Anda di halaman 1dari 73

BAB II

MELIHAT SEJARAH KHARISMATIK DAN TRANSFORMASI


MUSIK GEREJA

2. 1. Sejarah Munculnya Gerakan Kharismatik

2. 1. 1. Berakar Dari Gerakan Montanis (170 M)

Kristen Kharismatik sesungguhnya berakar kepada Gerakan Montanis pada

tahun 170 M. Montanisme merupakan gerakan profetis yang dipelopori oleh seorang

mantan imam dari Kota Cybele di Phrygia yang bernama Montanus. Ia menekankan

pengajarannya kepada nubuatan-nubuatan yang disampaikan dalam keadaan ekstasis

dan juga pengajaran Allah berkomunikasi langsung dengan wahyu melalui Roh

Kudus. Montanus menganggap bahwa penutupan kanon 59 Alkitabiah bukanlah akhir

dari wahyu ilahi. Di masa itu Montanus memiliki kegairahan spiritual yang penuh,

hingga ia masuk kedalam kondisi trance dan terjatuh secara tiba-tiba, hingga

sebagian orang merasa terganggu dan menganggap hal itu tidak alami. Mereka

memandangnya sebagai sesuatu yang bersifat demonis dalam genggaman roh

kesalahan. Namun sejarawan menganggap Montanus sebagai sumber mata air dari

semua gerakan antusiastik dan pneumatik dalam sejarah Kristen. Montanus telah

memberikan pandangan itu sebagai sesuatu yang bersifat organis dalam hakikatnya,

yang berkembang dalam empat tahap, masing-masing tumbuh lebih tinggi daripada

tahap yang terdahulu : (1) agama alamiah, (2) agama hukum dari Perjanjian Lama,(3)

59
Kanon adalah patokan; dari situ: daftar tulisan-tulisan yang tergolong pada Kitab-kitab Suci.

Universitas Sumatera Utara


Injil selama kehidupan Kristus di bumi, (4) pernyataan wahyu dari Sang Penghibur

(parakletos), yakni agama kerohanian dari kaum Montanis.

Ada tiga ajaran keagamaan Montanisme yang kemudian digunakan dalam

aliran-aliran Pentakostal dan Kharismatik hingga sekarang, yakni (a) doktrin

pengharapan akhir zaman, (b) penyembuhan ilahi, (c) pemulihan rohani. Sedangkan

yang menjadi ciri utama dalam neo-Montanisme, yakni: penyembuhan, bahasa lidah,

aturan moral yang tegas, baptisan 60 dewasa, wanita ikut dalam pelayanan, dan

kedatangan Kristus segera.

Kemudian di Eropa lahir sebuah gerakan yang dikenal sebagai golongan

Anababtis, yakni gerakan yang lahir saat reformasi Lutheran di abad ke-16. Saat itu

kaum Anababtis sudah menyadari dan menentang ajaran teologi kekristenan Katolik

Roma klasik termasuk juga menentang ajaran Lutheran. Bagi kaum Anababtis, setiap

mereka yang telah dibaptis saat bayi, harus dibaptis ulang ketika beranjak dewasa

melalui pengakuan dan penerimaan pribadi untuk memastikan keselamatan. Secara

teologis mereka sangat menekankan atas Roh Kudus, pengharapan kedatangan

segera Yesus Kristus yang kedua kali, pasifisme dan taat akan aturan etika yang

ketat.

Salah satu gerakan yang dipimpin oleh Ann Lee lahir pada tahun 1736

bernama The Shaking Quakers. Ia memulai gerakannya di New York yang

60
Baptis berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan cairan
(to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan, kemudian mengeluarkannya
kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan, dibenamkan. (Manual Book KOM Seri 100 Pencari
Tuhan, untuk kalangan sendiri)

Universitas Sumatera Utara


menekankan pada “perfeksionisme milenarian”. Lee merupakan sosok pribadi yang

gagal dalam kehidupan rumah tangga. Semua empat anaknya meninggal dunia ketika

bayi, pernikahannya tidak bahagia, ia kemudian dengan keras menentang pernikahan

dan menganjurkan pengikutnya pantang melakukan hubungan seksual. Atas dasar

keyakinannya yang kuat akan akhir zaman semakin dekat, Lee menerima ajaran

glossolalia dan penyembuhan. 61

Pada abad ke-18 di Amerika dan Inggris tumbuh industrialisasi yang pesat,

hal ini diyakini yang menjadi alasan terjadinya kelesuan rohani dan menjadi

pendorong lahirnya kebangunan rohani, yang di Amerika disebut “Kebangunan

Besar” (Great Awakening). Demikian juga di Inggris ketika terjadi revolusi industri

merupakan momentum terjadinya kebangkitan yang disebut “Kebangkitan

Evangelikal” (Evangelical Revival). Abad ke-18 merupakan masa dimana Inggris

menjadi negara adidaya baru dan sebagai lambang kekuatan ekonomi, yang ditandai

dengan banyaknya negara koloni mereka di penjuru dunia. Namun di satu sisi

masyarakatnya dan gereja mengalami degradasi spiritual, moral dan sosial. Secara

historis kebangkitan di Amerika dan Inggris memiliki hubungan yang erat, dengan

dorongan akan kepentingan spiritual dan perdagangan, sejak abad ke-17 kaum

Protestan Inggris yang berlatar belakang Calvinis 62 mulai menuju Amerika dimana

61
Ibadah yang mereka jalani berupa ritus tarian yang mencoba menggoncangkan (to shake)
dosa, kejahatan, dan keinginan seksual, sehingga gerakan ini dinamakan “shakers” (pengguncang).
Ciri lainnya adalah sukacita dan “Tertawa Kudus” (Holy Laughter) gaya Toronto, glossolalia,
bernubuat, dan berkomunikasi dengan orang yang sudah mati. Mereka menolak Perjamuan Kudus
(Lord’s Supper) ajaran tentang kebangkitan serta baptisan air.
62
Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran Calvinis (disebut Reformed atau
Presbyterian) hampir sama usianya dengan Lutheran. Kendati di Indonesia tidak ada gereja yang

Universitas Sumatera Utara


mereka telah merencanakan untuk menggabungkan Calvinisme dan Puritanisme

Inggris. Sehingga yang menjadi akar dan melekat kepada “Kebangunan Besar” adalah

gerakan Pietis 63 di Eropa maupun Gerakan Puritan 64 di Inggris.

Bila kita telusuri lagi kebelakang, Kharismatisme dan Pentakostalisme yang

lebih awal juga tidak lepas dari pendahulunya, yaitu Methodisme. Methodisme

merupakan aliran yang di ajarkan oleh dua bersaudara John Wesley dan Charles

Wesley. John Wesley diberi julukan sebagai “Bapak Pentakolisme”, karena banyak

ajaran dan gagasan serta pendekatan teologisnya diadopsi oleh Pentakolisme. Kedua

bersaudara ini berasal dari keluarga rohaniwan yang sangat religius. John dilahirkan

di Epsworth pada tahun 1703 dan Charles lahir empat tahun kemudian. Ketika

kuliah di Oxford University mereka aktif bergabung dalam sebuah persekutuan

rohani yang bernama Holiness Club yang bertujuan menekankan pembaruan rohani

melalui disiplin membaca Alkitab, berdoa, dan kesalehan pribadi. Namun aktivitas

mereka justru menjadi bahan olok-olokan teman-temannya dan memberi mereka

brand image sebagai orang-orang Enthusiast, Bible Moths, Sacramentarians, namun

Methodist adalah salah satu istilah yang kemudian begitu populer.

Ada dua gerakan yang memiliki kontribusi sangat besar di Asia terhadap

menggunakan nama Calvin[is], namun diantara 72 anggota PGI (tahun 1994) setidaknya separuh
mengaku sebagai atau dipengaruhi oleh Calvinisme. Calvinisme merupakan nama dari seorang tokoh
reformasi Johannes Calvin (Jean Cauvin 1509-1564) yang berasal dari Noyon, Perancis Utara.
63
Gerakan Pietis (Pietis Movement) dimulai di Belanda pada awal 1600 oleh Dutch Reformed
Church (Gereja Reform Belanda) dimana Theodore Untereyk memperkenalkannya terhadap gereja-
gereja Lutheran Jerman. Yang menjadi sasaran dalam gereja ini adalah untuk menekankan ulang iman
pribadi, pengalaman lahir baru dan misi dengan ketekunan Kristen.
64
Gerakan Puritan (Puritan Movement) dimulai di Inggris dalam gereja Anglikan dengan ide
menghapus seluruh ritus-ritus dan unsur Katolisisme yang ada.

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan dan perkembangan aliran Kharismatik, yakni Assemblies of God dan

Full Gospel Businessmen Fellowship di Amerika. Assembly of God 65 merupakan

salah satu kelompok neo-Pentakostal yang tumbuh ketika kebangkitan kerohanian

melanda Amerika di Abad ke-19. Dibentuk berdasarkan ide dari pendeta-pendeta

Pentakostal untuk menciptakan wadah persekutuan persaudaraan dalam

mengkoordinasikan pekerjaan misi di Amerika dan luar Amerika, yang berbasis di

Hot Springs, Arkansas. Kemudian Assemblies of God menjadi sebuah organisasi

yang terstruktur dan melembaga dibawah sebuah Dewan Umum (General Council)

yang diketuai oleh Endorus N. Bell. Walau muncul berbagai reaksi menentang

pelembagaan tersebut, tetapi Assemblies of God secara konkrit menjadi salah satu

denominasi Kharismatik yang terbesar di dunia dengan sebuah tata gereja dan hirarki

administratif yang formal.

Secara etimologi kharismatik berasal dari kata benda kharis serta kata kerja

kharisomai (present infinitive: kharisestai). Kharis berarti sesuatu yang

menggembirakan atau menyenangkan; artinya sesuatu itu mempunyai sifat

menimbulkan perasaan senang bagi yang melihat atau mendengarnya

65
Didirikan oleh Demos Shakarian, ia adalah seorang milyuner, pengusaha peternakan di
California, yang berasal dari keluarga imigran Armenia yang pada tahun 1905 mengungsi ke wilayah
itu. Di negara asalnya mereka telah mengenal praktek bahasa lidah. Ayah Demos pada tahun 1905 ikut
menghadiri kebangunan rohani di Azusa Street Los Angeles dan kaum imigran Armenia ini ikut
melatar belakangi kemunculan gerakan Pentakostal. FGBMFI mempromosikan ajaran tentang
baptisan Roh yang datang kemudian dan melakukan glossolalia. Organisasi ini memiliki kontribusi
dan mampu meyakinkan kalangan elit bisnis di dalam denominasi-denominasi sejarah arus utama
dengan memasukkan pengaruh-pengaruh Kristen kharismatik terasa sangat kental. Dengan karakter
oikumenis dan kemampuan finansial dalam mendanai pekabaran Injil di seluruh dunia, telah
menjadikan organisasi ini menjadi suatu alat yang kuat dalam dunia pekabaran Injil. (Wilfred J.
Samuel, Op.Cit.,hlm.28)

Universitas Sumatera Utara


(Trench,1947:166-167). Dalam arti ini istilah kharis memiliki kaitan juga dengan

istilah khairo (saya bergembira) dan kata benda khara yang artinya kegembiraan atau

kesenangan. 66 Dalam literatur Yunani, Conzelmann mengatakan berbagai defenisi

kata kharis, seperti pribadi yang menyenangkan charm, perasaan senang, simpati,

rasa berterima kasih, kemauan baik, kesenangan, anugerah atau pemberian meliputi

penghapusan hutang pihak/negara yang lemah oleh pihak/negara yang kuat. 67

Kata kharisomai berarti saya menunjukkan kesenangan yang ditunjukkan

melalui kata-kata maupun perbuatan, memperlihatkan kemurahan hati, memberi,

mengampuni, melepaskan tahanan atau hutang. Dengan demikian tampak jelas bahwa

arti kata kerja ini erat dengan arti istilah kharis. Istilah kharisma berasal dari dua

istilah Yunani di atas. Akhiran ma menunjukkan pada pembentukan kata benda dari

kata lain (dalam Bahasa Indonesia akhiran-an berarti kata benda). Sehingga kharisma

dalam hubungannya dengan kharis berarti bentuk konkrit kharis, dalam kaitannya

dengan kharisomai, berarti akibat tindakan memberi. Bila dikaitkan dengan dua kata

benda ini kharisma berarti pemberian, hadiah. Sebab dilakukan dengan sikap murah

hati dari pemberi (umumnya dari pihak yang statusnya lebih tinggi) maka kharisma

berarti anugerah atau pemberian anugerah, dalam arti karunia 68 .

Dalam analisa Max Weber, bahwa fenomena kharisma memiliki hubungan

66
Newman Jr.,Op.Cit.,hlm.87;.Souter,A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London
Oxford University Press, 1966, hlm.281; Conzelmeann,TDNT IX,hlm.374. dalam Pdt. DR. Ayub
Ranoh, Pemimpin Kharismatik, BPK Gunung Mulia. Jakarta,2000.,hlm.112
67
H Conzelmann, “Kharis,…” dalam TDNT,Vol.IX,hlm.373-374, dalam Pdt.DR. Ayub
Ranoh, Ibid.,hlm. 112.
68
Bnd. D.L.Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12-14,
Jakarta, BPK Gunung Mulia, Jakarta,1991,hlm 21.

Universitas Sumatera Utara


yang erat dengan apa yang disebut Durkheim sebagai hal suci dan hal kudus (the

holy) oleh Otto. Dalam kharisma ada suatu titik kritis yang erat hubungannya dengan

seseorang yang luar biasa dan mendatangkan kewajiban, Weber membatasi kharisma

sebagai:

….Suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana


dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang
yang memperoleh anugerah kekuasaan adikodtrati, adimanusiawi, atau
setidak-tidaknya kekuatan atua kualitas yang sangat luar biasa.
Kekuatannya sedemmikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang
biasa, tetapi dianggap sebagai berasal dari kayangan atau sebagai
teladan dan atas dasar itu individu terebut diperlakukan sebagai
seorang pemimpin. 69

Dari semua analisa Max Weber terdapat tiga ciri khas pokok yang

menggambarkan kharisma, yaitu pertama sebagai sesuatu yang “luar biasa”, yakni

sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-hari. Saya melihat yang “luar biasa”

itu sebagai—saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan 70 —sikap yang istilah

“populernya” terlalu nge-roh. Beliau mengatakan bahwa ia sering menemukan orang

yang bersikap demikian. Sehingga tampak lebih religius dibanding orang Kristen

kebanyakan. Kedua bersifat “spontan” sangat berbeda dari bentuk-bentuk sosial yang

mapan dan stabil. Orang-orang kaum Kharismatik cenderung lebih spontan dalam

69
Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M
Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York: Oxford University Press, 1947),
hlm.358-359 dalam Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.1996,hlm.41.
70
Pdt. R. Bambang Jonan adalah Gembala Sidang GBI Rayon IV Medan Plaza. Gembala
adalah seorang pembimbing dan pemelihara domba atau kambing. Ia bertanggung jawab atas domba-
dombanya, sering menghitungnya dan juga melindunginya terhadap bahaya dari luar. Di Israel Tuhan
Allah diakui sebagai Gembala umatnya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik (Lihat Yohanes
10:11;14)

Universitas Sumatera Utara


nyanyian-nyanyian ibadah. Hal ini juga tampak dalam ibadah mereka yang tidak

fleksibel atau non-liturgikal. Ketiga, ciri kharisma menurut Weber merupakan suatu

sumber dari bentuk dan gerakan baru, sehingga ia bersifat “kreatif”.

2. 1. 2. Latar Belakang Sejarah Gereja Bethel Indonesia

Di Indonesia kabar Injil telah masuk sejak tahun 1511 (Katholik) dan tahun

1605 (Protestan), sedangkan zaman Pentakosta masuk 300 tahun kemudian. Aliran

Pentakosta dibawa oleh penginjil keturunan Belanda yang bernama C Groesbeek dan

D. Van Klaveren, namun keduanya berkebangsaan Amerika. Pada bulan Januari

tahun 1921 kedua penginjil bertolak dari Seattle, Washington, lalu ke Jakarta

(Batavia) menggunakan kapal Jepang yang bernama Suwa Maru. Pada bulan Maret

mereka bersandar di Jakarta dan meneruskan perjalanan dengan kereta api melalui

Surabaya ke Denpasar, Bali. Lalu mereka pindah ke Surabaya tahun 1922.

