Anda di halaman 1dari 11

Setia Dalam Tradisi Minahasa Dan Sastra Hikmat Kebijaksanaan Israel

1. Pengantar
Bukan hal yang baru jika dalam kebudayaan-kebudayaan asli terdapat berbagai ajaran
yang membuat orang-orang yang tergabung dalam kebudayaan itu mendapat pengajaran yang
datang dari kebudayaan yang terus dijaga dan dilestarikan. Salah satu yang sangat berpengaruh
adalah sastra lisan yang dapat berupa pantun, syair, dan lagu.
Dalam upaya menjaga dan melestarikan sastra lisan yang bernilai ini banyak ahli dan
pemerhati kebudayaan telah berupaya untuk membukuhkan itu dalam sebuah jurnal atau artikel
agar dapat terjaga keberadaaannya. Sastra hikmat yang memuat gambaran kebijaksaaan orang
Israel juga dapat ditemukan dalam kitab perjanjian lama (Amsal, Ayub, Kidung Agung,
Pengkhotbah, Mazmur). Dan jika ditelusuri atau dikomparasikan ternyata sastra kebijaksanaan
Israel memiliki kesamaan dengan berbagai jenis sastra dalam banyak kebudayaan salah satunya
kebudayaan Minahasa.
Pada dasarnya bentuk komparasi yang menghasilkan beberapa hal yang kurang lebih
sama, tidak serta merta mengatakan kedua tradisi ini identik hal ini sangat tidak mungkin, namun
bisa dikatakan ada benang merah antara kedua tradisi ini karena kedua-duanya memiliki objek
kebudayaan yang kurang lebih sama contohnya; dalam kebudayaan Israel dan minahasa terdapat
kumpulan manusia-manusia, adanya pemimpin dalam kelompok, memiliki ajaran dan praktek
moral berupa hukum tertulis dan tidak tertulis dan yang paling penting mempercayai keberadaan
Yang Maha Kuasa, Maha Kuat. Sebagai bagian dari tradisi Kekristenan Sastra kebijaksanaan
Israel telah banyak dikenal orang-orang Kristiani diberbagai tempat termasuk sebagian besar
orang Minahasa yang kini mayoritas beragama Kristiani. Oleh karena itu dalam usaha
mengkomparasikan kesetian dalam tradisi Minahasa dan Sastra Hikmat Israel akan lebih banyak
dibahas latar belakang tradisi kebudayaan Minahasa.
2. Latar Belakang Kebudayaan Minahasa
2.1 Letak Geografis Minahasa
Kebudayaan Minahasa juga sama seperti kebudayaan-kebudayaan pada umumnya yaitu
memiliki ritus-ritus adat, tutur atau bahasa adat, tarian, pemujaan kepada yang tertinggi dan lain
sebagainya. Setiap unsur yang ada sejatinya selalu memiliki nilai yang yang berguna bagi
kehidupan masyarakat Minahasa atau orang yang memiliki kebudayaan Minahasa. Dan satu hal
yang pasti kebudayaan Minahasa memiliki lokasi atau tempat ia berkembag dan berbudaya.
Kebudayaan Minahasa merupakan kebudayaan yang lahir dan berkembang di bagian Utara pulau
Sulawesi atau di propinsi Sulawesi Utara, tepatnya di kabupaten Minahasa yang luasnya 4.619,6
km persegi, terbagi atas 30 kecamatan, 534 desa, jumlah penduduknya 831.40 jiwa (1987). 1
Ibukotanya adalah Tondano yang terletak di tepi Danau Tondano. Dibagian Utara wilaya ini
berbatasan dengan Kabupaten Sangihe, Talaud dan laut Sulawesi, dibagian Timur berbatasan
dengan Laut Maluku, di bagian Selatan berbatasan dengan kabupaten Bolaang Mongondow, dan
dibagian barat dengan Laut Sulawesi. Suku Minahasa yang berada ditanah Minahasa merupakan

1 Iin Solihn, Minahasa Kabupaten, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Delta Pamungkas), 314 -316. Hal.
314.
satu kebudayaan yang sangat menarik dan unik untuk digali setiap nilai-nilai yang dimilikinya.
Informasi-informasi yang akan termuat pada bagian selanjutnya merupakan upaya penulis
melakukan sebuah penelusuran
Minahasa secara geografis terletak di ujung Sulawesi. Dahulu dikenal dengan nama
“Malesung” yang berasal dari kata lesung (lesung artinya tempat menadah air). Orang Malesung
dikenal sangat religius terbukti dengan adanya aktifitas menampung air hujan opo-opo air yang
dipakai untuk mencuci muka sebagai syarat untuk berhubungan dengan Tonaas atau pemimpin
pemerintahan. Maksud dari kegiatan itu untuk meminta pertolongan agar diberikan kekuatan,
kesembuhan, penolak bencana, atau keberuntungan dan lain-lain. Minahasa mempunyai luas
areal 4784 Km² dengan batas-batas:
Bagian Utara dengan Selat Bangka. Bagaian timur dengan Selat Maluku. Bagian selatan
dengan Bolaang Mongondow. Bagian barat dengan Laut Sulawesi. Minahasa terdiri dari 30
kecamatan yang terdiri atas 7 bahasa/ dialek daerah diantara 615 bahasa-bahasa Indonesia.
Menurut hasil penyelidikan para ahli Eropa yang perna menjelajah daerah ini, penduduk daerah
Maelesusng berasal dari sebelah Utara yakni suku Mongol dekat pegunungan Himalaya.
Pendapat ini didasarkan pada pengamatan terhadap beberapa ciri khas yang ternyata kedunya
memiliki kesamaan yaitu seperti warna kulit yang agak kuning lansat, ukuran badan sedang,
rambut lurus dan tebal. Dr. Funke dalam penelitian Rattu (1966) tentang bahasa Tontemboan
dikemukakan bahwa “suku Minahasa sebagian besar berasal dari rumpun bangsa Polinesia
putih bercampur Mongol”. Pendapat yang demikian dikemukakan juga oleh Brower dan kawan-
kawan dalam buku Based on Molenggraf tentang terjadinya migrasi dari Utara. Di zaman
Poleistosein yang diperkirahkan 10.000 tahun silam arus mobilisasi penduduk datang dari dua
arah yakni dari lembah pegunungan Himalaya melewati Burma, Siam melewati semenanjung
Malaya (Malaysia sekarang) dan selanjutnya ke Kalimantan Utara. Arah lain yaitu melewati
kepulauan di Philipina pulau Luzon sampai ke Sulaweasi Utara. Ada pendapat yang mengatakan
nama Lesung (Malesung) ada kesamaan dengan nama Luzon tersebut.
Pembuktian lain dari segi antropologi yakni temuan fosil di sekitar desa Poso kecamatan
Kakas oleh Australian National University Departemen of Prae- History, yang dipimpin oleh
DR. peter Beltwood. Menemukan bahwa fosil tulang-belulang manusia yang ditemukan
diperkirakan berusia 8.000-10.000 tahun. Penelitian lain adalah Waruga di Likupang yang
mempunyai persamaan dengan Waruga di Bonto Igorot Philipina yang menurut Dr. Kurt
Tauchman dar Institut Fur Voel Kerkunde Der Universited Kolem (Jerman) mempunyai
kesamaan dalam bentuk arsitekturnya. Penelitian beliau membuktikan bahwa Waruga
(Timbukar), Toitowwatu Tumotowa sudah ada sejak desa tertua di Minahasa. Pendapat yang
paling baru mendukung migrasi dari Utara ribuan tahun silam adalah Prof. Dr. J.H.A Mandang.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian tentang “Waruga” (Kuburan batu) yang dilakukan oleh
para ahli kebudayaan Eropa bekerja sama dengan para ahli kebudayaan Indonesia, dinyatakan
bahwa waruga Diminahasa ada persamaan dengan kuburan tua bangsa Khasi di pegunungan
Himalaya.2
Mengenai asal-usul telah disinggung pada bagian diatas namun secara lengkap diulas
lebih dalam pada bagian ini. Asal-usul Minahasa tidak terlepas dari asal-usul kedatangan nenek
moyang bangsa Indonesia yang dari Asia Tenggara antara 3000-2000 SM. Perpindahan
penduduk dari Asia Tenggara ke Selatan secara bergelombang dikarnakan antara lain terdesak
oleh peperangan, terjadinya bencana alam, serangan binatang buas, dan juga ingin mencari
kehidupan yang lebih baik. Mengenai hal ini terdapat beberapa pandangan yang ditampilkan para
ahli; warna kulit suku bangsa Minahasa pada umumnya jauh lebih terang dari pada suku bangsa
Indonesia lainnya. Mengenai asal-usul ini para ahli belum mendapat kepastian, namun diduga
berasal dari Mongolia atau dari Jepang dengan ciri-cri seperti yang diuraikan berikut ini;
Pendapat pertama mengenai ciri-ciri orang Minahasa dan kesamaannya dengan suku
bangsa dari Utara yaitu oleh A.l.C Baekman; Warna kulit orang minahasa lebih terang dari
bangsa Malayu lain-lain, kulit kuning langsat, mempunyai mata hitam dan coklat serta rambut
hitam dan tebal. Pada sudut dalam matanya kebanyakan dari mereka mempunyai apa yang
disebut lipit mongolit (Mongolscheplooi) yang menjadikan mereka sama dengan bangsa Jepang.
Pendapat kedua oleh M.B Van Der Jact; warna kulit Orang Minahasa yang putih terang dan
matanya sipit menimbulkan pikiran bahwa suku bangsa Minahasa berasal dari Jepang atau
keturunan Jepang. Ada juga pendapat yang lain oleh DR. Paul Sarasin mengatakan penduduk
pulau Sulawesi yang lain tidak begitu kelihatan ada percampuran juga dengan melayu Polonesia,
namun suku bangsa Minahasa adalah salah satu bangsa yang datang dari Utara, ini dianggap
benar karena dapat dibuktikan dan boleh jadi berkeluarga dengan bangsa Jepang.3
2.2 Legenda4
 Toar dan Limimuut:
Karema adalah seorang “Walian tua” yang arif bijaksana “mahluk dari kayangan”.
Muncul dari dalam batu besar dan menuntun masyarakat Minahasa pada awalnya. Lumimuut:
adalah wanita berasal dari kayangan dibawah “angin utara”. Lumimuut mereupakan symbol “Ibu
Orang Minahasa”. Toar: Sebagai simbol manusia pertama dan yang dipertemukan dengan
Limimuut oleh Kareama. (Pertemuan ini sesuai versi tari Temetenden bernama Mamanua. Pada
suatu saat Karema memanggil dan memberi petunjuk kepada Toar dan Limimuut. Kepada Toar
dan Limumuut diberikannya masing-masing sebuah tongkat yang sama panjang lalu ia berkata
pergilah kamu mengelilingi tanah ini seorang ke Utara dan seorang ke Selatan, apabila dalam
perjalanan masing-masing seseorang bertemu dengan orang lain yang juga memiliki tongkat
seperti yang kalian berdua miliki ukurlah tongkat milikmu dengan orang itu kalau sama panjang
janganlah kamu menikah, tetapi jika tidak sama panjang kalian menikah. Berikut ini kisah yang
lebi lengkap mengenai Toar dan Limimuut.
2 A.B.G Rattu, “Bahasa Daerah Minahasa” dalam Prof. Dr. J. Turang dkk (eds), Profil kebudayaan Minahasa,
(Tomohon: Majelis kebudayaan Minahasa, 1997), 80-125, Hal. 80.
3 Juotje Sendoh, “Sejarah Perkembangan Masyarakat Minahasa Dan Perkembangannya”, dalam Prof. Dr. J. Turang

dkk (eds), Profil kebudayaan Minahasa,(Tomohon: Majelis Kebudayaan Minahasa, 1997), 30-47, Hal. 32-33.
4J. Rompas, Legenda dalam Prof. Dr. J. Turang dkk (eds), Profil kebudayaan Minahasa,(Tomohon: Majelis

Kebudayaan Minahasa, 1997), Hal. 126-132.


Suatu ketika adalah suatu malah petaka alamiah yang besar menimpah dunia dan
membunuh seluruh manusia kecuali yang tertinggal adalah Karema dam Lumimuut. Karema
adalah Walian, seorang imam atau pemimpinagama (seorang perempuan). Lumimuut adalah
seorang gadis perawan pelayan Karema. Didorong oleh keinginan untuk memperoleh keturunan,
Karema meminta Lumimuut menghadapkan wajahany ke arah Selatan dan berdoa kepada Opo
Timu (Dewa Angin Selatan): “Tuhan anugerahkanlah kiranya anak laki-laki kepada Limimuut”.
Nmaun Lumimuut tidak memperolehnya. Kareama kembali meminta Lumimuut agar menghadap
ke Timur lalu berdoa kepada Opo Sendangan (Dewa Angin Timur) untuk maksud yang sama,
tetapi Lumimuut juga tidak memperolehnya. Lalu Karema kembali meminta kepada Lumimuut
menghadap ke utara dan ia berdoa kepada Opo Amian (Dewa Angin Utara) dengan doa yang
sama namun Lumimuut tidak kunjung mengandung.
Tanpa berputus asa Karema kali ini meminta Lumimuut menghadapkan wajahnya ke
aarah Barat dan ia berdoa kepada Opo Awaat (dewa angin barat pembawa hujan dan kesuburan)
dengan doa yang sama. Doa Karema diluluskan dan Lumimuut dan memperoleh kehamilan lalu
melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Toar. Ketiaka Toar menjadi dewasa, Karema
kembali berdoa kepada Tuhan untuk menganugerahi Toar seorang istri dan demikian pun
Lumimuut seorang suami. Untuk maksud ini Karema memberikan mereka masing-masing satu
tongkat yang sama panjang. Tongkat batang Tu’is untuk Lumimuut dan tongkat batang asa untuk
Toar. Lalu Karema menyuruh mereka untuk berjalan kearah yang berlawanan. Lumimuut
kekanan dan Toar ke kiri, tetapi dengan maksud yang sama mencari pasanganmasing-masing.
Karema berpesan “kapan saja dan dimanapun kamu bertemu hendaknya kalian mengukur
panjangnya kedua tongkat itu, apabila panjangnya sama kalian harus sadar bahwa kalian berdua
adalah ibu dan anak namun jika tongkat itu ketika diukur tidan sama panjang segerahlah kalian
datang kepadaku”.
Demikaian selanjutnya kedua pergi mengembara, dan setelah beberama kemudian
mereka bertemu kembali dan mengukur kedua tongkat itu dan ternyata tidak sama panjang lagi.
Kini tongkat limimuut lebih panjang daripada tongkatnya Toar. Maka datanglah merekamenemui
Karema, dan mereka dinyatakan bukan ibu dan anak oleh karena itu keduanya boleh menjadi
suamiistri. Setelah mereka berdua hidup sebagai suami-istri mereka dikaruniai anak-anak:
Makarua Sio (dua kali sembilan), Makatelu Pitu (tiga kali tujuh), Pasiowan Telu (Sembilan kali
tiga) dan kemudian anak cucu Toar dan Lumimuut yang disebut orang Minahasa.
Cerita Toar dan Lumimuut adalah suatu mite yang sangat penting dan penuh makna bagi
orang Minahasa. Meskipun terdapat berbagai macam versi, setiap sub etnis Minahasa (bahkah
sangat mungkin setiap kampung) mempunyai versi yang berbeda satu dengan yang lainnya
tentang asal-usul orang Minahasa dengan demikian juga dengan mite Toar dan Lumimuut.
Namun semua versi yang ada itu hendak mengungkapkan asal-usul orang minahasa yang pada
saat konsepsi orang Minahasa yang Ilahi turut mengambil bagian dalam awal mula hidup orang
Minahasa. Untuk versi diatas dari sub etnis Toutemboan. Legenda ini selain tentang asal-usul
juga memuat adanya kepercayaan pada Yang Tertinggi, Yang Bijaksana, atau Yang Di Tempat
Tinggi.
3. Sastra Hikmat Kebijaksanaan Israel
Sastra hikmat pada dasarnya ada dalam setiap bangsa. Dan oleh karena adanya
pengalaman dan dan pengamatan lahirlah berbagai kebijaksanaan. Konsep ini berlaku secara
umum dalam berbagai kebudayaan. Dan jelas berlaku juga bagi bangsa Israel. Sekitar
pertengahan millenium yang ketiga sebelum masehi (2500 SM), perkembangan sosial politik
tampak dalam kerajaan-kerajaan di Timur Tengah, yakni di Mesopotamia dan di Mesir. Salah
satu hasil dari dari perkembangan itu adalah sekolah. Dan sekolah menghasilkan kelompok
penulis, cendekiawan, yang berperan amat besar di tengah masyarakat.
Parah ahli menduga bahwa perkembangan sastra Israel sangat dipengaruhi oleh
kebijakan raja Salomo yang membangun kerja sama dengan raja Mesir dan kemudian Salomo
mendapat pegawai terdidik untuk membentuk suatu pemerintahan yang baru. Pememrintahan
yang baru yang tidak mengandalkan kekuasaan tradisional namun juga ditopang oleh sisterm
kepegawaian. Walau pegawai-pegawai awalnya orang asing namun begitu cepat hadir sebua
sekolah di Israel dengan angkatan-angkatan pertama Israel mulai hadir dan mengambil peran,
meskipun pada awalnya pengaruh unsur asing cukup kuat namun perlahan terjadi perubahan
dengan dipersmpitnya sistem sekolah yang terfokus pada Israel. Hingga Israel memiliki
perkembangan yang cepat ke arah kebijaksanaan yang cocok dengan agama Yahwisme,
meskipun para cendekiawan pada abad 2 sebelum masehi belum sampai pada pembukuan unsur
keagamaan yang cocok dengan tradisi Israel. Berbeda dengan buku Putra Sirakh, Kitab
Kebijaksanaan Salomo dan sejumlah tulisan apokrif lainnya.
Dengan semakin banyak sekolah muncul dan anak laki-laki Yahudi dapat membaca maka
pendidikan menjadi hal yang umum di Israel. Selain itu penemuan-penemuan di Mesisr, di
mesopotamia, dan wilayah Siria-Palestina menunjukan adanya teks atau naskah yang
berhubungan dengan agama.
Unsur agama yang ada itu lebih pada pembicaraan dunia atas yang muncul dalam sebutan
allah (dewa atau dewi) yang telah mengatur segala sesuatu sedemikian hingga ada suatu sistem
yang rapi dan kuat dalam kosmos. Allah telah menciptakan keteraturan dan membelanya. Maka
salah satu tugas penting setiap manusia terutama para cendekiawan adalah mengetahui dan
mengikuti aturan dalam kosmos. Hal ini merupakan bagian dari kebijaksanaan. Cara berpikir
demikian membekas dalam kitab Amsal. Allah yang mengatur kosmos sedemikian rupa hingga
ada suatu sistem didalamnya dan manusia harus menyesuaikan diri dengan keteraturan itu. Unsur
yang demikian juga ada dalam Kitab Ayub, Pengkhotbah, yang bersifat Yahwistis meskipun
masih sangat global karena kurang menekankan unsur khas Israel seperti peristiwa pokok sejarah
keselamatan.
Dalam perkembangan selanjutnya unsur Yahwistis dan khas Israel amat jelas dalam kitab
Kebijaksanaan Salomo dan kitab Putra Sirakh. Dua kitab ini segi-segi khas agama Israel dari
sejarah keselamatan mendapat tempat yang penting. Hingga pada akhirnya kita dapat katakan
bahwa kitab Amsal, Ayub, Kidung Agung, Pengkhotbah, Putra Sirakh, dan Kebijaksanaan
Salomo merupakan kitab-kitab kebijaksanaan dalam arti sempit.5

4. Setia Dalam Sastra Minahasa Dan Dalam Hikmat Kebijaksanaan Israel


Secara umum kita memahami kata setia dapat berarti berpegang teguh, apakah itu pada
janji, pendirian, dan sebagainya. Dalam arti lain setia dapat berarti patuh; taat, tetap dan teguh
hati atau berpegang teguh dalam pendirian. Sedangkan kesetiaan adalah keteguhan hati; ketaatan
apakah dalam persahabatan, perhambaan, dan sebagainya. Kesetiaan serupa pulah yang akan
coba diperdalam dalam dua kebudayaan yang berbeda yang ternyata memiliki keterkaitan makna
satu dengan yang lain dan secara nyata membantu banyak orang menjalani hidup berbudaya,
beragama dengan baik dan bermoral.
4.1 Setia Dalam Sastra Minahasa
Sastra kebijaksanaan Kebudayaan Minahasa mengenai kesetiaan terunkapa dalam sebuah
upacara pernikahan adat Minahasa. Pernikahan adat memiliki pereanan penting dalam sistem
sosial dalam budaya Minahasa, karena pernikahan banyak memberikan dampak lanjutan bagi
hidup keseharian. Praktek kebudayaan mengenai sistem sosial keagamaan dalam Upacara
Perkawianan Adat berikut ini sangat mencerminkan betapa penting sistem organisasi dalam
suatu budaya. Banyak pihak terlibat dalam suatu perkawianan adat, entah pemimpin adat atau
juga masyarakat adat yang ada dalam budaya Minahasa.
Perkawinan adat oleh masyarakat budaya Minahasa sebagai peristiwa agung dan sakral.
Peristiwa agung dan sakral karena akan mempertemukan dan membaurkan dua keluarga besar
yang sebelumnya tidak ada hubungan kekeluargaan untuk menjadi satu keluarga besar yang
baru. Proses perkawinan dua putra dan putri dua keluarga yang tidak ada hubungan keluarga
merupakan proses membangaun satu keluarga baru dari dua keluarga yang tanpa hubungan
kekeluargaan. Perkawinan mengikat dua keluarga menjadi satu keluarga besar baru yang diikat
oleh nilai-nilai dasar kekeluargaan dan hukum adat yang ditaati bersama.
Proses menuju perkawianan harus mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan adat yang
berpuncak pada upacara perkawinan.
Masa Pertunangan. Pemuda dan pemudi Minahasa bebas dan mandiri mencari pasangan
calon suami dan calon istri. Pemuda harus aktif dan bebas tanpa paksaan orang tua/keluarga
mencari dan menemukan gadis yang menjadi “kleos(tunangan). Kata kleos (leos) berarti baik,
suci luhur, agung. Demikin juga pihak pemudi bebas dan mandiri memilih dalam arti tanpa
paksaan orang tua atau keluarga, atau menerima dan meolak pemuda yang berniat untuk
menjadikannya sebagai tunangan. Bilamana seorang pemuda dan seorang pemudi “saling jatuh
cinta dan sependapat” menjalin hubungan batunangan maka mereka harus melalui satu masa
batunangan sampai pada saat “peminangan”.
Masa Peminagan. Bilamana masa batunangan berjalan dengan baik dan telah terjalin
perkenalan yang baik dan intim antara pemuda dan pemudi, maka tahap yang selanjutnya yaitu

5
Bdk, Dr. Wim Van Der weiden, MSF, Seni Hidup Sasra Kebijaksanaan Perjanjian Lama, (Yogyakarta:
Kanisius, 1995) Hal. 30-40.
tahap peminangan. Peminangan dilakukan oleh pihak pemuda dirumah orangtua/wali dari
pemudi pada waktu (hari dan jam) yang disepakati. Hari dan jam peminagan sebagai waktu
terbaik (endo leos artinya hari baik). Dahulu kala waktu peminangan ditentukan oleh “walian”
(pemimpin keagamaan Agama Tua). Peminangan diselenggarakan dengan satu “Upacara Adat
Khusus” yang disebut “Upacara Maso Minta”.
Setelah melewati proses yang panjang dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
pasangan bertunangan dapat menikah. Upacara perkawinan sebagai berikut; kepala adat
menyampaikan “Wowoka” (maklumat adat) tentang pengresmian perkawinan. kepala adat
menyerahkan Tongkat Adat kepada mempelai pria sebagai simbol kepemimpinan kepala rumah
tangga, dan penyerahan “kotak siri pinang” kepada mempelai wanita sebagai simbol “pelayanan
kasih kepada keluarga”.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan lima kesetiaan (lima latek) oleh kepala adat. Isi
dari lima kesetiaan ini juga yang nampak memiliki benang merah denga kesetian dalam sastra
kebijaksanaan Israel. Lima kesetiaan itu adalah sebagai berikut:
Pertama latek Wia Si Opo Empung (setia kepada Tuhan Yang Maha Esa). Kedua Latek
Wia Toktolan Um Benua (Setia kepada sendi-sendi dasar negeri antara lain mapalus (Kerja
sama), aturan hukun ketentuan yang ada. Ketiga Latek Wia Se Nima Tua wo nuwu Tuah (setia
kepada leluhur dan pesan luhur para leluhur). Keempat Latek Wia Si Inak Wo Si Amak (setia
kepada ibu dan ayah). Kelima Latek Wia se Antang Um Banua, Wo se Kapalus (setia kepada
pemimpin/atasan dan juga teman kerja).
Selanjutnya “kata-kata penyerahan” pengantin wanita oleh juru bicara keluarga kepada
pengantin pria dan keluarganya. Berikutnya kata-kata penerimaan dari pengantin pria dan
keluarga yang disampaikan oleh keluarga. Acara jamuan makan minum perkawinan yang
ditandai dengan “makan dan minum tradisional” (cucur, nasi jahe, saguer, dan lain-lain) dari
kedua pengantin dan orang tua, berikutnya makan minum bersama dengan seluruh peserta
upacara. Seusai makan minum pihak keluarga pria menyediakan makanan (nasi dan ikan) yang
terbungkus biasa disebut saput (yang berarti bungkusan) kepada pihak keluarga-keluarga
pengantin wanita yang hadir dalam upacara untuk dibawah dan nantinya dimakan dirumah
masing-masing.
Lima kesetiaan di atas menjadi tahap penting sebuah pernikan dalam kebudayaan
Minahasa dan menjadi titik fokus memaknai makna kesetiaan dan kebudayaan Minahasa.
Nampak jelas maksud dari masing-masing kesetiaan yang harus dihidupi oleh keluarga baru ini.
Kelima kesetiaan itu seolah merangkul sendi-sendi hidup manusia. Secara spirit keagamaan
harus setia pada Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur yang telah meninggal. Dan untuk aspek
sosial diwakili dengan kesetiaan pada hukum dan prinsip-prinsip kebersamaan, saling tolong
menolong, setia pada pemimpin dan setia pada ibu dan ayah. Kesetiaan serupa juga terdapat
dalam sastra kebijaksanaan Israel.
4.2 Setia Dalam Sastra Kebijaksanaan Israel
Alkitab juga memiliki begitu banyak teks yang berkaitan dengan kesetiaan. Kita dapat
menemukan makna kesetian untuk mengambarkan sifat Allah sebagai yang selalu setia seperti
dalam kitab Ulangan 7:9 “Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah
Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang
kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan”.
Selain itu ada juga banyak tokoh-tokoh yang menampilkan kesetiaan mereka kepada Allah
seperti Abraham (Kejadian), Yakub (Kejadian), Ishak (Kejadian), Yusuf anak kesangan Yakub
(Kejadian), Musa (Bilangan), Yosua (Yos: 24), Samuel (1 Samuel), Daud (1 Samuel), dan Elia
(2 Raja-Raja).
Namun dalm konteks sastra hikmat kebijaksanaan Israel teks yang mungkin di komparasikan
dengan lima kesetiaan dalam kebudayaan Minahasa adalah teks-teks berikut ini.
Amsal 2:7-8 “Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang
yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga jalan keadilan, dan memelihara jalan orang-orang-
Nya yang setia”. Amsal 3:3-4 “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau!
Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat
kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia”. Secara sepintas dapat
disimpulkan amsal-amsal ini memuat unsur perintah dan memang demikanlah maksud amsal ini
perintah dari sang guru agar muridnya memperoleh kebijaksanaan.
Amsal 12:22 “Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang
berlaku setia dikenan-Nya.” Amsal 19:22 “Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah
kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.” Amsal 20:6-7 “Banyak
orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya? Orang benar
yang bersih kelakuannya berbahagialah keturunannya”. Amsal-amsal ini masuk dalam bagian
amsal Salomo seorang raja yang bijaksana yang lebih bersifat moralistik.

Tradisi Minahasa Sastra Hikmat Kebijaksanaan Israel Kaitan Keduanya


Latek Wia Si Opo Empung Amsal 12:22 Memiliki ajaran untuk setia
( setia kepada Tuhan Yang Maha “Orang yang dusta bibirnya adalah pada Yang Tertinggi (Tuhan)
Esa) kekejian bagi TUHAN, tetapi orang atau yang transenden juga
Latek Wia Se Nima Tua wo nuwu yang berlaku setia dikenan-Nya.” pada leluhur.
Tuah
(setia kepada leluhur dan pesan Mazmur 145:18
luhur para leluhur). “Tuhan itu adil dalam segala jalanNya
dan penuh kasih setia dalam segala
perbuatanNya”.
Latek Wia Toktolan Um Benua Amsal 19:22 Memiliki perhatian penting
(Setia kepada sendi-sendi dasar “Sifat yang diinginkan pada seseorang pada proses hidup sosial atau
negeri antara lain mapalus (Kerja ialah kesetiaannya; lebih baik orang kebaikan bersama.
sama), aturan hukun ketentuan miskin dari pada seorang pembohong.”
yang ada.

Latek Wia Si Inak Wo Si Amak Amsal 20:6-7 Keyakinan bahwa keturunan


(setia kepada ibu dan ayah). “Banyak orang menyebut diri baik atau keluarga harus
hati, tetapi orang yang setia, siapakah mengalami kebahagiaan dan
menemukannya? Orang benar yang setia dan bersi cukup
bersih kelakuannya berbahagialah berperan untuk bahagia.
keturunannya”.
Latek Wia se Antang Um Banua, Amsal 25:13 Kesadaran betapa penting
Wo se Kapalus (setia kepada “Seperti sejuk salju di musim panen, adanya sikap saling setia
pemimpin/atasan dan juga teman demikianlah pesuruh yang setia bagi antara pemimpin dan yang
kerja). orang-orang yang menyuruhnya. Ia dipimpin
menyegarkan hati tuan-tuannya”.

Amsal 25:13 “Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi
orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya”. Sedangkan Amsal ini
merupakan bagian dari orang bijak dan lebih singkat juga berdiri sendiri.
Mazmur 33:4 “Sebab firman Tuhan itu benar, segala sesuatu dikerjakan Nya dengan
kesetiaan”. Mazmur 145:18 “Tuhan itu adil dalam segala jalanNya dan penuh kasih setia dalam
segala perbuatanNya”. Mazmur-mazmur ini sebagai ajakan untuk percaya akan keenaran firman
Allah karena Allah selalu setia. Namun secara keseluruhan amsal-amsal dan mazmur-mazmur di
atas mengandung makna kesetiaan. Apakah itu berupa kesetiaan dari Tuhan, atau juga kesetiaan
manusia dengan sesamanya. Atau juga kesetiaan pada kebenaran. Keseluruhannya mau
mengatakan bahwa sastra kebijaksanaan Israel setia nampak menjadi hal yang cukup
berpengaruh dalam relasi manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama dan hal ini juga
ternyata ada dalam kebudayaan Minahasa.
5. Kesimpulan
Pada dasarnya jika ditelusuri secara mendalam ternyata banyak hal dalam Kitab Suci dapat
dikomparasikan dengan banyak kebudayaan yang tradisional. Meskipun kebudayaan asli tidak
perna bersinggungan langsung dengan tradisi Israel dalam hal sastra hikmat jika didalami dengan
saksama ada kesamaan satu dengan yang lain. Namun harus disadari kesamaan itu tidak bisa
identik karena keduanya memiliki latar konteks dan orang-orang yang berbeda.

Daftar Pustaka
Alkitab, Deuterokanonika, Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta
Van Der weiden, Wim., Seni Hidup Sasra Kebijaksanaan Perjanjian Lama, Yogyakarta:
Kanisius, 1995.
Solihn, Iin., Minahasa Kabupaten, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta
Pamungkas.
Rattu, A.B.G., “Bahasa Daerah Minahasa” dalam Prof. Dr. J. Turang dkk (eds), Profil
kebudayaan Minahasa,Tomohon: Majelis kebudayaan Minahasa, 1997.
Sendoh, Juotje., “Sejarah Perkembangan Masyarakat Minahasa Dan Perkembangannya”,
dalam Prof. Dr. J. Turang dkk (eds), Profil kebudayaan Minahasa,Tomohon: Majelis
Kebudayaan Minahasa, 1997.
Rompas, J., Legenda dalam Prof. Dr. J. Turang dkk (eds), Profil kebudayaan Minahasa,
Tomohon: Majelis Kebudayaan Minahasa, 1997.
KITAB KEBIJAKSANAAN

Setia Dalam Tradisi Minahasa Dan Sastra Hikmat Kebijaksanaan Israel

Oleh:
Budi alen A. Y. Ratag (FT 3881)

PROGRAM STUDI ILMU TEOLOGI


JURUSAN TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai