Oleh:
Mudji Kenanga Pawestri
712012033
TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
1
2
3
4
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena kasih karuniaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis.
Secara khusus, penulis mengucapkan syukur karena penyertaanNya yang tak
pernah berhenti mengalir bagi penulis selama penulis menjalani empat tahun masa
pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW).
Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Namun demikian,
Tugas Akhir ini ditulis bukan karena tugas semata. Penulis menyusun Tugas
Akhir ini dengan harapan karya tulis ini dapat membantu semua denominasi
Gereja dan warga Gereja di Indonesia untuk memahami adanya perbedaan dalam
doktrin Sakramen Baptisan Kudus. Penulis juga berharap Tugas Akhir ini dapat
berguna di kemudian hari guna referensi atau sekedar menambah pengetahuan
mengenai Sakramen Baptisan Kudus. Besar pula harapan penulis, semoga Tugas
Akhir ini dapat menjadi berkat bagi para pembaca.
Penulis
5
Daftar Isi
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Lembar Pernyataan Keaslian iii
Lembar Pernyataan Bebas Royalti dan Publikasi iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vi
Ucapan Terima Kasih viii
Motto x
Abstrak 1
1. Pendahuluan 2
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
1.3.Metode Penelitian
1.4.Sistematika Penulisan
2. Sakramen Baptis dalam Tradisi Kekristenan 6
2.1.Hakekat dari Sakramen Baptis
2.1.1. Hakekat Sakramen secara Umum
2.1.2. Hakekat Sakramen dalam Kekristenan
2.1.3. Baptisan sebagai Sakramen
2.1.4. Hakekat Sakramen Baptis dalam Kekristenan
2.2.Ekspresi dari Sakramen Baptis
2.3.Air dalam Sakramen Baptis
2.4.Baptisan Percik dan Selam dalam Alkitab
2.5.Baptisan Percik dan Selam dalam Sejarah Perkembangan
Gereja
3. Pemahaman tentang Sakramen Baptis 16
3.1.GPdI Magelang
3.1.1. Pemahaman Warga GPdI Magelang tentang Sakramen
Baptis
6
3.1.2. Hubungan antara Baptisan dengan Perjamuan Kudus
dan Iman bagi Warga GPdI Magelang
3.1.3. Pemahaman Warga GPdI Magelang tentang Baptis
Percik
3.2.GKI Pajajaran Magelang
3.2.1. Pemahaman Warga GKI Pajajaran Magelang tentang
Sakramen Baptis
3.2.2. Hubungan antara Baptisan dengan Perjamuan Kudus
dan Iman bagi Warga GKI Pajajaran Magelang
3.2.3. Pemahaman Warga GKI Pajajaran Magelang tentang
Baptis Selam
4. Tinjauan Kritis-Dogmatis terhadap Pemahaman Warga GKI
Pajajaran Magelang dan GPdI Magelang tentang Sakramen
Baptisan Kudus 21
4.1.Tinjauan Berdasarkan Hakekat (Esensi) dari Sakramen
Baptisan Kudus
4.2.Tinjauan Berdasarkan Makna Kata Sacramentum dalam
Agama Kristen
4.3.Tinjauan Berdasarkan Tafsiran Alkitab
4.4.Kesimpulan
5. Penutup 26
5.1.Kesimpulan
5.2.Saran
Daftar Pustaka 27
7
UCAPAN TERIMA KASIH
8
10. Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Sabda Bayu, Singaraja, Bali yang
telah menerima saya dengan senang hati untuk menjalani masa PPL VI. Pdt.
Finsen, Bu Gladis, Bapak dan Ibu Ely, Pak Rudolf, Bu Silvester, Pak
Murdana, Bu Tin, Bu Rena, serta segenap jemaat GKPB Sabda Bayu yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu; saya sungguh berterimakasih atas
dukungan dan bimbingan yang telah diberikan bagi saya dalam saya menjalani
masa PPL VI di GKPB Sabda Bayu, Singaraja, Bali. Kiranya Tuhan selalu
menyertai pelayanan dan persekutuan GKPB Sabda Bayu.
11. Bapak Yafet, mantan PR III, yang telah membantu saya pada awal perkuliahan
saya sehingga saya dapat menyelesaikan masa studi saya ini, kiranya Tuhan
yang membalas kebaikan bapak.
12. Bu Tien dan Bu Lis dari Bikem, yang telah membantu saya mendapatkan
beasiswa selama empat tahun pendidikan saya.
13. Pak Ratno dari bagian dispensasi, yang selalu saya repotkan setiap semester,
terima kasih atas kesabarannya.
14. Mas Bayu dan Mas Yudhi, para pria dari Boy Photocopy, terima kasih selalu
bersedia direpotkan dengan berbagai permintaan fotokopi dan print tugas serta
materi kuliah. Terima kasih sudah menjadi tempat fotokopi ternyaman di
Salatiga dengan petugas ter-ramah yang pernah saya temui.
15. Keluarga besar Fakultas Teologi, terima kasih telah menjadi kakak-kakak dan
adik-adik saya selama ini, kalian tak akan pernah kulupakan.
16. Keluarga besar angkatan 2012, i love you guys. Terima kasih telah menjadi
keluargaku dalam suka maupun duka selama empat tahun ini. Terima kasih
pada Tuhan yang telah menempatkan kalian dalam hidupku.
17. Keluarga besar paduan suara Voice of Theology (VoT), yang telah menjadi
tempat bagi saya menyalurkan hobi saya dalam bidang tarik suara. Serta bagi
setiap pelatih yang pernah singgah di VoT, terima kasih atas segala ilmunya
dalam paduan suara yang dapat mengasah kemampuan saya. Kiranya Tuhan
memberkati pelayanan VoT untuk selanjutnya.
9
MOTTO
mereka.”
Matius 7:12a
berjalan”
10
1. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Agama Kristen merupakan salah satu agama yang dianut oleh sebagian
besar bangsa Indonesia. Agama ini merupakan agama yang dibawa oleh bangsa-
bangsa Barat melalui kegiatan zending (Pekabaran Injil) pada sekitar abad ke-16
dan 17. 1 Agama Kristen berakar pada Agama Katolik, yang pada awalnya
merupakan satu kesatuan. Agama yang berada di bagian barat Kekaisaran
Romawi disebut Gereja Barat dan agama yang berada di bagian timur Kekaisaran
Romawi disebut Gereja Timur. Gereja Timur meliputi Gereja-gereja Ortodoks
Timur, antara lain Gereja Nestorian, Koptik, Yakobit, Maronit, Armenia. Di sisi
lain, Gereja Barat meliputi Gereja Katolik Roma yang dalam perkembangan
selanjutnya menjadi akar dari munculnya Gereja-gereja Protestan. Kedua aliran
tersebut memiliki corak berbeda yang mengakibatkan perpecahan di antara kedua
bagian Agama Katolik tersebut.
Dalam Agama Kristen, ajaran-ajaran dibungkus dalam “dogma” dan
“doktrin”. Dogma menunjuk pada sebuah penegasan akan kebenaran iman yang
dimiliki Gereja, 2 dan merupakan ajaran dalam Agama Kristen yang bertujuan
untuk merumuskan identitas Gereja atau Agama Kristen secara umum. Sedangkan
doktrin lebih menunjuk pada penjelasan yang lebih rinci, dan sistematis dari
3
dogma yang berlaku dalam sebuah komunitas, merupakan dogma yang
merumuskan identitas denominasi Kristen tertentu. Salah satu dogma dalam
Agama Kristen ialah keselamatan, yang dirumuskan dalam doktrin “Sakramen
Baptisan Kudus”. Sakramen berasal dari bahasa Latin „sacrament‟, yang berarti
janji setia di hadapan umum. Dalam keyakinan Gereja Protestan, sakramen
merupakan tanda kelihatan yang diadakan oleh Kristus yang menyatakan dan
1
Th. van den End, Ragi Carita 1: Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860 (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1985), 22.
2
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami yang Aku Imani: Memahami Allah Tritunggal, Roh
Kudus, dan Karunia-karunia Roh secara Bertanggung Jawab (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012), 4.
3
Nuban Timo, Aku Memahami, 4.
11
menyampaikan rahmat, 4 serta menggambarkan misteri keselamatan Allah yang
tidak kelihatan.5
Sakramen Baptisan Kudus merupakan sakramen yang dilakukan untuk
warga jemaat yang bersedia meninggalkan hidup lamanya untuk menjalani hidup
baru bersama dan di dalam Yesus Kristus. Sakramen Baptisan Kudus merupakan
sakramen dasar untuk dapat membuat seseorang menjadi warga Gereja secara
resmi, serta menjadikan seorang warga Gereja dapat menerima sakramen-
sakramen lain.
Di tengah keberagaman denominasi Gereja di Indonesia, penulis
menemukan adanya perbedaan doktrin mengenai Sakramen Baptisan Kudus,
khususnya perbedaan yang berhubungan dengan cara pembaptisan. Pembaptisan
dengan cara penyelaman, yang disebut sebagai Baptisan Selam, dilakukan oleh
Gereja-gereja beraliran Pentakosta dan Kharismatik. Di sisi lain, pembaptisan
dengan cara pemercikan, yang disebut sebagai Baptisan Percik, dilakukan oleh
Gereja-gereja beraliran Lutheran, Calvinis, dan Anabaptis. Masing-masing
denominasi memiliki sejarah dan alasan tersendiri dalam menerapkan doktrin
mereka, khususnya doktrin mengenai Sakramen Baptisan Kudus. Sakramen
Baptisan Kudus sendiri merupakan salah satu sakramen penting dalam agama
Kristen.
Namun demikian, terdapat perbedaan pemahaman dan praktek pembaptisan
antar-Gereja dengan denominasi yang berbeda. Dengan demikian, terdapat
perdebatan dalam agama Kristen tentang cara pembaptisan, yakni tentang cara
pembaptisan yang dianggap lebih benar. Masing-masing denominasi Gereja
menganggap dan merasa bahwa cara pembaptisan yang mereka lakukan adalah
cara yang paling benar di hadapan Allah. Masing-masing denominasi pun
menganggap bahwa doktrin denominasi lain „salah‟, bahkan „sesat‟. Perdebatan
inilah yang telah diteliti oleh penulis, yakni perbedaan pemahaman tentang cara
pembaptisan. Penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat membantu semua
4
Gerald O‟Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 283.
5
Nuban Timo, Aku Memahami, 122.
12
denominasi Gereja dan warga Gereja di Indonesia untuk memahami adanya
perbedaan dalam doktrin Sakramen Baptisan Kudus.
1.2.Rumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
Dalam penelitian yang dilakukan, penulis mengambil Gereja Kristen
Indonesia (GKI) dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) sebagai objek
penelitian. GKI merupakan salah satu Gereja yang menerapkan doktrin Baptisan
Percik, dengan latar belakang aliran Calvinis. Di sisi lain, GPdI merupakan salah
satu Gereja yang menerapkan doktrin Baptisan Selam, dengan latar belakang
aliran Pentakosta. Masalah pokok dalam penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
Bagaimana pemahaman warga GKI Pajajaran Magelang dan GPdI
Magelang mengenai Baptisan Selam dan Baptisan Percik?
Apa tinjauan kritis-dogmatis terhadap pemahaman warga GKI Pajajaran
Magelang dan GPdI Magelang tentang Sakramen Baptisan Kudus?
Penelitian yang telah dilakukan akan penulis sajikan dalam bentuk karya
ilmiah yang diharapkan dapat menjadi sumber pustaka yang bermanfaat bagi
kalangan intelektual dan warga Gereja. Manfaat dari tulisan ini adalah:
13
3. Membantu warga Gereja untuk memperluas pemahaman mereka tentang
pelaksanaan Sakramen Baptisan Kudus yang tidak tunggal.
1.3.Metode Penelitian
14
Magelang. Sumber ini dilengkapi dengan data fisik berupa data yang
didokumentasikan. Data sekunder seperti dokumen-dokumen telah diperoleh
melalui dokumen-dokumen Gereja, buku katekisasi dari masing-masing Gereja,
serta tulisan-tulisan tentang topik yang diteliti.
1.4.Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi tulisan ini ke dalam lima bagian. Bagian pertama
berisi pendahuluan, yang di dalamnya termuat latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bagian kedua
adalah landasan teori, yang akan menjelaskan tentang pengertian dari sakramen,
Baptisan, hakikat dan ekspresi dari Sakramen Baptisan, penggunaan air dalam
Sakramen Baptisan, Baptisan Percik dan Baptisan Selam dalam Alkitab serta
dalam sejarah perkembangan Gereja. Bagian ketiga akan memaparkan hasil
penelitian dengan rincian data hasil penelitian yang ditemukan selama penelitian
di lapangan. Bagian keempat merupakan analisis terhadap hasil penelitian dengan
menggunakan teori yang ada dalam bagian dua. Hingga yang terakhir, bagian
kelima, yakni penutup berupa kesimpulan akhir dari pengolahan data hasil
penelitian.
Dalam tulisan ini, fokus pembahasan adalah tentang Baptisan Selam dan
Baptisan Percik. Sebelum sampai pada uraian tersebut, pada bagian ini penulis
akan mengemukakan latar belakang dari sakramen secara umum, serta latar
belakang dari Sakramen Baptis. Setelah itu, penulis akan menyampaikan hakikat
(esensi) dan ekspresi (seremoni) dari Sakramen Baptis. Hal ini dirasa perlu
dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang hakikat dan
ekspresi dari Sakramen Baptis dalam Kekristenan, sebelum penulis sampai pada
pembahasan mengenai kedua ekspresi dari Sakramen Baptis, yakni cara selam dan
percik. Setelah itu akan dibahas mengenai penggunaan air dalam Sakramen
Baptis, serta Baptisan Percik dan Baptisan Selam dalam Alkitab serta dalam
sejarah perkembangan Gereja.
15
2.1.Hakikat dari Sakramen Baptis
6
Benhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 174.
7
Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 190-191.
8
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 192.
9
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 193.
16
pihak-pihak yang berperkara dalam pengadilan yang diletakkan dalam suatu kuil
dewa, karena keputusan hakim dipandang sebagai keputusan dewa.10
Istilah sacramentum baru digunakan oleh orang Kristen pada abad dua
untuk menerjemahkan kata mysterion (Yunani). Kata mysterion ini berakar pada
kata yang memiliki arti menutup mata atau mulut sebagai reaksi terhadap
pengalaman yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, yakni pengalaman
akan Yang Illahi. Kata mysterion dapat juga diartikan sebagai realitas
tersembunyi.11
Dalam agama, terdapat dua macam simbol religius, yakni simbol ekspresif
yang merupakan ungkapan dari pengalaman batiniah seseorang terhadap yang
transenden. Simbol yang kedua adalah simbol representatif, yaitu sebuah lambang
yang menghadirkan suatu realitas yang hanya dapat dimengerti melalui simbol
tersebut. Sakramen termasuk di dalam simbol representatif, di mana sakramen
merupakan sebuah perbuatan religius yang menunjuk pada yang transenden. 12
Agama Kristen memahami kata sacramentum sebagai perbuatan Allah yang
bersedia menyelamatkan manusia dan juga sebagai wujud janji setia manusia pada
perbuatan Allah tersebut. Dalam hal ini, orang Kristen meyakini adanya kesediaan
dari Allah untuk menyelamatkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.
Manusia mengikrarkan janji setianya pada Allah karena ia telah diselamatkan,
sebagai ungkapan syukur pada Allah.
Kata baptis berasal dari kata „baptismus‟ atau „baptisma‟, yang merupakan
bahasa Latin. Istilah „baptis‟ berasal dari kata Yunani „baptizo‟, yang memiliki
makna membasuh, mencuci, atau mencelupkan. 13 Kata baptizo merupakan kata
10
O‟Collins dan Farrugia, Kamus Teologi, 284.
11
O‟Collins dan Farrugia, Kamus Teologi, 284.
12
C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud,
Struktur (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 5.
13
O‟Collins dan Farrugia, Kamus Teologi, 283-284.
17
kerja yang berasal dari kata dasar bapto yang memiliki arti harafiah pencelupan
sesuatu ke dalam cairan, kemudian dikeluarkan kembali. Sehingga kata baptizo
memiliki arti mencelupkan sesuatu dan mengeluarkannya kembali. Namun
demikian, kata baptizo juga dapat diartikan dengan membersihkan atau
menyucikan. Sakramen Baptis memiliki makna kesediaan seorang Kristen untuk
dibasuh di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. 14 Sakramen Baptis merupakan
sakramen yang dilakukan untuk warga jemaat yang bersedia meninggalkan hidup
lamanya untuk menjalani hidup baru bersama dan di dalam Yesus Kristus.
14
O‟Collins dan Farrugia, Kamus Teologi, 283-284.
15
Lohse, Pengantar Sejarah, 191.
16
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 190.
17
Groenen, Sakramentologi, 205.
18
masuk ke dalam persekutuan bersama dengan Kristus dan bersama dengan semua
orang percaya. Dengan demikian, sakramen-sakramen lainnya, yang termasuk
dalam sacrament minora, menjadi pelengkap bagi kedua sakramen tersebut. 18
Dengan alasan inilah, dalam Agama Kristen hanya terdapat dua sakramen, yakni
Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
18
Groenen, Sakramentologi, 207.
19
G.C. van Niftrikdan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984),
443.
20
Lohse, Pengantar Sejarah, 178.
21
van Niftrik dan Boland, Dogmatika Masa Kini, 444.
19
oleh seseorang untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan menjalani kehidupan
baru di dalam Kristus.22
22
Aritonang, Berbagai Aliran, 189.
23
Aritonang, Berbagai Aliran, 107.
24
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 191.
25
Aritonang, Berbagai Aliran, 141, 189.
20
disaksikan oleh jemaat.26 Namun demikian, dalam aliran Baptis, Pentakosta, dan
Kharismatik, Sakramen Baptis hanya dapat diterima oleh orang dewasa, yang
dianggap telah dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri serta iman yang ia
miliki. Orang dewasa merupakan orang yang telah dapat mengambil keputusan
sendiri dan dapat bertanggung jawab atas segala yang ia lakukan. Selain itu,
Baptisan dalam aliran Baptis, Pentakosta, dan Kharismatik dilakukan di sebuah
kolam khusus atau di sungai. Baptisan dilakukan di luar ibadah Gereja, sehingga
yang ada dalam proses pembaptisan hanyalah jemaat yang dibaptis dan pendeta
yang membaptis.27
26
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 200.
27
Aritonang, Berbagai Aliran, 141, 189-190, 222.
28
de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 201.
29
Aritonang, Berbagai Aliran, 141, 189.
21
didasarkan pada Lukas 3:16, di mana mereka menganggap Baptisan air hanya
merupakan tanda lahiriah. Dengan demikian, Bala Keselamatan berpendapat
bahwa Baptisan tidak harus dilakukan dengan air. Baptisan bendera tersebut
dilakukan dengan cara mengibarkan bendera di sekitar tubuh orang yang akan
dibaptis, dan hal tersebut dilakukan dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.30
Air merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari Sakramen Baptis bagi
sebagian besar Gereja. Dalam upacara Baptisan, air merupakan unsur yang paling
sering dipakai, karena air merupakan unsur alami yang mudah didapatkan dan
Baptisan Yesus dilakukan di dalam air Sungai Yordan.31 Air yang memiliki fungsi
untuk membersihkan sesuatu dari noda, digunakan dalam Sakramen Baptisan
untuk melambangkan bahwa orang yang dibaptis telah dibersihkan dari dosa oleh
darah Kristus. Selain itu, air dapat memberi kehidupan bagi semua makhluk
hidup, hal ini menjadikan air sebagai lambang dari darah Kristus yang memberi
kehidupan bagi manusia yang seharusnya mati karena dosa. 32 Bagi aliran
Lutheran, Injili, dan Calvinis, air hanyalah sebuah sarana yang digunakan untuk
melakukan Sakramen Baptisan. Namun bagi aliran Baptis, Pentakosta, dan
Kharismatik, air merupakan syarat utama dalam pelaksanaan Sakramen Baptis.
Mereka meyakini bahwa orang yang dibaptis menguburkan hidupnya yang lama
kemudian bangkit dalam hidup yang baru, dan hal ini terjadi ketika seluruh tubuh
orang yang dibaptis diselamkan ke dalam air.
30
Hasil wawancara dengan salah seorang anggota jemaat Bala Keselamatan di Magelang.
31
Nuban Timo, Aku Memahami, 131.
32
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 187.
22
dengan mereka yang menganggap bahwa air bukanlah syarat utama dalam
Sakramen Baptis, maka mereka tidak menggunakan air sama sekali dalam
melakukan Baptisan.
23
anggota jemaat yang menerima Baptisan, bukan hanya dari kekotoran jasmani,
namun juga secara khusus menyucikan dan membersihkan jiwanya dari segala
kuasa setan. 33 Selain itu, jemaat juga meyakini bahwa melalui Baptisan, maka
segala dosa di dalam diri seseorang akan dihapuskan. 34 Baptisan dalam Gereja
Katolik Roma, dilakukan dengan cara memercikkan air ke atas kepala penerima
Sakramen Baptis. Oleh karena itu, anak-anak pun diwajibkan untuk turut
menerima Sakramen Baptis.
24
Dalam sejarah perkembangan Gereja, setiap aliran baru yang muncul
dianggap sebagai aliran sesat oleh aliran-aliran Gereja yang telah terlebih dahulu
hadir. Sehingga, setiap pendapat baru mengenai cara membaptis yang diajukan
oleh setiap aliran Gereja yang baru muncul, tentunya menimbulkan kontroversi
dan perdebatan. Namun, hingga saat ini Sakramen Baptisan dilakukan oleh
masing-masing Gereja dengan berbagai macam cara, menurut refleksi mereka
masing-masing.
37
Wawancara dengan Heri, salah seorang aktivis pemuda GPdI Magelang, pada tanggal 10
Oktober 2015 pukul 09.00 WIB.
38
Wawancara dengan Stefanus Onni, salah seorang anggota remaja GPdI Magelang, pada tanggal
10 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB.
25
39
“mencelupkan” yang disamaartikan dengan “menyelamkan”. Bagi Gereja
beraliran Pentakosta, Baptisan yang dilakukan dengan cara selam juga memiliki
makna teologis. Saat seseorang dibaptis dengan cara diselam, berarti ia telah
menenggelamkan kehidupan lamanya dan keluar dari air dengan kehidupan yang
baru di dalam Kristus.40
3.1.2. Hubungan antara Baptisan dengan Perjamuan Kudus dan Iman bagi
Warga GPdI Magelang
Bagi GPdI, Baptisan tidak berlaku bagi anak-anak. Bagi mereka, hanya
seseorang yang dapat menyatakan imannya pada Yesus yang dapat menerima
Baptisan. Bagi anak-anak, terkhusus dalam usia di bawah satu bulan, mereka
hanya diserahkan kepada Gereja, di mana orang tua mereka mempercayakan
anaknya untuk dibimbing dan dibina dalam ajaran GPdI. 42 Dalam GPdI Magelang
dan Gereja Pantekosta secara keseluruhan, Baptisan merupakan kewajiban bagi
seluruh jemaat GPdI yang sudah dewasa dan percaya, serta bagi jemaat dari
Gereja lain yang akan menikah dengan jemaat GPdI. 43 Sebagai contoh, ketika
seorang warga GKI ingin menikah dengan salah seorang warga GPdI, maka warga
GKI tersebut harus bersedia menerima Baptisan Selam jika keduanya ingin
melangsungkan pernikahan di GPdI.
39
Wawancara dengan Bapak Titus Hernawan, salah seorang majelis GPdI Magelang, pada tanggal
11 Oktober 2015 pukul 08.00 WIB.
40
Wawancara dengan Ibu Trifena, salah seorang anggota kaum wanita GPdI Magelang, pada
tanggal 11 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.
41
Wawancara dengan Heri, salah seorang aktivis pemuda GPdI Magelang, pada tanggal 10
Oktober 2015 pukul 09.00 WIB.
42
Wawancara dengan Pdt. Victor A. Malino, pendeta jemaat GPdI Magelang, pada tanggal 11
Oktober 2015 pukul 13.00 WIB.
43
Wawancara dengan Pdm. Jerry Maarende, seorang pendeta muda di GPdI Magelang, pada
tanggal 10 Oktober 2015 pukul 18.00 WIB.
26
Namun demikian, GPdI memperbolehkan anak-anak untuk menerima
Perjamuan Kudus. Bagi mereka, Perjamuan Kudus merupakan peristiwa yang
mengajak jemaat untuk mengenang penderitaan dan kematian yang dialami Yesus
demi menebus dosa manusia. Peristiwa pengenangan ini dapat dinikmati oleh
semua orang percaya, termasuk anak-anak. 44 Berdasarkan pendapat ini, sebuah
pertanyaan timbul di benak penulis, yakni apakah anak-anak memahami makna
pengenangan atas penderitaan dan kematian Yesus? Jika mereka tidak
diperbolehkan menerima Baptisan dengan alasan mereka belum dapat menyatakan
iman mereka, lalu mengapa mereka diperbolehkan menerima Perjamuan Kudus?
44
Wawancara dengan Pdm. Jerry Maarende, seorang pendeta muda di GPdI Magelang, pada
tanggal 10 Oktober 2015 pukul 18.00 WIB.
45
Wawancara dengan Pdt. Victor A. Malino, pendeta jemaat GPdI Magelang, pada tanggal 11
Oktober 2015 pukul 13.00 WIB.
27
GPdI Magelang mengemukakan bahwa Baptis Percik sesungguhnya sah-
sah saja, karena merupakan kesepakatan organisasi. Namun, tetap saja Baptis
Percik tidaklah Alkitabiah, sehingga perlu untuk diluruskan. Berbicara tentang
Baptisan adalah berbicara tentang makna, di mana makna ini didapat dari asal kata
baptizo yang memiliki arti „celup‟. Selain itu, makna ini juga didapat dari cara
membaptis dalam Perjanjian Baru, yakni diselamkan.46
46
Wawancara dengan Pdm. Jerry Maarende, seorang pendeta muda di GPdI Magelang, pada
tanggal 10 Oktober 2015 pukul 18.00 WIB.
47
Wawancara dengan Bapak Jungshin, salah seorang anggota jemaat GKI Pajajaran Magelang,
pada tanggal 17 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB.
28
pertobatan sebagai respon akan panggilan Tuhan. Sakramen Baptis dalam GKI
Pajajaran (Calvinis) merupakan tanda bahwa seseorang diterima di dalam
persekutuan Gereja. Selain itu, Sakramen Baptisan haruslah dilakukan pada
kebaktian Gereja oleh seorang pendeta, dengan cara memercikkan air ke atas
kepala jemaat yang dibaptis.48
3.2.2. Hubungan antara Baptisan dengan Perjamuan Kudus dan Iman bagi
Warga GKI Pajajaran Magelang
48
Wawancara dengan Pdt. Leri Tobing, pendeta jemaat GKI Pajajaran Magelang, pada tanggal 19
Oktober 2015 pukul 09.00 WIB.
49
Wawancara dengan Ibu Linawati, salah seorang anggota jemaat GKI Pajajaran Magelang, pada
tanggal 17 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB.
50
Wawancara dengan Jheldy, salah seorang anggota remaja GKI Pajajaran Magelang, pada
tanggal 17 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB.
29
mengapa anak-anak tidak diperbolehkan untuk turut serta menerima Perjamuan
Kudus.51
51
Wawancara dengan Yunita, salah seorang anggota pemuda GKI Pajajaran Magelang, pada
tanggal 17 Oktober 2015 pukul 17.30 WIB.
52
Wawancara dengan Pdt. Leri Tobing, pendeta jemaat GKI Pajajaran Magelang, pada tanggal 19
Oktober 2015 pukul 09.00 WIB.
30
dianalisis dengan menggunakan tinjauan kritis-dogmatis. Dari hasil penelitian
yang telah diperoleh, maka penulis menemukan tiga pokok bahasan yang akan
dianalisis pada bagian ini.
31
keinginanNya ketika penciptaan terjadi. Manusia dengan mudahnya terjatuh
dalam keinginan untuk menjadi sama dengan Allah, sehingga akhirnya mereka
diusir keluar dari Taman Eden (Kejadian 3). Kejadian tersebut membuat
hubungan manusia dengan Allah menjadi retak, bahkan terputus. Melihat keadaan
ini, Allah berinisiatif untuk memperbaiki hubunganNya dengan manusia yang
telah dirusak oleh manusia sendiri. Ia dengan penuh kerelaan hati mengutus
AnakNya untuk turun ke dunia sebagai seorang manusia dan menyelamatkan
manusia dari segala dosa yang mengikat mereka.
Akibat dari kerelaan Anak Allah, yaitu Yesus Kristus, mati di kayu salib
demi menanggung hukuman manusia atas segala dosa yang mereka perbuat,
manusia telah memperoleh keselamatan. Tak hanya itu, hubungan manusia dan
Allah pun dapat terjalin kembali seperti semula. Setelah menerima keselamatan,
tentu manusia tidak seharusnya hanya berdiam diri, sama seperti ketika seseorang
menerima sebuah hadiah dari kerabatnya, maka ia tentu akan berterima kasih.
Demikian juga dengan manusia yang telah menerima keselamatan secara cuma-
cuma, maka sudah sepatutnya manusia menunjukkan rasa terima kasihnya. Demi
menunjukkan rasa terima kasih tersebut, maka manusia mengikrarkan janji
setianya pada Allah melalui sakramen yang ia terima sebagai anggota dari tubuh
Kristus.
32
Baptisan Yohanes sendiri merupakan tanda untuk melakukan pertobatan.
Pertobatan berasal dari bahasa Yunani metanoia yang sesungguhnya memiliki
makna menyesal atau mengubah pikiran.53 Jika dilihat kembali, sesungguhnya, di
balik kisah pembaptisan Yesus di sungai Yordan terdapat sebuah misi Mesianis.
Yesus dibaptis untuk memperoleh meterai atas dimulainya tugas kemesiasan yang
telah ia terima dari Bapa sejak Ia turun ke dunia sebagai seorang manusia.
Baptisan yang Ia terima menjadi tanda bahwa tugas kemesiasan tersebut telah
dimulai. Yesus sendiri menegaskan bahwa diriNya adalah penggenapan dari
nubuat Mesianis yang tertulis dalam Yesaya 35:5-6.54 Ia berada di dunia ini untuk
menjalankan misi Mesianis tersebut.
Sebuah pertanyaan bagi orang Kristen pun muncul, apakah orang Kristen
juga bersedia melakukan tugas Mesianis dan menjadi hamba Tuhan yang
menderita, sama seperti Yesus? Ketika orang Kristen menerima Baptisan, maka
sesungguhnya ia tidak hanya menyatakan pertobatan dari segala dosa yang ia
miliki, namun ia juga harus siap menerima dan melaksanakan tugas Mesianis serta
menjadi hamba Tuhan yang menderita. Jika Sakramen Baptisan didasarkan pada
kisah pembaptisan Yesus di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis, maka sudah
seharusnya penafsiran ini pun menjadi dasar. Dengan demikian, setiap anggota
53
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2010), 46.
54
Ladd, Teologi Perjanjian Baru, 51.
55
J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 45.
56
de Heer, Tafsiran Alkitab, 47.
33
jemaat yang menerima Sakramen Baptisan juga memahami bahwa tugas mereka
setelah menerima Sakramen Baptisan bukan hanya menjalani kehidupan baru di
dalam Yesus Kristus, namun juga menjalankan tugas Mesianis dan menyediakan
diri mereka untuk menjadi hamba Tuhan yang menderita di dunia ini. Artinya,
setiap anggota jemaat yang telah menerima Sakramen Baptisan harus dapat
memberikan dampak positif bagi setiap orang yang berada di sekitar mereka, di
manapun mereka berada.
4.4.Kesimpulan
5. Penutup
5.1.Kesimpulan
57
Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, 184.
34
Sakramen Baptis. Kedua ekspresi yang berbeda tersebut merupakan wujud dari
janji setia yang diberikan oleh orang percaya kepada Kristus yang telah
memberikan keselamatan bagi mereka. Baik Baptis Selam maupun Baptis Percik,
keduanya dapat ditemukan di dalam Alkitab. Dengan demikian, tidak ada cara
yang paling benar dalam membaptis, karena Kristus sendirilah yang dapat
menentukan kebenaran yang mutlak. Selama tujuan dari Baptisan yang dilakukan
adalah sebagai wujud janji setia orang percaya pada Kristus dan bertujuan untuk
membangun persekutuan dengan jemaat di dalam Kristus, maka apapun cara yang
dilakukan untuk membaptis tidaklah menjadi persoalan.
5.2.Saran
Agar perdebatan antara Baptis Selam dan Baptis Percik tidak lagi
berlanjut, maka saran yang dapat penulis berikan ialah sebagai berikut:
1. Warga Gereja perlu untuk memahami makna Sakramen Baptisan Kudus,
serta memahami mengenai Baptisan Selam dan Baptisan Percik.
2. Pendeta Jemaat perlu membantu warga Gereja untuk memperluas
pemahaman mereka tentang pelaksanaan Sakramen Baptisan Kudus yang
tidak tunggal.
35
Daftar Pustaka
Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Berkhof, H. dan I.H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Burgess, S.M. Dictionary of Pentecostal and Charismatic Movement. Grand
Rapids: Regency Reference Library, 1988.
Calvin, Yohanes. Institutio. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Creswell, John W. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches.
Jakarta: KIK Press, 2002.
Dahlenburg, G.D. Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1991.
de Heer, J.J. Tafsiran Alkitab: Injil Matius Pasal 1-22. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011.
de Jonge, Christiaan. Apa itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Djaja, Karunia. Sejarah Gereja Pantekosta di Indonesia. Semarang: Gereja
Pantekosta di Indonesia, 1993.
Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003.
Groenen, C. Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelamatan Allah,
Sejarah, Wujud, Struktur. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1997.
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru. Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2010.
Lohse, Bernhard. Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1989.
Martasudjita, E. Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan
Pastoral. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Meeter, H. Henry. Pandangan-pandangan Dasar Calvinisme. Surabaya:
Momentum, 2009.
O‟Collins, Gerald, dan Edward G. Farrugia. Kamus Teologi. Yogyakarta:
Kanisius, 1996.
36
Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1996.
Santana, Septiawan. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Snyder C. Arnold. Dari Benih Anabaptis: Intisari Kesejarahan Jati Diri
Anabaptis. Semarang: Pustaka Muria, 2007.
Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Talumewo, Steven H. Sejarah Gerakan Pentakosta. Yogyakarta: Andi, 2008.
Timo, Ebenhaizer I. Nuban. Aku Memahami yang Aku Imani: Memahami Allah
Tritunggal, Roh Kudus, dan Karunia-karunia Roh secara Bertanggung
Jawab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Ukur F. dan F.L. Cooley. Jerih dan Juang: Laporan Nasional Survai Menyeluruh
Gereja di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1979.
van den End, Th. Ragi Carita 1: Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1985.
van den End, Th. dan J. Weitjens. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia
1860-an – sekarang. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
van Kooij, Rijnardus A. dan Yam‟ah Tsalatsa A. Bermain dengan Api: Relasi
antara Gereja-gereja Mainstream dan Kalangan Kharismatik Pentakosta.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
van Niftrik, G.C. dan B.J. Boland. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1984.
37