Gerakan Pentakosta mengalami banyak tantangan dan perlawanan, tetapi para

jemaat yang telah menerima kuasa Roh Kudus terus memberitakan Injil Kristus ke

mana-mana dengan penyertaan kuasa Allah. Jemaat baru terus bertambah dan

semakin besar, hingga pada tanggal 15 Juni 1937 Pemerintah harus mengakui

gerakan Pentakosta sebagai Kerkgenootschap (Persekutuan Gereja atau Lembaga

yang bersifat gereja) berdasarkan Staatsblad 1927 No.156 dan 532. Kemudian yang

sebelumnya menggunakan nama Pinkster Gemeente berubah menjadi Pinkster Kerk

in Nederlands Indie. Ketika kekuasaan Belanda diambil alih Jepang pada tahun 1942,

maka nama Belanda itu berubah menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), dan

Universitas Sumatera Utara


Dr.H.L Senduk—sebagai pendiri Gereja Bethel Indonesia—ketika itu menjabat

sebagai Sekretaris Pengurus Pusat GPDI.

Kenyataan menunjukkan bahwa perselisihan juga hadir dalam gereja,

termasuk GPDI. Sehingga perpecahan tidak terhindari dalam tubuh GPDI. Kalau

perpecahan terjadi oleh karena kehendak Tuhan (1 Korintus 11:19), maka hal itu akan

membawa berkat pertumbuhan dan perkembangan. Tetapi kalau perpecahan terjadi

oleh karena kemarahan dan kebencian manusia, maka hal itu akan mendatangkan

kekecewaan, kerugian dan malapetaka. Ibarat membangun rumah dari rumput kering

dan jerami (1 Korintus 3:15). Karena perpecahan yang terjadi di tubuh GPDI,

dengan berbagai alasan ketidak cocokan dalam suatu pengajaran atau karena masalah

organisasi, maka pada tahun 1952 Dr. H.L Senduk dan F.G. Van Gessel keluar dari

GPDI dan membentuk Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)—nama sebelum lahir

menjadi GBI—tetapi keinginan memisahkan diri bukan untuk membentuk suatu

“organisasi gereja baru” seperti yang terjadi dalam sejarah gereja Pantekosta,

melainkan karena kondisi rohani GPDI saat itu, menyebabkan ketidakpuasan

disebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut.

Karena perpecahan akan memberi dua dampak, yakni dampak negatif dan

dampak positif. Negatif, karena merupakan “kerugian” dari gereja yang lama.

Positif, karena kehendak dan rencana Tuhan dapat dilaksanakan. Rasul Paulus

mengatakan bahwa “Diantara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti

siapakah di antara kamu yang tahan uji”. (1 Korintus 11:19)

Setelah GBIS resmi berpisah dari GPDI dan diakui oleh Pemerintah melalui

Universitas Sumatera Utara


Surat Keterangan Pendaftaran No.A/VIII/16 tanggal 31 Januari 1953 dan kemudian

GBIS pada tahun 1968 diakui pemerintah sebagai Lembaga Gereja dengan Keputusan

Departemen Agama No.Dd/P/DAK/d/054/68 dibawah kepemimpinan Dr. H.L

Senduk. Oleh karena perbedaan pandangan dan konflik pengajaran yang terjadi pada

tahun 1957 di dalam GBIS, hingga akhirnya pada tahun 1967 jalan sejarah GBIS

semakin menurun 71 .

Pada tahun 1968-1969 kepemimpinan Dr. H.L Senduk diambil alih oleh

pihak-pihak yang didukung oleh seuatu keputusan Menteri Agama. Kemudian Dr.

H.L Senduk di atas jalan yang baru berjalan terus menggenapi panggilan Tuhan dan

dengan sedih hati harus berpisah dari saudara-saudara di GBIS. Perpisahan itu

melahirkan sebuah wadah yang baru untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yakni Gereja

Bethel Indonesia (GBI). Secara etimologis Bethel berasal dari kata beth (rumah) dan

El (Allah), jadi nama Bethel artinya rumah Allah. Dr. H.L. Senduk mengatakan GBI

bukanlah sebuah gereja yang lahir sebagai akibat suatu perpecahan. Tetapi GBI

adalah seperti seorang “anak” yang lahir setelah 18 tahun berada di dalam kandungan

GBIS, yakni 1952-1970 72 . GBI adalah gereja nasional yang termuda di Indonesia,

lahir pada tanggal 6 Oktober 1970 di Sukabumi, Jawa Barat.

71
GBI lahir karena dilatarbelakangi beberapa permasalah di tubuh GBIS, seperti perselisihan
tentang kerjasama antara GBIS-COG (Church of God),beberapa hamba Tuhan tidak tunduk kepada
Keputusan Majelis Besar, saling pecat memecat sesama hamba Tuhan, dan sebagainya.
72
Dr. H.L. Senduk, Sejarah Gereja Bethel Indonesia,Untuk Kalangan Sendiri.hlm.25

Universitas Sumatera Utara


2. 1. 3. Sejarah ‘Lahirnya’ GBI Medan Plaza

Sebelum gereja ini berdiri pada tanggal 25 Juli 1993, GBI Rayon IV Medan

Plaza awalnya merupakan hanya sebuah persekutuan doa (diberi nama Medan Pray

Centre) berupa ibadah pujian dan penyembahan yang dimulai dimulai tahun 1991-

1992-an. Medan Pray Centre merupakan ibadah doa atau lebih tepatnya dianggap

seperti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), yang saat itu dilakukan sekali dalam

satu bulan. Ibadah pray centre awalnya tidak dilakukan pada satu tempat yang sama,

melainkan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bukan karena para

pendoa di Medan Pray Centre gemar berpindah-pindah, tetapi karena sulitnya

memperoleh tempat ibadah yang dapat disewa secara permanen untuk melakukan

kegiatan doa setiap bulannya.

Pada dekade 90-an, saat itu umumnya gedung pertemuan masih merupakan

fasilitas yang terdapat dalam kompleks perhotelan. Sedangkan hotel-hotel berbintang

tidak sebanyak sekarang ini. Sehingga agak sulit bagi Medan Pray Centre

memperoleh tempat yang setiap hari bulannya secara permanen akan digunakan

sebagai tempat ibadah pujian dan penyembahan, dan tidak disewakan kepada pihak

lain selain Medan Pray Centre. Diantara gedung yang sering digunakan sebagai

tempat ibadah adalah Wisma Benteng dan Hotel Tiara, namun tidak setiap bulannya

dapat dipergunakan, sehingga ibadah yang dilakukan di tempat tersebut pada hari

minggu bulan itu, pada bulan berikutnya belum tentu dapat dilakukan ibadah di

tempat yang sama. Tetapi harus mencari tempat lain yang dapat disewa untuk bulan

Universitas Sumatera Utara


berikutnya. Hal ini tentu tidak efektif untuk menjangkau orang-orang yang mau ikut

bergabung di Medan Pray Centre.

Kegiatan ibadah menekankan kepada pujian dan penyembahan sesuai dengan

tata ibadah yang diajarkan melalui dogmatika 73 GBI dibawah kepemimpinan Pdt. Dr.

Ir. Niko Njotorahardjo, yaitu: doa, pujian, penyembahan dan ditambah

persembahan 74 (pray, praise, worship and sacrifice). Para pengkhotbah sesekali

didatangkan dari luar Medan, seperti Jakarta dan Bandung. Karena ibadah di pray

centre dilakukan sekali dalam sebulan, tentu menjadi pertanyaan, dari mana datang

peserta yang mengikuti ibadah tersebut?. Karena pray centre bukanlah gereja dan

tidak memiliki gedung permanen dan jemaat. Maka panitia doa memasang iklan di

koran-koran lokal dan mengundang para pendoa dari berbagai denominasi gereja agar

hadir pada ibadah pray centre di gedung yang telah ditentukan.

Setelah Medan Pray Centre berjalan selama hampir dua tahun,

kemudian ada seorang ibu yang bernama Ibu Marini Ishak datang menghadap

Gembala Pembina Rohani Bpk Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo, 75 yang kemudian

mengungkapkan kerinduan beliau agar GBI Bethany yang digembalakan Pdt. Niko

berkenan membuka gereja cabang di Medan. Sesuai visi Gembala Pembina Rohani

73
Dogmatika adalah suatu dalil-dalil, suatu rumusan tentang sesuatu kebenaran keagamaan,
suatu pasal kepercayaan dari Gereja Kristen.
74
Diawal berdiri dogmatika gereja GBI dibawah kepemimpinan Pdt.Dr.Ir Niko Njotorahardjo
hanya terdiri dari pujian dan peyembahan, tetapi melalui tuntunan Tuhan ditambahkan doa dan saat ini
doa, pujian dan penyembahan tidaklah cukup, lalu ditambah dengan persembahan.
75
Beliau adalah Gembala Pembina Rohani GBI pusat yang berada di Jakarta

Universitas Sumatera Utara


dari Jakarta Bapak Ir. Niko Njotorahardjo dari kitab Yesaya 54:2-3. 76

Ibu Marini Ishak memiliki peran yang sangat besar

dalam berdirinya GBI Rayon IV di Medan. Beliau memiliki beban agar GBI Bethany

yang digembalakan Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo juga memiliki pelayanan di Pulau

Sumatera, setelah selama ini hanya membuka gereja ke Indonesia Timur dan Jawa.

Setelah Ibu Marini mendapat respons dari Gembala Rohani Pdt. DR. Ir. Niko

Njotorahardjo untuk bisa memulai menggenapi Firman Tuhan diatas, didampingi Ibu

Alm. Ana Sujono, beliau mulai sibuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan

berdirinya GBI Rayon IV Medan Plaza, termasuk terlibat langsung dalam mencari

gedung untuk digunakan sebagai tempat ibadah.

2. 1. 3. 1. Gereja Mula-Mula Dengan 119 Jemaat dan Pengerja

GBI induk di Jl. Gatot Subroto, Jakarta memiliki kerinduan membuka cabang

dan menempati “tempat-tempat sunyi” termasuk membuka cabang di Kota Medan.

Kemudian pada bulan Februari 1993 Pdt.R. Bambang Jonan dan Ibu di utus oleh

Gembala Rohaninya, yakni Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotoraharjo ke Kota Medan,

dengan tujuan memulai gereja baru, setelah gereja sebelumnya yang telah dirintis Pdt.

Niko memisahkan diri, lalu kemudian menjadi gereja otonom dan berada dibawah

76
Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, jangan
menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu!
3.Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh bangsa-
bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi.

Universitas Sumatera Utara


BPD GBI wilayah Sumatera Utara karena alasan “klasik”, yakni adanya perbedaan

visi. Setibanya di Kota Medan, Pdt. R. Bambang Jonan dan istri yang ketika itu

masih bekerja di dunia sekuler belum memiliki tempat tinggal, sehingga mereka

untuk sementara menumpang di rumah keluarga Ir. Paulus Rianta, sampai

memperoleh tempat kontrakan yang juga akan digunakan sebagai tempat ibadah.

Hingga suatu ketika ditemukanlah tempat yang saat itu paling cocok untuk dijadikan

gereja, yakni dua unit ruko tiga lantai di Jalan Teuku Umar No 51-51A, Medan,

tepatnya disebelah RSU. Materna.

Gambar 1. Ruko di Jalan Teuku Umar Yang Dijadikan Gereja Mula-Mula


(Sumber: Majalah 15th Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza)

Dengan jumlah jemaat mula-mula dan pengerja sebanyak 119 orang gereja

ini mengadakan ibadah perdana di bulan Februari di gedung Uniland dan diberi nama

oleh Gembala Pembina, yaitu GBI Kemah Daud. 77 Namun para pengurus gereja

77
GBI Kemah Daud merupakan nama yang diberikan oleh Gembala PembinaPdt. DR. Ir. Niko
Njotorahardjo untuk menggantikan GBI Bethany, sesuai dengan visi gereja ini memulihkan pondok
Daud yang telah roboh.

Universitas Sumatera Utara


mengaku visi yang Tuhan berikan lebih besar dari sekedar ruko dua pintu dengan tiga

lantai. Sehingga tidak dibutuhkan waktu yang lama Pdt. R. Bambang Jonan “rindu”

memiliki tempat ibadah dengan kapasitas yang lebih besar dan memadai. Sedangkan

ruko tersebut rencananya akan lebih banyak digunakan sebagai tempat aktifitas

sepanjang minggu, seperti kelas SOM (sekarang menjadi KOM: Kehidupan Orientasi

Melayani 78 ), pertemuan doa pengerja bulanan, pertemuan departemen-departemen,

ibadah remaja pada hari sabtu dan sebagainya.

2. 1. 3. 2. Tempat Ibadah Yang Nomaden Menjadi Permanen

Seiring berjalannya waktu, gereja ini terus bertumbuh jemaat yang Tuhan

kirimkan setiap minggunya, sedangkan tempat ibadah yang digunakan tidak mampu

menampung dalam kapasitas yang besar. Sehingga Gembala memiliki kerinduan

untuk mencari tempat ibadah yang dapat disewa untuk digunakan secara permanen

setiap minggunya. Kemudian dibentuklah dua tim yang bertugas mencari tempat

ibadah, tim pertama beranggotakan Pdt. R. Bambang Jonan, Pdt. Petrus Honggo,

Sdr. Stephen, sedangkan tim kedua terdiri dari para ibu, yakni Ibu Marini Ishak, Ibu

Ana Sujono (Alm) dan Ibu Santy. Dengan motivasi yang besar tim kemudian

bergerak mencari ke seluruh Kota Medan dengan perasaan antusias. Tidak ada

gedung yang memiliki ruang kosong dengan kapasitas besar yang tersisa, semuanya

tim datangi untuk menjajaki kemungkinan ruangan tersebut dapat digunakan sebagai

78
KOM adalah kelas belajar tentang Alkitab yang menjadi wadah untuk mempersiapkan umat
yang layak bagi Tuhan menjelang kedatangan-Nya yang kedua kali (Lukas 1:17)

Universitas Sumatera Utara


tempat ibadah secara permanen. Mulai dari ballroom hotel-hotel yang ada dipusat

kota, gedung perkantoran, gedung pertemuan seperti Wisma Benteng, hingga ke

ruang perpustakaan di gedung PP London pun tidak luput dari kunjungan tim. tetapi

ternyata tidak mudah mencari tempat yang akan digunakan untuk beribadah.

Kondisi ini menyebabkan hampir setiap minggu gereja ini harus mangadakan

ibadah ditempat yang berbeda. Misalnya hari minggu pertama ibadah diadakan di

Hotel Danau Toba International (HDTI), maka minggu kedua bisa dilakukan di

Wisma Kartini, atau di gedung Uniland, bahkan di Restoran yang “disulap” menjadi

tempat ibadah, maupun tempat lain yang saat itu mengizinkan untuk disewa secara

permanen sebagai tempat ibadah. Hal ini menjadi sedikit unik terdengar bagi jemaat,

karena pihak gereja selalu memberi pengumuman kepada jemaat diakhir ibadah agar

datang kembali untuk beribadah diminggu berikutnya tetapi belum diketahui dimana

ibadah akan dilakukan.

Solusinya, pihak gereja secara resmi akan memasang iklan pemberitahuan

tentang dimana ibadah minggu selanjutnya di surat kabar lokal Harian Analisa edisi

hari sabtu yang akan datang (sehari menjelang ibadah), sehingga jemaat yang hendak

beribadah dihari minggu supaya melihat pengumuman gereja terlebih dahulu dan

tidak datang ketempat ibadah yang sama, karena belum tentu ibadah akan diadakan

ditempat tersebut pada minggu berikutnya, ini dilakukan bukan karena gereja tidak

mau mencantumkan tempat ibadah minggu berikutnya dalam warta jemaat, tetapi

karena memang pihak gereja sungguh-sungguh belum tahu hendak beribadah dimana

pada minggu yang akan datang, karena pihak gereja harus mencari tempat lain yang

Universitas Sumatera Utara


dapat disewa sebagai tempat ibadah. Keadaan ini terus berlangsung selama berbulan-

bulan yang berdampak terhadap pelayanan baptisan. Karena tidak mungkin memiliki

kolam baptisan sedangkan gedung gereja saja tidak punya. Hingga akhirnya baptisan

pertama dilakukan di kolam renang pribadi milik seorang pengusaha. Lalu bulan-

bulan berikutnya dilakukan di beberapa kolam renang umum, bahkan juga pernah

dilakukan di Belawan

Gambar 2. Baptisan yang dilakukan di kolam renang milik


salah seorang pengusaha
Th
(Sumber: Majalah 15 Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza)

Hingga akhirnya setelah melewati satu demi satu ibadah dan dari satu tempat

ke satu tempat ibadah, maka pada tanggal 25 Juli 1993 GBI Bethany secara resmi

ditahbiskan dan Pdt. R. Bambang Jonan sebagai Gembala Sidang. Pentahbisan

dilakukan oleh ketua BPD yang pada masa itu dijabat oleh Bapak Alm. Pdt. J.

Simangunsong bertempat di Wisma Benteng. Tetapi ternyata perjuangan belum

Universitas Sumatera Utara


berhenti sampai disini, setelah gereja resmi ditahbiskan, bukan berarti Wisma

Benteng akan digunakan seterusnya sebagai tempat ibadah, justru sejak saat itu

wisma tersebut tidak pernah digunakan lagi dalam ibadah-ibadah berikutnya.

