Anda di halaman 1dari 20

TEOLOGI KONTEKSTUAL DAN PEMIKIRAN SOSIAL

“TRADISI BAPTISAN”

Dosen Pengampu :
Pdt. T. M. Ebenheser Lalenoh, M.A, Ph.D

Disusun Oleh Kelompok 3:

Aurelia Patrisia Manuel (712019015)


Gloria Indah Ingtyas (712019118)
Jeremia Apriliano Tangka (712019144)
Maria Putri Yolanda Koa (712019194)
Tiara Al Zamzami Setianingrum (712019204)
Agus Ayu (712019256)
Margaretha Bimusu ( 712019262)
Raja Hutabarat (712019266)

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2022
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baptisan adalah berasal dari Bahasa Latin yaitu baptismus atau baptisma. Jika
dilihat dalam Perjanjian Baru yang ditulis dalam Bahasa aslinya yaitu Bahasa Yunani
kata yang digunakan untuk membaptis ialah baptizo. Kedua kata tersebut jika
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia akan mempunyai arti yang sama yaitu,
menyelamkan atau mencelupkan bisa juga membasuh atau membersihkan. Pada
umumnya media yang dipakai dalam melangsungkan baptisan adalah dengan air.
Perjanjian Baru memberikan penjelasan mengenai kata baptisan adalah suatu tradisi atau
upacara atau sakramen baptisan dengan menggunakan media air yang dilakukan oleh
Yohanes pembaptis (Matius 3: 15-17). Dalam peristiwa ini orang Yahudi dalam jumlah
yang besar datang bertobat atas dosa-dosa dan memberikan dirinya untuk dibaptis di
sungai Yordan, dan bukan hanya orang yahudi saja akan tetapi Yesus juga datang
menyerahkan diri-Nya untuk dibaptis dalam menggenapi kehendak Allah. Dalam gereja
baptisan dipakai sebagai tanda kepemilikan sebagai pengikut Kristus dan menjadi bagian
dari tubuh Kristus. Dengan mengikuti upacara baptisan dalam gereja akan menjadi
sebagai tanda atau bukti penyerahan diri menjadi pengikut kristus. Baptisan terjadi dalam
komunitas atau kebaktian gereja. Sebenarnya tidak berlangsung secara sembunyi-
sembunyi (secretly), atau hanya pendeta dan majelis jemaat dan calon baptis yang hadir.
Pelaksanaan baptis ini menjadi sebuah bukti atau akta jemaat dalam gereja. Pelaksanaan
baptisan atas nama pendeta membawa orang-orang yang akan dibaptis dihadapan seluruh
jemaat, lalu menyelamkan ke dalam air atau memercikkan maupun menuangkan air ke
atas kepala orang yang bersangsangkutan. Pada saat pendeta melakukan pembaptisan,
sang pendeta akan menyebutkan nama orang tersebut dengan menyerukan nama Allah
Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Hal ini ialah sebagai deklarasi terhadap dunia, warga gereja
atau jemaat juga terhadap mereka yang sedang dibaptis bahwa Allah yang Tritunggal
mengkehendaki dia sebagai milik-Nya. Sebelum ia menerima baptisan dalam status
sebagai seorang yang memberontak Allah yang kemudian diperdamaikan dengan Allah
sehingga layak menjadi anak dan sekaligus pewaris janji keselamatan Allah.
B. Problematika Isu dalam Konsep Baptisan
Waruwu dalam bukunya menyampaikan bahwa perdebatan di gereja era pasca
modern sering sekali terjadi yang memperdebatkan tentang pelaksaan atau tradisi
sakramen baptis. Perdebatan yang sering terjadi ini disebabkan dengan adanya
perbedaan di masing-masing gereja yang ada baik dari aspek arti/makna dan terlebih
pada cara yang dipakai dalam pelaksaan baptis. Hal tersebut bias terjadi karena adanya
perbedaan metode dalam penafsiran atau perbedaan tradisi aliran gereja dan juga
perbedaan budaya dalam gereja tersebut. Bahwa memang harus diakui hingga saat ini
perdebatan itu terus terjadi dari berbagai aliran atau denominasi gereja pada bentuk
pelaksanaannya yang berbeda-beda. Dalam berbagai aliran atau denominasi gereja yang
ada, perbedaan dalam pelaksanaan baptis ada yang melaksanakannya dengan cara selam,
percik, tuang atau dengan bentuk lainnya. Ada gereja-gereja tertentu yang mengatur
penuh untuk mewajibkan melakukan baptisan kepada bayi-bayi dan ada juga gereja yang
mengatur bahwa baptisan dapat diterima oleh orang dewasa yang sudah memahami dosa
dan telah memutuskan untuk percaya kepada Kristus.

Meskipun perbedaan-perbedaan yang masih terus ditemukan dari berbagai aliran


atau denominasi gereja dalam hal pemaknaan dan pelaksanaan baptis secara rohani,
tetapi menjadi satu keberhasilan dalam kesepakatan dari berbagai aliran atau denominasi
gereja-gereja dalam sepanjang zaman yaitu memandang dan mempercayai bahwa
baptisan merupakan bagian dari perintah atau amanat Kristus yang menjadi keharusan
dan harus dilakukan terlepas dari cara atau bentuk pelaksanaanya. Gereja sudah
memahami bahwa baptisan merupakan suatu pengalaman rohani yang terjadi dalam
proses kehidupan bagi mereka yang mempercayai dan manerima Kristus sebagai sang
Juruselamat.1
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Baptisan
1) Baptisan dikalangan Orang Yahudi
Orang Yahudi memiliki banyak upacara pentahiran tetapi tidak semua
memiliki sifat sacramental sebab tidak semua merupakan lambang dan materai
perjanjian. Ada baptisan proselit dikalangan orang Yahudi yang disebut hampir sama
dengan baptisan Kristen, baptisan ini dilakukan oleh kaum Proselit 2 mereka bukan
berasal dari Yahudi tetapi mereka masuk dalam agama Yudaisme, mereka sering
menyembah berhala maka dari itu untuk menyembah Allah Yudaisme mereka perlu
melakukan penyucian diri melalui baptisan proselit. 3Baptisan ini dilakukan dihadapan

1Otieli Harefa. “Implikasi Teologis Baptisan Air pada Keselamatan” Jurnal Teologi dan Pendidikan
Agama Kristen. Vol. 16 No. 1. (2020). Hlm. 2-3.
2Louis Berkhorf, Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2020, Hal 124

3Michael Green, Baptism (Downers Grove: InterVarsity, 1987), 67


2 atau 3 orang saksi, anak-anak yang orangtuanya menerima baptisan ini jika lahir
sebelum orangtuanya dibaptis maka ia harus dibaptis dan baptisan ini dilakukan atas
permintaan dari ayah mereka dan jika baptisan ini dilaksanakan ketika mereka sudah
berusia 13 tahun untuk laki-laki dan anak perempuan 12 tahun keatas baptisan ini
harus dilaksanakan atas permintaan mereka sendiri. Bagi anak-anak yang lahir
sesudah orangtua mereka dibaptis tidak perlu dibaptis lagi karena mereka dianggap
sudah bersih.4 Jadi, mereka menganggap bahwa baptisan ini adalah pembersihan dan
bukti pembaktian mereka kepada Yudaisme.
2) Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis
Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes menekankan pada penyucian dan
pembersihan hati dari dosa, pertobatan adalah fokus dari baptisan ini, air menjadi
elemen penting dalam baptisan ini. Yohanes muncul dipadang gurun untuk
menyuarakan pertobatan melalui baptisan dan setalah itu banyak orang yang datang
kepadanya untuk mengaku dosa dan mereka dibaptis disungai Yordan. Yohanes
menekankan bahwa ia membaptis mereka hanya dengan air tetapi Yesus yang akan
datang kesitu akan membaptis mereka dengan Roh Kudus. Setelah itu Yesus datang
dan ia dibaptis oleh Yohanes disungai itu. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa
Yohanes membaptis hanya sampai pada tataran pertobatan bukan keselamatan.

3) Baptisan yang dilakukan oleh para Rasul


Yesus Kristus memberikan Amanat Agung yang terdapat dalam Matius 28:19-
20 kepada para muridnya, Amanat Agung iniadalah perintah dari Yesus kepada
murid-Nya untuk menjadikan semua bangsa muridnya dan membaptis mereka dalam
nama Bapak, Putra dan Roh Kudus. Para murid harus memberitakan Injil agar meraka
bisa bertobat dan bisa mengenal Yesus sebagai Juruselamat, bagi mereka yang mau
menerima Yesus harus dibaptis sebagai lambang dan materai bagi mereka untuk
hidup baru didalam kehendak Tuhan5
4) Sebelum Jaman Reformasi
Pada zaman ini para bapak-bapak gereja menganggap baptisan sebagai sebuah
ritual pentahbisan untuk masuk dalam Gerejadan sangat lekat dengan ritual
pengampunan dosa serta hidup baru atau lahir baru. Orang dewasa tidak menganggap
4Louis Berkhorf, Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2020, Hal 134-135.

5Louis Berkhorf, Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2020, Hal 137
baptisan bisa untuk membuat mereka terlepas dari sikap hidup yang benar, anggapan
mereka hanya ada pada tataran bahwa baptisan hanyalah pelangkap proses
pembaharuan atau hidup baru. Dijaman ini sudah menganggap bahwa baptisan hanya
dilakukan satu kali dan harus dibaptisan didalam nama Allah, Anak dan Roh Kudus.
Cara pembaptisan dijaman ini tidak diperdabatkan, Baptisan dianggap tidak sah jika
tidak ada air, air menjadi elemen penting karena peristiwa Yesus yang dibaptis
disungai Yordan telah mentahirkan air dari dosa dan melayakkan air untuk dipakai
menjadi sarana pemyucian manusia.6
Pada abad kedua muncul konsep pemikiran yang menganggap bahwa baptisan
adalah kuasa magis, atau bisa dipahami dengan seseorang yang menerima baptisan
dari Uskup, Imam maupun Paus menghasilkan ramhmat dengan sendirinya sebab
pada dasarnya Kristus sendirilah yang melakukannya. Dalam pandangan Agustinus
baptisan anak adalah sangat penting, jika anak tidak dibaptis maka ia akan terhilang,
baginya Baptisan dapat menghilangkan dan menyingkirkan dosa asal, tetapi tidak
sepenuhnya membungan kecemaran pada natur manusia. Ciri Khas konsep sakramen
baptisan Gereja Katolik Roma ini menganggap baptisan sebagai sakramen kelahiran
kembali dan pentahbisan seseorang untuk masuk didalam gereja, bapsitan ini
dianggap berisi anugerah, anugerah itu nyata dalam penerimaan gereja terhadap
anggotanya. Pada saat itu baptisan dianggap sangat penting karena menjadi tanda atas
penerimaan anggota gereja, membebaskan dari dosa asal dan dosa yang dilakukan
secara sadar, tetapi nafsu manusia untuk melakukan dosa tetap masih ada, baptisan
membawa sesesorang pada pembaharuan spiritual dengan adanya penyucian
pengharapan dan kasih.
5) Sejak Jaman Reformasi
Dijaman ini terjadi perdebatan tentang baptisan anak dan dewasa, banyak yang
mempersoalkan baptisan yang dilayankan kepada anak-anak, berikut kita akan
melihat sejarah baptisan yang terjadi dijaman reformasi:

⮚ Marthin Luther
Luther menganggap bahwa air yang dipakai dalam sakramen baptisan adalah
air biasa yang menjadi air kehidupan, suatu pembasuhan dan kelahiran kembali sesuai
dengan firman Tuhan yang didalamnya memiliki kekuatan Ilahi, kekuatan ilahi imilah

6Ebenhaizer Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani Memahami Allah Tritunggal, Roh Kudus, dan
Karunia-karunia Roh secara bertanggungjawab, (Jakarta:BPK Gubung Mulia, 2019),hal 132.
yang membawa manusia untuk mengalami kelahiran kembali. Bagi orang dewasa
baptisan tergantung pada iman sang penerima dan bagi baptisan anak-anak, Luther
pernah berkata bahwa Tuhan melalui anugerah mengerjakan iman kepada anak-anak
yang belum sadar, tetapi pembicaraan ini tidak diperdalam dan para teolog aliran
Lutheran mengemukakan bahwa baptisan adalah pra-syarat bapsian dan mereka
menganggap baptisan menghasilkan iman secara langsung.7 Baptisan anak-anak
diterima karena Luther meanggap bahwa anak-anak harus masuk kedalam
persekutuan gereja sedini mungkin. Hal ini bertujuan agar sejak dini anak-anak itu
sudah dibina, dibimbing dan dibentuk pemahaman pemahamannya akan iman.
Baptisan harus dilakukan didalam gereja dan dilayankan oleh seorang pendeta yang
sudah diteguhkan dan disaksikan oleh jemaat. Dalam pandangan Luther membaptis
dengan iman yang benar kepada Allah, Bapa dan Roh Kudus lebih penting
dibandingkan dengan air, baginya keabsahan baptisan ada pada penyuaraan Allah
Tritunggal bukan pada air8
⮚ John Calvin
Calvin menganggap bahwa baptisan ditetapkan bagi orang yang percaya,
Calvin juga masih meneruskan baptisan kepada anak-anak. Calvin menekankan jika
baptisan anak itu adalah tanda atau janji yang telah diberikan kepada orangtua yang
memiliki iman kepada Allah dan diteruskan kepada anak-anaknya bukan sebagai
suatu keselamatan atau penyucian terhadap anak-anak9.
⮚ Aliran Anabaptis
Aliran ini lahir dari reformasi yang dilakukan oleh Zwingli,aliran Anabaptis
ini memprotes baptisan terhadap anak-anak dan aliran ini menekankan baptisan
terhadap mereka yang bersedia dan memilikin keinginan untuk dibaptis walaupun
orang-orang itu sudah dibaptis ketika anak-anak. Bagi Anabaptis ini bukan
melakukan baptisan ulang tetap sebagai baptisan yang seseungguhnya sebab pada saat
dewasa orang yang akan dibaptis sudah mengeri dan memahami dan anak-anak tidak
memiliki kedudukan didalam gereja karena mereka sangat meyakini Amat Agung
didalam Matius 28:19-20 yang memuat tentang tanggungjawab orang Kristen untuk

7 Louis Berkhorf, Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2020, Hal 124.
8Ebenhaizer Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani Memahami Allah Tritunggal, Roh Kudus, dan
Karunia-karunia Roh secara bertanggungjawab, (Jakarta:BPK Gubung Mulia, 2019),hal 132.

9Bunawan Kurnia, Tesis: “Baptisan Anak menurut Joh Calvin”, (Jakarta: Sekolah Tinggi Amanat
Agung,2016), hal 119.
menjalani kehidupan sebagai orang Kristen dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh
anak-anak sebab mereka belum memahami. Anabaptis tetap menerima baptisan
dengan cara percik hanya mereka tidak menerima baptisan anak-anak.10
⮚ Aliran Baptis
Aliran ini sama seperti aliran anabaptis tidak menerima baptisan untuk anak-
anak tetapi aliran ini mengajukan pelaksanaan pelayanan sakramen baptisan dengan
cara selam, cara baptisan ini juga menjadi salah satu alasan kuat mereka untuk tidak
melaksanakan baptisan bagi anak-anak karena selain mereka belum mengerti iman
mereka tetapi juga berbahaya dari segi kesehatan. Mereka lebih memiliki baptisan
untuk orang dewasa karena menganggap orang dewasa sudah bisa mengerti dan
memahami esensi dari baptisan.11 Orang dewasa dianggap mampu dan bisa
memahami imannya serta dapat melakukannya dalam kehidupan sehari-hari serta
bersedia mempertanggungjawabkan apa yang sudah diimani dan dilakukan. Dari
gereja Baptis inilah muncul berbagai macam gereja baru yang melaksanakan baptisan
dengan cara selam.
B. Makna Baptisan
Baptisan dalam bahasa latin disebut baptismus atau baptisma dan dalam bahasa
Yunani disebut dengan baptizo yang memiliki arti membasuh, mencuci,
mencelupkan, membasuh atau membersihkan. Maka dari itu, kata baptisan ini
memiliki arti mencelupkan sesuatu kedalam suatu cairan dan kemudian diangkat atau
dikeluarkan kembali. Didalam gereja baptisan menjadi tanda seseorang memberi
dirinya untuk menjadi pengikut Kristus dan menjadi bagian dari tubuh Kristus.
12
Baptisan merupakan sakramen utama karena lewat sakramen ini semua orang yang
percaya bisa masuk kedalam persekutuan bersama Kristus. Sakramen Baptis memiliki
makna kesediaan untuk semua orang percaya untuk dibaharui didalam nama Allah,
Bapa dan Roh Kudus. Sakramen ini dilayankan kepada setiap orang percaya yang
mau dan bersedia untuk meninggalkan cara hidupnya yang lama yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan untuk mengalami pembaharuan hidup baru sesuai dengan
kehendak Kristus. Air yang dipakai dalam baptisan melambangkan darah Yesus yang

10 Louis Berkhorf, Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2020, Hal 124
11Mudji Kenanga Pawestri, Tugas Akhir: “Baptisan Selam Dan Baptisan Percik”, (Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana, 2016), hal 24.
12 Ebenhaizer Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani Memahami Allah Tritunggal, Roh Kudus, dan
Karunia-karunia Roh secara bertanggungjawab, (Jakarta:BPK Gubung Mulia, 2019),hal 121.
telah membersihkan dan menyucikan manusia dari belenggu dosa dan didalamnya
ada kuasa Roh Kudus yang bekerja untuk membawa manusia pada kelahiran kembali.
Dalam pelaksanaannya, setiap Gereja memiliki pemahaman yang berbeda terkait
Pembaptisan ini. Pada Gereja aliran Pantekosta cenderung meyakini bahwa Baptis
yang sah itu adalah Baptis Selam. Hal ini mendasar pada peristiwa Pembaptisan
Yesus di Sungai Yordan (Matius 3:13-17). Bagi mereka arti “mencelupkan” yang
merupakan arti dari kata Baptizo itu sendiri disamakan dengan kata “menyelamkan”.
Sehingga mereka memahami bahwa ketika seseorang dibaptis selam, maka seseorang
tersebut sudah mengenggelamkan kehidupan yang lama dan keluar dari air kehidupan
baru yang ada di dalam Yesus Kristus. Selain itu, di Gereja aliran Pantekosta tidak
ada Baptis bagi anak-anak, karena mereka memahami bahwa hanya seseorang yang
dapat menyatakan iman mereka kepada Tuhan Yesus yang dapat menerima Baptisan
tersebut.13
Sementara di sisi lain yakni dalam perspektif Gereja arus utama, memiliki
pemahaman bahwa Baptisan yang mereka lakukan dengan cara percik. Baptisan
dilakukan sebagai wujud sikap iman kepada Tuhan, dan dengan pertobatan sebagai
sebuah respon terhadap panggilan Tuhan. Melalui Baptisan tersebut, seseorang juga
dapat diterima oleh Gereja, dan menjadi bagian dari Tubuh Kristus. Pada Gereja arus
utama diperbolehkan melakukan Baptisan bagi anak-anak. Sebab, itu merupakan
wujud masuknya anak-anak ke dalam persekutuan dengan Kristus. Sekalipun mereka
belum memahami sepenuhnya apa itu Baptisan dan sebagainya, tetapi orang tua
mereka tentu saja memahami dan sangat bertanggung jawa pada iman anaknya itu.14
Pada dasarnya semua bentuk baptisan yakni percik maupun selam bisa disebut sah
karena keabsahan sebuah baptisan itu bukan terletak pada cara maupun tempat tetapi
terletak pada penceluman kedalam nama Allah, Bapa dan Roh Kudus. Air dan cara
baptisan bukan Juruselamat dunia, Juruselamat adalah Yesus Kristus. Hal ini
dipertegas dengan pandangan Marthin Luther yang mengatakan bahwa yang penting
dalam sakramen baptisan itu adalah iman yang benar kepada firman Tuhan dan
kesediaan orang yang dibaptis untuk mau menerima baptisan dan melakukan segala
yang sudah Yesus telandankan.
C. Tradisi Baptis Dalam PL & PB

13 Mudji Kenanga Pawestri, Tugas Akhir: “Baptisan Selam Dan Baptisan Percik”, (Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana, 2016), 25-26.
14 Mudji Kenanga Pawestri, Tugas Akhir: “Baptisan Selam Dan Baptisan Percik”, 28-29.
1) Dalam Perjanjian Lama 
Tradisi baptis sudah ada dalam budaya Yahudi, dan ada yang mempercayai
bahwa hal tersebut memiliki kaitan dengan pembersihan bagi para imam dengan
menggunakan air sebelum mereka menjalankan tugas imamat tersebut (Imamat 16:4).
Baptis juga merupakan tradisi Kristen yang sumbernya adalah tulisan suci yang ada
pada zaman Israel kuno, dan praktik Baptis sendiri muncul pada periode
intertestamental. Ketika berbicara Baptis biasanya hal tersebut melekat dengan media
air, yang pada zaman kuno air itu dapat digunakan dalam berbagai cara, salah satunya
untuk memurnikan ataupun membersihkan manusia yang berdosa dan digunakan juga
untuk menyelamatkan umat Allah15 dan juga membersihkan benda yang bertujuan
untuk mempersiapkan hubungan dengan yang sakral. Berangkat dari pemahaman
tersebut, maka dapat dilihat bahwa sejarah Yahudi menunjukkan bahwa upacara bagi
orang Yahudi itu menyerupai Baptisan yang ada di dalam Perjanjian Lama sebelum
Yohanes Pembaptis tampil dalam Perjanjian Baru.

Dalam Perjanjian Lama sendiri baptisan merupakan sebuah proses


pembasuhan dengan air. Pembasuhan yang dilakukan tidak hanya berkaitan dengan
pertobatan, tetapi juga dengan pembaruan dan juga pemulihan. Pada konteks
Perjanjian Lama juga, Tuhan sangat memperhatikan kesucian atau ketahiran umat,
seperti dalam Hukum Taurat yang menjelaskan bahwa ciri khas dalam upacara
pentahiran itu dengan melakukan pembasuhan dengan air dan memberi korban
bakaran sebagai persembahan. Dalam Bilangan 31:21-24 dijelaskan bahwa segala
benda yang tahan api haruslah dibakar serta disucikan dengan air, dan benda yang lain
cukup dibasuh dengan air saja. Sementara untuk orang yang baru saja kembali dari
perang, mereka juga perlu membasuh pakaian mereka pada hari yang ketujuh, supaya
mereka menjadi tahir. Begitu juga yang dijelaskan dalam Imamat 22:4-7 yang
menyatakan bahwa setiap orang yang menyentuh sesuatu yang najis, maka tidak
diperbolehkan untuk memakan persembahan yang kudus, terkecuali jika dirinya sudah
dibasuh dengan air dan ia menjadi tahir, baru kemudian diperkenankan untuk
memakan persembahan kudus.16

15 Budianto Lim, Membarui Selalu: Pergulatan Identitas, Dinamika, dan Komitmen Teologi
Reformed Injili. (Yogyakarta: ANDI, 2016). Hlm 152.
16 Wahyu Wahono Adil Kuswantoro. “Tinjauan Historis Teologis Tentang Baptisan Pada Masa
Intertestamental” Jurnal Teologi Berita Hidup. Vol. 3 No. 1. (2020). Hlm. 5.
Pembasuhan diri dengan air juga menjadi tujuan untuk persiapan seseorang
jika ingin mendekatkan diri ke hadirat Allah. Seperti dalam Bilangan 8:5-7 yang
menjelaskan bahwa Suku Lewi dikuduskan melalui penyucian dengan air sebagai
sebuah bentuk pentahiran. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Tuhan memberitahu
kepada Musa agar memercikkan air penghapus dosa dan meminta mereka untuk
mencukur seluruh tubuh dan juga mencuci pakaian mereka supaya tetap tahir.
Sementara dalam Bilangan 19:7 dijelaskan bahwa Tuhan telah menjadikan
pembasuhan ketika Imam melakukan upacara pentahiran, dan bagi Imam yang
menyembelih lembu untuk pentahiran, maka setelah itu ia perlu membasuh pakaian
serta tubuhnya menggunakan air.17

2) Dalam Perjanjian Baru


Doktrin mengenai baptisan air dan keselamatan merupakan bagian penting
dalam teologi Kristen, oleh karena itu hal ini perlu dipahami dengan baik. 18 Baptisan
juga merupakan pernyataan seseorang akan iman percaya yang dimiliki kepada Yesus
Kristus, dan keselamatan yang diperoleh dalam Yesus merupakan anugerah atas iman
di dalam-Nya. Yesus memerintahkan orang Kristen dibaptis ketika mereka percaya
kepada Yesus (Matius 28:19-20). Dalam Perjanjian Baru, ada berbagai macam
sebutan untuk baptis, diantaranya, baptisan Yohanes Pembaptis, baptisan Petrus,
baptisan Filipus, baptisan Ananias, dan baptisan Paulus. Pada peristiwa pembaptisan
yang dilakukan oleh para Rasul ini menyatakan iman dan tanda pertobatan.

✔ Baptisan Yohanes Pembaptis


Baptisan ini dipahami sebagai sebuah tanda pertobatan, karena Yohanes
menyatakan baptisan untuk pertobatan dan pengampunan dosa (Markus 1:4-5).19
Ketika Yohanes melakukan pembaptisan, dalam Injil Markus dikisahkan bahwa
Yesus juga datang kepada Yohanes untuk dibaptis (Markus 1:9-11). Setelah peristiwa
pembaptisan juga dilakukan kepada para murid, mereka juga diutus untuk
mewartakan Injil Yesus Kristus sebagai jalan kebenaran dan keselamatan bagi

17Wahyu. “Tinjauan Historis Teologis Tentang Baptisan Pada Masa Intertestamental”. Hlm. 5.
18Otieli Harefa. “Implikasi Teologis Baptisan Air pada Keselamatan” Jurnal Teologi dan Pendidikan
Agama Kristen. Vol. 16 No. 1. (2020). Hlm. 2.
19Wahyu. “Tinjauan Historis Teologis Tentang Baptisan Pada Masa Intertestamental”. Hlm. 2.
manusia. Hal tersebut bisa dilakukan melalui perkataan ataupun kesaksian hidup
mereka tentang kasih dan kebaikan Allah.20

✔ Baptisan Petrus
Dalam Kisah Para Rasul 2:37-41 menjelaskan tentang pembaptisan yang
dilakukan oleh Petrus. Ada kemungkinan pembaptisan ini dilakukan bersama dengan
murid Yesus yang lainnya, sebab saat itu ada ribuan orang yang menjadi orang
percaya. Baptisan yang dilakukan oleh Petrus memiliki beberapa prinsip diantaranya
yaitu: Pertama, baptis dilakukan dengan melakukan penginjilan tentang Yesus dan
pertobatan. Pada bagian ini, Petrus ingin ketika ia sudah menyampaikan Injil tentang
Yesus kepada umat pada saat itu, mereka dapat menerima di dalam hati dan mereka
menyatakan kesediaan mereka untuk menerima pertobatan serta memberi diri untuk
dibaptis dalam nama Yesus Kristus yang mereka akui dan percaya sebagai Tuhan dan
Mesias. Kedua, dilanjutkan dengan penerimaan Karunia Roh Kudus. Dalam hal ini
Petrus menyampaikan bahwa setelah mereka dibaptis dan menerima pengampunan
dari Tuhan maka mereka akan menerima Karunia Roh Kudus yang menjadi anugerah
bagi setiap orang percaya setelah dibaptis. Ketiga, Proses baptis itu diakhiri dengan
sukacita, ini merupakan tanda bahwa mereka telah merasa bahagia ketika mendengar
Injil, menerima di dalam dirinya, dan menyatakan kesediaan mereka untuk dibaptis.
Dengan mereka memberi diri untuk dibaptis, maka mereka sudah menyambut
kehadiran Tuhan di dalam hati mereka.21

✔ Baptisan Filipus
Dalam Kisah Para Rasul 8:12-16, Filipus membaptis banyak orang di Samaria.
Sementara pada Kisah Para Rasul 8:35-39, Filipus membaptis 1 orang di jalan sunyi
Gaza, orang tersebut adalah sida-sida dari Etiopia. Baptisan yang dilakukan oleh
Filipus memiliki beberapa prinsip diantaranya yaitu: Pertama, baptisan diawali
dengan Penginjilan, hal ini serupa dengan yang dilakukan oleh Petrus. Melalui
penginjilan tersebut dan Filipus membuat banyak mujizat, maka orang-orang pada
saat itu memberi diri untuk dibaptis. Kedua, baptisan yang dilakukan oleh Filipus itu
secara langsung dan menggunakan air sebagai medianya. Hal ini menjadi acuan yang

20 Ola Rongan Wilhelmus. “Sakramen Baptis Sebagai Sakrmen Keselamatan Dan Persekutuan Para
Murid Kristus” Jurnal Pendidikan Agama Katolik. Vol. 20. No. 1. (2020). Hlm. 119.
21Serepina Yoshika Hasibuan, Rudy Roberto Walean, Setiaman Larosa. “Konsep Baptisan Dalam
Kisah Para Rasul Dan Evaluasinya Terhadap Pembaptisan Virtual”. Jurnal Teologi Kristen. Vol. 4. No. 1.
(2022). Hlm. 41-43
jelas untuk memahami konsep air sebagai media dalam pembaptisan, sebab Lukas
mengisahkan respon dari sida-sida seketika percaya Yesus dengan mengatakan “lihat,
disitu ada air”. Pada saat itu memang mereka sedang mencari air sebab Gaza terletak
2,5 mil dari laut. Sehingga mereka mendatangi tempat yang ada air tertentu, dan
karena mereka sudah menemukan air maka tidak ada lagi halangan untuk dibaptis.
Selain itu juga, pada saat pembaptisan itu Filipus dan sida-sida turun ke dalam air
bersama, sehingga dapat dikatakan bahwa baptisan tersebut dilakukan secara langsung
oleh Filipus.22

✔ Baptisan Ananias
Baptisan yang dilakukan oleh Ananias kepada Paulus terdapat dalam Kisah
Para Rasul 9:1-18. Hal ini terjadi setelah Paulus mengalami perjumpaan dengan
Tuhan Yesus saat ia dalam perjalanan menuju Damsyik. Setelah itu ia tak bisa melihat
bahkan ia tidak makan dan minum selama tiga hari, hingga kemudian ia bertemu
dengan Ananias yang kemudian mendorong terjadinya peristiwa pembaptisan bagi
Saulus yang kemudian berganti nama menjadi Paulus. Baptisan yang dilakukan oleh
Ananias memiliki beberapa prinsip diantaranya yaitu: Pertama, pembaptisan
dilakukan setelah Saulus bertobat dan memiliki komitmen untuk menjadi murid
Kristus. Paulus memberikan kesaksian tentang pembaptisannya yang mana saat itu ia
mengganggap bahwa Tuhan telah mendorong dirinya untuk segera memberi diri
dibaptis. Kedua, penumpangan tangan sebelum pembaptisan. Pada proses
pembaptisan penumpangan tangan menjadi tanda pengurapan Allah bagi orang yang
baru percaya kepada Dia. Ketiga, pembaptisan dikaitkan dengan karunia Roh Kudus.
Melalui perikop yang ada jelas mengatakan bahwa Saulus mengalami kepenuhan Roh
Kudus setelah pembaptisan yang diterimanya.23

✔ Baptisan Paulus
Ada beberapa peristiwa pembaptisan Paulus yang ada dalam tulisan Lukas
yakni seperti pembaptisan Lidia dan keluarganya (Kisah Para Rasul 16:14-15),
pembaptisan kepala penjara dan keluarganya (Kisah Para Rasul 16:30-34),
pembaptisan Krispus seorang kepala rumah ibadat, keluarganya dan banyak orang
Korintus (Kisah Para Rasul 18:8), dan pembaptisan beberapa murid di Efesus.
Pembaptisan yang dilakukan ini termasuk dalam konteks pertobatan bagi orang-orang
22Serepina, Rudy, & Setiaman. “Konsep Baptisan Dalam Kisah Para Rasul…”. Hlm. 43-46.
23Serepina, Rudy, & Setiaman. “Konsep Baptisan Dalam Kisah Para Rasul…”. Hlm. 47-48.
yang baru percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Baptisan
yang dilakukan oleh Paulus memiliki beberapa prinsip diantaranya yaitu: Pertama,
pertobatan keluarga. Sebab tiga peristiwa yang sudah disebutkan sebelumnya
dilakukan secara bersama dengan keluarga mereka yang juga percaya kepada Yesus
Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dan mereka menyatakan kesediaan untuk
dibaptis. Kedua, baptisan merupakan respon yang diberikan terhadap pemberitaan
Injil. Ketika mendengarkan pemberitaan Injil, Lidia mendengarkan dan membuka hati
untuk menerima apa yang disampaikan oleh Paulus sehingga bersedia memberi diri
untuk dibaptis. Sementara untuk kepala penjara, ia memberi diri untuk dibaptis
setelah mendengar pemberitaan Firman Tuhan yang disampaikan oleh Paulus dan
Silas. Begitu juga dengan pembaptisan yang dilakukan bagi Krispus seorang kepala
rumah ibadat yang mendengarkan pemberitaan oleh Paulus dan mempercayai isi dari
pemberitaan tersebut.24

D. Tradisi Baptisan Gereja Masa Kini


Baptis merupakan materai bahwa kita dalam penyertaan kasih Allah, pada
zaman ini baptisan yang dilakukan dalam gereja arus utama kita kenal dengan
baptisan anak yang dilakukan dengan cara percik, namun gereja aliran lain memiliki
caranya sendiri. Gereja arus utama memaknai Baptis anak dengan cara percik bukan
semata-mata untuk meninggalkan dan menyaingi baptis selam tetapi bagaimana kita
memaknai dari baptis itu sendiri. kemajuan teknologi saat ini mengfasilitasi setiap
orang dan gereja turut merasakan hal tersebut, dalam pelayanan ibadah teknologi
membantu proses peribadatan dengan baik. Masa pandemic covid-19 merupakan masa
yang sulit bagi gereja untuk membiasakan diri dalam keadaan, seperti peribadahan
hari minggu yang dilakukan secara virtual, bahkan baptisan yang dilakukan di gereja
dihadiri jemaat secara terbatas. Masa kini Baptisan di sambut dengan percaya oleh
dorongan Roh Kudus kepada setiap orang yang mau menerima. Termasuk anak-anak
yang telah dipilih untuk menerima Allah di dalam hidupnya melalui sakramen
baptisan.25

E. Bentuk-Bentuk Baptis

24Serepina, Rudy, & Setiaman. “Konsep Baptisan Dalam Kisah Para Rasul…”. Hlm. 49-50
25 David Eko Setiawan. Kabar Baik Di Tengah Dunia Maya. ( KBM Indonesia, Bantul Yogyakarta,
2022) hlm 3
Baptisan termasuk dalam tradisi dan sakramen dalam agama Kristen. Baptisan
ialah sakramen bagi warga jemaat yang bersedia meninggalkan hidup lamanya untuk
menjalani hidup baru bersama dengan Yesus Kristus. Dalam gereja baptisan
merupakan bagian dasar bagi seseorang untuk menjadi warga Gereja secara resmi dan
dapat menerima sakramen-sakramen gereja lainnya. Setiap gereja memiliki perbedaan
pemahaman dan praktek pembaptis antar-Gereja. Baptisan dapat di berikan bagi anak
maupun orang yang sudah dewasa. Dalam prosesi pembaptisan menggunakan air
sebagai lambang pembersihan danpengesahan bagi orang yang telah bertobat dari
dosa-dosanya, dan di sucikan untuk menjadi pribadi yang layak dihadapan Allah.
Banyak maupun sedikitnya air yang digunakan dalam proses pembaptisan ini sesuai
dengan aturan gereja. Dalam hal ini baptisan dalam kekeristenan dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu baptis selam dan baptis percik.

● Baptis Selam
Baptis selam di lakukan dengan menggunakan air yang cukup banyak. Bagi
setiap orang yang melakukan baptis selam akan dilaksanakan di dalam air kolam,
sungai atau danau secara langsung sehingga seluruh tubuhnya dapat terbenam
kedalam air. Praktek pembaptisan selam ini sama seperti pelaksana baptisan
pertobatan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan (Matius 3:13-
17, Markus 1:9-11, Lukas 3:21- 22 atau Yohanes 1:32-340). 26 Begitupun dengan
baptisan Kornelius dan semua orang yang ada di rumahnya ini dilakukan dengan
menggunakan air, namun tidak ada indikasi tentang cara yang digunakan dalam
pelaksanaan Baptisan tersebut. Alkitab juga mencatat adanya Baptisan yang dilakukan
secara massal terhadap tiga ribu orang, yakni di dalam Kisah Para Rasul 2:37-41,
pada hari Pentakosta. Kisah mengenai Baptisan masih dapat ditemukan dalam Kisah
Para Rasul 8:26-40, di mana seorang sida- sida dari Etiopia meminta Filipus untuk
membaptisnya secara selam di suatu tempat yang ada airnya.27Baptisan selam
diberikan kepada mereka yang sudah dewasa. Sebab hanya orang dewasa saja yang
dapat bertobat dan memperbaharui dirinya. Maka dari itu setiap orang yang sudah
dewasa akan menerima janji pemberian anugerah dan keselamatandari Allah melalui

26 Mudji Kenanga Pawestri, “Baptisan Selam Dan Baptisan Percik (Tinjauan Kritis-Dogmatis
terhadap Pemahaman Warga GKI Pajajaran Magelang dan GPdI Magelang tentang Sakramen Baptisan
Kudus)”, (Salatiga : 2016), Hal : 23
27Mudji Kenanga Pawestri, “Baptisan Selam Dan Baptisan Percik (Tinjauan Kritis-Dogmatis
terhadap Pemahaman Warga GKI Pajajaran Magelang dan GPdI Magelang tentang Sakramen Baptisan
Kudus)”, (Salatiga : 2016), Hal : Hal : 23
baptisannya. Praktik baptis selam dilakukan oleh gereja-gereja yang beraliran
Pentakosta dan Karismatik. Dalam proses pembaptisan gereja Karismatik dan
Pentakosta menggunakan air yang cukup banyak, karena bagi mereka setiap orang
yang di baptis akan menguburkan hidup lamanya dan bangkin dalam hidup baru,
maka dari itu memerlukan air yang cukup banyak.

● Baptis Percik
Baptis percik dalam pelaksanaannya hampir sama dengan baptis selam, namun
bedanya baptisan ini dilakukan dengan dipercikkannya air secara berulang kali ke atas
kepala orang tersebut dengan menggunakan tangan dan alat percik seperti ranting
ataupun daun-daun. Dalam Kitab Perjanjian Baru, ditemukan kisah pembaptisan Lidia
dan keluarganya. Kisah ini menandakan bahwa Baptisan juga dapat dilakukan di
rumah, tidak harus dilakukan di kolam atau sungai. Hal ini menunjukan kemungkinan
bahwa Baptisan dapat dilakukan dengan cara percik. Dengan ini dapat dinyatakan
bahwa baptisan dapat dilakukan dimana saja, seperti di dalam gedung gereja.
Pembaptisan yang dilakukan dengan cara percik ini dilakukan oleh gereja yang
beraliran Lutheran, Injili, dan Calvinis. Bagi gereja ini air hanya dipergunakan
sebagai sarana untuk pelaksanaan Sakramen Baptisan.

Dalam hal ini dapat dipahami bahwa, setiap gereja memiliki pandangan dan
proses pembaptisan yang harus dilakukan. Bagi setiap gereja yang melakukan
baptisan dengan cara selam ataupun percik pada dasarnya sama saja, itu semua
tergantung dengan doktrin dan cara pelaksanaan gereja. Pada dasarnya baptisan yang
diterima ini sebagia tanda dari jemaat yang mau bertobat dan menerima kehadiran
Allah dalam diri dan menerima janji keselamtan.

F. Pergeseran Tradisi Baptis dari PL&PB Ke Masa Kini


Dalam perjanjian lama ritual atau baptisan ini tidak dijelaskan secara jelas dan
terperinci. Tradisi baptisan ini dimulai dari masyarakat Yahudi, dan baptisan ini bagi
bangsa Israel bukan merupakan sesuatu yang baru bagi bangsa Israel. Sejarah ritual
ini dimulai terkhususnya ketika bangsa Israel mengalami Diaspora atau bangsa yang
bukan Israel menyakini bahwa kepercayaan Yahudi bagi mereka yaitu baptisan.
baptisan dikenal sebagai taval artinya, “mencelupkan” , membenamkan. Ritual
baptisan ini dimaknai dalam perjainjian lama sebagai tata cara pembersiham diri
terhadap kehidupan yang bersifat duniawi, kepercayaan ini berlaku juga bagi mereka
yang ingin memeluk kepercayaan yahudi, maka mereka diharuskan dibaptis 28. Tradisi
baptisan ini menurut sejarah merupakan tradisi ritual Yudaisme yang dipeliara oleh
kaum Eseni yang sangat ketat dengan kepercayaan mereka dalam menjalankan prinsip
tersebut.Menurut sejarah juga Yohanes Pembaptis adalah orang yang sudah mengenal
prinsip kepercayaan kaum eseni dengan baik,terkait dengan kepercayaan baptisan ini .
Jadi, secara jelas bahwa baptisan air ini bukan merupakan asas resmi dari prinsip
lembaga gereja melainkan pratek kepercayaan Yahudi sebagai bentuk pembersihan
diri dari kehidupan duniawi.

Tradisi perjanjian baru tata cara baptisan mengalami perkembangan. Baptisan


dikenal sebagai tanda pertobatan, Dan tradisi ini diteruskan oleh Yohanes. Dalam
kitab Matius 3:1-8 menekan pada pertobatan in harus dilandasakan pada pertobatan
dengan serta pengakuan akan dosa-dosanya dan mengaku Yesus sebagai Tuhan.
Dalam Injil Matius 3:11 menjelasksan terkait baptisan adalah petunjuk pengampunan
terhadap diri seseorang dalam artian bahwa meskipunadanya pengakuan dosa maka
tidak ada yang namanya pembaptisan.29 Pemahaman jemaat perdana mengenai tata
cara baptisanyang akan dilakukan bagi orang yang akan dibaptis harus terlebih dahulu
mengakui akan dosa dihadapanYesus Kristus dan umat sehingga baptisan tersebut
dapat dijalankan. Karena baptisan adalah salah satu bentuk yang diperkenankan oleh
Yesus Kristus sebagai tanda wujudnya PerjainjianBaru.

Pergeseran baptisan dari perjanjian baru dan perjanjian lama. Perjanjian lama
memaknai baptisan sebagai tanda penyucian diri dari kenajisan dunia. Sedangkan
perjanjian baru memaknai baptisan sebagai tanda pertobatan. Pada gereja masa kini
baptisan yang digunakan dengan cara selam dan percik. Dalam pelaksanaan setiap
gereja memiliki pemahaman yang berbeda terkait dengan baptisan. Pada gereja aliran
pentakosta cenderung menyakini bahwa baptisan yang berlaku itu merupakan baptisan
selam. Baptisan ini didasari pada pembaptisan Yesus di sungai Yordan (Matius 3:13-
17), bagi mereka arti “mencelupkan “ yang merupakan arti kata Baptiso itu sendiri
disamakan dengan kata “ menyelamkan “ sehingga mereka memahami bahwa ketika
seseorang dibaptis selam, maka seseorang tersebut sudah mengenggelamkan
kehidupan yang lama serta terlepas dari kehidupan baru yang ada di dalam Yesus

28Otieli Harefa, “Implikasi Teologis Baptisan Air Pada Keselamatan” ( Semarang: 2020, vol 16 no 1)
hal 4
29Ibid. hal. 5
Kristus. Selain itu, di gereja aliran pentakosta tidak ada baptis bagi anak-anak, karena
mereka memahami bahwa hanya seseorang yang dapat menyatakan iman kepada
Tuhan Yesus yang dapat menerima babtisan tersebut30.

Sementara di sisi lain yakni dalam perspektif gereja arus utama, memaknai
baptisan dengan cara percik. Baptisan percik dilakukan sebagai tanda bahwa mereka
juruselamat dunia ialah Yesus Kristus dan sebagi wujud sikap iman kepada Yesus
Kristus dengan pertobatan sebagai sebuah respon akan panggilan Tuhan. Melalui
baptisan tersebut, seseorang juga diterima oleh gereja dan menjadi bagian dari Tuhan.
III. PENUTUP
A. Analisa Model Teologi Kontekstual
1) Model Terjemahan
⮚ Prinsip
- Model yang sering dipakai dalam teologi kontekstual.31
- Pewartaan injil sebagai sebuah pewartaan yang tidak berubah.32
- Menganggap injil tidak ada budaya budaya di dalamnya, sehingga murni Injil.
- Menekakan injil diteruskan dalam tradisi. Jati diri Kristen lebih penting
dibandingkan jati diri budaya.
⮚ Analisa
Baptis saat ini dimakna sebagai tanda kepemilikian diri sebagai pengikut
Yesus dan menjadi bagian di dalamnya, serta bersedia melakukan apa yang menjadi
perintahnya, dan sebagai kesedian orang percaya untuk dibaharui dalam nama Yesus.
Dalam tradisi PL baptis dimaknai sebagai pembersihan diri bagi para imam dengan
menggunakan air, sebelum melakukan tugas pelayanannya. Sedangkan dalam PB
baptis dimaknai sebagai tanda pertobatan, pemulihan, dan pengampunan. Dalam
tradisi lama, baptis ini dilakukan dengan membasuh diri ke dalam air, kemudian saat
Yohanes Pembaptis melakukan pembaptisan kepada Yesus dilakukan di sungai
Yordan, dan Yesus dimasukan kedalam air, atau diselamkan. Sehingga saat ini aliran
gereja pantekosta dan karismatik masih melakukan hal tersebut, karena melihat apa
yang dilakukan oleh Yohanes, dan mereka percaya bahwa selam artinya sudah
menenggelamkan kehidupan lama , menjadi hidup yang baru.
30Mudji Kenanga Pawestri, Tugas Akhir: “Baptisan Selam dan Baptisan Percik “, ( Salatiga :
Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), 25-26.
31 Stephen Bevans, “Model-Model Teologi Kontekstual,” (Maumere: Ledaero, 2002), Hal. 63
32 Stephen Bevans, “Model-Model Teologi Kontekstual,” (Maumere: Ledaero, 2002), Hal. 64
Pewartaan Injil dianggap sebagai perwartaan yang tidak berubah, hal ini sama
dengan peristiwa pembaptisan yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis, masih
dilakukan sampai pada saat ini, dan mereka yang melakukan, terus memelihara makna
bahwa baptis yang sah, adalah baptis dengan cara selam, seperti yang dilakukan
Yohanes pembaptis. Pewartaan Injil di masa lalu, tidak berubah sampai pada masa
sekarang.
Injil dianggap tidak ada budaya didalamnya, sehingga murni injil. Hal ini dapat
dilihat dengan cara baptisan yang dimaknai sama dengan PB, mereka membawa cara
yang lalu dilakukan sampai saat ini, dan tidak melihat apakah ada pengaruh budaya dalam
melakukan hal itu, yang terpenting adalah melakukan hal yang sama, dan menanggap
maknanya sama juga. Jati diri kekristenan dianggap lebih penting dari budaya, sehingga
mengesampingkan budaya yang ada, cara yang dilakukan, langsung diadopsi pada saat
ini, karena dipercaya itu adalah murni pewartaan injil, tidak ada campur tangan budaya di
dalamnya, sehingga kelompok melihat model terjemahaan dalam tradisi baptis ini.

2) Model Sintesis
⮚ Prinsip
- Dikenal dengan model jalan tengah.33
- Bisa bersandar pada kitab, dan juga memperhatikan proses masa lalu.
- Terbuka terhadap konteks yang lain, tidak dominan.
- Menganggap pewahyuan Allah bisa dimana saja, menyesuaikan.
⮚ Analisa
Perbedaan cara pandang terhadap bagaimana baptis itu dilakukan, masih menjadi
perdebatan sampai pada saat ini. Oleh karena itu kelompok melihat baptis ini juga masuk
dalam model sintesis, atau model jalan tengah. Aliran pantekosta atau karismatik,
memandang bahwa baptis selam adalah yang sah, dan anak-anak tidak boleh dibaptis,
karena dianggap mereka belum memahami ap aitu baptis dengan baik. Sedangkan dalam
aliran arus utama, menggunakan cara baptis percik yang sah, dan anak-anak harus
dibaptis pada usia mereka masih kecil, supaya mereka masuk dalam persekutuan dengan
Allah sedini mungkin, kemudian ketika mereka dewasa, mereka melakukan pengakuan
percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat mereka.
Baptis dilakukan atas dasar doktrin dalam Alkitab, melihat apa yang dikatakan oleh
Alkitab, dan melihat peristiwa masa lalu, khusunya dalam perjanjian lama dan perjanjian

33 Stephen Bevans, “Model-Model Teologi Kontekstual,” (Maumere: Ledaero, 2002), Hal. 162
baru, akan tetapi tidak menutup mata pada konteks yang lain. Sehingga baptis selam
maupun percik, dianggap memiliki makna yang sama. Melihat apa yang dikatakan
Marthin Luther bahwa yang terpenting dalam sakramen baptis adalah iman yang dimiliki
oleh seseorang yang menerima baptisan. Allah dapat menyatakan kehadirannya dalam
konteks apapun, sehingga bukan menjadi hal yang perlu diperdebatkan lagi mengenai
baptis selam dan percik.
B. Kesimpulan
Baptisan merupakan tanda materai umat Allah, tanda ini digunakan sebagai
simbol yang yang ditujukan untuk membersihkan dan menyucikan. Baptisan sangat
begitu penting, dalam Iman Kristen, terdapat perbedaan mengenai tradisi baptisan, seperti
baptisan anak, dewasa, Percik maupun selam namun setiap gereja memahami makna
Baptis itu sendiri yaitu kita adalah milik Kristus, sebagai tanda bahwa dirinya bagian dari
persekutuan gereja. Beranjak dari setiap perbedaan yang dijumpai dalam setiap gereja
yang memiliki tradisi baptisan sendiri, semestinya semua gereja memiliki tujuan yang
sama. Baptis memiliki makna kesediaan untuk semua orang percaya untuk dibaharui
didalam nama Allah, Bapa dan Roh Kudus. Sakramen ini dilayankan kepada setiap orang
percaya yang mau dan bersedia untuk hidup bersama Tuhan bersama umat Allah. Air
yang dipakai dalam baptisan melambangkan darah Yesus yang telah membersihkan dan
menyucikan manusia dari belenggu dosa dan didalamnya ada kuasa Roh Kudus yang
bekerja untuk membawa manusia pada kelahiran kembali. Baptis menjadi sanagat penting
didasari oleh Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.

DAFTAR PUSTAKA

Bevans, S. (2002). Model-Model Teologi Kontekstual. Maumere: Ledaero.


Harefa, O. (2020). Implikasi Teologis Baptisan Air pada Keselamatan. Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen , 1-14.
Kuswantoro, W. W. (2020). Tinjauan Historis Teologis Tentang Baptisan Pada Masa
Intertestamental. Jurnal Teologi Berita Hidup, 1-15.
Lim, B. (2016). Membarui Selalu: Pergulatan Identitas, Dinamika, dan Komitmen Teologi
Reformed Injili. Yogyakarta: ANDI.
Pawestri, M. K. (2016). Baptisan Selam Dan Baptisan Percik (Tinjauan Kritis-Dogmatis
terhadap Pemahaman Warga GKI Pajajaran Magelang dan GPdI Magelang tentang
Sakramen Baptisan Kudus). Salatiga.
Serepina Yoshika Hasibuan, R. R. (2022). Konsep Baptisan dalam Kisah Para Rasul dan
Evaluasinya Terhadap Pembaptisan Virtual. Jurnal Teologi Kristen, 37-57.
Setiawan, D. E. (2022). Kabar Baik Di Tengah Dunia Maya. Bantul: KBM Indonesia.
Wilhelmus, O. 2020). Sakramen Baptis Sebagai Sakramen Keselamatan Dan Persekutuan
Para Murid Kristus. Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 113-128.
Berkhorf, Louis. (2020). Teologi Sistematika Volume 5: Doktrin Gereja Surabaya:
Momentum Christian Literature, 124
Green, Michael. (1987). Baptism, Dorners Grove:Intervarsity, 67
Timo, Ebenhaizer Nuban. (2019). Aku Memahami yang Aku Imani Memahami Allah
Tritunggal, Roh Kudus dan Karunia-karunia Roh Secara Bertanggungjawab.
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 132.
Kurnia, Bunawan. (2016). Baptisan Anak Menurut John Calvin. Tesis 119
Bunawan Kurnia, Tesis: “Baptisan Anak menurut Joh Calvin”, (Jakarta: Sekolah Tinggi
Amanat Agung,2016), hal 119.

Anda mungkin juga menyukai