digarap dokumen kedua ini merupakan penegasan kembali tema-
tema yang telah dibahas oleh Rerum Novarum (misalnya: peran gereja, peran pemerintah/negara,
organisasi/serikat kaum buruh, hak atas kepemilikan pribadi, upah yang adil). Tema-tema lain
yang dibahas adalah: Tiga pokok persoalan yang perlu dipertimbangkan: Nafkah hidup buruh,
keadaan perusahaan, dan tuntutan-tuntutan kepentingan umum. Dengan mempertimbangkan
ketiga hal ini, upah kaum buruh dapat diatur dan ditentukan secara layak adil dan manusiawi.
Dominasi yang menggantikan persaingan bebas: Adanya konsentrasi kekuasaan dan kekayaan
di tangan kelompok kecil dan seolah-olah mereka menjadi penyalur darah kehidupan yang
menggenggam jiwa kehidupan ekonomi. Kebebasan tak terbatas menimbulkan persaingan tak
sehat yang membiarkan pihak-pihak kuatlah yang tetap bertahan. Sosialisme yang merasuki
moralitas dan kebudayaan: Menyinggung pengaruh-pengaruh kaidah sosialisme bagi
masyarakat dan terutama bahayanya bagi perkembangan generasi. Maka perlu penanggulangan
dengan dasar-dasar prinsip Kristiani. Tidak mungkin ada kompromi antara Kristianitas
sosialisme. Perbaikan tatanan sosial: Hal ini pertama-tama menjadi tanggung jawab negara.
Negara harus menjamin keselarasan hubungan antar kelas dalam masyarakat. Lembaga-lembaga
perekonomian harus diresapi semangat keadilan. Juga perlu diadakan kerja sama ekonomi
internasional. Perlunya persatuan dan kerja sama yang erat: Semua orang yang beritikad baik

7
Kelompok II: Seminar ASG

harus bersatu padu dalam perjuangan untuk mencapai tujuan bersama. Gereja turut serta di
dalamnya dengan menyumbangkan sesuatu secara Kristiani dalam penataan sosial masyarakat.
3. MATER ET MAGISTRA (MM), Yohanes XXIII, 15 Mei 1961 tentang Agama Kristen
dan Kemajuan Sosial)
Sebagian dari tema dalam Mater et Magistra juga merupakan penegasan dari dua dokumen
terdahulu. Beberapa tema yang baru: Perkembangan baru di bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan, sosial dan politik: Di bidang ekonomi dan Ilmu pengetahuan seperti penemuan
tenaga atom, munculnya produk sintetik dan otomatisasi, penjelajahan ruang angkasa, kemajuan
transportasi dan komunikasi. Di bidang sosial seperti munculnya jaminan dan keamanan sosial.
Kemajuan pendidikan, perkembangan mobilitas sosial serta jurang ekonomi antara negara-negara
maju dan negara-negara terbelakang. Di bidang politik seperti peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pengurusan negara, berkurangnya penjajahan, dll. Inisiatif swasta: Paus menegaskan
perlu adanya prioritas perhatian pada inisiatif swasta. Perlu ada keseimbangan antara inisiatif
pemerintah dan inisiatif swasta, dengan mendukung prinsip-prinsip subsidiaritas. Persoalan para
petani: Pertanian menjadi sektor yang terbelakang, ada ketidakseimbangan antara pertanian dan
perindustrian. Kebijakan-kebijakan ekonomi hendaknya mempertimbangkan kondisi para petani
lemah. Gereja juga harus memberi prioritas pelayanan untuk masyarakat petani pedesaan.
Tema-tema lain yang diangkat adalah Bantuan untuk negara-negara yang sedang
berkembang, Kerja sama internasional dan usaha untuk menjadikan ajaran sosial Kristiani
sebagai bagian integral hidup Kristiani.
4. PACEM IN TERRIS (PT), Paus Yohanes XXIII, 11 April 1963 tentang Perdamaian Di
Dunia
Tema umum yang dibahas adalah: Hak-hak manusia: yaitu hak-hak asasi seperti hak untuk
hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk dihargai, hak untuk mendapatkan pelayanan-
pelayanan publik, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk memilih
gaya hidup dsb. Selain itu dibahas juga mengenai Kewajiban-kewajiban manusia dan Tanda-
tanda zaman.
Tema khususnya: Kelas-kelas pekerja: mereka sedikit demi sedikit memperoleh tumpuan
dalam urusan-urusan sosial dan ekonomi. Kaum wanita semakin terlibat dalam hidup
kemasyarakatan. Semua bangsa bergerak menuju kemerdekaan. Hubungan antara individu dan
para pejabat dalam negara: Perlunya pemahaman akan hakekat otoritas, untuk dapat
menjalankannya sesuai fungsinya. Prioritas hendaknya diarahkan menuju kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum: Dalam pencapaiannya, setiap pribadi manusia harus dihargai. Setiap
warga negara harus ikut ambil bagian dalam kesejahteraan umum. Prioritas harus diberikan

8
Kelompok II: Seminar ASG

kepada masyarakat yang kurang beruntung. Negara menjamin kesejahteraan jasmani-rohani bagi
para warganya. Selain tema-tema ini, juga dibahas masalah Hubungan antara negara, Kerja
sama demi kesejahteraan semesta, dan tentang damai yang sejati.
5. KONSTITUSI PASTORAL GAUDIUM ET SPES (GS), Konsili Vatikan II, 1956 tentang
Gereja Dalam Dunia Modern
Konstitusi Pastoral Gaudium Et Spes merupakan dokumen yang paling penting dalam
Tradisi Sosial Gereja. Dokumen ini merupakan hasil kerja sebuah komisi dan disempurnakan
oleh 2300 anggota sidang Konsili. Dokumen ini memaklumkan tugas umat untuk meneliti
“tanda-tanda jaman” dalam cahaya Injil. Ada fakta bahwa perubahan-perubahan teknologi dan
sosial dewasa ini mencemaskan bagi penyebaran Injil serta membawa dampak buruk bagi
manusia seperti adanya kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin, antara
kebebasan dan perbudakan serta terciptanya tatanan politis yang mengabdi pada martabat
manusia.
Secara umum, tema inti dokumen ini antara lain mengenai Keprihatinan-keprihatinan
yang dialami umat manusia di dunia sebagai keprihatinan umat Allah, Tugas Gereja untuk
menyelidiki tanda-tanda jaman yaitu perubahan-perubahan teknologis dan sosial yang
mempengaruhi setiap orang, keluarga, masyarakat dan bangsa-bangsa. Selanjutnya, tema-tema
ini dibahas secara rinci dalam pembahasan mengenai Gereja dan Panggilan Kemanusiaan yang
meliputi persoalan: Martabat Manusia: 1). Kodrat Manusia: diciptakan menurut citra Allah
(bebas dan cerdas), makhluk social, kecenderungan pada kebaikan dan kejahatan. Martabat
manusia tergantung pada kebebasan untuk mematuhi suara hatinya. 2). Agama Kristen dan
Ateisme: Ateisme menghalangi pembebasan pribadi yang utuh dan berlawanan dengan agama.
Sebaliknya, pengakuan akan Allah tidak bertentangan dengan martabat manusia, iman yang
hidup memampukan manusia untuk menegakkan keadilan dan cinta, Gereja memanggil semua
orang untuk bekerja demi dunia yang lebih baik: karya ini sesuai dengan karya hati manusia.
Masyarakat Umat Manusia: Perubahan-perubahan teknologis telah menciptakan saling
ketergantungan tanpa perkembangan hubungan-hubungan antar pribadi manusia. Karena itu,
kemajuan orang-perorangan dan masyarkat tergantung pada setiap orang. Konsekuensinya adalah
semua orang harus bekerja demi kesejahteraan umum. Dengan demikian segala sesuatu yang
penting bagi kehidupan manusia yang sejati dapat diwujudkan. Apa dasarnya? Kitab Suci
mengamanatkan cinta kepada sesama karena setiap orang adalah sesama kita. Cinta yang efektif
itu penting; Yesus memanggil kita putera-puteri Allah sehingga kita harus memperlakukan satu
sama lain sebagai saudara dan saudari. Gereja dalam Dunia Modern: Gereja dan umat manusia
mengalami situasi dunia yang sama. Sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan mewahyukan

9
Kelompok II: Seminar ASG

gambaran yang benar tentang pribadi manusia. Gereja dapat dibantu oleh dunia dalam
mempersiapkan dasar pewartaan injil. Gereja tidak terikat pada sistem sosial politik, ekonomis
atau sistem apa pun; Gereja perlu memurnikan diri terus-menerus karena misi Gereja adalah
penyelamatan yang terarah kepada kepenuhannya pada akhir zaman. Penyelamatan itu dimulai di
dunia ini. Orang Kristiani perlu memenuhi dunia ini dengan nilai-nilai Kristiani dan menjadi
saksi Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat manusia.
Selain tema-tema khusus ini, dokumen juga membahas tema tentang Perkawinan dan
Keluarga, Perkembangan Kebudayaan, Tugas-tugas Kultural Orang Kristiani, Kehidupan
Sosial-Ekonomi, Negara Politis, Gereja dan negara serta Perdamaian dunia.
6. POPULORUM PROGRESSIO (PP), PAUS PAULUS VI, 1967 tentang Perkembangan
Bangsa-bangsa
Dalam dokumen ini, Paus Paulus VI menanggapi masalah perkembangan. Dia
menerangkan peran Gereja dalam proses perkembangan dan mengartikan perkembangan secara
baru yang ia sebut sebagai Perkembangan Sejati. Paus menyerukan agar setiap orang bertindak
menghargai tujuan umum setiap makhluk ciptaan. Paulus VI mendesak setiap orang agar
mewujudkan keadilan dalam hubungan-hubungan dagang dan cinta kasih umum. Dia menyebut
perkembangan sebagai nama baru untuk perdamaian dan mendesak semua orang Kristiani untuk
memperjuangkan keadilan. Paus Paulus VI memperluas lingkup uraian Leo XIII tentang
perjuangan kelas kaya dan kelas miskin, konflik antara bangsa-bangas kaya dan miskin.
Populorum Progresio merupakan ensilik pertama yang seluruhnya ditujukan kepada soal-soal
perkembangan. Ada dua tema umum yang dibahas:
Perkembangan kemanusiaan seutuhnya: dalam pembahasannya, Paus mengemukakan
fakta-fakta permasalahan yang muncul, keterlibatan Gereja di dalamnya, pengertian baru dari
perkembangan dan tindakan-tindakan konkret yang harus dilakukan oleh setiap orang.
Perkembangan dalam solidaritas: Solidaritas yang dimaksudkan Paulus VI ialah memberi
bantuan, menciptakan keadilan dalam aktivitas perdagangan serta menerapkan cinta kasih
universal. Ensiklik ini ditutup dengan menyebutkan bahwa perkembangan sejati merupakan
nama baru untuk perdamaian.
7. OCTAGESIMA ADVENIENS (OA), Paus Paulus VI, 14 Mei 1971 tentang Panggilan
Untuk Bertindak
Paus Paulus VI memulai surat ini dengan mendesak agar dibuat usaha-usaha yang lebih
besar lagi bagi keadilan dan mencatat tugas-tugas Gereja lokal untuk menanggapi situasi-situasi
khusus. Ia kemudian membahas mengenai keanekaragaman masalah sosial yang baru yang
bersumber pada urbanisasi. Masalah-masalah itu mencakup kaum wanita, kaum muda, dan

10
Kelompok II: Seminar ASG

orang-orang “miskin baru”, perbudakan, serta diskriminasi (gender, ras, keturunan, warna
kulit, kebudayaan, seks dan agama). Ia juga membahas juga aspirasi-aspirasi dan ideologi-
ideologi modern, khususnya liberalisme dan marxisme. Dia menekankan kebutuhan untuk
menjamin persamaan dan hak semua orang untuk berperan serta di dalam masyarakat. Dia
menutup surat itu dengan mendorong semua orang kristiani untuk merefleksikan situasi jaman
ini, menerapkan prinsip-prinsip Injil dan melaksanakan tindakan politis bila dirasa tepat. Selain
itu, ia juga berbicara mengenai peran serta orang kristiani dan Gereja-gereja lokal dalam
menanggapi situasi-situasi yang tidak adil.
Surat ini ditutup dengan himbauan kepada segenap umat kristiani untuk bertindak
membaharui dunia dengan memberi inspirasi dan membuat pembaharuan dan kegiatan demi
keadilan.
8. EVANGELLI NUNTIANDI (EN), Paus Paulus VI, 8 Desember 1975 tentang Pewartaan
Injil Dalam Dunia Modern
Nasehat Apostolik ini ditulis atas permintaan sinode para uskup tahun 1947 yang
membahas pewartaan injil, tetapi tidak menghasilkan dokumen besar mengenai hal itu. Tema
yang dibahas yaitu menenai misi pewartaan Gereja. Misi yang dimaksud adalah untuk
mewartakan kabar gembira kepada dunia yang sering kali tidak menerima kasih Allah. Paus juga
berbicara tentang tanggung jawab gereja untuk mewartakan kabar gembira dengan cara yang
dapat dipahami oleh manusia abad ke 20. Paus menyatakan bahwa perjuangan melawan
ketidakadilan dan mewartakan pembebasan merupakan unsur-unsur dasar pewartaan injil.
Lahirnya dokumen ini juga dimaksudkan untuk meneguhkan Ajaran Konsili mengenai peran
aktif Gereja sebagai lembaga dan setiap seluruh umat Kristiani dalam menegakkan keadilan
di dunia. Nasehat Apostolik ini dibagi menjadi enam bagian besar.
Pada bagian pertama dibahas mengenai para Pewarta Injil Kristus dan Gereja. Mereka
ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada semua
orang. Bagian kedua berbicara tentang unsur-unsur pewartaan Injil. Tujuannya adalah
membawa Kabar Gembira kepada seluruh umat manusia. Pewartaan itu harus mempengaruhi
cara menilai manusia, minat, pikiran dan cara hidupnya. Caranya adalah kesaksian hidup pribadi
dan komunitas. Bagian ketiga berbicara tentang isi pewartaan yaitu bahwa Allah mengasihi
dunia ini dan karya keselamatan Yesus tersedia bagi semua orang. Pada bagian keempat
dibicarakan tentang cara-cara pewartaan Injil yaitu melalui homili, katekese, media massa,
kontak pribadi, sakramen-sakramen dan devosi-devosi. Bagian kelima berbicara tentang para
penerima pewartaan Injil yaitu setiap orang termasuk orang-orang non-Kristen, para pengikut
ateisme, humanisme dan sekularisme, serta kelompok-kelompok kecil atau jemaat basis. Bagian

11
Kelompok II: Seminar ASG

keenam berbicara tentang para pekerja/pewarta yaitu utusan Gereja baik Gereja lokal maupun
Gereja semesta. Semua orang Kristiani adalah pewarta Injil. Sebagai Gembala, Paus adalah
Pewarta utama. Cara pewartaan harus dapat dipahami setiap orang dan mempertimbangkan
kehidupan konkret mereka.
9. REDEMPTOR HOMINIS (RH), Paus Yohanes Paulus II, 9 Maret 1979 tentang
Penebusan Umat Manusia
Sepintas dokumen ini tidak berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial yang terjadi.
Namun, dari temanya kita melihat bahwa karya penebusan umat manusia melalui Yesus Kristus
sungguh-sungguh mengandung aspek sosial. Tema-tema itu antara lain:
Misteri Penebusan: Misteri penebusan Kristus dalam dunia dilanjutkan melalui Gereja.
Gereja adalah sebagai kepala untuk menggembalakan domba-dombanya. Dalam hal ini, Gereja
merupakan wakil Kristus dalam karya penebusan dalam dunia. Karya penebusan dalam Gereja
sebagai penciptaan baru. Artinya, Kristus mewahyukan secara baru dan menakjubkan mengenai
kebenaran asasi tentang penciptaan. Allah yang penuh cintakasih rela menyerahkan Putera
Tunggal-Nya untuk datang ke dunia demi cintakasihNya kepada manusia. Rahmat cintakasih
Allah kepada manusia ini mempunyai maksud dan tujuan supaya manusia kembali diangkat
menjadi anak-anak Allah setelah hak anak Allah diambil ketika manusia pertama jatuh ke dalam
dosa. Kristus telah membuktikan cintakasih Allah itu. Ia telah mengangkat nilai dan martabat
manusia kepada suatu yang luhur dengan rela menderita sengsara dan mati untuk menunjukkan
cintanya kapada manusia. Yesus Kristus datang ke dunia membawa kebebasan untuk manusia
atas dasar kebenaran. Misteri Kristus inilah yang menjadi dasar misi Gereja. karena itu, agama
berkait dengan sejarah manusia sejak awal mula.
Manusia yang ditebus dan situasinya dalam dunia modern: Kehidupan manusia yang
berlangsung terus menerus menimbulkan suatu pengalaman pribadi manusia terhadap kebesaran
karya Allah. Gereja mengharapkan dalam setiap pribadi manusia untuk menjadi penerus karya
Allah. Gereja sendiri senantiasa berusaha untuk mewujudkan kebaikan bagi manusia sebab
Gereja merupakan wadah keselamatan bagi manusia.
Kemajuan dunia modern menimbulkan pertanyaan bagi manusia. Apakah membawa kepada
kemakmuran dan kenyamanan hidup atau menjadi ancaman bagi hidup manusia. Hal ini menjadi
tanggung jawab kita semua untuk senantiasa melihat makna hidup. Makna hidup itu telah
ditunjukkan oleh Kristus bahwa hidup manusia mempunyai nilai dan arti yang bermakna di mata
Allah
Misi Gereja dan tujuan hidup manusia: Gereja menghayati lebih mendalam hakikat dan
misinya dengan menyelami misteri karya penyelamatan Kristus. Persatuan antara Kristus dengan

12
Kelompok II: Seminar ASG

manusia merupakan suatu misteri. Persatuan tersebut merupakan suatu kekuatan yang tegas
dikatakan oleh Santo Yohanes dalam Prolog Injilnya. Gereja menghayati kenyataan-kenyataan
itu, penghayatan kebenaran tentang manusia yang kemampuannya melampaui batas-batas
kehidupan, mempertimbangkan dengan cinta kasih dan kepedulian terhadap nilai kehidupan.
Gereja mempunyai tanggung jawab terhadap kebenaran dan pembinaan iman. Gereja ikut serta
dalam melaksanakan misi kenabian Kristus dan atas perutusan demi mengabdi kebenaran ilahi.
Tanggung jawab atas kebenaran ini mempunyai arti mencintai dan berusaha memahami secermat
mungkin untuk semakin mendekatkan diri kita dan sesama dalam karya penyelamatan. Peran
serta istimewa tampak dalam fungsi Gembala sebagai pengajar yang mewartakan dan
menyalurkan ajaran tentang iman serta tata susila Kristiani. Katekese merupakan suatu bentuk
pewartaan yang menampilkan sifat kenabian Kristus. Gereja menjadi pemeliharaan iman dari
Umat Allah dengan pengajarannya melalui ajaran cintakasih dari Sang Guru ilahi. Kagiatan
katekese Gereja ini menjadi tanggung jawab Gereja atas kebenaran ilahi yang harus dipikul oleh
egenap anggota Gereja.
10. LABOREM EXERCENS (LE), Paus Yoh Paulus II, 14 September 1979 tentang Kerja
Manusia
Kerja merupakan salah satu aspek yang paling mendasar dan senantiasa relevan sampai
sekarang. Dokumen Laborem Exercens ini membahas persoalan-persoalan baru mengenai kerja
manusia. Persoalan-persoalan itu mendorong Paus Yohanes Paulus II untuk mensikapi bagaimana
pandangan Gereja terhadap dunia kerja dewasa ini.
Kerja manusia: Gereja meyakini bahwa kerja mempunyai dimensi yang mendasar dari
kehidupan manusia. Kerja merupakan suatu kegiatan yang bermula pada pelaku manusiawi
(pekerja) dan ditujukan kepada sasaran di luarnya (tujuan kerja). Kerja mengandaikan kedaulatan
khas manusia atas bumi dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Berkat kesadarannya,
manusia dapat menggali dan memanfaatkan sumber daya tersebut untuk tujuannya. Sebagai
pribadi yang “secitra” dengan Allah, manusia mampu bertindak secara berencana dan rasional,
mampu mengambil keputusan tentang dirinya, dan membawa dorongan ke arah realisasi diri.
Oleh sebab itu manusia menjadi pelaku subyek dan pelaku kerja. Sebagai pribadi ia bekerja dan
menjalankan tindakan kerja. Selain itu, Gereja menyerukan sikap kesetiakawanan pekerja untuk
mencegah terjadinya pelecehan terhadap martabat manusia. Gereja mempunyai komitmen
terhadap orang miskin khususnya dalam persoalan upah yang tidak adil, kondisi kerja yang
miskin, dan kurangnya jaminan sosial.
Hak-hak kaum buruh: Setiap manusia membutuhkan kerja. Kerja merupakan suatu
kewajiban dan keharusan dari setiap manusia. Kerja manusia harus mendapat perhatian

13
Kelompok II: Seminar ASG

khususnya dalam konteks hak-hak asasi manusia. Kerja merupakan suatu hakekat dari manusia.
Berhubungan dengan ketenagakerjaan, negara harus menjamin adanya suatu kebijakan yang adil.
Mengapa? Sebab setiap orang mempunyai hak dan kesempatan untuk dapat pekerjaan yang
layak. Namun, dewasa ini begitu sulit untuk mendapat kesempatan kerja. Akibatnya banyak
terjadi pengangguran yang berdampak pada aspek ekonomi dan sosial. Adalah tugas negara
untuk mengatasi masalah pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan baru.
Unsur-unsur spiritualitas kerja: Gereja memandang bahwa tugasnya adalah
menyampaikan ajarannya tentang kerja dari sudut pandang nilai manusiawi maupun tata susila
yang tercakup di dalamnya. Kerja dalam aspek subyektif merupakan tindakan personal. Oleh
karena itu, seluruh pribadi jiwa maupun raga mempunyai peran serta dalam kerja baik kerja
tangan maupun kerja akal budi. Kerja juga merupakan wujud partisipasi manusia dalam kegiatan
Sang Pencipta. Manusia diciptakan menurut gambaran Allah dan memperoleh titah untuk
menaklukkan bumi berserta segala sesuatu yang terdapat di dalamnya. Perintah tersebut
merupakan suatu tanggung jawab agar manusia mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk
mengolah bumi, dalam arti bekerja. Kesadaran manusia untuk bekerja merupakan suatu bentuk
upaya manusia untuk melestarikan ciptaan. Manusia diharapkan untuk mengembangkan semua
karya Sang Pencipta dengan ikut memenuhi kepentingan demi terciptanya keharmonisan dalam
dunia. Kesadaran melalui kerja manusia menjadi motif yang paling dalam untuk bekerja di
berbagai sektor. Kesadaran kerja inilah yang mencerminkan suatu bentuk spiritualitas dari Allah
yang bekerja dalam dunia.
Manusia ikut ambil bagian dalam kegiatan Allah. Kerja merupakan bentuk teladan manusia
terhadap kegiatan Allah dan memberi martabat. Dalam hal ini, kita dapat mencontoh dari pribadi
Yesus yang adalah seorang pekerja. Kerja merupakan suatu tindakan untuk ikut ambil bagian
dalam Salib dan Kebangkitan Kristus. Oleh karena itu, kerja itu menjadi perlu bagi kemajuan
duniawi dan perkembangan kerajaan Allah.
11. SOLLICITUDO REI SOCIALIS (SRS), Paus Yoh Paulus II, 30 Desember 1987 tentang
Keprihatinan Sosial
Dokumen Sollicitudo Rei Socialis membahas mengenai keprihatinan sosial. Keprihatinan
sosial juga menjadi keprihatinan Gereja. Paus Yohanes Paulus II menyoroti ASG dengan
pandangan-pandangan baru. Dalam hal ini Gereja berusaha untuk membimbing orang-orang
untuk mematuhi penggilan mereka selaku pembangun yang arif dalam masyarakat.
Solllicitudo Rei Socialis memberi perhatian terhadap pengajaran dari Populorum
Progressio. Dokumen ini adalah tindak lanjut dan pembaharuan terhadap dokumen sebelumnya

14
Kelompok II: Seminar ASG

dalam konteks ajaran sosial Gereja. Ensiklik Populorum Progressio merupakan suatu bentuk
tanggapan atas ensiklik Gaudium et Spes.
Tema dasar yang mengilhami dokumen agung Konsili adalah mengetengahkan situasi-
situasi yang mendasar di masyarakat antara lain menyangkut persoalan kemiskinan dan
keadaan yang terbelakang. Isi dan tema dari dokumen Gereja mempunyai penekanan terhadap
kesadaran akan kewajiban Gereja terhadap sikap kemanusiaan. Gereja sangat menghargai nilai-
nilai kemanusiaan sehingga mempunyai suatu bentuk kepedulian terhadap adanya ketidakadilan.
Dalam hal ini, Gereja mendukung kebebasan manusia tetapi tanpa mengabaikan batas-batasnya.
Panorama dunia masa kini: Masalah kemiskinan dewasa ini menjadi masalah yang
penting karena orang merasa seperti kehilangan harapan. Kemiskinan yang melanda banyak
masyarakat menjadi masalah yang mengglobal dalam kehidupan dewasa ini. Kemiskinan bukan
hanya sekedar kekurangan kebutuhan-kebutuhan pokok dan harta benda tetapi juga kemiskinan
dalam hal pelanggaran hak-hak asasi manusia. Sebabnya adalah tindakan manipulatif dari para
pemilik modal. Terjadinya perpecahan atau blok-blok antar negara menjadi suatu masalah
besar dalam pengaruhnya terhadap sistem ekonomi, sehingga terjadi pembatasan hak. Artinya,
kemandirian dari kreatifitas warganegara menjadi terbatas karena adanya blok-blok ekonomi.
Akhirnya yang muncul bukan keadilan melainkan penyamarataan. Sikap ini akan membawa
dampak bagi warga negara untuk menjadi pasif dan serba tergantung serta tunduk pada birokrasi.
Pembatasan tersebut dapat mengakibatkan munculnya banyak pengganguran sehingga
menimbulkan masalah baru munculnya kejahatan, pelecehan harga diri. Penghargaan kerja
manusia perlu untuk dibangkitkan kembali dan terus-menerus diperbaharui. Aspek tersebut akan
membawa dampak yang baik guna menumbuhkan rasa percaya diri dan kreatifitas.
Tinjauan teologis tentang masalah-masalah modern: Terbelahnya dunia menjadi blok-
blok mempunyai dampak imperialisme (penjajahan) modern bukan ketergantungan timbal balik
dan kesetiakawanan. Negara dunia ketiga (miskin) akan semakin tertindas karena blok-blok
negara maju akan semakin gencar menindas dalam hal ekonomi. Situasi ini akan mempengaruhi
banyak aspek kehidupan ekonomi dan sosio-politik. Hal tersebut akan menghilangkan rasa
kesetiakawanan dalam berbagai bidang pelayanan umum karena pandangan imperialisme
mempunyai kencederungan untuk mementingkan diri sendiri maupun kelompok/blok. Pengakuan
keberadaan yang lain (pribadi atau kelempok/blok) sebagai relasi yang menguntungkan saja
bukan sebagai satu saudara yang ikut ambil bagian dalam perjamuan Allah.
Pencapaian perdamaian melalui keadilan sosial perlu untuk ditingkatkan. Solidaritas di
masyarakat perlu dengan sungguh-sungguh dilaksanakan karena manusia atau pribadi yang lain
merupakan gambaran dari Citra Allah. Solidaritas bukan hanya perasaan belas kasihan.

15
Kelompok II: Seminar ASG

Pemahaman seperti itu masih terlalu dangkal karena orang hanya sebagai relasi atau partner kerja
saja, tetapi lebih jauh lagi yaitu mampu untuk merasakan situasi yang sama dialami oleh
saudaranya.
Pengalaman solidaritas kristiani mampu untuk menghasilkan penyerahan secara total,
pengampunan dan kerukunan menurut teladan Kristus. Kristus telah memberi contoh yang
konkrit kepada kita semua bagaimana sikap solidaritas kristiani itu. Solidaritas kristiani itu
adalah penyerahan secara total bahkan dengan rela mati demi sahabat-sahabatnya.
12. CENTESIMUS ANNUS (CA), Paus Yohanes Paulus II, 1 Mei 1991, Ulang Tahun
Keseratus Rerum Novarum
Ciri-ciri ensiklik Rerum Novarum: dimaksudkan untuk mengenang ulang tahun ke 100
Ajaran Sosial Gereja (Rerum Novarum). Dokumen ini menggali lebih dalam tema-tema yang
terdapat dalam Rerum Novarum.
Beberapa tema yang diangkat antara lain: Menghadapi hal-hal baru zaman sekarang:
Ensiklik Centesimus Annus ingin menindaklanjuti ensiklik Rerum Novarum dengan penilaian
kontekstualitas zaman sekarang. Secara khusus penilaian ensiklik ini didasarkan oleh pergolakan-
pergolakan yang terjadi pada antara tahin 1989 sampai 1990. Merebaknya ajaran sosialis yang
menganggap harta perorangan itu tidak dikaitkan dengan kehendak bebas manusia atau tanggung
jawab atas kebaikan maupun kejahatan. Paham manusia diperdangkal menjadi sebatas hubungan
sosial-ekonomi sehingga paham pribadi sebagai pengemban bebas keputusan moril menjadi
lenyap. Hal tersebut manjadi salah pengertian tentang pribadi yang membuahkan pemutarbalikan
hukum atas kebebasan pribadi serta penghapusan milik perseorangan. Ajaran Kristiani
menekankan tentang pribadi sebagai visi yang tepat tentang masyarakat. Menurut ajaran sosial
Gereja pada umumnya hakekat sosial manusia tidak terserap penuh oleh negara. Gereja hendak
melawan Ateisme yang memandang kenyataan manusiawi sebagai mesin. Gereja mencoba
menanggapi persoalan-persoalan tersebut dengan mengangkat harkat dan martabat manusia
secara lebih manusiawi. Martabat manusia mulai merosot nilai morilnya karena digantikan
dengan peranan mesin-mesin industri. Manusia hanya diukur dari sudut materi. Milik
perorangan, harta benda bumi untuk semua: Paus Leo XII dalam ensikliknya Rerum Novarum
berusaha untuk menentang ajaran Sosialisme dengan menekankan bahwa hak milik perseorangan
adalah kodrat manusia. Paus juga menyatakan bahwa penggunaan harta duniawi secara bebas itu
wajib mematuhi hukum, artinya harta benda yang tercipta sejak awal mula penciptaan
diperuntukkan untuk semua manusia. Milik perorangan atau hak untuk menggunakan harta benda
jasmani membuka peluang yang diperlukan oleh setiap orang. Mengapa? Segala sesuatu yang
baik adalah karya Allah yang menciptakan bumi dan manusia, serta mengurniakan kepada

16
Kelompok II: Seminar ASG

manusia untuk mengolahnya. Oleh karena itu segala yang dihasilkan oleh bumi dipergunakan
demi kesejahteraan manusia. Manusia yang mengolahnya menjadikan harta benda bumi menjadi
miliknya yang diperolehnya dengan bekerja. Inilah awal mulanya harta benda milik perseorangan
itu. Hak atas milik perseorangan dan tentang diperuntukkannya harta benda bumi bagi semua
orang itu sesuai dengan konteks zaman sekarang. Harta benda merupakan penopang kehidupan
manusia demi memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Harta benda bumi diperuntukkan demi
memenuhi kebutuhan manusia, dan semuanya itu adalah karunia dari Allah. Manusia harus
bekerja sama dalam mengolah harta benda bumi dan menguasainya demi kepentingan bersama.
Negara dan Kebudayaan: Paus Leo XIII menyadarkan akan pentingnya pandangan yang
sehat tentang negara untuk menjamin perkembangan kegiatan-kegiatan manusiawi yang
sewajarnya. Ensiklik Rerum Novarum membahas organisasi masyarakat dengan aspek-aspek
kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudisial. Sistem tersebut mencerminkan suatu visi
realistis tentang kodrat manusia yang memerlukan perundang-undangan yang melindungi
kebebasan semua orang. Gereja menghargai sistem demokrasi yang memandang sebagai sistem
perlindungan kebebasan terhadap hak asasi manusia. Demokrasi yang sejati itu terdapat dalam
negara hukum, sebab demokrasi menuntut dipenuhinya syarat-syarat yang mengembangkan hak
asasi manusia. Kebenaran kebebasan sangat dihargai oleh Gereja secara penuh dan dengan
sempurna. Sistem demokrasi yang diterapkan dalam negara yang berhaluan demokrasi tidak
selalu hak ditekankan sepenuhnya. Ada kalanya kekuasaan mengambil peranan dalam
mengambil keputusan-keputusan yang sepihak demi kesejahteraan bersama. Hal tersebut muncul
menurut norma-norma keadilan dan moralitas berdasarkan kekuatan jumlah suara. Dalam hal ini
Gereja menghormati otonomi dan demokrasi yang sah dan sewajarnya dan tidak berhak
menyatakan kecondongan khas terhadap undang-undang.
Manusia ialah jalan bagi Gereja: Inilah prinsip-prinsip yang mengarahkan ajaran sosial
Gereja secara tahap demi tahap dan mengembangkannya secara sistematis. Gereja
menjalankanhal tersebut sebagai cakrawala penentu kekayaan ajaran Gereja. Gereja memusatkan
ajaran sosial Gereja pada dimensi manusia, karena ilmu-ilmu tentang manusia dan filsafah
manusia mempunyai sumbangan yang besar dalam menafsirkan peranan manusia yang sentral.
Gereja mamahami makna manusia berkat pewahyuan ilahi. Menyelami manusia
mempunyai arti menyelami dan mengenal Allah. Gereja mencetuskan gagasan itu dalam doa
yang dikutip dari ungkapan Santa Katarina dari Siena sebagai berikut “Dalam Hakekat-Mu, ya
Allah yang kekal akan kekenal hakekatku”. Antropologi kristiani merupakan fasal teologi,
baerdasarkan itu ajaran sosial Gereja mengulas tentang manusia terhadap perilakunya dalam
dunia.

17
Kelompok II: Seminar ASG

Gereja mewartakan keselamatan Allah kepada manusia melalui sakramen-sakramen yang


diikutsertakannya dalam kehidupan ilahi. Dalam hal ini Gereja menekankan perintah cinta kasih
terhadap Allah dan sesama. Gereja sangat menghargai martabat manusia merupakan martabat
yang luhur, karena manusia adalah citra Allah.

V. PENUTUP
Kita telah mempelajari dasar-dasar dan ruang lingkup keterlibatan Gereja dalam dokumen-
dokumen ASG. Kita juga telah mempelajari sejarah munculnya dokumen ASG dan
perkembangannya, serta tema-tema yang diangkat oleh dokumen-dokumen tersebut. Dari
pembahasan itu, dapat kita ditarik beberapa poin penting:
Pada dasarnya, keterlibatan Gereja dalam menanggapi persoalan-persoalan sosial
merupakan bentuk jawaban iman akan Yesus yang mewartakan Kerajaan Allah bagi semua
orang khususnya mereka yang miskin, malang dan tertindas. Dalam konteks ini, Yesus adalah
inspirator. Namun tidak semua bidang harus dan dapat di”jamah” Gereja. Gereja terlibat pada
tingkat perilaku moral dari berbagai bentuk perkembangan baik teknis (misal perkembangan
teknologi) maupun struktural (misal, aturan-aturan hukum yang tidak berpihak kepada orang
miskin atau yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan). Gereja terlibat pada urusan
kemanusiaan, memperjuangkan dan memajukan harkat martabat serta hak-hak asasi manusia,
membantu terwujudnya kesejahteraan umum. Jadi misi khusus Gereja terletak pada persoalan
religius. Semua ini dibahas dalam dokumen-dokumen ASG.
Lahirnya dokumen ASG tidak terpisah dari masalah sosial aktual yang dihadapi oleh
masyarakat maupun bangsa. Rerum Novarum adalah buku pertama dan utama cikal-bakal
lahirnya Dokumen Ajaran Sosial Gereja selanjutnya. Rerum Novarum dipicu oleh gerakan para
buruh yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan hidup. Misalnya, QA dipicu oleh krisis
ekonomi negara Eropa yang menyebabkan banyak pengangguran. MM sebagaimana juga PP
muncul karena adanya persoalan dengan perkembangan bangsa-bangsa baru atau muda yang
biasa disebut sebagai negara ketiga. PT muncul karena dalam dunia terjadi krisis perdamaian
antar bangsa. Hal ini ditengarai oleh adanya isu nuklir, perang dingin, perang Vietnam, perang
Korea dan krisis perdamaian lainnya. Hal ini juga berlaku bagi dokumen-dokumen yang lain.
Melihat persoalan sosial yang dihadapi oleh bangsa manusia ini, ASG menjadi suatu seruan
Gereja terhadap masyarakat dunia. Seruan ini tidak hanya ditujukan kepada Gereja tetapi kepada
seluruh umat manusia yang mempunyai kehendak baik mewujudkan tatanan masyarakat yang
lebih manusiawi. Hal ini tampak jelas dalam tema-tema yang dibahas dalam tiap dokumen
tersebut. QA menyerukan suatu tatanan baru dalam masyarakat, yaitu suatu tatanan yang

18
Kelompok II: Seminar ASG

membebaskan para kaum buruh dan orang-orang miskin dari struktur yang menindas mereka. PT
menjadi seruan Gereja mengenai usaha setiap orang untuk perdamaian dengan melihat secara
utuh tatanan sosial hasil karya Allah. GS menyerukan bahwa Gereja harus bertindak dan
mengambil keputusan untuk juga terbuka dalam memahami arti Gereja dan keyakinan-keyakinan
di luar dirinya.
Masalah-masalah sosial yang di bahas dalam dokumen-dokumen tersebut memiliki latar
belakang yang berbeda. Tetapi ada persoalan yang sama dibahas dalam beberapa dokumen.
Situasi penderitaan yang dialami oleh kaum buruh (RN, QA), munculnya berbagai permasalahan
sosial baru (MM, GS, OA), persoalan globalisasi yang begitu dahsyat (MM, OA, PP, LE),
pembangunan dan kesenjangan sosial (MM, PP, SRS), dan perkembangan relasi Gereja dan dunia
(GS, EN). Meskipun terlihat persoalan yang dibahas sama, persoalan itu sendiri memiliki sejarah
dan latar belakang yang berbeda. Hal ini hendak menggaris bawahi bahwa Gereja senantiasa
berusaha untuk hadir dan terlibat dalam dunia, yaitu dalam kegelishan, kecemasan, harapan dan
pergerakan umat manusia dalam setiap jaman. Dalam kehadirannya itu ia sungguh-sungguh
melibatkan diri pada persoalan yang dihadapi umat manusia, lebih-lebih mereka yang
terpinggirkan, tersisihkan dan tidak mendapatkan akses menuju kesejahteraan dan kelayakan
hidup manusiawi. Hal ini jelas sekali dengan 13 dokumen yang dihasilkan Gereja tersebut.
Dengan demikian ASG sungguh-sungguh bukanlah suatu dokumen yang mati dan selesai.
Sebagai hasil refleksi dokumen tersebut memberi arah dasar pergerakan Gereja untuk terlibat
dalam masalah sosial yang terjadi sekarang. Dalil-dalil di dalamnya haruslah terus menjadi bahan
refleksi Gereja dalam menemukan relevansinya untuk jaman sekarang. Sehingga ditemukanlah
suatu tindakan konkret Gereja yang benar-benar menerangi dinamika hidup manusia pada suatu
pola dan tatanan yang manusiawi.

---Sekian---

19
Kelompok II: Seminar ASG

Sumber Bacaan

Sumber Utama:
Seri Dokumen Gerejawi, Kumpulan dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991,

Departemen Dokumentasi KWI, 1999

Sumber Pendukung:

Eddy Kristiyanto, Diskursus Sosial Gereja, Malang: Dioma, 2003

B. Kieser, SOLIDARITAS (100 Tahun Ajaran Sosial Gereja), Yogyakarta: Kanisius, 1992

Herve Carrier, The Social Doctrine Of The Church Revisited, Vatican City: Pontificium

Consilium de Iustitia et Pace, 1990.

Her Suharyanto, Linda Tangdialla, Kaum Buruh Buah Hati Gereja, Yogyakarta: Kanisius,

1992

Michael J. Schultheis, dkk., Pokok-pokok Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1992

Tony Byrne, Working For Justice And Peace: A Practical Guide, Ndola-Zambia: Mission

Press, 1988

Ricardo Antoncich, Iman & Keadilan, Yogyakarta: Kanisius, 1991

20

Anda mungkin juga menyukai