Akibatnya pada hari-hari berikutnya ibadah harus berpindah-pindah lagi dari Balai

Kartini, lalu pindah ke Dharma Deli dan lain-lain.

Dengan sedikit bercanda Pdt. Bambang sempat mengatakan, “Jadi gereja ini

betul-betul sebagai gereja Kemah (pondok) Daud yang sesungguhnya,—kemahnya

pindah-pindah—karena kerjanya camping terus”. 79 Usaha mencari tempat ibadah

yang permanen terus berlanjut. Beberapa bulan berikutnya, atas bantuan dari alm.

Bapak P.H. Napitupulu yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komersil PTP IX

merasa terpanggil untuk membantu gereja memperoleh tempat ibadah yang

permanen. Lalu dengan penuh harapan, kemudian Bapak Napitupulu menghadap

pihak Hotel Danau Toba International yang diwakili oleh Ibu Vera Pardede (Istri dari

Bapak Drs. Rudolf M. Pardede, salah seorang pemilik HDTI dan mantan Gubernur

Sumatera Utara) untuk menjajaki kemungkinan salah satu ruang pertemuan hotel agar

dapat disewa secara permanen untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Setelah

melalui negosiasi pihak hotel setuju dan memberikan izin kepada gereja untuk

memakai salah satu ruang pertemuan yang akan digunakan untuk ibadah pada hari

minggu.

Karena gedung yang disewa adalah sebuah ruang pertemuan (convention)

79
Disampaikan dalam kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita
Kebenaran pada tanggal 25 Maret 2011

Universitas Sumatera Utara


yang berada didalam kompleks hotel, maka tidak memungkinkan seluruh aktifitas

perkantoran dan administrasi gereja dilakukan didalamnya, terlebih lagi ruangan yang

disewa hanya dapat digunakan pada hari minggu untuk Ibadah Raya. Sehingga ketika

jemaat datang ke tempat yang sama dihari berikutnya, jemaat tidak akan menemukan

gereja disitu. Bisa saja gedung tersebut akan digunakan untuk resepsi pernikahan,

launching product, atau bahkan konser Justin Bieber disitu ungkap Pdt. A.K Harahap

dengan sedikit bercanda. 80 Tetapi ketika kita menggunakan tempat tersebut sebagai

tempat ibadah yang kita mulai lakukan dari pukul 09:00-11.00 WIB, maka Allah

akan hadir di tempat itu pada jam 09:00-11.00 WIB juga. “Saya yakin Allah tidak

akan hadir saat Justin Bieber konser disitu” ungkap Beliau tegas. 81

Melihat kondisi tersebut, agar tidak mengganggu kelancaran administrasi,

maka aktivitas perkantoran dan administrasi gereja masih tetap berada di ruko yang

berada di Jalan Teuku Umar. Hal ini berlaku untuk semua cabang GBI yang

menggunakan ibadah di gedung-gedung pertemuan yang tidak memiliki kantor

gereja. Administrasi dipusatkan hanya pada satu kantor saja. Seiring dengan waktu

berjalan, gereja ini mulai mengalami pelipatgandaan dalam jumlah jemaat dan

pengerja yang bergabung ikut melayani dalam gereja. Melalui GBI HDTI kemudian

gereja ini terus berkembang dan membuka gereja-gereja cabang yang lain, seperti:

80
Disampaikan dalam ibadah doa puasa pada hari sabtu, 30 April 2011 di GBI Medan Plaza,
lantai 6.
81
Penulis mengartikan apa yang diungkap Pdt. A.K Harahap bahwa kata “hadir” dimaksudkan
dalam konteks Allah “hadir dan bertakhta” di tempat itu pada saat ibadah pujian dan penyembahan
dilakukan, karena sesungguhnya Allah itu maha hadir Omni Presence. Saya lebih mengapresiasi yang
dimaksud dalam kalimat Pdt. AK. Harahap di atas bahwa bisa saja Allah “hadir” di konser Justin
Bieber tetapi Allah tidak “bertakhta” di acara konser tersebut.

Universitas Sumatera Utara


GBI Pardede Hall, GBI Setia Budi, GBI Pematang Siantar, GBI Novotel, GBI

Selecta, GBI Ria (dulu GBI Resto Surabaya) GBI Deli Tua dan GBI Medan Plaza,

hingga akhirnya semua aktivitas perkantoran di pusatkan di GBI Medan Plaza.

2. 2. Sejarah Musik dalam Kekristenan

Dalam kitab Yesaya dan Yehezkiel tertulis, Allah memiliki tiga penghulu

malaikat yang sangat berperan di Kerajaan Surga. Mereka adalah Gabriel, Michael,

dan Lucifer. Gabriel berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan

Tuhan atau rencana Allah bagi manusia. Sementara itu Michael berperan sebagai

panglima tertinggi pasukan malaikat. Sedangkan Lucifer adalah malaikat terhormat

yang diciptakan Allah. Ia diurapi dan tinggal di suatu tempat yang sangat terhormat di

kerajaan Allah, yaitu di gunung kudus Allah untuk menjaga Takhta Allah (Lihat

Yehezkiel 28:12-15). Karena kedudukan Lucifer sangat penting dalam kerajaan

Allah, membuatnya menjadi sombong, Dalam hatinya Lucifer berkata “Alangkah

bahagianya bila pujian itu ditujukan kepadaku! Bagaimana mungkin takhta Allah

dapat bertahan tanpa aku?”. Akibat sikapnya yang sombong dan memboikot,

kemudian Allah sangat murka dan menghukumnya ke bumi. Dia mengusir dan

melemparkan Lucifer dan sepertiga malaikat surgawi yang menjadi kaki tangannya.

Kemudian manusia menggantikan Lucifer dan berperan khusus bagi Allah. Allah

menciptakan manusia sebagai penyembah-Nya.

Lucifer adalah malaikat pemuji yang dianugerahi ketrampilan memainkan alat

musik yang identik dengan dirinya. Viols yang kita kenal sebagai violin (biola)

Universitas Sumatera Utara


berfungsi sebagai pembentuk harmoni, seruling dalam bahasa Ibrani disebut negeb

sebagai pembentuk melodi dan genderang dalam bahasa Ibrani disebut toph yang

berarti tambur yang dalam Alkitab bahasa Inggris disebut timbrel sebanyak sembilan

kali dan tabret 82 sebanyak delapan kali. Sebagai instrumen perkusif yang membawa

ritme.

Lucifer sangat paham bahwa musik dapat mempengaruhi tubuh, jiwa dan roh,

ia juga sangat paham bagaimana peranan musik dalam pujian dan penyembahan.

Lalu ia memanfaatkan musik untuk mengajak manusia agar menyembah kepadanya.

Winardo Saragih mengatakan saat ini banyak kita jumpai pemusik dunia yang secara

terang-terangan mengajak pendengarnya untuk menyembah setan. Musik berasal dari

Allah, sehingga manusia wajib mengembalikannya kepada Allah dengan

memuliakan-Nya.

Karena Lucifer berada di tempat yang terhormat dikerajaan Allah, maka Ia

berperan sebagai pemimpin semua malaikat penyembah yang senantiasa berada di

takhta kemuliaan Allah. Dalam Yehezkiel 28:13 versi King James (KJV) tertulis:

Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata
berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan
nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas
dan disediakan pada hari penciptaanmu.

82
Curt Sach dalam bukunya A History of Musical Instruments tertulis bahwa alat musik
ini dibuat dari silinder kayu dengan lapisan kulit di kedua ujungnya tanpa lempengan yang
bergemerincing (seperti yang terdapat pada rebana) Curt Sachs, The Rise of Ancient World East and
West, New York,1943 dalam Mike & Viv Hibbert, Pelayanan Musik,1988,Yogyakarta: Penerbit Andi,
hlm.12.

Universitas Sumatera Utara


Thou has been in Eden the garden of God; every precious stone was thy
covering, the sardius, topaz and the diamond, the beryl, the onyx, and the
jasper, the sapphire, the emerald and the carbuncle, and gold; the
workmanship of the tabrets and of thy pipes war prepared in thee in the day
that thou war created (Versi King James).

Dalam versi King James tertera kata tabrets dan pipes yang merupakan alat musik

ciptaan Allah dan melekat atau identik pada diri Lucifer. Tabrets adalah sejenis alat

musik perkusi seperti rebana. Pipes adalah sejenis alat musik tiup. Kemudian satu

lagi alat musik yang diidentikkan kepada Lucifer yaitu gambus (Yesaya 14:11). Kita

juga dapat melihat dalam Alkitab versi King James (KJV) ditulis kata viols, yang

diidentikkan dengan alat musik berdawai. Ada banyak alat musik yang disebutkan

didalam Alkitab. Semua alat musik tersebut digunakan untuk mempersembahkan

puji-pujian kepada Allah, alat musik itu diantaranya seperti tambur, kecapi, terompet,

organ, seruling, alat musik dengan sepuluh tali (sejenis lute), cymbal atau canang

yang bersuara sangat nyaring, dan lain-lain. 83

2. 3. Apa Itu Musik Gereja? 84

Musik gereja disusun atas beberapa komponen, walaupun bagi orang-orang

yang berkecimpung didalamnya tidak akan berkata apa-apa terhadap orang yang

meneliti bagaimana musik gereja itu, serta membuat konsep apa itu musik gereja.

Musik gereja akan memiliki beragam defenisi, sangat tergantung dari subyek yang

menilainya. Bagi seorang musisi gereja, musik gereja merupakan sebuah program

83
Mike & Hibbert, Op.Cit., hlm.145.
84
John F Wilson, An Introduction to Church Music, Moody Press.Chicago,1965.hlm.7

Universitas Sumatera Utara


peran serta dalam paduan suara dan kelompok musik; sebuah saluran bagi ungkapan

sendiri; sebagai penampilan tunggal; pemimpin dan pengiring; sebuah arti

menyeluruh dimana ia mampu menuliskan talenta musiknya dan berlatih

menerapkan dengan baik; sering sebagai sumber penghasilan dan lebih penting lagi

sebagai bukti melayani Tuhannya dan gerejanya.

Bagi Pendeta, musik gereja merupakan sebuah bantuan bagi jabatannya

sendiri di gereja, layaknya sebagai sumber aktivitas yang bermanfaat bagi

Departemen Agama Kristen dan semua anggotanya. Bagi anggota gereja, musik

gereja merupakan bagian dari banyak fungsi gereja yang mengharuskan peralatan,

pengalihan jatah, perencanaan waktu bagi latihan tetap dan acara tertentu,

pembayaran gaji (PK: Persembahan Kasih), dan kerjasama dengan semua departemen

dalam gereja.

Meskipun pernyataan di atas hanya sekedar menyamaratakan, namun telah

membuat banyak aspek ilustrasi dari musik gereja. Untuk lebih ringkasnya, ini

merupakan jenis musik musikal, organisasi, perlengkapan, kesempatan berpartisipasi,

sebuah ‘operasi’ yang mahal, dan sebuah profesi. Merupakan lembaga yang memiliki

daya tarik namun dalam bentuk seni yang kompleks.

Agar lebih memahami seluruh fungsi dari musik gereja, seseorang harus

mempelajari cara menghargai satu sama lain dari segala aspek dan melihat hasil

keseluruhan dari lembaga musik gereja kepada setiap individu di gereja lokal, di luar

lembaga, bahkan sampai lintas luar wilayah. Sebelum mempelajari perbedaan

karakteristik dari musik gereja, pertama kita harus mengakui fakta dari musik itu

Universitas Sumatera Utara


sendiri. Oleh karena fungsinya sama di segala cara sama seperti musik-musik yang

lain untuk beberapa poin tertentu, yakni mendapatkan hasil yang sama. Musik adalah

hal yang pasti diantara sains dan seni. Keduanya melibatkan komposisi, pertunjukan,

dan banyak faktor pendegar akan musik. Meskipun faktanya sangat sulit untuk

memutuskan hanya berdasarkan dimana yang satu akan berakhir dan yang lainnya

akan dimulai. Sangat penting untuk mempertimbangkan aspek penambahan untuk

keduanya. 85

2. 4. Musik Dalam Ibadah Menurut Fungsionalisme

Alan P. Merriam dalam teorinya use and function menuliskan pentingnya

membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan

pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu

dan menjadi bagiannya. Ketika saya mengkaitkan tentang penggunaan musik dalam

ibadah, maka akan menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam

lingkungan gereja, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari

pelaksanaan adat istiadat (ibadah), baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun

kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (Merriam, 1964:210 dalam Takari 2008).

Sementara Malinowski memandang fungsi sebagai suatu sumbangan bagi

sesuatu. Ia mengatakan bahwa fungsi diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan

85
John F. Wilson, Op.Cit.,hlm.8.

Universitas Sumatera Utara


(needs). 86 Berdasarkan pemikiran Malinowski tersebut, artinya musik merupakan

sebuah kebutuhan bagi jemaat yang harus dipenuhi oleh gereja dalam setiap ibadah.

Dengan penyajian musik dalam ibadah berarti gereja telah memenuhi kebutuhan

(needs) jemaat.

Sementara Durkheim dalam tulisannya Règles de la Methode sepintas lalu

menjelaskan fungsi sebagai sesuatu kenyataan sosial yang harus dicari dalam

hubungannya dengan tujuan sosialnya. 87 Artinya ibadah kontemporer bertujuan

sebagai wadah jemaat berkomunikasi dengan Sang Khalik fakta sosialnya tidak

terlepas dari musik sebagai media doa yang dipanjatkan. Musik dalam ibadah secara

fungsional berarti bermanfaat bagi sesuatu, dalam sosiologi berkaitan dengan

tindakan manusia, yang selalu merupakan tindakan yang bertujuan tertentu, tanpa

mempersoalkan apakah tujuan itu disadari atau tidak. Sehingga jelas, bahwa musik

dalam ibadah kontemporer dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yakni

berkomunikasi dengan Allah, yang dilakukan secara sadar maupun tidak.

2. 5. Kontekstualisasi Musik Gereja

2. 5. 1. Lahirnya Istilah Kontekstualisasi

Sekarang ini terdapat berbagai jenis denominasi gereja di dunia, termasuk di

Indonesia. Setiap denominasi memiliki tata ibadah dan gaya musik yang berbeda

dalam menyembah Tuhan. Selama perjalanan gereja di dunia telah terjadi banyak

86
J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya,PT. Gramedia,
Jakarta.1987,hlm.51
87
J van Baal,Op.Cit.,hlm.51.

Universitas Sumatera Utara


perubahan di dalamnya. Perubahan tersebut tentu tidak lepas dari konteksnya, seperti

letak geografis, budaya, sosiologi, nilai-nilai religius dimana masyarakat itu berada.

Begitu juga dengan gereja dalam menapaki jaman, gereja dan teologiapun diharapkan

mampu menjawab permasalahan jemaat dalam konteksnya, sehingga perlu adanya

Teologi Kontekstual. Sebuah karya selalu diciptakan dalam konteksnya, tidak hanya

teologi dan dogma, musik juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan jaman,

perkembangan filsafat, perubahan sosial bahkan pengaruh teknologi. 88

Pemahaman dan pendekatan saya terhadap kontekstualisasi dalam musik

gereja setidaknya akan sangat bergantung kepada kemampuan yang saya lakukan

untuk mencari usaha-usaha aktif maupun yang sengaja dilakukan untuk

menyampaikan Injil Yesus melalui musik sebagai berita agamawi yang isinya khusus

dan jelas melalui lintas budaya. Istilah kontekstualisasi telah digunakan secara luas

dalam berbagai disiplin pada dekade-dekade akhir di abad ke-20. Untuk memahami

dan menerapkan musik gereja dalam konsep kontekstualisasi maka sangat diperlukan

pemahaman dasar dari konsep ini.

Kata “kontekstualisasi” pertama sekali muncul dalam terbitan TEF (1972),

yakni Theological Education Fund (Dana Pendidikan Teologi). Munculnya istilah

tersebut sebagai bukti bahwa kontekstualisasi berakar pada ketidakpuasan terhadap

model-model pendidikan teologis yang tradisional. Dalam salah satu kutipan

dokumen TEF menunjukkan pemahaman terhadap kontekstualisasi. Kontekstualisasi

88
Kristian Feri Arwanto dalam www.gkj.or.id

Universitas Sumatera Utara


sebagain konsep sentral disebutkan sebagai kemampuan untuk menaggapi Injil

sesungguhnya kedalam kerangka situasi seseorang.

Kontekstualisasi bukanlah semata-mata mode atau semboyan melainkan

kebutuhan teologis yang dituntut oleh Firman yang telah menjadi daging di dunia.

Implikasinya kontekstualisasi mencakup segala sesuatu yang tersirat dalam istilah

“pempribumian”, tetapi lebih daripada itu. Istilah “pempribumian” cenderung

digunakan dalam pengertian menanamkan Injil ke dalam suatu budaya tradisional.

Sedangkan kontekstualisasi dengan tidak mengabaikan konteks-konteks budaya,

memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan perjuangan manusia demi

keadilan, yang menjadi ciri saat ini dala sejarah bangsa-bangsa Dunia Ketiga. 89

Kontekstualisasi sifatnya dinamis bukan statis. Kontekstualisasi mengakui

sifat terus-menerus berubah dari setiap situasi manusia dan kemungkinan akan

terjadinya perubahan, hingga membuka jalan bagi masa depan. Tetapi

kontekstualisasi tidak menyiratkan isolasi bangsa-bangsa dan budaya-budaya.

Sementara di dalam masing-masing situasi budaya yang berbeda-beda orang harus

bergumul untuk mendapatkan kembali identitas mereka dan menguasai sejarah

mereka sendiri, tetapi masih memiliki saling ketergantungan konteks. 90

Hesselgrave menuliskan defenisi kontekstualisasi sebagai istilah baru atau

neologisme teknis. Kata ini mungkin untuk menandakan kepekaan baru

(diperbaharui) terhadap kebutuhan menyesuaikan pemberitaan terhadap konteks

89
David J. Hesselgrave & Edward Rommen, Kontekstualisasi-Makna, Metode dan
Model,BPK Gunung Mulia,1995.hlm.51
90
David J. Hesselgrave, Ibid.,hlm.53

Universitas Sumatera Utara


budaya. Sementara ahli evangelikal memberi pandangan berbeda terhadap istilah

kontekstualisasi dengan mengatakan:

“Kami memahami istilah tersebut sebagai membuat konsep-konsep atau


cita-cita menjadi relevan dalam suatu situasi tertentu” (Kato
1975:hlm.1217). “[Kontekstualisasi adalah] penerjemahan isi Injil
Kerajaan yang tidak berubahh ke dalam bentuk lisan yang bermakna bai
bangsa-bangsa dalam budaya mereka dan dalam situasi-situasi
eksistensial mereka” (Nicholls 1979:hlm.647.) “Kontekstualisasi yang
diterapkan secara tepat berarti menemukan implikasi-implikasi yang sah
dari Injil dalam suatu situasi tertentu. Ini lebih dalam daripada penerapan
saja. Penerapan dapat dibuat atau tidak dibuat, dan teks tetap sama. Tetapi
implikasi-implikasi dituntuk oleh tafsiran teks yang tepat” (Peters
1977:hlm.169) 91

Kata kontekstualisasi (contextualization) berasal dari kata konteks (context) yang

diangkat dari kata Latin “Contextere” yang artinya menenun atau menghubungkan

bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah

ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan

menjadi satu. Agar lebih memahami istilah ini, maka masih ada beberapa istilah yang

saling berhubungan antara lain: Teks dan Konteks. Mengenai kedua istilah tersebut,

Konteks adalah suatu kesatuan atau kumpulan kalimat di mana didalamnya terdapat

teks. 92

Kontekstualisasi mengakibatkan gereja mengalami perubahan dalam gaya

penginjilan, termasuk melalui musik. Sehingga musik gereja juga memiliki berbagai

jenis genre musik. Tidak merujuk kepada salah satu genre musik tertentu, musik

91
Dalam David J. Hesselgrave, Op.Cit.,hlm.54
92
Yopie Tomatala.,M.Div,M.I.S.,Penginjilan Masa Kini,1988,hlm.63.

Universitas Sumatera Utara


gereja itu seharusnya berupa functional art (seni yang berfungsi) bukannya absolute

art (seni mutlak). Musik gereja adalah musik dengan tujuan memuliakan Tuhan dan

mendatangkan berkat bagi jemaat agar mereka bisa bertumbuh rohaninya.93

Menurut Bapak Obed Sembiring tidak semua musik dapat “diterima” dan

layak dalam ibadah pujian dan penyembahan. Menurut Beliau, musik yang berkenan

dihadapan Tuhan adalah musik yang dilakukan dengan hati “menyembah” saat

dilakukan penyembahan dan musik yang “berdoa” saat dilakukan doa serta musik

yang “memuji” saat dilakukan pujian. 94 Dalam konteks ini beliau tidak berbicara

tentang genre musik, namun lebih kepada muatan musik itu sendiri. Sebagian orang

Kristen menilai musik yang tidak berkenan kepada Tuhan adalah musik setan, tetapi

harus diingat bahwa dalam pandangan teologi, setan tidak menciptakan musik karena

musik berasal dari Allah dan musik diciptakan untuk memuliakan nama-Nya. 95

Genre musik bukan menjadi masalah mendasar dalam musik gereja, tetapi

lebih kepada muatan musik tersebut. Dalam gereja, musik bisa saja berasal dari genre

musik tertentu, seperti pop, gamelan, musik gendang Karo, dan sebagainya,

sepanjang musik itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan berkat

bagi jemaat yang mendengarkannya. Tuhanlah yang memberikan inspirasi bagi

manusia untuk menciptakan musik. Oleh karena itu janganlah kita membatasi musik

93
http://gema.sabda.org
94
Disampaikan dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 09:46
WIB di GBI Medan Plaza
95
Segala sesuatu yang berasal dari Allah memiliki sifat baik. Menurut pandangan Kristiani
Allah adalah Allah dari keberagaman, Ia tidak berdiri di atas keberagaman, sebab itu Allah tidak bisa
diukur sesuai selera pribadi, karena hal itu menjadikannya sombong karena membatasi dan
merendahkan Allah (Saragih, Op.Cit.,hlm.75)

Universitas Sumatera Utara


hanya karena kita punya nilai kebenaran dalam musik yang kita pahami. Sebenarnya

tidak ada musik yang merasa lebih layak dan unggul antara satu genre musik dengan

genre musik yang lain, musik akan indah di mata Tuhan ketika kita mengembalikan

musik itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Kristian Feri menuliskan bahwa kita tidak

berhak menghalang-halangi seseorang yang hendak mengekspresikan imannya

melalui pujian dan kita memandangnya dengan sebuah penghakiman hanya oleh

karena musik itu, yang belum tentu Tuhan merasa hal itu tidak layak.

John F. Wilson mengatakan musik itu sendiri tidak mampu menjadikan

seseorang menjadi Kristen, juga tidak membuat mereka menyembah. Dalam

kenyataannya, bagian pokok keberadaan musik gereja saat ini tidak memiliki

perbedaan gaya dalam pelaksanaannya (aransemen), dalam tatanan fisiknya

(instrumen), dan untuk tujuan-tujuan yang lain. Perbedaan-perbedaannya terletak

pada penggunaanya. 96

Ketika semua musik menyajikan pesan, musik gereja ditampilkan untuk

mengekspresikan tujuan dalam menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan.

Sebuah ibadah dengan “goal” penginjilan itu sendiri akan dipenuhi jemaat ketika

pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah

sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat

ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen. Oleh

karena itu perbedaan kualitas musik rohani dengan musik sekuler adalah sebagai

berikut:
96
John F Wilson, Op.Cit.,hlm.17

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Muatan isi dari musik gereja (rohani)
(Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music)

Melalui diagram di atas jelas, bahwa yang membedakan musik gereja, musik

rohani Kristen, atau lagu rohani dengan musik sekuler atau musik “dunia” adalah

memiliki muatan pesan dari Tuhan. Saya mengkaitkan dengan musik Kristen

kontemporer dalam tradisi Kharismatik agar menjadi jelas, bahwa musik gereja tidak

berbicara tentang genre musik, seperti gospel, himne dan sebagainya selama ia

memiliki ketiga hal pokok di atas dan mendatangkan berkat bagi jemaat yang

menyanyikan dan mendengar maka musik itu menjadikannya berkenan bagi Tuhan.

Namun akhir-akhir ini menurut Pdt. R. Bambang Jonan industri musik rohani

sudah mulai “kacau” dan menjauh dari pesan-pesan Firman Tuhan. Sehingga beliau

mulai “menegur” Jonathan Prawira karena ia sebagai salah seorang pelaku dalam

industri musik rohani yang cukup produktif, Jonathan mengatakan dirinya tidak bisa

menghindar dari keinginan industri musik yang menginginkan musik rohani yang

mengikuti selera pasar dibanding dengan menyampaikan Firman Tuhan, “Jika tidak

Universitas Sumatera Utara


maka kaset saya tidak laku, ujarnya”. Pdt. R. Bambang Jonan melihat ada motivasi

lain dengan menciptakan lagu-lagu—yang “dianggap” rohani tadi—yakni mau cari

duit dan mau jadi orang terkenal. Sehingga Pdt. R. Bambang Jonan mulai mendorong

para penulis lagu untuk menciptakan lagu-lagu yang tidak bertujuan untuk

menyejukkan jiwa, tetapi saya mulai mendorong para penulis lagu untuk menuliskan

Firman Tuhan melalui lagu-lagu mereka. Sehingga lagu tersebut bukan sekedar kata-

kata fakir dari lagu, tetapi merupakan Firman Tuhan yang dinyanyikan. 97

Ada dua perbedaan besar antara mereka yang menginginkan pencapaian

duniawi yang sekuler dan bagi mereka yang mendidikasikan pelayanan sakral dalam

musik, yaitu: motif dan cara mereka melaksanakan. Kedua pelaku tidak memiliki

keraguan untuk memulainya dengan satu tujuan yang diatur dengan jelas kepada

siapa mereka ingin melayani: “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu ingin

beribadah” (Josua 24:15). Keduanya akan diteruskan untuk menggunakan media yang

sama, yakni musik. Keduanya mungkin bahkan memiliki derajat yang sama dalam

perbedaan latihan dan peralatan.

97
Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011 di
GBI Medan Plaza Lantai 7

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Perbedaan tujuan musik sekuler dan musik gereja
(Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music)

Tetapi alasan-alasan yang sulit akan memberikan cara berbeda melalui

penafsiran dan persentasi. Pada kedua hal di atas sebuah ibadah bisa berakhir

menjadi sebuah pertunjukan seni, yang mana aspek dari musiknya tetap berhubungan

dengan Tuhan, tetapi pemenuhan alasan akan berbeda-berbeda karena alasan-alasan

mereka sendiri secara langsung berlawanan. Bagi musisi sekuler akan melakukan

penampilan dengan sepenuh hati kepada manusia, sementara bagi imam musik akan

memberikan pelayanan: “Kesatuan hati kepada Kristus; tidak dengan pelayanan mata

untuk kesenangan para lelaki; tetapi sebagai hamba Kristus, yang melakukan perintah

Tuhan dengan sepenuh hati” (Efesus 6:5,6).

Universitas Sumatera Utara


Saya perlu menggaris bawahi, selaras dengan pemikiran Alan P. Merriam,

pertama jika lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan digunakan untuk mendekatkan

diri kepada Tuhan, maka musik tersebut berfungsi (function) sebagai kesinambungan

memelihara hubungan yang intim dengan Tuhan. Sedangkan jika lagu-lagu yang

bermuatan pesan Tuhan tersebut dilihat dari penggunaannya (use) maka hanya untuk

memenuhi jadwal-jadwal worship leader melakukan kegiatan dalam satu ibadah.

Kedua, John F. Wilson mengatakan lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan

bukanlah lagu yang tercipta dari hasil pemikiran logis seorang komposer. Roh Kudus

yang memampukan serorang komposer untuk menulis mana yang secara spiritual

dapat ditampilkan dengan efektif. Seorang imam musik dan komposer yang terlibat

dalam ibadah menyerahkan hidupnya dan bakatnya dalam jalannya “proyek”

penyajian pesan kerohanian yang mampu dipahami oleh jemaat. Dan seorang

pendengar secara fisik dan mental dipersiapkan untuk merespon terhadap pesan yang

diberikan padanya. Kekuatan Roh Kudus merupakan kekuasaan yang agung dan

sebuah kekuasaan yang besar yang jauh lebih penting dari kemampuan alamai,

pemahaman dan inspirasi.

2. 5. 2. Sejarah Transformasi Musik Dalam Gereja

Setelah Daud melayani di tabut Allah selama 30 tahun, Salomo (anaknya)

juga membangun tabernakel ketiga (Bait Salomo) seperti petunjuk yang diberikan

Daud ayahnya kepada dia. Dalam pandangan teologia apa yang dilakukan Daud dan

Salomo tersebut adalah keajaiban, karena musik pada masa itu dianggap demikian

Universitas Sumatera Utara


indah dengan improvisasi tingkat tinggi (high class improvisation) dan menggunakan

tangga nada microtonic intervals 98 sehingga amat sulit untuk didengar sebagai satu

kesatuan suara yang utuh. 99 Nada-nada yang digunakan pun “anggun” dan menghiasi

syair-syair dalam musik, ditampilkan dengan jumlah pemusik dan penyanyi yang

banyak merupakan suatu keajaiban bisa menghasilkan satu musik yang harmonis.

Pada masa itu kemurtadan dan ketidakpercayaan memuncak, akibatnya alat-

alat musik dan penyanyi tidak digunakan sebagai media penyembahan, hal ini

mendapat larangan dari kaum Farisi. 100 Sehingga pada masa itu di dalam gereja yang

terdengar hanya firman yang dilagukan oleh Pendeta dan lagu-lagu yang

didendangkan oleh worship leader. Akibatnya para penyembah berhala mulai

menggunakan alat-alat musik untuk kepentingan penyembahan mereka. Hal ini

terjadi setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 s.M. Selama ribuan tahun, telah

banyak terjadi kontroversi di tubuh gereja tentang pemakaian alat musik, musik dan

penyanyi di dalam kebaktian penyembahan.

Dari hal ini kita bisa melihat bahwa kesadaran Daud akan pergerakan musik

dalam konteks sudah dikerjakan pada masa itu. Dalam teologia jelas sekali bahwa

Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang sekarang kita gunakan dalam

kehidupan sehari-hari dan dalam musik gereja ketika berkomunikasi dengan Allah.

Kitab Perjanjian Baru memberi petunjuk tentang apa saja yang telah diwahyukan

98
Interval nada mikro yang lebih kecil dari setengah nada
99
Mike & Viv Hibbert, Op.Cit.,hlm.32.
100
Satu golongan dari para rabi dan ahli Taurat yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang
pada Taurat Musa dan pada adat istiadat nenek moyang (Matius 15:2). Seluruh hukum dan peraturan
mereka taati secara mutlak.

Universitas Sumatera Utara


kepada Daud dan meneruskannya. Perubahan ini tidak akan berhenti dan akan terus

terjadi sepanjang perjalanan gereja itu sendiri. Akar dari perubahan ini tentunya

sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh Ambrosius dan Gregorius Agung

yang telah mempengaruhi perkembangan musik Barat dan khususnya musik gereja

pada jaman-jaman selanjutnya. 101

Gereja terus mengalami transformasi dalam berbagai aspek, dalam musik

gereja tidak memperkenankan berbagai instrumen digunakan dalam ibadah karena

dianggap berasal dari “dunia” (sekuler). Ini terjadi disebabkan dimasa kekaisaran

Nero yang kerap melakukan pembantaian terhadap jemaat sambil diiringi organ. Juga

penganiayaan terhadap jemaat yang dilakukan dimasa kekuasaan Romawi dengan

cara memasukkan ke kandang singa sambil diiringi organ, tarian dursila. Dan

pertujukan teaterpun dilakukan dengan iringan organ. Sehingga pasca penghancuran

Bait Allah, jemaat kehilangan penghargaan terhadap pemanfaatan alat musik popular

pada jamannya (organ).

Proses masuknya alat musik ke dalam gereja tidaklah mudah, banyak

perselisihan dan perpecahan antara orang-orang yang berseberangan. Gereja selama

ratusan bahkan ribuan tahun telah menggunakan musik berupa mazmur dan himne.

Hingga akhirnya reformasi yang dilakukan Marthin Luther ±500 tahun yang lalu

mendorong gereja untuk menggunakan berbagai jenis musik untuk menyembah

Tuhan. Luther berkata “Kita tidak boleh membiarkan iblis sendiri yang menggunakan

101
Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musicians-Volume VII,hlm.696

Universitas Sumatera Utara


nada-nada terbaik”. 102 Selain teologi, Luther juga menekankan pentingnya musik, ia

kemudian memasukkan musik dan nyanyian pujian sebagai bagian penyembahan

yang terpenting dalam gereja. John Knox memulai suatu usaha untuk menggunakan

organ sebagai alat musik di gereja pada masa itu, sebelumnya organ dikenal sebagai

siulan iblis.

Saya kemudian menelaah dimasa sekarang ini, apa yang terjadi ribuan tahun

yang lalu juga sebenarnya masih terjadi di dalam gereja di Indonesia khususnya.

Masih banyak perselisihan pada awal terbentuknya gereja di Indonesia yang melarang

musik tradisional digunakan dalam ibadah di gereja. Bandingkan pula ketika terjadi

perselisihan paham perihal masuknya alat band dalam gereja yang dianggap tabu,

tidak mencerminkan identitas, euphoria belaka, sensual, dan sebagainya. Dari tidak

boleh hingga diperkenankannya instrumen masuk dalam gereja, ini membuktikan

bahwa jemaat pada masanya menyadari bahwa bukan musiknya yang tidak indah,

tetapi ketika manusia itu tidak memanfaatkan musik dengan baik, maka ia sedang

merusak musik yang seharusnya untuk memuliakan Allah. 103

Apa yang terjadi dalam tubuh gereja dalam penggunaan musik dan instrumen

dalam ibadah selalu menunjukkan sesuatu yang baru terhadap sejarah musik gereja

itu sendiri. Ketika sebuah gereja mengizinkan satu alat musik masuk ke dalamnya,

tentu akan merubah gaya musik dalam ibadahnya. Perubahan itu tentu akan sangat

mempengaruhi terhadap pola pikir jemaat di dalamnya ketika memaknai Tuhan yang

102
Djohan E. Handojo, The Fire of Praise and Worship, Andi Offset Yogyakarta,2007. hlm. 5
103
Kristian Feri Arwanto, Op.Cit.,dalam http://gkj.org

Universitas Sumatera Utara


mereka sembah (prima theologia) yang akhirnya akan membawa perkembangan ke

dalam teologi yang ada. Proses perubahan itu akan terus berlanjut seiring

perkembangan teknologi industri dibidang musik dan pola pikir manusianya.

Saya menilai dan membandingkan keterbukaan jemaat sejak gereja ada di

dunia dengan keadaan jemaat masa kini setelah 2000 tahun. Transformasi dalam

musik gereja merupakan bukti adanya keterbukaan jemaat pada masanya. Jemaat mau

mengaplikasi budaya lokal dan asing sebagai bagian integral dalam ibadah, begitu

juga terhadap pola musik yang kontekstual dan kontemporer dimasanya. Jika Daud

di masanya menggunakan kecapi, gambus, rebana dan gendang maka dengan

perkembangan teologi dan ajaran membawa perkembangan pola musikal serta cara

untuk mengekspresikan iman melalui nyanyian gereja-gereja masa kini juga

melakukan kontekstualisasi terhadap instrumen yang digunakan dalam ibadah.

Ketika kita akan mengkontekstualisasikan musik dalam ibadah, harus terlebih

dahulu melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya budaya. Perlu

diperhatikan agar musik yang kontekstual tersebut tetap merefleksikan Firman Allah.

Tidak harus mengacu kepada genre musik atau instrumen tertentu, tetapi tetap

mendorong jemaat dalam penyembahan lebih baik. Firman Allah sebagai alat untuk

menuntun orang Kristen dalam menelaah musik yang tepat pada jamannya. (Lihat

Mazmur 43:3; 119:105; 2 Timotius 3:16-17)

Perubahan dalam musik gereja menjadi musik Kristen kontemporer

dikarenakan kondisi masyarakat gereja tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya

setempat. Terutama bagi masyarakat perkotaan yang bersentuhan langsung dengan

Universitas Sumatera Utara


budaya luar. Hal ini terbukti berhasil di gereja tradisional yang merubah gaya

ibadahnya. Sesungguhnya tidak ada yang salah secara spiritual maupun teologis

dalam penggunaan musik kontemporer dalam pujian penyembahan. 104

2. 5. 3. GBI Medan Plaza: “Porsi” Musik Yang Lebih Besar

Memuji Tuhan dalam gereja dilakukan secara beragam, Gereja Katholik

melakukan inkulturasi dan berusaha memasukkan kebudayaan lokal dalam proses

penginjilan di setiap daerah yang berbeda, hal ini dianggap lebih efektif selama hal

tersebut tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Seperti halnya Gereja Katolik

yang menggunakan alat musik Karo dalam ibadah misa, atau Gereja Kristen Jawa

(GKJ) menggunakan perangkat gamelan dalam ibadah mereka. Namun ada juga

gereja yang menolak musik dalam gereja sebagai musik, sehingga mereka

mengatakan “I don’t have music on my service”, walaupun orang yang mendengarnya

tetap menyebut hal itu sebagai musik.

Ada dua hal penting dalam ibadah Kristiani, yakni (1) pujian dan

penyembahan, (2) pelayanan firman. Musik merupakan syarat mutlak dalam pujian,

karena umat Kristen meyakini bahwa Allah bertakhta di atas pujian umat-Nya 105 .

Saya merasa perlu mengingatkan bahwa musik dalam gereja dapat dikategorikan

dalam dua bagian, yaitu musik musik instrumen dan musik vokal. Bagi gereja-gereja

tradisional yang ibadahnya bersifat liturgis, peranan musik instrumental dalam ibadah

104
Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.67
105
Lihat Mazmur 66:17 dan Efesus 5:19

Universitas Sumatera Utara


dapat digantikan oleh nyanyian vokal tanpa harus ada iringan alat musik, artinya

dalam gereja tradisional ibadah masih dapat berlangsung dengan lancar dan hikmat

tanpa iringan alat musik. Berbeda dengan ibadah kontemporer yang menuntut

perhatian peranan instrumen musik dalam ibadah.

Saya menemukan dalam sebuah ibadah pemuda (youth service) di salah satu

cabang GBI Medan Plaza, tidak ada seorang imam musik pun yang datang melayani

musik dengan berbagai alasan yang “sengaja diciptakan”. Setelah waktu ibadah lewat

30 menit dari jadwal semula, dan gereja telah terisi oleh jemaat muda-mudi yang

memadati ruang ibadah, namun ibadah belum juga dimulai karena tidak ada

seorangpun yang bisa melayani—walau hanya dengan alat musik gitar—dalam

bidang musik. Lalu koordinator pemuda106 menghubungi saya agar segera membantu

melayani musik agar ibadah dapat segera dimulai. Saya kemudian berhipotesa

‘sedikit’, bahwa ibadah kontemporer tidak berjalan “mulus” tanpa iringan alat musik?

Wilfred J. Samuel dalam bukunya melontarkan pertanyaan, akankah gereja

Kharismatik bubar, jika tidak ada musik? (instrumen yang mengiringi) Kemudian

saya mengarahkan pertanyaan ini ke dalam konteks GBI Medan Plaza. Tetapi

merupakan fakta yang saya temukan bahwa musik menjadi sebuah “urgensi” bagi

kalangan GBI Medan Plaza. Sebenarnya musik dan gereja merupakan satu kesatuan

yang tidak dipisahkan. Tidak ada gereja Tuhan yang dapat lepas dari peran musik.

Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring, satu yang perlu diperhatikan, bahwa setiap

106
Pelayanan yang bertanggung jawab terhadap kelancaran akan berlangsungnya ibadah
pemuda.

Universitas Sumatera Utara


gereja memiliki “porsi” musik nya masing-masing, setiap gereja memiliki visi dan

misinya masing-masing. GBI Medan Plaza dengan misi yang diberikan Tuhan untuk

memulihkan pondok Daud yang didalamnya ada pujian dan penyembahan, maka

musik mendapat perhatian lebih bagi gereja ini.

Karena gereja-gereja tradisional yang tidak memiliki tujuan memulihkan

pondok Daud dan tidak melakukan pola-pola ibadah seperti yang dilakukan Daud,

sehingga ibadah mereka lebih bersifat liturgis. Gereja Kharismatik dalam setiap

perayaan (celebration) di dalam ibadah, menjadikan musik sebagai sesuatu yang

menjadi perhatian serius. Sudah menjadi sebuah komitmen bagi imam musik yang

melayani dibidang ini dan mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

pelayanan Tuhan.

Dalam ibadah yang sifatnya cenderung “seperti perayaan” atau selebratif

tentu tidak ada arti jika dilakukan tanpa musik. Sebuah perayaan tanpa musik hadir

didalamnya tentu akan kehilangan makna. Suasana selebratif ini saya yakini menjadi

salah satu faktor yang sangat berkontribusi dan dalam menarik kaum muda datang

beribadah, khususnya saat ini terhadap bentuk ibadah kontemporer seperti yang

terdapat di GBI Medan Plaza dengan musik yang hidup (live music). Gereja ini

menggunakan musik yang populer berbeda dengan gereja-gereja tradisional. Banyak

anak-anak muda mengaku menjadi tertarik dan ikut beribadah di GBI Medan Plaza

dengan alasan musik dan khotbah yang ada dalam ibadah tidak membuat mereka

mengantuk di dalam gereja, melainkan justru membuat mereka lebih bersemangat.

Saya sendiri tanpa sengaja mendengar di bangku gereja, salah seorang jemaat yang

Universitas Sumatera Utara


saat itu dipenuhi oleh kaum mahasiswa dan dewasa muda, ia mengatakan “Gaul

sekali gereja ini!”.

Alasan lain mengapa saya mengatakan musik merupakan sebuah kebutuhan

mutlak bagi GBI Medan Plaza. Ketika gereja ini mulai berdiri tahun 1993, gereja ini

tidak memiliki tim musik yang bisa melayani dalam ibadah. Karena begitu

pentingnya musik bagi gereja ini, hingga Bapak Gembala Pdt. R Bambang Jonan

mengunjungi night club untuk mencari pemusik yang akan direkrut untuk melayani di

gereja. Pdt. Bambang berkata “mungkin tidak ada Pendeta yang pernah memiliki

pengalaman seperti saya”. Yang beliau lakukan adalah mendatangi sebuah night club

yang paling terkenal di Kota Medan yaitu night club d’Paris. Ketika di dalam night

club, kemudian Pdt. Bambang duduk sendirian dibangku sofa dan disebelah kiri dan

kanan beliau adalah hostest (PSK: Pekerja Seks Komersil). “Saya kira tidak ada

pendeta yang modelnya seperti ini”107 ungkap Beliau.

Melalui perkenalan dengan pemusik-pemusik yang berasal dari night club

tersebut, setelah melalui pendekatan, pergumulan dan doa, lambat laun mulai

menampakkan hasil yang baik. Mereka mulai bersedia melayani untuk bermain musik

di gereja, walaupun mereka belum bisa meninggalkan kehidupan night club secara

total. Sehingga tidaklah heran, jika malam minggu atau hari lainnya para pemusik

tampil di night club, maka hari minggunya mereka tampil di gereja.108 Pdt. R.

107
Disampaikan dalam mata kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita
Kebenaran, Sumatera Resort pada tanggal 25 Maret 2011.
108
Situasi ini sempat menjadi bahan pergunjingan dijemaat maupun pengerja, mereka
mengganggap bahwa gereja bisa tercemar oleh orang-orang yang demikian jika dibiarkan tetap

Universitas Sumatera Utara


Bambang Jonan mengatakan karena “beban” dan “tugas” yang diberikan Tuhan bagi

gereja ini untuk memulihkan pondok Daud, dimana musik dan puji-pujian menjadi

sangat identik dengan gereja ini. Sehingga orang-orang berpendapat dan mengatakan

kepada beliau, “Gereja ini bisanya cuma memuji Tuhan saja, ibadahnya banyak

diwarnai dengan musik, pujian, dan penyembahan”.

2. 5. 4. Peranan Imam Musik

Dalam setiap kesempatan musik selalu dimainkan sepanjang ibadah di GBI

Medan Plaza, bahkan saat khotbah (Firman Tuhan) disampaikan musik tetap

dimainkan secara lembut. Sehingga tidak heran jika sejak menit pertama ibadah

dimulai hingga kita pulang kita akan terus mendengarkan bunyi musik dalam ibadah

di GBI Medan Plaza. Menurut Wilfred sikap memainkan musik sepanjang ibadah,

doa, dan khotbah merupakan sikap sebagai keranjingan musik yang berlebihan.

Baginya, gereja harus bisa secara hati-hati membedakan antara “musik dalam ibadah”

dengan “kecanduan musik dalam ibadah”. Gejala kecanduan tersebut diantaranya,

keranjingan musik yang berlebihan dalam ibadah, memasukkan musik keras yang

ekstrem, tidak mampu membedakan musik dengan berisik (noise), musik yang

dimainkan hanya semata-mata untuk menggerakkan emosi yang akan berakhir kepada

suatu ecstasy sehingga ibadah menjadi bergantung kepada instrumen musik—

melayani di gereja. Karena tidak mungkin sesudah “melayani” di night club pada sabtu malam, yang
bisa saja mereka mengkonsumsi alkohol, terlibat narkoba, seks bebas, dan sebagainya, lalu minggu
paginya mereka melayani di gereja dengan tangan mereka yang “tercemar”.

Universitas Sumatera Utara


khususnya musik Barat—agar memberi dampak rohani. 109

Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring sebagai koordinator Departemen Musik

GBI Medan Plaza menuturkan, bahwa musik yang dimainkan sepanjang ibadah bukan

sebagai sikap keranjingan terhadap musik. Tugas imam musik itu sesungguhnya

adalah pengangkat “senjata”. Dalam konteks saat ini, imam musik tidak lagi

memimpin peperangan dalam arti harafiah sebagai sebuah medan pertempuran

melawan manusia—dalam teologia disebut berperang dengan darah dan daging—

namun yang menjadi tanggung jawab imam musik secara Alkitabiah adalah

memimpin peperangan rohani melawan penghulu-penghulu di udara dan kuasa-kuasa

gelap (Iblis) 110 .

Menurut Pdt. R. Bambang Jonan imam musik bertugas untuk melawan dan

memerangi kuasa-kuasa gelap, pemerintah dan penghulu-penghulu di udara. Karena

orang yang dikuasai oleh roh dan kuasa kegelapan (iblis) akan dicengkram sehingga

akan menjadi lemah dan miskin (Lihat Galatia 4:9). Dibalik kelemahan dan

kemiskinan ada satu kekuatan dan satu spirit yang tidak terlihat yang menjebak dan

mencengkram. 111 Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan cara melawan penguasa

kegelapan dan penghulu-penghulu di udara (iblis) yang dilakukan oleh gereja ini

beserta imam musik adalah dengan memuliakan Tuhan melalui pujian dan

109
Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.69
110
Iblis: Si jahat yang melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Juga disebut “yang
jahat” (Matius 6:13). Kata asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani berarti: pendakwa (Lihat Ayub 1). ia
adalah “pembunuh manusia sejak semula…di dalam dia tidak ada kebenaran dan ia adalah pendusta
dan bapa segala dusta”(Yohanes 8:44). Pada akhir jaman kuasanya akan meningkat (Wahyu 12), tetapi
akhirnya ia akan dikalahkan oleh kuasa Firman Allah (Wahyu 19;11-20:6) juga disebut sebagai setan.
111
Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011
di GBI Medan Plaza Lantai 7

Universitas Sumatera Utara


penyembahan (Lihat Mazmur 8). Beliau mengatakan bahwa Tuhan telah meletakkan

dasar kekuatan kepada setiap kita sejak masih kecil, yaitu Tuhan menyediakan puji-

pujian. Karena ketika pujian dan penyembahan dinaikkan maka kekuatan akan

bekerja dan iblis diberanguskan. 112

Peranan imam musik menurut Pdt. R. Bambang Jonan bukan hanya bertugas

melayani puji-pujian dengan kemampuan bermain instrumen yang baik atau dengan

bernyanyi dengan suara yang baik, maka hal itu sudah dianggap sebagai pelayanan

musik. Beliau menegaskan bahwa pujian dan penyembahan yang ada di GBI Medan

Plaza berbeda dengan pujian dan penyembahan yang ada di beberapa gereja lain yang

menggunakannya sebagai pengisi waktu jeda. GBI Medan Plaza menggunakan musik

sebagai sarana (medium), kendaraan (vehicle), alat (tools) yang tugasnya mengantar

pesan dimana goal bagi gereja ini bukan sebagai pelayan musik. Tetapi pelayanan

musik adalah media untuk menyampaikan nubuatan, untuk menyampaikan pesan

Tuhan dan untuk menyampaikan Firman Tuhan (Lihat 1 Tawarikh 25:1).

Bapak Pdp. Obed Sembiring mengatakan, “Pelayanan musik dilakukan

sebagai kerjasama tim, jadi disini tidak ada superhero atau one man show, jadi

apapun yang dilakukan untuk mengangkat pujian dan penyembahan sebisa mungkin

melayani dengan kerjasama tim, jadi oleh karena kerjasama tim inilah kita melayani

agar Tuhan dipermuliakan”. 113

112
Pdt. R. Bambang Jonan, Ibid.,dalam pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011
113
Banyak imam musik yang lebih memberikan perhatian dan waktunya untuk mencari
popularitas, uang , dan “pelayanan” hiburan untuk memanjakan oranag Kristen yang kaya. Pelayanan
musik bukan suatu permainan. Imam musik memiliki tanggung jawab dan panggilan Kudus untuk

Universitas Sumatera Utara


Begitu juga ketika Pdt. R. Bambang Jonan menyampaikan firman, imam

musik sebagai orang yang mendukung ketika firman itu disampaikan. Jadi musik itu

sebagai pendukung dalam penyembahan, artinya selalu ada atmosfir menyembah. Hal

ini lazim dilakukan agar ketika firman itu disampaikan suasana penyembahan itu

tetap ada. Bapak Obed mengatakan bahwa Firman Tuhan yang disampaikan dalam

suasana penyembahan melalui musik akan sampai dan bertumbuh dengan baik dalam

hati jemaat, bukan dalam pikirannya. 114

Musik diyakini memiliki kemampuan untuk mendatangkan pengurapan

(anointing) 115 dan kuasa Allah. Ketika Daud melayani Raja Saul dengan musik, telah

membawa kelepasan yang besar dari suatu tekanan (1 Samuel 16:23), sedangkan

dalam kitab Kisah Para Rasul 16:25 tertulis kuasa Allah dinyatakan ketika Paulus dan

Silas menyanyi untuk memuji Tuhan. Dengan demikian musik yang dimainkan

sepanjang khotbah di GBI Medan Plaza, khususnya ketika Pdt. R. Bambang Jonan

menyampaikan firman bukan sebagai bentuk gejala kecanduan atau keranjingan

terhadap musik. Karena bunyi-bunyi musik yang dimainkan akan memberi suatu

suasana atmosfir keintiman (intimacy), akan memperjelas Firman Tuhan, dan

digunakan sebagai suatu bahasa untuk menjelaskan secara terperinci perkataan

dipenuhi, dan sekaranglah waktunya bagi imam musik untuk memasuki pelayanan yang Tuhan telah
tentukan. (Mike &Hibbert, Op.Cit.,hlm.20)
114
Disampaikan dalam wawancara dengan Pdp. Obed Sembiring pada tanggal 15 Maret 2011,
pukul 09:46 WIB di GBI Medan Plaza
115
Dalam Perjanjian Lama pengurapan bisa menyangkut orang, tapi juga benda. Tujuan
pengurapan atas benda-benda adalah penyucian (benda itu disucikan karena digunakan untuk tujuan
suci dan atas ketetapan Tuhan). sebab itu pengurapan harus dilakukan dengan minyak khusus
(Keluaran 30:22-25) dan oleh orang yang khusus, yang ditunjuk Tuhan. pengurapan atas orang berlaku
bagi pengurapan Raja (1 Samuel 16:12-13, 2 Samuel 2:4), kemudian pengurapan atas Imam Besar
(Keluaran 28:41), dan pengurapan atas Nabi (1 Raja-Raja 19:16).

Universitas Sumatera Utara


nubuatan. 116 (Lihat 1Tawarikh 25:1-3, Mazmur 49:5;150)

Tetapi penting untuk diperhatikan bahwa musik yang dimainkan dalam ibadah

menekankan dinamik dalam salah satu aspek musik. Keras lembutnya musik yang

dimainkan sangat mutlak berpengaruh kepada atmosfir yang dibangun dalam ibadah.

Sebagai pemimpin dalam tim musik di GBI Medan Plaza, saya melihat Bpk Obed

menerapkan dinamik yang sangat baik dalam setiap ibadah dilakukan. Sering musik

tetap dimainkan dengan lembut diawal dan diakhir lagu, sehingga worship leader

tidak merasa ditinggalkan, dan Bapak Obed Sembiring tetap memainkan piano

dengan lembut hingga ada perintah berhenti—Tetapi biasanya selama Pdt. R.

Bambang Jonan berkhotbah Bapak Obed tetap memainkan piano dengan dinamik

yang lembut, dan sesekali menaikkan volume hanya jika khotbahnya juga bersorak-

sorai 117 —dengan demikian, Allah dapat bekerja dalam gelombang yang lain dalam

penyembahan.

Musik merupakan bahasa yang universal, musik mampu memperluas pikiran

jemaat yang terbatas, pikiran yang secara terus menerus berusaha mengurangi bahkan

mendiskreditkan Firman Tuhan yang tidak dapat dimengerti. Allah bisa menggunakan

berbagai jenis alat musik yang berfungsi sebagai media untuk menyampaikan firman-

Nya kepada umat-Nya yang tidak mendengar melalui sarana-sarana lain karena masih

adanya prasangka dan kepahitan dalam diri mereka. Karena musik bukan hanya

116
Mike & Hibbert, Op.Cit.,hlm.71.
117
Bersorak-sorai merupakan teriakan-teriakan yang mengajak jemaat bersuka cita seperti
“Halleluya!”, “Yeaaa…!”, “Woohooo….!” dan sebagainya, teriakan tersebut direspon oleh permainan
musik secara tutti (bersama) dengan menirukan ritmis teriakan tersebut. (Lihat bab III)

Universitas Sumatera Utara


berpengaruh kepada alam fisik dan emosi manusia saja, namun sebagai cara untuk

mengungkapkan serta menyentuh roh manusia.

Menurut beberapa worship leader, musik dan lagu yang “dinyanyikan” 118

dengan Roh yang hidup 119 tidak akan membuat jemaat jenuh, bosan dengan lagu yang

diulang-ulang hingga beberapa kali dalam ibadah. Lagu penyembahan dalam ibadah

kontemporer biasanya hanya menggunakan bentuk binary A dan B, yang jika

dinyanyikan hanya membutuhkan durasi ± 2 menit karena tidak menggunakan

interlude:

Engkau gembala yang baik, Kau menuntun hidupku;


Kau bawaku ke air tenang, menyegarkan jiwaku.
Sekalipun kuberjalan dalam lembah kekelaman;
Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku.
(Robert & Lea)
Pengulangan merupakan sesuatu yang esensial dalam setiap lagu sehingga lebih

membantu mengingat liriknya. Juga sangat memungkinkan dilakukan, sebuah lagu

tetap dinyanyikan, namun dengan mengubah satu kata dalam setiap stanza. 120

Contoh, dalam kalimat ”Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku”

kata Engkau dapat diganti dengan Yesus atau Allah.

Dalam sebuah ibadah kontemporer lagu tersebut bisa dinyanyikan ±8-10 kali

118
Dinyanyikan bukan dalam arti harafiah bernyanyi, melainkan lebih mengarah kepada
konteks teologia yaitu nyanyian yang berdoa. “Sesungguhnya tugas worship leader bukan
menyanyi—dalam arti harafiah—melainkan memimpin jemaat agar masuk dalam hadirat Tuhan”.
(Pdt. R.Bambang Jonan, disampaikan dalam pertemuan Apostolik dan Profetik pada tanggal 29 Juni
2011 di GBI Medan Plaza)
119
Artinya nyanyian tersebut dipimpin oleh Roh Kudus yang menuntun setiap orang yang
menyembah-Nya dengan sungguh-sungguh.
120
Gilbert Chase, America’s Music From the Pilgrims to the Present,1992.,hlm.201

Universitas Sumatera Utara


pengulangang dengan durasi 10-15 menit tanpa membuat jemaat berhenti bernyanyi

dan bosan, karena lagu tersebut dinyanyikan dipimpin dalam Roh. Namun jika

dipimpin oleh jalan pikiran atau logika menurut Pdt. R. Bambang Jonan, jemaat akan

merasa bosan dan kemungkinan terburuk jemaat berhenti bernyanyi dan seolah-olah

ia sedang menyaksikan konser musik.

Hal ini menurut Beliau karena roh dan jiwanya tidak dilayani dengan benar.

Musik yang dimainkan merupakan sebuah doa yang dilakukan atas tuntunan Roh

Kudus sehingga musik yang dipanjatkan untuk melayani roh dan jiwa jemaat

sekaligus. Seperti dalam kutipan berikut ini:

Jika seorang Anda melayani berdasarkan dengan pikiran, maka firman


yang Anda sampaikan akan masuk ke dalam pikiran jemaat yang Anda
layani. Tetapi, jika kita melayani berdasarkan roh yang hidup didalam
diri Anda, maka Anda akan melayani roh atau jiwa setiap orang yang
mendengar Anda.(Mike & Hibbert,1988:71)
Imam musik boleh memiliki talenta yang baik bidang musik, namun bukan karena

kemampuannya Tuhan berkenan, melainkan karena ia berjalan setiap hari dalam

kehidupan kerajaan Allah dan pengenalan yang dalam akan Firman Allah. Sebagai

imam musik, penyanyi maupun worship leader harus mencari Allah tidak hanya pada

hari minggu saja, melainkan sepanjang minggu, setelah itu baru mereka layak datang

untuk melayani Tuhan dan mengalir di dalam aliran Roh Kudus yang sama. Jadi apa

yang di lakukan sepanjang kebaktian sangat ditentukan dengan perilaku imam musik,

worship leader sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai seorang imam musik yang baik, diperlukan keahlian yang baik untuk

membuat alat musiknya dapat “berbicara”. Oleh karena itu dituntut tanggung jawab

yang sangat besar kepada imam musik. Tidaklah heran bila setiap imam musik harus

menjadi penyembah Allah dan berjalan dalam cara hidup dengan prinsip yang disebut

empat ‘S’, yaitu sanctification (kekudusan), submission (penaklukan diri), sensitivity

(kepekaan) dan skill (keahlian).

2. 6. Musik Dalam Ibadah Kontemporer Terhadap Kajian Perilaku

Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan, bahwa melalui musik dan puji-pujian

seseorang bisa berubah hidupnya dari yang tidak baik menjadi baik. Pada suatu hari

seorang pemuda yang saat itu sebagai juara dalam kompetisi drum se-kota Medan dan

merupakan seorang musisi yang sangat bagus juga berbakat, ia lalu menghampiri Pdt.

R. Bambang Jonan dalam satu ibadah—saat itu di Hotel Tiara—dan anak muda itu

berkata “Saya mendengar ada Pendeta yang senang musik, saya mau lihat apa

hebatnya musik gereja, apa hebatnya pujian penyembahan, apa yang dimaksud

dengan pondok Daud-pondok Daud itu?”.

Kemudian anak muda itu duduk dibarisan tengah dalam ibadah tersebut dan

mulai menyilangkan tangannya dan menaikkan dagunya keatas, menunjukkan sikap

yang sedikit ‘angkuh’. Lalu yang dilakukan Pdt. Bambang adalah mulai menaikkan

pujian dalam ibadah dan menyanyikan sebuah lagu dengan lirik: “ubah hatiku

menjadi baru, ubah hatiku s’perti diri-Mu, Engkau pecunan….bentuklah aku, ini

doaku”. Sepanjang lagu tersebut dinyanyikan berulang-ulang yang terjadi adalah,

Universitas Sumatera Utara


Pdt. Bambang mulai melihat anak muda itu tidak melihat ke atas lagi, ia mulai

menunduk, mulai menurunkan silangan tangannya, kepalanya semakin menunduk,

lalu bahunya naik turun karena terisak-isak oleh tangisnya. Menurut Pdt. R.

Bambang Jonan bukan hanya air mata yang tercurah, tetapi “air” hidung juga. Secara

ajaib, kemudian anak itu mulai bertobat dan menerima Yesus. Hal ini membuktikan,

“ketika korban puji-pujian dinaikkan, maka banyak orang akan bertobat”, kata Beliau.

Sementara itu kajian dari sisi prinsip-prinsip Psikologi, Clarke (2003) 121

dalam kajiannya tentang musik dan perilaku menjelaskan berbagai fenomena yang

terjadi dalam musik. telah lama ditelaah bahwa musik dan perilaku memiliki

pengaruh timbal balik (mutual influence) terhadap si pendengar dan pelaku. De Nora

menegaskan bahwa musik dapat menjadi dan merupakan “cermin” bagi diri

sendiri. 122 Artinya musik yang dinyanyikan dalam ibadah melalui teks-teks memberi

pengaruh yang kuat dan diyakini memiliki dampak khusus terhadap perilaku jemaat,

karena jenis musik tertentu dianggap dapat membawa respons yang berbeda dari

perilaku manusia.

Pada sub-bab 2. 6. 2 saya akan melihat lebih dalam, bagaimana musik dalam

pujian dan penyembahan dapat memberikan efek kepada jemaat hingga

mempengaruhi fisik dan roh hingga mencapai sebuah manifest atau Spirit possession.

121
Djohan,Psikologi Musik,Best Publisher, Yogyakarta,2009, hlm.50.
122
T. De Nora, Aesthetic Agency and Musical Practice: New Directions on the Sociology of
Music Emotion. 2001 dalam Djohan,Ibid.

Universitas Sumatera Utara


2. 6. 1. Sejarah Awal GBI Medan Plaza Menekankan Pujian Penyembahan

Pada tahun 1980-an Pdt. R. Bambang Jonan pernah melayani bersama Bapak

Pdt. Timotius Arifin di Surabaya dan mengikuti ibadah-ibadahnya, dimana beliau

membuka sebuah ibadah yang diberi nama Surabaya Pray Centre, lalu kemudian dari

sini lahirlah pray centre yang lain seperti Jakarta Pray Centre, Medan Pray Centre

dan lain-lain. Kemudian Pdt. R. Bambang Jonan juga pernah melayani bersama

Bapak Johan Handojo yang diberi nama Diciple dan beribadah di Jalan Pintu Air

Jakarta dimana Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro melayani di sana.

Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro saat itu baru saja kembali dari Fresno,

San Fransisco, Amerika dan ia membawa pembaharuan dalam musik gereja. Dimana

mereka kemudian membawa masuk pembaharuan itu ke Indonesia dan memulai

sebuah ibadah yang menekankan kepada Praise Lord (Pujilah Tuhan). Sehingga pola

ibadah yang diambil dari Mazmur Daud pasal 100 itulah yang dikembangkan oleh

Jimmy dan Timotius Oentoro.

Tetapi kepada GBI Medan Plaza (dibawah Gembala Pdt. DR. Ir.Niko

Njotorahardjo) Tuhan berkata, pujian saja tidak cukup. Pujian (praise) harus

“dikawinkan” dengan penyembahan (worship). Sehingga kemudian pada tahun 1985

oleh Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo dilakukan perubahan nama Surabaya Pray

Centre menjadi Surabaya Praise and Worship Centre. Mulai saat itulah kemudian

gereja ini mulai diberi beban oleh Tuhan untuk merestorasi pondok Daud yaitu

ibadah yang menekankan pujian dan penyembahan.

Universitas Sumatera Utara


Dengan berbekal pujian dan penyembahan ini Pdt. R. Bambang Jonan datang

ke Kota Medan dan mulai menggembalakan beberapa jemaat dengan selalu

berpedoman kepada Kitab Yesaya 54:2-3. Sejak saat itu segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaan gereja selalu mengacu kepada pujian dan

penyembahan.

Lalu pada tahun 1995 Tuhan memberi tuntunan baru, bahwa pujian dan

penyembahan saja tidak cukup, lalu “dikawinkan” kembali pujian, penyembahan dan

doa. Kemudian pada tahun 1999 melalui pertemuan doa di Yerussalem, maka

diputuskan doa, pujian dan penyembahan tidak cukup jika tidak ditambah dengan

keintiman (intimacy). Lalu pada tahun 2010 bahwa doa, pujian dan penyembahan

yang dilakukan dengan keintiman tidak cukup, seperti yang dilakukan Salomo dalam

Kitab 2 Tawarikh 7 yaitu doa, pujian dan penyembahan harus “dikawinkan” dengan

persembahan (kekayaan). Maka dengan melakukan semuanya itu maka kemuliaan

Tuhan akan turun bagi gereja ini. 123

2. 6. 2. Manifest (Spirit Possession, Trance) Melalui Pujian Penyembahan

Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan pada dekade 1990-an, ketika Medan

Plaza mulai digunakan sebagai tempat ibadah, khususnya diawal-awal berdiri.

Dengan hal-hal yang ajaib para hamba Tuhan melihat banyak contoh yang terjadi,

123
Disampaikan oleh Pdt. R. Bambang Jonan pada doa pengerja pada tanggal 7 Juli 2011 di
GBI Medan Plaza lantai 6.

Universitas Sumatera Utara


banyak orang mengalami ecstasy 124 dan dipenuhi Roh Kudus. Sehingga tidak heran

hampir setiap minggu ada orang yang tiba-tiba roboh dan tiap minggu petugas

kebersihan selalu mendapat tugas membersihkan muntah yang diakibatkan seseorang

yang merasakan manifest. Pdt. Bambang mengatakan, saat itu ketika saya berkhotbah

dan penyembahan mulai dinaikkan, ada orang yang kemudian berjalan dengan

perutnya menyerupai ular, begitu mulai didoakan dan pujian terus dinaikkan

kemudian tiba-tiba dilepaskan dari kuasa jahat.

Pdt. R. Bambang Jonan meceritakan satu pengalaman lain dalam ibadah

diawal berdirinya GBI Medan Plaza, suatu kali ada seorang pemuda tiba-tiba

kesurupan, dan kemudian dilepaskan oleh Tuhan. Melihat kejadian tersebut, salah

seorang temannya takut dan berlari ke depan menuju arah altar, begitu sampai ke

depan tiba-tiba temannya itu langsung terhempas, kemudian manifest dan kesurupan.

Lalu mulai didoakan dan kemudian ia dilepaskan oleh Tuhan.

Kisah yang begitu populer adalah tentang Daud saat ia memainkan kecapi

untuk menenangkan Saul yang sedang kesurupan, dan sering dianggap sebagai cerita

yang paling dikenal tentang pengusiran setan dengan cara musikal. Curt Sach

(1940,105) menginterpretasikan hal diatas dengan istilah exorcism. Begitu juga

dengan E. Dhorme (1956,868) yang mengatakan Daud dan musiknya merupakan

“obat” untuk kesurupan (possession) yang dialami Saul. Begitu juga dengan
124
Dalam literatur Perancis disebut dengan extase yakni sebagai keadaan mental dengan
karakteristik merenung hingga dibawah sadar diikuti hilangnya sensitivitas dan “motricity”. Hingga
orang tersebut disebut transe, kalangan yang lain menyebutnya sebagai extase (Gilbert Rouget,Music
and Trance: a theory of relations between music and possession,The University of Chicago
Press,Chicago,1985)

Universitas Sumatera Utara


Combarieu (1909,86) yang mengatakan Saul sebagai orang yang kesurupan, melalui

musik yang dimainkan Daud kemudian memberikan dampak baik kepadanya. 125

Gilbert Rouget berpendapat, bahwa musik memiliki hubungan sebab akibat

terhadap beberapa jenis trans. Keadaan trans menurutnya dapat dicapai karena adanya

pukulan drum yang keras, tempo yang semakin cepat, dan kalimat melodi yang

diulang-ulang. Seorang ahli syaraf (neurophysiologist) asal Amerika, Andrew Neher

membuktikan secara terbalik, “mystery” dari efek drum dalam trans yang semata-

mata berperan menghasilkan gerak neurophysiological dari bunyi yang dihasilkan

oleh instrumen. Sebelumnya Melville J. Herkovits menjelaskan dalam tulisan

lanjutan, bahwa efek musisi mengalami trans sebagai hasil dari refleksi situasi saat

itu. Kemudian saya melihat teori yang di ungkapkan Rouget kedalam musik yang

digunakan di GBI Medan Plaza. Sebuah lagu penyembahan akan dimulai dengan

piano, drum, bas, dengan dinamik yang lembut, kemudian lagu tersebut akan diulang-

ulang ±8-10 kali dengan kalimat melodi yang sama namun dengan dinamik yang

berangsur-angsur keras dan cepat. Hingga akan mencapai klimaks kepada sebuah

suasana sorak-sorai dimana pukulan drum dan bunyi cymbal trilling akan menjadi

sangat dominan.

Perubahan pukulan drum dalam penyembahan dari yang sederhana hingga

puncak dari penyembahan juga diikuti oleh perubahan dinamik oleh imam musik

yang lain. Tahap pertama, pada awal lagu di bagian verse drum dimainkan dengan

125
Gilber Rouget, Op.Cit.hlm.154

Universitas Sumatera Utara


pukulan rim-shot pada snare drum, dan kick-drum dimaikan dengan ritem 8 beat,

sedangkan hi-hat dipukul dengan pukulan 1/16, seperti di bawah ini:

Ritem drum 8 beat

Tahap kedua, ketika lagu di bagian chorus, snare drum dipukul pada kulit,

dan hi-hat tetap dimainkan pukulan ritem 1/16 dan kick drum tetap memainkan 16

beat, seperti di bawah ini:

Ritem drum dengan kick drum kombinasi 8 beat dan 16 beat

Tahap ketiga disebut juga dengan mars, dimainkan pada bagian chorus lagu

serta dilakukan pengulangan dengan pukulan drum dan iringan musik yang semakin

keras. Drum dimainkan dengan kick drum 1/4, tangan kiri memainkan cymbal dengan

trilling yang panjang dan tangan kiri dan kick drum memainkan kombinasi snare

drum pada ketukan dua dan empat, seperti contoh di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


Ritem drum dengan ketukan kick drum ¼

Bagian keempat merupakan puncak dari penyembahan, dimana kick drum

dimainkan dengan nilai 1/8 dan snare drum dipukul pada ketukan kedua dan

keempat, seperti contoh di bawah ini:

Ritem drum dengan ketukan kick drum 1/8

Hingga akhirnya seluruh imam musik memainkan kadens dan bersorak-sorai,

kemudian leader musik pada piano akan memimpin imam musik yang lain menuju

kepada pola flowing (lihat bab 3).

Menurut Rouget, musik tidak dapat dipisahkan dari pola kebersamaan dan

tingkah laku. Dalam sebuah ibadah, jemaat secara komunal akan secara ekspresif

melakukan penyembahan, melalui doa, bermazmur, berbahasa Roh secara komunal,

mengundang agar dirinya dipenuhi Roh Kudus. Saya melihat ketika seseorang duduk

dalam sebuah ibadah, maka orang didekatnya yang juga telah berbahasa Roh secara

transformatif dapat mempengaruhi jemaat yang lain hingga mencapai trans oleh Roh

Kudus. Hal ini dapat terlihat dari lidah yang bergetar-getar mengeluarkan suara

(bahasa Roh), tangan yang bergetar-getar, bahkan mencapai suatu keadaan manifest.

Universitas Sumatera Utara


Roh Kudus itu digambarkan sebagai burung merpati, lidah api dan tiupan

angin. Menurut kesaksian jemaat (Ibu Intan Simamora) yang mengalami manifest

akibat lawatan Roh Kudus yang ia undang hadir dalam dirinya agar dirinya

“dipenuhi” oleh Roh Kudus, beliau merasakan seperti ada aliran listrik yang mengalir

dari kepala keseluruh tubuh mereka. Saat hal itu terjadi ia tidak dapat berdiri,

sehingga ia terjatuh dan rebah di lantai (seorang pengerja wanita akan menahan agar

tidak jatuh dengan keras di lantai) dan merasakan lidahnya bergetar, bergerak tidak

dapat dikendalikan, mengucapkan bunyi-bunyi ritmis. Ibu Simamora juga sadar

ketika ia diangkat oleh beberapa pengerja dan dibawa keladam ruang doa, lalu

didoakan oleh beberapa pengerja diruangan itu. Ibu Simamora juga merasakan

kepalanya bergerak-gerak di lantai ke arah kiri dan kanan dengan mata tertutup.

Beliau mengaku sadar apa yang terjadi, tetapi ia tidak dapat mengendalikan lidahnya

agar berhenti bergetar dan kepalanya berhenti bergerak. Para pengerja kemudian

berdoa disebelah Ibu Simamora, dan mendengar bisikan oleh para pengerja yang

menginstruksikan agar ia memanggil nama Yesus. Dan Ibu Simamora diperintahkan

untuk diam bergerak oleh pengerja, “anehnya saya turut dengan perintah tersebut,

ujar Beliau”.

Dr. Juanita McElwain menegaskan pentingnya mengetahui apa yang

menyebabkan dan mempengaruhi dari beberapa keadaan supranatural dalam

kehidupan orang-orang, dalam kaitannya dengan hal ini beberapa bentuk komunikasi

dapat terjadi dalam kondisi pemindahan pikiran (thought) dan perasaan (feeling).

Mempertimbangkan kutipan kalimat berikut: “Syaraf otak yang terhubung dengan

Universitas Sumatera Utara


seluruh sistem adalah perantara dimana surga berhubungan dengan manusia dan

mempengaruhi kehidupan batinnya”. 126 Tuhan menciptakan dalam diri manusia

sebuah mekanisme untuk Roh Kudus dapat berkomunikasi secara langsung dengan

setiap kita. Ini merupakan konsep Alkitabiah: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu

adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Korintus 3:16).

T. E. Wade menjelaskan kegiatan meditasi transendental seperti hypnosis,

glossollalia, spiritism memiliki kaitan dengan kesurupan. Wade menyimpulkan: “Ini

merupakan keyakinan saya bahwa otak normal manusia dapat mengalami

pengalaman hubungan fungsional dengan Roh Kudus oleh sebuah mekanisme yang

mengakibatkan penyalahgunaan hingga mencapai keadaan trans hipnotis (hypnotic

trance). Mekanisme ini juga ia yakini dapat melepaskan kuasa roh iblis yang terjadi

dalam kesurupan roh voodoo (dukun); atau ahli hipnotis dapat mengganggu dalam

“berhubungan” ketika seseorang memberikan mantra kepada pelakunya”. 127

Dalam topik ini saya harus menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Rouget

terhadap trans berdasarkan tampilan luarnya. Dalam tulisan ini saya membedakan

kondisi seseorang yang sedang mengalami kepenuhan Roh Kudus yang menurut

Rouget sebagai Spirit possession sebagai manifest. Sedangkan kondisi seseorang

yang mengalami kuasa roh 128 (ditulis dengan huruf kecil) di luar dirinya sebagai

126
Education,209 dalam artikel Dr. Juanita McElwain, Demon Possession and Music.,hal.1
(www.temcat.com)
127
T. E. Wade, Spirit Possession, Gazelle Publications, Auburn, CA,1991.hlm.47.
128
Dalam teologi Kristen penulisan roh dan Roh memiliki arti yang berbeda. roh berarti roh-
roh jahat yang dapat menguasai, memasuki dan mempengaruhi seorang sehingga ia melakukan dosa
atau jatuh sakit. Yesus dan murid-murid-Nya mempunyai kuasa untuk mengusir roh-roh jahat dari

Universitas Sumatera Utara


trans, karena saya melihat kedua kondisi tersebut berbeda tampilan luarnya. Hal ini

saya lakukan berdasarkan pemahaman Rouget bahwa hubungan musik dan trans

tergantung kepada cara pemahaman kultural konteks masing-masing.

Pertama, seseorang yang telah mengalami trans dalam pandangan teologia

juga dibedakan dari tingkah laku orang yang mengalaminya. Pdt R. Bambang Jonan

mengatakan orang yang mengalami trans dalam sebuah ibadah di gereja, ia akan

melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kewajaran, seperti melakukan

gerakan-gerakan hewan seperti, harimau, ular, dan lain-lain, artinya orang tersebut

tidak sedang dalam kuasa Roh Kudus, melainkan kuasa kegelapan (iblis) yang tidak

tahan dengan kuasa darah Yesus melalui Roh Kudus 129 sehingga roh tersebut ingin

melepaskan diri dari tubuh orang tersebut. Kedua, seseorang yang mengalami

manifest atau Spirit possesion dalam sebuah ibadah akan menunjukkan tanda-tanda

keteraturan, dan tindakan-tindakannya ditandai seperti lidah yang bergetar atau

bergerak-gerak dengan cepat (glossolalia) mengeluarkan kata-kata atau ucapan yang

terdengar ritmis (bahasa Roh atau bahasa lidah), tangan bergetar-getar, tubuh yang

rubuh ke lantai, sesekali mengucapkan nama Yesus, Halleluya dan sebagainya, yang

menandakan orang tersebut sedang dikuasai oleh Roh Kudus. Karena salah satu ciri-

ciri seseorang dikuasai Roh Kudus adalah mengalami Spirit possession dengan wujud

tampilan luar yang “tertib” dan berbahasa Roh.

orang yang kerasukan itu. Dalam kamus Alkitab roh setara dengan setan. Sementara Roh itu Roh
Allah, Roh Yesus.
129
Dalam teologia Kristen, Darah Yesus di kayu salib merupakan bukti kemenagan Yesus
mengalahkan iblis dan menebus dosa-dosa manusia.

Universitas Sumatera Utara


Sementara itu menurut Judith Becker, trans telah ada dan dipraktekkan dalam

semua jenis kebudayaan. Ia kemudian membedakan trans kedalam beberapa kategori.

Ada trans yang terjadi karena seorang pemain musik yang merasa dirinya menyatu

dengan musik yang ia mainkan; trans yang lebih ringan terjadi oleh pendengar yang

memberikan perhatian besar dan fokus terhadap musik; possession trance yakni,

dimana sesuatu diluar dirinya (roh) hadir dan mengambil alih tubuh seorang yang

lain melalui yang ia sembah atau melalui kekuatan roh. 130

Bagi Becker, trans hampir menyerupai bahasa alami dengan berbagai kategori

yang dimiliki. Ketika trans terjadi dapat dikenali dari tingkah lakunya. Orang Bali

mengalami trans yang berbeda dengan orang Dagomba di Ghana, atau dengan trans

yang dilakukan aliran Pentakostal di Amerika. Ekspektasi budaya memiliki peranan

dalam memainkan bagaimana trans itu dilakukan.

Sementara itu dalam musik sekuler, musik trans (trance music) hampir selalu

disalurkan dengan menggunakan sound system dengan amplifikasi suara stereo.

Secara elektronis memungkinkan dihasilkan suara akustik yang lebih baik. Sejumlah

alat seperti sound generator digunakan untuk menghasilkan musik baik dengan cara

penyajian melalui hasil rekaman maupun di tampilkan secara live, menggunakan

synthesizer maupun alat musik akustik. Musik yang disajikan tersebut kemudian

diatur melalui mixer stereo yang mengatur suara menjadi dua channel—kiri dan

130
Judith Becker, Sounding the Mind, Music and Trance, Leonardo Music Journal,
Vol.4.(1994), hlm.41-45

Universitas Sumatera Utara


kanan. 131 Walaupun penikmat musik trans tidak selalu mendengar musik dengan

jarak dan posisi yang seimbang—antara kiri dan kanan—dari kedua loudspeaker

maupun ketika menggunakan headphone. Musik masih dapat membuat si penikmat

musik secara stereo menjadi mengalami ilusi dan melakukan gerakan-gerakan

melalui bunyi virtual dalam musik.

Dalam ibadah di GBI Medan Plaza digunakan perangkat sound system

yang juga menggunakan amplifikasi suara stereo. Terdapat 40 buah loudspeaker

Electro Voice (EV) yang tergantung sebanyak 24 buah termasuk 4 buah subwoofer

dan 12 loudspeaker yang berada di altar gereja. Beserta Allen & Heath mixer stereo

32 channel yang siap mengatur keseimbangan suara kiri dan kanan. Sehingga setiap

orang yang hadir dalam ibadah akan dengan mudah memperoleh dan menerima bunyi

yang dialirkan secara stereo dan ditangkap oleh telinga jemaat. 132

Judith Becker menuliskan ini sebagai sebuah peristiwa dalam teori pikiran

(mind theory) yang disebut sebagai connectionism atau emergent behavior yang

mengulas tentang berbagai jenis metafor yang menjadi pegangan dalam melihat

kompleksitas hubungan musik dan trans. Teori ini juga Becker harapkan dapat lebih

diterima dan disetujui dalam membahas hubungan antara musik dan trans daripada

teori cognitive science dan teori “mind as a computer” terdahulu.

Menurut teori connectionism memori adalah kunci dari fungsi pikiran.


131
Udi Pladott, Meaning, Motion and Gesture in Psychedelic Trance Music, Final Essay The
Yolanda and David Katz Faculty of the Arts Departement of Musicology,Tel Aviv University,2002.
132
GBI Medan Plaza mengucurkan dana hingga milyaran rupiah hanya untuk perangkat sound
system agar memperoleh bunyi musik yang baik. Perangkat sound system tersebut bahkan hanya
digunakan oleh segelintir hotel berbintang lima di Medan karena perangkat tersebut tergolong mahal
harganya.

Universitas Sumatera Utara


Seluruh memori tidak disimpan sebagai satu artikel (single item) di tempat khusus

dalam otak, tetapi hasil dari semua aktivitas yang simultan yang tidak terhitung

jumlahnya disatukan oleh syaraf yang dihubungkan oleh jaringan interkoneksi yang

sangat luas. Apa yang kita lihat dan dengar adalah hasil dari pekerjaan jaringan

syaraf tersebut. Kemudian teori connectionism dikuatkan oleh teori pengelompokan

syaraf atau teori global bahwa bukan satu syaraf yang menentukan pikiran dan

tingkah laku, melainkan sekelompol sel syaraf yang di sebut “maps”. Maps ini berada

di wilayah spesifik di otak, dan menjadi terhubung dengan tindakan yang telah lalu

yang disebut dengan reentrant process.

Ketika mendengarkan musik yang sudah dikenal sebelumnya, seseorang akan

memanggil kembali memori yang lalu, merasakan kembali emosi yang lalu, di waktu

dan tempat yang lalu. Ketika nyanyian dalam ibadah kontemporer yang dilakukan

terus secara berulang-ulang, dengan aktivitas simultan dari kelompok-kelompok

syaraf yang kemudian akan menyusun secara khusus pengelompokan syaraf yang

lain, sehingga kita akan menjadi lebih mudah membayangkan mekanisme dari

kualitas trans itu sendiri.

Pengulangan-pengulangan nyanyian yang simultan dilakukan selama ibadah

dengan lirik-lirik yang “menyentuh”, musik yang semaki keras, tempo yang semakin

cepat, kick drum yang semakin cepat, akan mempengaruhi dan membawa jemaat

kepada sebuah kondisi penyembahan yang intim, menangis, meratap, hingga

puncaknya akan mencapai sebuah manifest atau Spirit possess.

Universitas Sumatera Utara


2. 7. ‘Lahirnya’ Musik Kristen Kontemporer

Musik dimasa Gerakan Kebangunan (revival movement) yang tergolong

modern, khususnya musik gospel dari wilayah selatan adalah musik yang dimainkan

dalam bagian integral pada ibadah di program televisi bernama “Televangelist”.

Program tersebut merupakan media produksi yang sangat profesional dengan musik

yang memasukkan banyak elemen dari gaya musik populer dan rock. Kegunaan

siaran TV “Revival Meetings” dan “The Oldtime Religion” hanya satu: untuk

memenangkan jiwa bagi Kristus dan memanfaatkan musik untuk mewujudkannya.

Musik mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan dan “gaya” baru dari

musik populer komersil Contemporary Christian Music (Musik Kristen

Kontemporer) dan “Gospel Rock”. 133

Promosi dan distribusi untuk genre musik Kristen kontemporer umumnya

dilakukan melalui toko buku Kristen dan program Kristen di radio dan televisi,

termasuk melalui jaringan tv kabel Kristen. Musik Kristen kontemporer merupakan

hasil dari perjalanan panjang musik yang berakar pada musik religius Amerika (The

Roots of American Religious Music) seperti musik gospel 134 dan musik religius

Protestan lainnya yang berkembang dari budaya masyarakat pedesaan di Amerika,

133
David Willoughby,Op.Cit.,hlm.53.
134
Istilah musik gospel dasarnya mengacu kepada himne dan lagu yang liriknya berkaitan
dengan Pekabaran Injil, dibandingkan kepada Mazmur. Terminologi tersebut muncul untuk
menjelaskan bahwa secara luas himne evangelical dan lagu-lagu digunakan dalam ibadah kebangkitan,
camp meeting, Sekolah Minggu, dan gereja-gereja. (David Willoughby,Ibid.,hlm.52.)

Universitas Sumatera Utara


seperti: black gospel 135 termasuk negro spiritual, 136 white gospel, 137 Psalm-singing,

Contemporary Black Gospel, Traditional Gospel dan sebagainya.

Musik Kristen Kontemporer (Christian Contemporary Music atau CCM—

adakalanya disebut “inspirational music”) adalah genre dari musik populer modern

yang secara lirik fokus kepada persoalan iman Kristen. Saat ini, istilah tersebut

khusus digunakan mengacu kepada pop, rock Nashville, Tennesee dan industri

musik dalam seremoni ibadah Kristen. Musisi seperti Avalon, Barlow Girl, Jeremy

Camp, Casting Crowns, Amy Grant, Jars of Clay, Michael W Smith, Toby Mac,

Rebecca St. James dan lain-lain bebarapa yang mewakili dari genre ini hingga

sekarang. Pada tahun 1960-an dianggap sebagai awal perpaduan musik modern

dengan pelayanan Kristen. Bentuk musik ini dipelopori dan didukung para musisi

Kristiani yang memiliki kerinduan menjangkau kaum muda dan memperkenalkan

Yesus melalui musik yang bergaya sekuler. Saat itu merupakan awal dari musik

Kristen kontemporer mulai dikenal sebagai sebuah genre musik secara resmi.

Istilah kontemporer sendiri telah menimbulkan banyak polemik dan

kesalahpahaman, sebenarnya istilah musik kontemporer sifatnya sangat luas. Ia tidak

menunjuk kepada sesuatu apapun yang sifatnya spesifik, kecuali menunjukkan

135
Pengaruh ragtime, blues, jazz kedalam ekspresi musik religius dari Afro-Amerika di awal
abad 20 menghasilkan yang disebut dengan black gospel music. Black gospel adalah sebuah
emosional, vocal, fisik, teatrikal, dan mahir secara musikal, dan secara mengstimulasi antusias fisik
dan secara emosi merespons pendengar. (David Willoughby,Op.Cit.,hlm.54)
136
“Negro spiritual” merupakan versi dari Eropanisasi lagu rakyat religius pada kaum hitam
selatan yang muncul pada awal abad 19. Lagu-lagu tersebut diciptakan oleh para budak atau telah
diadaptasi menjadi himne atau lagu rakyat dari budaya kulit putih. (David Willoughby,Ibid.,hlm.45)
137
White gospel termasuk seperti, psalm tunes, spiritual songs, dan anthem. Musik white
gospel mula-mula

Universitas Sumatera Utara


sesuatu yang kekinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode

waktu tertentu. 138 Bila merujuk kata kontemporer adalah contemporare (Italia) dan

contemporary (Inggris) yang secara harafiah berarti semasa atau sezamannya justru

akan menimbulkan kebingungan bagi banyak orang awam. Istilah musik kontemporer

hanya dapat dimengerti dalam konteksnya, berikut kutipan yang menjelaskan musik

kontemporer menurut Suka Hardjana:

“Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam


hubungannya dengan perkembangan sejarah musik Barat dan Amerika.
Namun walaupun dapat mengacu pada sebuah pemahaman yang
spesifik, sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada kata
seni maupun musik sama sekali tidak menunjukkan pada sebuah
pengertian yang per definisi bersifat normatif. Itulah sebabnya,
terutama bagi yang awam, Seni atau Musik Kontemporer banyak
menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut”. 139

Dalam transformasi sebuah zaman bila kita hubungkan dengan istilah kontemporer,

sederhananya menjelaskan makna sebenarnya dari istilah musik kontemporer itu.

Tetapi yang perlu dipahami bahwa subyek dari musik kontemporer terletak pada

wacana dan ciri-ciri musik masa kini tersebut. Musik kontemporer hanyalah

sekelumit dari efek ‘transformasi sebuah zaman’ yang sedang berlalu, sosoknya

bersifat impermanent. Entisitasnya bukan satu, melainkan majemuk dan memiliki

batas-batas yang kabur. 140

Musik Kristen kontemporer lahir akibat munculnya sebuah Gerakan Bagi

138
Suka Hardjana, Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Ford Foundation dan
MSPI, Jakarta.2003
139
Suka Hardjana, Memahami Musik Kontemporer, Kompas Minggu,1992,hlm.6
140
Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.255.

Universitas Sumatera Utara


Yesus (Jesus Movement) di California Selatan yang sangat mempengaruhi rakyat

Amerika dalam menghadapi kekacauan akibat perang Vietnam dan pembunuhan

Presiden Kennedy. Rakyat Amerika sudah dikecewakan dengan kedamaian, kasih dan

keterbukaan palsu, demikian tulis John Fischer seorang kolumnis majalah Christian

Contemporary Music. Kekristenan yang diperbaharui memberi jawaban-jawaban

rohani kepada mereka yang “lapar”. Yesus menjadi sosok yang menyelamatkan bagi

kalangan muda (kaum hippies) Amerika yang saat itu sangat dekat dengan kehidupan

seks bebas, narkoba, dan politik radikal. Mereka diubahkan hidupnya menjadi fokus

kepada Yesus. 141

Gambar. 5 Salah Seorang Musisi Kristen Kontemporer, Michael W Smith


(Sumber : www.wikipedia.com)

141
Saragih, Op.Cit.,hlm.77

Universitas Sumatera Utara


Ketika kebangkitan terjadi, musik baru menjadi begitu populer. Gerakan Bagi

Yesus saat itu menjadi awal perubahan dan musik rohani Kristen menjadi sebuah

industri dengan sendirinya. Tahun 1970-an ditandai sebagai tahun dimana pengaruh

musik rock telah ada di level musik gereja, gaya musik rock menjadi begitu familiar

dimasyarakat, ritme rock yang berlebihan menjadi berkurang, dan tanggapan awal

yang menyatakan genre musik ini diasosiasikan dengan musik sekuler mulai

dilupakan. 142 Pada dekade 70-an juga mulai bermunculan grup-grup musik Kristen

yang mengaku bahwa Tuhan telah memakai mereka untuk melantunkan musik yang

baru bagi kemuliaan nama-Nya. Mereka seperti Randy Stonehill, 2nd Chapter of Acts,

The Archer, The Imperials, Pat Terry, Randy Matthew, Barry McCeire yang telah

menginspirasi dan pengaruh melalui nyanyian baru bagi kemuliaan Tuhan, kepada

banyak artis seperti Bob Dylan, Donna Summer, Cliff Richard sehingga artis tersebut

mulai mengubah arah musiknya.

Bagi orang-orang yang saat itu maupun sekarang ini aktif dalam musik

Kristen kontemporer masih terus memperjuangkan apa yang dahulu dirintis oleh

tokoh pendirinya seperti, Larry Norman dan 2nd Chapter of Acts, yakni menjembatani

antara musik gereja tradisional dengan musik kontemporer. Hal ini tampak mulai

berhasil, karena banyak gereja—termasuk gereja tradisional, walaupun masih “malu-

malu”—mulai menerima musik Kristen kontemporer. Mengapa saya mengatakan

“malu-malu?” Saya teringat pengalaman saya ketika akan melayani ibadah Natal di

sebuah gereja non-Pentakosta. Dalam ibadah tersebut rekan saya menyarankan


142
www.wikipedia.com file:///H:/Contemporary_Christian_music.htm,

Universitas Sumatera Utara


kepada panitia agar menyediakan alat musik drum untuk keperluan ibadah Natal,

tetapi panitia mengatakan bahwa gereja melarang alat musik drum masuk dalam

gereja. Solusi yang diambil adalah menggantikan drum tersebut dengan synthesizer

yang memainkan suara-suara drum dan perkusi secara manual. Artinya secara fisik

tidak ada alat musik drum di gereja, namun secara “roh” suara drum hadir di gereja,

dan tidak dipermasalahkan oleh pengurus gereja. Walaupun saya mulai menjumpai

beberapa gereja tradisional di Medan sudah memiliki alat musik combo band yang

lengkap dan digunakan dalam ibadah. Gaya dari musik Kristen kontemporer

dipengaruhi oleh musik populer dan tidak sesuai dengan organ gereja tradisional.

Banyak gereja mengadopsi ibadah kontemporer, oleh karena itu mereka memiliki

worship band atau praise band untuk digunakan selama ibadah mereka.

Istilah lainnya dikenal worship team, worship group, praise team atau music

group juga digunakan. Worship band adalah paling biasa digunakan dalam

denominasi Evangelikal, tapi juga ditemukan dalam denominasi Kristen lainnya.

Kebanyakan worship band berpusat di gereja dan jarang bermain di luar gereja

mereka. Namun bagaimanapun, beberapa band kontemporer Kristen juga tampil

sebagai worship band dalam acara-acara tertentu diluar gereja, karena musik

kontemporer Kristen pada hakekatnya berhubungan dengan industri musik rohani

Kristen yang memiliki pasar cukup besar, seperti di Indonesia perusahaan rekaman

musik rohani Kristen yang cukup terkenal adalah Maranatha Records, Harvest Music,

dan lain-lain

Di era 70-an dan 80-an, gaya musik folk populer sehingga sangat lumrah

Universitas Sumatera Utara


ditemukan alat musik akustik dan instrumen tiup kayu. Saat ini musik Kristen

kontemporer sangat berpengaruh positif dalam penginjilan, khususnya

menyampaikan “Kabar Baik” kepada kawula muda. Hal ini dilatarbelakangi

munculnya revolusi kebudayaan di Amerika terutama di kalangan muda-mudi pada

masa itu, yang dimanfaatkan musisi Kristen memasukkan kaidah dan nilai

kekristenan dalam musik mereka. 143

Musik Kristen kontemporer yang sering digunakan di GBI Medan Plaza lebih

banyak berasal dari musisi Kristen kontemporer generasi yang baru seperti Doen

Moen, Michael W Smith, (Amerika) dan Hillsong, Darlene Zschech, (Australia) dan

sebagian karya-karya mereka telah banyak diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan

digunakan dalam ibadah. Saat ini lagu puji-pujian tidak hanya berasal dari luar

negeri, setelah banyak kebangunan rohani dan anak-anak Tuhan Indonesia mulai

menggubah lagu-lagu pujian yang indah, dirasakan cocok dengan budaya,

pengalaman, dan mudah mereka serap. Seperti yang dihasilkan oleh Symphony

Music, True Worshipper, GMB (Giving My Best), Franky Sihombing, Jonathan

Prawira, Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo, Ir. Welyar Kauntu, Ir. Djohan E. Handojo,

Vetry Kumaseh, Sari Simorangkir dan lain-lain.

Musik Kristen kontemporer yang digunakan di GBI Medan Plaza

menggunakan musik yang berasal dari album-album rekaman seperti “artis-artis”

rohani di atas. Namun belakangan ini GBI Medan Plaza sendiri secara mandiri (indie

label) telah mengeluarkan album rohani baik yang dikerjakan secara personal oleh
143
Saragih,Op.Cit., hlm.91.

Universitas Sumatera Utara


jemaat maupun oleh Departemen Musik GBI Medan Plaza seperti album Medan

United Worship, Anthony, Aji Sumargono, Pdt. Robert Siahaan dkk.

Jaman baru, gereja baru, dogmatika baru dalam penginjilan menumbuhkan

interpretasi baru dalam ibadah. Tak seorangpun tahu dan mungkin tidak akan bisa

tahu seperti apa dan kearah mana musik Kristen kontemporer akan terus mengalir dan

menemukan tempatnya berlabuh. Bisa juga pertanyaan tersebut diabaikan, kecuali

hanya menerima dan memahami bahwa musik dalam gereja juga tidak dapat

terelakkan tidak hanya sekedar ekspresi manusia terhadap sang pencipta, bukan

sekedar keindahan, tetapi musik juga bagian dari bahasa kode-kode hubungan dan

kenyataan keseharian, bahasa industri pergaulan tanpa batas. 144 Musik Kristen

kontemporer sebagai aksi maupun reaksi tumbuh dan berkembang dalam suasana dan

lingkungan gereja, lintas denominasi dan komunitas Kristen tanpa batas dan untuk

semuanya di jaman yang terus mengalami perubahan dan penuh kontroversi ini.

Musik Kristen Kontemporer telah menjadi topik yang kontroversi sejak

kemunculannya di tahun 1960-an. Sebuah kampus Kristen yang bernama Bob Jones

University melarang mahasiswa di asramanya mendengarkan CCM. Beberapa

pendapat mengatakan bahwa konsep musik Kristen pop/rock adalah sebuah fenomena

yang tidak biasa, semenjak musik rock secara historis selalu diasosiasikan dengan

tema-tema seperti seks bebas, pemberontakan, narkotik dan penggunaan alkohol, dan

tema-tema lain yang bertentangan dengan ajaran Kristen.

144
Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.257

Universitas Sumatera Utara


2. 8. Ibadah Kontemporer: Bentuk Pola Ibadah di Abad 20

Ibadah kontemporer (contemporary worship) adalah bentuk ibadah Kristen

yang muncul dalam Western Evangelical Protestantisme di abad ke-20. Ibadah

kontemporer awalnya terbatas hanya dalam Gerakan Kharismatik, namun sekarang

telah ditemukan dalam berbagai gereja-gereja secara luas, termasuk oleh banyak

gereja yang tidak berjalan dalam teologi kharismatik. Ibadah kontemporer umumnya

dikarakteristikkan oleh penggunaan musik penyembahan kontemporer dalam bentuk

yang lebih informal. Jemaat menyanyi dengan ‘khas’ dan dalam porsi yang lebih

banyak. Ketika ibadah kontemporer dipraktekkan di gereja dengan tradisi yang

liturgikal dalam bereka dengan tradisi liturgis, elemen dari liturgi sangat sedikit

digunakan.

Terminologi historic worship, tradisional worship atau liturgical worship

kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan bentuk ibadah yang konvensional dan

mereka dibedakan dari bentuk ibadah kontemporer. Berdasarkan sejarah, fenomena

ibadah kontemporer muncul dari Gerakan Bagi Yesus (Jesus Movement) di Amerika

Utara pada tahun 1960-an dan gerakan Charismatic Renewal Movement di Australia

dan New Zealand sepanjang tahun 1970-dan 1980-an. Fungsi musik dalam

pelayanan, gaya lagu-lagunya, penampilan mereka, lirik-lirik yang secara eksplisit

berisi teologi, dan teologi menyatakan secara tidak langsung melalui aspek-aspek

tersebut, hal ini yang membedakan ibadah kontemporer (contemporary worship) dari

ibadah tradisional (traditional worship) dalam praktek dan latar belakang teologi.

Universitas Sumatera Utara


Musik dalam ibadah kontemporer memiliki peran yang signifikan sepanjang

ibadah dan ada pengulangan kalimat-kalimat yang menguatkan isi teologis dalam

ibadah. Pengaruhnya yang kuat akan meningkatkan iman keyakinan seseorang juga

sangat jarang menggunakan doa-doa yang formal (doa liturgikal). Secara teologis,

musik dalam ibadah kontemporer dipengaruhi oleh aliran Pentakosta dan Evangelical

Theologies. Bagaimanapun fenomena ini telah memberi pengaruh kepada semua

denominasi moyoritas dalam beberapa lapisan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai